• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2. Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada siswi SMA Negeri 6 Medan, diperoleh data yang merupakan keadaan nyata dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 105 orang siswi. Data tersebut dijadikan tolak ukur dalam melakukan pembahasan dan sebagai hasil akhir dapat dijabarkan sebagai berikut:

5.2.1. Pengetahuan Siswi SMA Negeri 6 Medan tentang PMS

Pada tabel 5.1, didapati bahwa kelas XI dibagikan kepada dua yaitu kelas XI IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dan XI IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Seharusnya, untuk hasil penelitian, didapatkan tingkat pengetahuan responden-responden yang belajar di kelas IPA adalah lebih tinggi karena mereka mendapat lebih penyuluhan tentang PMS dalam pembelajaran mereka sehari-hari berbanding responden dari kelas IPS. Proses pembelajaran responden dari kelas IPA adalah tentang ilmu alam yaitu ilmu sains dan dalam ilmu ini tercakup ilmu tentang sistem reproduksi. Maka responden-responden dari kelas ini berkemungkinan mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih tinggi tentang PMS jika dibandingkan dengan responden-responden dari kelas IPS.

Pada tabel 5.3 dapat didapati bahwa sebagian besar siswi berpengetahuan sedang tentang PMS yaitu sebanyak 68 orang (64,8%) dan sebagian berpengetahuan tinggi yaitu 19 orang (18,1%), dan sebagian kecil lagi berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 18 orang (17,1%). Hal ini menunjukkan bahwa, secara mayoritas siswi SMA Negeri 6 Medan hanya mempunyai pengetahuan yang sedang tentang PMS.

Hasil penelitian yang menunjukkan siswi-siswi ini memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi berarti mereka telah menerima informasi tentang PMS dalam pembelajaran di sekolah, bacaan mereka sendiri, rakan-rakan yang lebih berpengalaman ataupun ahli keluarga mereka. Sedangkan siswi-siswi yang memiliki

tingkat pengetahuan kurang disebabkan oleh kurangnya informasi yang diterima ataupun mereka kurang mencari informasi tentang PMS tersebut.

Berdasarkan tabel 5.6 dapat dilihat mayoritas siswi yaitu 76 orang (72,4%) pernah mendengar tentang sindroma premenstrusi (PMS) walaupun sebagian besar siswi yaitu 60 orang (57,1%) tidak mengetahui definisi sebenar PMS. Hal ini kemungkinan besar adalah karena mereka pernah mendengar tentang PMS dari pembelajaran di sekolah, dari rakan-rakan atau saudara mereka, ataupun dari bahan bacaan mereka sendiri tetapi mereka kurang tahu tentang pengertian PMS yang sebenar berdasarkan definisinya.

Dari tabel 5.3 dapat dilihat bahwa 60 (57,1%) dari 105 orang responden menjawab dengan salah ataupun tidak tahu tentang pengertian PMS yang sebenar. Hanya 45 orang responden yang menjawab pertanyaan ini dengan benar. Hal ini mungkin dikarenakan bagi mereka pengertian PMS tidak begitu penting asalkan mereka mengetahui tentang apa sahaja akan berlaku ketika mereka mengalami PMS. Kemungkinan hal inilah yang menyebabkan mayoritas siswi tidak menjawab pertanyaan yang selanjutnya dengan benar. 68 orang responden (64,8%) menjawab pertanyaan ini dengan salah atau tidak tahu.

Siswi-siswi berpengetahuan paling tinggi mengenai gejala-gejala PMS karena gejala-gejala ini paling sering berlaku pada mereka walaupun mereka sebenarnya kurang mengetahui pengertian dan pada siapa sahaja PMS ini berlaku. 86 orang responden (81,9%) menjawab pertanyaan ini dengan benar dan hanya 19 orang (18,1%) sahaja yang menjawab dengan salah atau tidak tahu. Responden yang menjawab dengan salah atau tidak tahu ini berkemungkinan tidak pernah mengalami gejala-gejala seperti yang dinyatakan di dalam kuesioner.

Lebih dari setengah dari jumlah semua responden yaitu sebanyak 56 orang (53,3%) menjawab dengan benar pertanyaan tentang penyebab berlakunya PMS dan 49 orang (46,7%) menjawab dengan salah atau tidak tahu. Kemungkinan hal ini adalah karena responden-responden ini mengalami PMS tetapi mereka menganggap perkara ini normal dan tidak perlu mencari tahu lebih lanjut tentang penyebab mengapa berlakunya PMS ini.

Berdasarkan tabel 5.3, dapat dilihat bahwa 84 orang (80%) responden tidak mengetahui hormon utama yang menyebabkan berlakunya PMS. Menurut Tortora (2006), estrogen membantu perkembangan dan pengekalan (maintenance) struktur reproduktif wanita, karakteristik seks sekunder dan payudara. Karakteristik seks sekunder termasuklah distribusi jaringan adipos pada payudara, abdomen, mons pubis, dan panggul, suara (voice pitch), pelvis yang lebar, dan pertumbuhan rambut di kepala dan tubuh. Ketidaksimbangan hormon ini didalam tubuh seorang wanita merupakan penyeab berlakunya PMS.

Lebih dari setengah dari responden yaitu sebanyak 65 orang (61,9%) responden mengetahui tingkat keparahan PMS yang berlaku pada setiap wanita dan selebihnya menjawab dengan salah atau tidak tahu. Hal ini berkemungkinan mereka menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan pengalaman mereka sendiri.

Pada tabel 5.5 dapat dilihat bahwa tidak semestinya responden yang mengalami menarche pada usia yang lebih muda akan mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi tentang PMS. Hal ini adalah berkemungkinan karena walaupun mereka mengalami menarche yang lebih awal tetapi mereka kurang mendapat informasi tentang PMS dan mungkin juga mereka tidak mengalami PMS yang begitu ketara sehingga perkara tersebut hanya dipandang ringan. Hal ini juga berkemungkinan mereka beranggapan bahwa itu adalah sesuatu normal dan semua orang mengalami perkara yang sama. Oleh itu, perkara tersebut tidak begitu diambil berat.

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui punca indera manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, sebab dari pengalaman dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan baik dan sedang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sumber informasi dan faktor pendidikan serta faktor lingkungan. Semakin banyak seseorang mendapatkan informasi baik dari lingkungan keluarga, lingkungan tetangga, dari petugas kesehatan maupun dari pihak media cetak. Hal ini akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang.

Dokumen terkait