• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2. Pembahasan

5.2.1. Konsumsi Makanan Cepat Saji (Fast Food)

Makanan cepat saji (fast food) merupakan makanan dapat disediakan dalam waktu yang cepat, praktis, dan mudah disajikan. Beberapa dekade terakhir ini terjadi perubahan pola konsumsi masyarakat yang menyebabkan perubahan pola makan termasuk jenis makanan yang dikonsumsi dan kebiasaan makan di luar rumah. Karakteristik orang tua terutama pendidikan ibu dapat mempengaruhi pengetahuan tentang makanan yang diberikan pada anak, selain itu keadaan orang tua yang sibuk bekerja juga memberikan pengaruh terhadap pola makan anak. Hal tersebut merupakan faktor yang dapat membuat konsumsi makanan cepat saji (fast food) menjadi pilihan (St-Onge dkk, 2003).

Makanan cepat saji banyak mengandung garam, lemak, dan kalori yang tinggi, yang dapat memicu kenaikan berat badan. Selain zat gizinya yang rendah, makanan cepat saji mengandung zat pengawet yang tidak baik untuk kesehatan (Schoenstadt, 2005). Namun makanan cepat saji (fast food) pada zaman sekarang ini tergolong banyak diminati oleh sebagian besar orang karena penyajiannya yang cepat dan praktis. Ketersediaannya yang mudah dijangkau di sekitar lingkungan tempat tinggal maupun tempat kerja membuat banyak orang yang gemar mengonsumsinya. Dengan jadwal kerja dan aktivitas sehari-hari yang sibuk dapat membuat orang cenderung memilih hal-hal yang serba instan, termasuk juga makanan. Makanan cepat saji (fast food) yang serba cepat, menjadi alternatif nutrisi untuk anak-anak maupun keluarga (Sitharai, 2009).

Makanan cepat saji (fast food) terkenal dengan kandungan gizinya yang kurang sehingga tidak baik untuk sering dikonsumsi. Namun ada juga makanan cepat saji (fast food) yang sehat dan baik dikonsumsi seperti chicken sandwich yang ditambah dengan sayuran seperti tomat dan selada, salad buah, roti yang berisi selada, tomat, dan keju. Jenis makanan tersebut tergolong makanan cepat

saji (fast food) karena penyediaanya yang cepat dan praktis, namun tegolong sehat jika dimodifikasi dengan penambahan sayur atau buah-buaham yang tentunya mengandung gizi yang tinggi sehingga aman untuk dikpnsumsi.

Penilaian frekuensi konsumsi makanan cepat saji (fast food) menyatakan sebagian besar responden sering mengonsumsi makanan cepat saji yaitu 34 orang (37,8%). Responden yang sering sekali mengonsumsi makanan cepat saji juga tergolong banyak yaitu 29 orang (32,2%), sedangkan hanya sedikit responden yang jarang mengonsumsi makanan cepat saji yaitu 27 orang (37%). Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa konsumsi makanan cepat saji sudah merupakan pola konsumsi siswa kelas V dan VI SD Shafiyyatul Amaliyyah Medan. Hal ini mungkin terjadi karena banyaknya makanan cepat saji yang tersedia di sekitar lokasi sekolah sehingga mudah dijangkau, di samping gaya hidup anak sekarang yang lebih menyukai makanan cepat saji yang tentunya dapat memicu kenaikan berat badan. Jenis makanan yang sangat sering dikonsumsi responden adalah gorengan yaitu 52 orang (57,8%) dan yang paling jarang adalah sandwich yaitu 30 orang (33,3%). Gorengan merupakan makanan yang paling sering dikonsumsi,hal ini dapat disebabkan oleh ketersediaannya yang mudah diperoleh misalnya dari kantin sekolah ataupun jajanan di sekitar sekolah.

5.2.2. Obesitas

Obesitas merupakan hasil dari ketidakseimbangan kalori dimana kalori yang dikeluarkan lebih sedikit daripada kalori yang dimasukkan dan dipengaruhi oleh genetik, pola makan, dan juga lingkungan (CDC, 2010). Obesitas pada anak telah meningkat di banyak negara, termasuk Amerika, Inggris, dan Australia. Di Australia, satu per lima anak dan remaja tergolong overweight dan obesitas (Betterhealthchannel, 2013).

Faktor yang dapat menyebabkan obesitas yaitu pilihan makanan yang cenderung tinggi lemak dan tinggi gula seperti makanan cepat saji, kurangnya aktivitas fisik, gaya hidup sedentari dimana banyak anak yang cenderung menghabiskan waktu dengan menonton, bermain komputer, maupun bermain

games elektronik lainnya. Faktor lain penyebab obesitas yaitu orang tua yang obesitas dan juga kelainan genetik (Betterhealthchannel, 2013).

Pada Tabel 5.4 dapat dilihat sebagian besar responden normoweight yaitu 48 orang (33,3%) yang artinya status gizinya cukup atau terpenuhi. Tetapi responden obesitas juga tergolong urutan ke dua paling banyak yaitu 42 orang (29,2%), sedangkan sebagian lainnya underweight yaitu 39 orang ((27,1%) dan overweight 15 orang (10,4%). Jumlah responden yang obesitas yang tergolong banyak menyatakan bahwa banyak anak yang memiliki gizi yang sangat berlebih. Hal ini dapat terjadi karena banyak anak pada masa sekarang yang cenderung pengeluaran energinya lebih sedikit daripada pemasukan energi. Pola konsumsi anak yang suka makan makanan cepat saji dan aktivitas anak yang mulai berubah dimana anak sekarang lebih sering menonton TV, bermain games komputer ataupun games elektronik lainnya daripada bermain dengan temannya. Hal tersebut tentunya lebih sedikit menghabiskan energi sehingga terjadi ketidakseimbangan pemasukan dan pengeluaran energi dimana lebih banyak energi yang masuk daripada energi yang keluar yang tentunya dapat menyebabkan obesitas.

5.2.3. Hubungan Kebiasaan Konsumsi Makanan Cepat Saji (Fast Food) dengan Obesitas

Kebiasaan konsumsi makanan cepat saji yang sering merupakan salah satu faktor risiko terjadinya obesitas. Makanan cepat saji yang tinggi indeks glikemik dan densitas energi dan tidak diseimbangi dengan pengeluaran energi yang cukup menyebabkan obesitas. (Rosenheck, 2008 dan Rouhani dkk, 2012).

Pada Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa responden yang obesitas sering sekali mengonsumsi makanan cepat saji yaitu 21 orang (50,0%). Sedangkan responden yang normoweight hanya sedikit yang mengonsumsi makanan cepat saji sering sekali yaitu 8 orang (16,7%).

Berdasarkan analisa statistik yang telah dilakukan dengan metoda chi square didapat p= 0.003, dimana hasil perhitungan ini menggambarkan bahwa ada hasil yang signifikan antara konsumsi makanan cepat saji dengan kejadian

obesitas sehingga pada penelitian ini peneliti menyimpulkan ada hubungan konsumsi makanan cepat saji terhadap kejadian obesitas. Hal ini serupa dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rosenheck (2008) dan Powell (2013) yang meneliti hubungan konsumsi makanan cepat saji dengan peningkatan masukan kalori pada anak.

Hasil penelitian di atas bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Kristianti dkk (2009) dimana mereka melakukan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional untuk melihat hubungan frekuensi konsumsi makanan cepat saji dengan status gizi. Hasil analisa statistik dengan nilai p=0.116 menyatakan tidak ada hubungan antara frekuensi konsumsi makanan cepat saji terhadap status gizi pada remaja SMU N 4 Surakarta. Perbedaan hasil penelitian ini mungkin dapat disebabkan oleh faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi status gizi obesitas seperti aktivitas fisik, genetik, pendapatan orang tua, pengetahuan gizi, maupun sosial budaya.

Dokumen terkait