• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

2. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan yang baik tentang discharge planning pada pasien halusinasi yaitu sebanyak 27 orang (77,1%), pengetahuan sedang sebanyak 8 orang (22,9%) dan tidak ada responden yang memiliki pengetahuan kurang. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan diperoleh setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek yang melibatkan pancaindra manusia dan pengetahuan penting untuk mendasari pembentukan tindakan seseorang yang dapat berlangsung lama (Bloom, 1908 dalam Notoadmodjo 2003).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum mayoritas perawat memiliki pengetahuan yang baik tentang defenisi, manfaat, keuntungan dan prinsip umum penerapan discharge planning, obat, tempat tinggal, komunitas, perawatan kesehatan fisik dan pendidikan kesehatan. Hal ini terlihat dari hasil pengumpulan data dimana mayoritas responden menjawab benar. Namun berbeda halnya untuk pengetahuan tentang aktivitas sehari-hari. Responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang aktivitas sehari-hari.

Pengetahuan yang baik dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan responden. Dari hasil penelitian diketahui bahwa lebih dari dua per tiga tingkat pendidikan responden adalah S-1 Keperawatan yaitu sebanyak 26 orang (74,3%) dan lebih dari seperempat tingkat pendidikan responden adalah D-III Keperawatan yaitu sebanyak 9 orang (25,7%). Pengetahuan yang baik yang dimiliki responden dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dimana semakin tinggi pendidikan maka semakin banyak hal yang

dipelajari yang dapat menambah pengetahuan. Hal ini sesuai dengan penjelasan Notoadmodjo (2003) yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan upaya untuk mempengaruhi setiap orang dan menghasilkan perubahan atau penambahan pengetahuan. Pendidikan juga sangat efektif dalam mengubah pengetahuan sesuai dengan apa yang dipelajari.

Berdasarkan usia responden diketahui bahwa lebih dari sepertiga responden yaitu sebanyak 13 orang (37,1%) berusia 46-50 tahun. Semakin tinggi usia menunjukkan semakin banyak hal yang dialami seseorang dimasa hidupnya. Setiap hal yang dialami oleh seseorang disebut sebagai pengalaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari seperempat responden yaitu 10 orang (28,6%) memiliki pengalaman kerja selama 21,5-25 tahun. Seiring bertambahnya usia seseorang maka bertambah pula pengalaman seseorang yang melibatkan pancaindra yang dapat mempengaruhi pengetahuan. Semakin lama perawat bekerja semakin banyak hal yang dapat dipelajari melalui apa yang dilihat, didengar dan dirasakan di tempat bekerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoadmodjo (2003) yang menyatakan bahwa pengetahuan seseorang akan berubah seiring dengan setiap hal yang dialami seseorang selama bertahun-tahun dan pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang melibatkan apa yang dialami oleh pancaindra.

Pengalaman yang dialami oleh perawat membuat banyak informasi yang didapatkan oleh perawat. Informasi yang didapatkan perawat baik dari pendidikan formal informal dapat diaplikasikan dalam praktik keperawatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lebih

dari setengah responden yaitu 19 orang (54,3%) pernah mengikuti pelatihan atau seminar tentang kesehatan jiwa dalam setahun. Informasi dapat menambah pengetahuan dan dapat diperoleh melalui banyak hal. Hal ini didukung oleh pendapat Notoadmodjo (2003) yang menyatakan bahwa seminar merupakan salah satu satu metode penyajian informasi atau topik tertentu untuk mencapai sasaran tertentu yang menyebabkan perubahan pengetahuan.

Berdasarkan hasil pengumpulan data diketahui bahwa pengetahuan perawat tentang discharge planning pada pasien halusinasi sebenarnya sudah baik. Hal ini dapat dilihat pada data yang menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab dengan benar pernyataan tentang defenisi, manfaat dan keuntungan discharge planning. Akan tetapi jika dilihat dari data responden yang menjawab salah, pada item pengetahuan tentang defenisi, manfaat, keuntungan dan prinsip umum penerapan discharge planning, ada satu pertanyaan yang banyak dijawab salah oleh responden. Lebih dari sepertiga responden yaitu sebanyak 13 orang (37,1%) tidak mengetahui tim yang terlibat dalam pelaksanaan

discharge planning.

Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan, keluarga kurang dilibatkan didalam perawatan pasien atau pasien jarang dikunjungi keluarga pada saat dirawat sehinggga yang terlibat dalam perawatan pasien hanya perawat dan kondisi pasien sejak masuk sampai dengan pasien pulang hanya diketahui oleh perawat saja. Peneliti berasumsi bahwa hal ini yang menyebabkan perawat mengetahui bahwa keluarga tidak terlibat dalam pelaksanaan discharge planning.

prinsip yang harus diketahui ketika mengerjakan discharge planning adalah tersedianya tim yang merawat pasien kemudian harus berkolaborasi dengan pasien dan keluarga dalam membuat suatu keputusan terkait dengan perencanaan pulang dan resiko yang mungkin terjadi terkait dengan kebutuhan pasien secara spesifik.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perawat memiliki pengetahuan yang baik tentang obat. Hal ini diketahui dari persentase perawat yang menjawab benar dimana keseluruhan perawat yaitu 35 orang (100%) mengetahui jenis obat yang diberikan pada pasien halusinasi dan mayoritas perawat mengetahui dengan baik tentang hal yang disampaikan perawat kepada keluarga tentang kepatuhan pasien minum obat yaitu sebanyak 34 orang (97,1%), dampak ketidakpatuhan pasien minum obat yaitu sebanyak 27 orang (77,1%) dan informasi tentang obat yaitu sebanyak 34 orang (97,1%). Obat adalah terapi medis yang penting bagi pasien halusinasi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yusnipah (2012) terhadap keluarga pasien halusinasi menunjukkan bahwa mayoritas keluarga tidak mengetahui efek samping obat dikarenakan kurangnya informasi yang didapatkan keluarga tentang obat. Perawat berperan didalam memberikan informasi bagi pasien dan keluarga. Pengetahuan yang baik tentang obat yang dimiliki perawat penting disampaikan kepada keluarga sebagai bagian penting yang akan merawat pasien setelah pulang dari rumah sakit jiwa agar kepatuhan minum obat tetap terjaga dan pasien merasakan kepuasan akan pelayanan yang diberikan oleh perawat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Alfianti & Yosafianti (2010) bahwa

informasi yang disampaikan perawat melalui pendidikan kesehatan pada saat persiapan pulang dapat meningkatkan kepuasan pasien.

Tempat tinggal setelah pulang dari rumah sakit jiwa adalah hal yang penting bagi perawatan pasien. Tempat tinggal yang mendukung pasien akan membuat kehadiran pasien diterima oleh lingkungan tempat tinggal. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa perawat memiliki pengetahuan yang baik tentang tempat tinggal dimana keseluruhan perawat menjawab dengan benar pernyataan sumber pendukung yang baik bagi pemulihan pasien halusinasi yaitu sebanyak 35 orang (100%) dan mayoritas perawat mengetahui dengan baik tentang dukungan yang dibutuhkan pasien halusinasi di lingkungan tempat tinggal yaitu sebanyak 34 orang (97,1%).

Perawat juga memiliki pengetahuan yang baik tentang komunitas dimana mayoritas perawat yaitu sebanyak 33 orang (94,3%) mengetahui bahwa program didalam komunitas yang dapat diikuti pasien agar perawatan dan pengobatan pasien halusinasi dapat dipantau secara berkesinambungan adalah dengan mengikuti program rehabilitasi. Pada hasil penelitian ini diketahui bahwa pengetahuan perawat tentang obat sudah baik, namun pengobatan yang diberikan pada pasien penting dipantau karena akan mengurangi gejala halusinasi pasien. Selain itu perlu program lain untuk mendukung program pengobatan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Isnaeni, Upoyo & Wijayanti (2008) yang menyatakan bahwa obat bukan segala-galanya dalam penanganan pasien gangguan jiwa namun diperlukan program lainnya seperti konseling, psikoterapi

dan program rehabilitasi. Selain itu juga diperlukan terapi aktivitas kelompok ketika berada di rumah sakit jiwa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat memiliki pengetahuan yang kurang tentang aktivitas sehari hari. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas responden yaitu 29 orang (82,9%) menjawab salah tentang gangguan yang menyebabkan pasien halusinasi mengalami ketidakmampuan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari adalah gangguan kognitif. Hal ini bertolak belakang dengan pernyataan British Columbia Schizophrenia Society (1995) yang menyatakan bahwa aktivitas sehari-hari dan terapi untuk memperbaiki kognitif sangat mendukung penyembuhan pasien.

Akan tetapi berbeda halnya dengan pernyataan lain yang mewakili tentang pengetahuan perawat tentang aktivitas sehari-hari yaitu pernyataan tentang hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan mengingat, merencanakan, mengorganisir dan ketidakmampuan mengambil keputusan pada pasien halusinasi adalah dengan melibatkan pasien mengerjakan aktivitas sehari-hari diketahui perawat dengan baik dimana mayoritas perawat yaitu sebanyak 33 orang (94,3%) menjawab dengan benar.

Berdasarkan hasil observasi peneliti di lapangan diketahui bahwa pasien setiap harinya dilibatkan dalam mengerjakan aktivitas sehari-hari di rumah sakit jiwa seperti mengantar makanan ke setiap ruangan, menyapu, mengantar keluarga pasien yang sedang berkunjung ke ruangan, membantu perawat dalam membersihkan ruangan dan lain-lain. Selain itu peneliti juga melakukan wawancara terhadap beberapa pasien yang dilibatkan dalam mengerjakan aktivitas

sehari-hari dan diketahui bahwa pasien menikmati setiap aktivitas tersebut karena akan mengalihkan pikiran pasien dari suara halusinasi dan membuat pasien tidak berdiam diri yang beresiko terhadap timbulnya halusinasi sehingga hal ini diharapkan mampu mengurangi masalah halusinasi yang dialami pasien. Hal ini sejalan dengan pendapat Akemat & Keliat (2012) yang menyatakan bahwa aktivitas sehari-hari adalah salah satu tindakan yang dapat mengontrol halusinasi.

Aktivitas sehari-hari dapat dibuat dalam bentuk aktivitas terjadwal yang melatih pasien untuk mendisiplinkan diri mengerjakan aktivitas sehingga hal ini membuat pasien menyibukkan dirinya dengan aktivitas yang teratur sehingga pasien tidak mempunyai waktu luang untuk sendiri yang mencetuskan halusinasi. Seiring dengan seringnya perawat melibatkan pasien mengerjakan aktivitas sehari-hari menyebabkan hal itu menjadi pengalaman yang setiap harinya dirasakan oleh perawat dan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan perawat.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa perawat mengetahui dengan baik tentang perawatan kesehatan fisik dimana 21 orang (60%) mengetahui masalah yang dialami pasien halusinasi karena kecenderungan mengabaikan kesehatan fisik adalah penyakit fisik. Namun kurang dari setengah responden yaitu sebanyak 14 orang (40%) tidak mengetahui bahwa masalah yang dialami pasien halusinasi karena kecenderungan mengabaikan kondisi kesehatan fisik adalah penyakit fisik. Hal ini bertolak belakang dengan pendapat British Columbia Schizophrenia Society (1995) dimana pasien gangguan jiwa cenderung mengabaikan kondisi fisik sehingga sangat penting untuk mempertahankan

kesehatan fisik untuk mencegah terjadinya masalah yang baru ketika pasien kembali ke lingkungan tempat pasien berada.

Dukungan keluarga sangat dibutuhkan sebagai penentu keberhasilan pelayanan keperawatan karena keluarga adalah bagian yang terlibat secara langsung dengan pasien setelah pulang dari rumah sakit jiwa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perawat telah mengetahui dengan baik pentingnya pendidikan kesehatan dilakukan sebelum pemulangan pasien. Hal ini dapat dilihat dari data yang menunjukkan bahwa mayoritas perawat yaitu 31 orang (88,6%) mengetahui indikator pasien halusinasi dapat pulang, keseluruhan perawat yaitu 35 orang (100%) mengetahui informasi tetang penyakit yang disampaikan perawat kepada pasien halusinasi ketika memberikan pendidikan kesehatan dan informasi yang harus disampaikan kepada keluarga ketika pasien halusinasi mengalami kekambuhan.

Perawat sebagai pelaksana didalam pelayanan keperawatan penting untuk memberikan informasi terkait dengan kondisi pasien sebelum pasien pulang ke rumah. Hal ini sejalan dengan pendapat Yusnipah (2012) yang menyatakan bahwa pendidikan kesehatan sebagai cara untuk menyampaikan informasi bagi keluarga dapat meningkatkan pengetahuan yang cukup signifikan bagi keluarga sehingga keluarga dapat meningkatkan perawatan yang optimal dan menurunkan angka kekambuhan pasien halusinasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Herniyatun, Nurlaila & Sudaryani (2009) terhadap 40 orang pasien diketahui bahwa terdapat pengaruh pendidikan kesehatan pada saat persiapan pemulangan pasien terhadap kepuasan pasien akan pelayanan keperawatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada dua item pertanyaan yang mewakili pengetahuan tentang pendidikan kesehatan banyak dijawab salah oleh responden. Berdasarkan hasil pengumpulan data diketahui bahwa lebih dari setengah responden yaitu sebanyak 19 orang (54,3%) tidak mengetahui bahwa hal yang diajarkan perawat kepada keluarga untuk mengajarkan mengatasi gejala yang dialami pasien halusinasi adalah dengan tidak menyetujui pernyataan halusinasi pasien. Keluarga adalah faktor yang penting dalam kesembuhan pasien. Dukungan keluarga dibutuhkan bukan hanya pada saat pasien berada di rumah sakit tetapi ketika kembali ke rumah juga. Perawat harus memberikan pendidikan kesehatan tentang cara merawat pasien halusinasi dengan memutus halusinasi atau

menghardik halusinasi agar tanda halusinasi hilang (Akemat & Keliat, 2012). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga

responden yaitu sebanyak 13 orang (37,1%) tidak mengetahui bahwa informasi yang harus disampaikan kepada keluarga ketika pasien halusinasi mengalami kekambuhan adalah menghubungi pelayanan kesehatan. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Efendi & Nursalam (2008) yang menyatakan bahwa informasi tentang pelayanan kesehatan adalah hal-hal yang harus diketahui sebelum klien pulang ke rumah.

       

Dokumen terkait