• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

1. Analisa Univariat

a. Frekuensi Pemberian ASI

Berdasarkan tabel 4.1 ditemukan lebih dari separoh dari responden kasus tidak sering memberikan ASI pada BBL 2-10 hari di BPM N Padang Panjang Tahun 2014, dapat dilihat dari 60 sampel BBL ditemukan lebih dari separoh pada kasus yang tidak sering memberikan ASI 18 orang (60%) dan yang sering 12 orang (40%). Dimana dari hasil yang di temukan pada tabel 4.1 adalah yang mengalami ikterus. Ibu hanya memberikan ASI pada bayinya bangun saja, tanpa membangunkan bayinya yang tertidur, posisi yang salah menyusui membuat susu ibu sakit dan malas menyusui, karena ibu baru pengalaman pertama menyusui/anak pertama dan paritas lebih, dukungan dari keluarga yang kurang. Sedangkan yang sering

memberikan ASI, melakukan pemberian ASI tanpa dijadwalkan dan membangunkan bayinya jika waktu menyusui telah tiba minimal 2 jam sudah diberikan ASI pada bayinya, tapi produksi ASI yang masih kurang, banyak terjadi pada ibu yang memiliki anak pertama.

Rentang frekuensi menyusui yang optimal adalah antara 8 hingga 12 kali setiap hari. Meskipun mudah untuk membagi 24 jam menjadi 8 hingga 12 kali menyusui dan menghasilkan perkiraan jadwal, cara ini bukan merupakan cara makan sebagian besar bayi.

Menurut Bahiyatun (2009) bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara dalam 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Menyusui yang dijabwalkan akan berakibat kurang baik. Hal ini disebabkan oleh isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan menyusui ASI tanpa jabwal dan sesuai kebutuhan bayi, akan mencegah banyak masalah hari akan sangat berguna bagi ibu yang bekerja. Hal ini akan memacu produksi ASI dan mendukung keberhasilan penundaan kehamilan.

Hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Khairunnisak pada tahun 2013 di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh bahwa lebih dari separoh yang sering pemberian ASI (68,6%).

Menurut asumsi penulis dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa bayi yang tidak sering diberikan ASI lebih banyak dari pada sering diberikan ASI. Pemberian ASI yang adekuat sangat baik untuk bayi karena ASI mempunyai banyak manfaat untuk bayi dan keluarga.

Salah satu manfaat bayi diberi ASI lebih mampu menghadapi efek penyakit kuning, asalkan bayi tersebut disusui sesering mungkin. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa yang tidak sering memberikan ASI sebanyak 18 orang bayi (60%) dan sering 12 orang (40%) pada kasus. Yang sering memberikan ASI pada kasus ditemukan cara menyusui yang salah sehingga bayi tidak puas menyusu, air susu ibu yang sedikit. Sedangkan yang tidak sering pada kasus ditemukan jadwal menyusui ibu yang tidak teratur atau jarak terlalu lama, ibu menyusui bayinya ketika bayi bangun dan jika bayi tertidur ibu hanya membiarkan saja.

b. Ikterus

Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.2 dari 60 sampel terdapat bayi baru lahir yang kejadian ikterus sebanyak 30 orang dan tidak ikterus 30 orang.

Menurut Jejeh (2010), Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi dalam darah lebih dari 5 mg/dl yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari hepar, sistem biliary, atau sistem hematologi. Pada ikterus fisiologis, sebagian besar bilirubin merupakan bilirubin yang terkonyugasi dan bayi dalam keadaan umum yang baik. Keadaan ini bervariasi antara satu bayi dengan bayi lainnya. Warna kuning yang terjadi pada kulit bayi yang timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.

Sedangkan menurut hasil penelitian Khairunnisak tahun 2013 didapatkan bayi positif ikterus sebanyak 31 responden (60,8). Perbedaan dari hasil penelitian ini adalah jumlah bayi ikterus. Persamaannya, sama-sama menemukan bayi yang ikterus fisiologis dengan derajat I yaitu terdapat kuning pada daerah muka sampai leher. Menurut asumsi penulis kejadian ikterus disebabkan oleh kurang adekuatnya pemberian ASI kepada bayi. Kejadian ikterus yaitu 30 orang bayi. Selain disebabkan pemberian ASI, ikterus juga bisa disebakan faktor lain seperti berat bayi yang kurang 2500 gram dan paritas ibu.

2. Analisa Bivariat

a. Hubungan Frekuensi Pemberian ASI dengan Kejadian Ikterus Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 60 sampel BBL 2-10 hari ditemukan kejadian ikterus lebih banyak pada ibu yang tidak sering melakukan pemberian ASI pada bayinya dibanding dengan responden yang sering memberikan ASI, yakni sebanyak 60% yang tidak sering, dan sebanyak 40% yang sering memberikan ASI.

Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square menghasilkan nilai p value = 0,00. Sehingga didapatkan bahwa p ≤ 0,05 yang artinya Ha diterima atau terdapat hubungan antara frekuensi pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 2-10 hari. ASI adalah suatu emulasi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan garam organik yang disekresi oleh kedua kelenjar payudara ibu dan merupakan makan terbaik untuk bayi. Selain memenuhi segala

kebutuhan makanan bayi baik gizi, imunologi, atau lainnya sampai pemberian ASI memberi kesempatan bagi ibu mencurahkan cinta kasih serta perlindungan kepada anaknya (Bahiyatun, 2009).

Berdasarkan teori yang di sampaikan oleh Sunar (2009) yaitu rentang frekuensi menyusui yang optimal adalah antara 8 hingga 12 kali setiap hari, salah satu manfaat pemberian ASI bagi bayi adalah menjadikan bayi yang diberi ASI lebih mampu menghadapi efek penyakit kuning (ikterus). Jumlah bilirubin dalam darah bayi banyak berkurang seiring diberikannya kolostrum yang dapat mengatasi kekuningan, asalkan bayi tersebut disusui sesering mungkin dan tidak diberi pengganti ASI.

ASI adalah sumber makanan terbaik bagi bayi selain mengandung komposisi yang cukup sebagai nutrisi bagi bayi, Pemberian ASI juga dapat meningkatkan dan mengeratkan jalinan kasih sayang antara ibu dengan bayi serta meningkatkan kekebalan tubuh bagi bayi itu sendiri. Ikterus merupakan penyakit yang sangat rentang terjadi pada bayi baru lahir, terutama dalam 24 jam setelah kelahiran, dengan pemberian ASI yang sering, bilirubin yang dapat menyebabkan terjadinya ikterus akan dihancurkan dan dikeluarkan melalui urine. Oleh sebab itu, pemberian ASI sangat baik dan dianjurkan guna mencegah terjadinya ikterus pada bayi baru lahir.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Khairunnisak (2013) yang berjudul Hubungan pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari

di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2013 yang menunjukkan bahwa dari 16 responden yang tidak sering melakukan pemberian ASI ternyata sebanyak 87,5% positif mengalami ikterus. Sedangkan dari 35 responden yang sering melakukan pemberian ASI ternyata mayoritas 51,4% negatif mengalami ikterus. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square menghasilkan nilai p value = 0,020. Sehingga didapatkan bahwa p ≤ 0,05 yang artinya Ha diterima atau terdapat hubungan antara pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari.

Menurut asumsi penulis dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa bayi ikterus banyak dialami oleh ibu yang tidak sering memberikan ASI pada bayinya yaitu sebanyak 18 orang (60%) yang sering 12 orang (40%) dari 30 orang bayi ikterus fisiologis. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu tenaga kesehatan yang kurang memberikan penkes tentang teknik menyusui yang benar serta manfaat ASI bagi bayi ibu, faktor ibu yang malas menyusui bayinya karena takut terjadi perubahan fisik yang tidak baik serta dukungan yang kurang dari kelurga, faktor bayi yang malas menyusui disebabkan oleh terlambat pemberian ASI awal sehingga bayi lebih suka tidur, cara ibu yang tidak benar memberikan ASI dan lain-lain.

Dokumen terkait