• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Pembahasan

Peneliti melakukan penelitian di SD Kasih tepatnya di kelas IIA yang terdiri dari 15 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan. Pada saat peneliti melakukan observasi dan wawancara dengan guru kelas IIA di kelas tersebut, peneliti menemukan ada beberapa anak yang mengalami hiperaktif. Namun peneliti disini dalam melakukan penelitian hanya fokus pada salah satu anak laki-laki berusia 7 tahun. Anak tersebut bernama Marka (pseudonym). Peneliti memilih Marka karena dia memiliki tingkah laku yang berbeda dengan siswa lain. Dia terlihat tidak bisa diam, lari-larian saat pembelajaran berlangsung dan sulit berkonsentrasi saat pembelajaran. Dia juga mengganggu temannya dan bermain-main dengan benda di sekitarnya.

Peneliti sebelumnya sudah mengetahui bahwa Marka adalah seorang anak yang mengalami hiperaktif pada saat peneliti melaksanakan kegiatan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SD Kasih selama kurang lebih tiga bulan. Peneliti tidak membuat jadwal untuk melakukan wawancara dengan Marka karena peneliti

dalam melakukan penelitian ini tidak melakukan wawancara kepada si Marka. Peneliti melakukan penelitian ini dengan melakukan pengamatan atau observasi langsung dan mewawancarai beberapa guru mengenai Marka saat melakukan pembelajaran di kelas atau saat di luar kelas. Pada awal kegiatan PPL peneliti mengobservasi tingkah laku Marka yang tidak bisa duduk diam di kelas bahkan sampai lari-lari di saat pembelajaran berlangsung, bermain-main saat di dalam kelas dengan barang-barang yang ada di sekitarnya, dan menganggu temannya saat pelajaran berlangsung sehingga Marka memiliki kesan sebagai anak nakal di kelas.

Interaksi sosial Marka dengan teman-temannya sangat baik karena setiap orang yang ditemuinya, dia selalu dapat berteman dengan orang yang ditemuinya tersebut. Menurut pengamatan peneliti anak tersebut tidak memiliki kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dilihat dalam aspek emosionalnya, anak ini belum dapat dikatakan berkembang emosinya karena masih sering meledak-ledak atau tidak terkontrol saat dia sedang emosi. Berdasarkan pada perkembangan motorik halusnya, Marka terlihat berkembang seperti anak pada umumnya. Perkembangan ini terlihat saat Marka dapat mengerjakan tugas di sekolah seperti saat diberi soal oleh peneliti, namun memang perlu pendampingan khusus untuk melihat perkembangan motorik halusnya karena Marka terlalu banyak bergerak dan selalu asyik dengan bermain-main. Berdasarkan aspek kognitifnya, Marka mendapat nilai yang cukup. Mendapat nilai yang cukup maksudnya adalah seringkali nilai yang didapat Marka

tidak dibawah KKM. Informasi tersebut peneliti dapat melalui pengamatan saat peneliti memberikan pembelajaran di kelas.

Kebiasaan Marka terlihat hampir sama saat di sekolah yaitu dia terlihat berbeda dengan teman-teman di kelasnya. Marka terlihat tidak bisa diam dan maunya bermain saja sehingga sulit untuk diajak berkonsentrasi mengikuti pelajaran yang sedang berlangsung. Kebiasaan-kebiasaan lain yang ditunjukkan Marka adalah seringkali dia keluar kelas tanpa izin dan bermain-main di depan pintu. Saat bermain di luar kelas susah sekali untuk diatur dan diajak kembali di dalam kelas untuk mengikuti pembelajaran kembali. Marka selalu berbicara dengan nada yang lantang dan keras saat percakapan biasa maupun saat ditegur. Informasi yang peneliti dapat tersebut diperkuat dari hasil wawancara dengan guru yang pernah mengajar Marka.

Melihat karakteristik Marka, maka peneliti menyimpulkan bahwa Marka memang anak yang mengalami hiperaktif sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Barkley (dalam Martin, 2008:21). Barkley mengatakan bahwa ciri-ciri anak yang mengalami gangguan hiperaktif adalah sulit memusatkan perhatian pada yang dilakukannya, tidak berhasil menyelesaikan tugas, sulit mempertahankan perhatian ketika bermain, konsentrasi mudah terganggu, impulsivitas, sulit antri, ingin menguasai interaksi sosial dan suka menyela pembicaraan orang, tidak dapat duduk diam, kadang memanjat, selalu bergerak, sulit mematuhi peraturan dan instruksi.

Peneliti menyimpulkan bahwa Marka menunjukkan hampir seluruh ciri-ciri yang disebutkan di atas. Ciri-ciri-ciri yang terlihat dari tingkah laku Marka di

sekolah adalah sulit memusatkan perhatian pada yang dilakukannya, sulit mempertahankan perhatian ketika bermain, konsentrasi mudah terganggu, impulsivitas, sulit antri, tidak dapat duduk diam, kadang memanjat, selalu bergerak, sulit mematuhi peraturan dan instruksi, destruktif, tidak kenal lelah, tanpa tujuan, dan usil. Sudah selama 3 bulan peneliti mengamati Marka dalam kegiatan PPL yang dilaksanakan sehingga peneliti benar-benar yakin bahwa Marka memang anak yang mengalami hiperaktif. Pernyataan ini diperkuat oleh pernyataan yang diungkapkan Zaviera (2014:15). Zaviera berpendapat ciri-ciri hiperaktif adalah (1) tidak fokus, (2) menentang, (3) destruktif, (4) tidak kenal lelah, (5) tanpa tujuan, (6) tidak sabar dan usil, dan (7) intelektualitas rendah. Seorang anak yang dapat dikatakan hiperaktif adalah anak yang menunjukkan hampir dan bahkan semua ciri-ciri yang telah disebutkan di atas.

Setiap manusia memiliki cara pandang tersendiri dan perbedaan pandangan ini terlihat dari hasil wawancara terhadap tiga orang guru yang memiliki persepsi berbeda mengenai perilaku dan perkembangan emosi anak. Dengan persepsi, individu menyadari dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang hal yang ada dalam diri individu yang bersangkutan. Menurut Sunaryo (2004 : 93) persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi. Data yang diperoleh dari peneliti yang berupa persepsi guru kelas IIA adalah jenis persepsi eksternal perception. Peneliti menggunakan eksternal perception karena

persepsi guru muncul terhadap rangsangan yang datang dari luar individu dan itu terlihat dari pengamatan yang dilakukan guru kelas IIA pada saat mengajar sampai sekarang. Menurut Sunaryo (2004 : 94) eksternal perception adalah persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang datang dari luar diri individu. Pengamatan yang didapat oleh guru adalah terlihat Marka selalu tidak bisa duduk diam di kelas, sulit diajak berkonsentrasi, selalu asyik dengan dunianya sendiri, kadang memanjat pohon, destruktif, tidak kenal lelah, tanpa tujuan, dan usil.

Guru kelas IIA memiliki pandangan bahwa Marka memang memiliki sikap yang berbeda dengan teman-temannya di kelas. Perbedaan yang dimaksud oleh guru kelas adalah Marka memiliki emosi yang lebih dari anak-anak lain dan dia masih susah mengontrol emosinya. Di kelas IIA terlihat anak-anak lain dapat duduk diam, namun berbeda dengan Marka yang tidak dapat duduk diam saat di kelas. Peneliti mendapatkan informasi tersebut saat melakukan wawancara dengan guru kelas IIA. Pada saat wawancara berlangsung peneliti bertanya, “Apakah Marka dapat duduk diam di dalam kelas?” dan guru kelas IIA menjawab, “Untuk beberapa saat bisa tetapi Marka lebih banyak menghabiskan waktu di kelas untuk jalan-jalan, untuk bermain-main bersama teman-temannya atau menganggu temen-temen yang lain”.

Guru kelas IIA memiliki perbedaan persepsi mengenai anak hiperaktif dengan guru kelas IA dan guru mata pelajaran olahraga. Guru kelas IIA memiliki pandangan bahwa hiperaktif adalah sebuah kekurangan atau kelebihan dari anak tersebut. Persepsi tersebut terlihat dari pernyataan yang diungkapkan oleh guru

yaitu, “Menurut saya stiap anak memang memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing mungkin itu bisa dikatakan kekurangan atau kelebihan ya yang namanya hiperaktif”. Menurut guru mata pelajaran olahraga anak hiperaktif memang perlu sebuah penanganan khusus. Persepsi tersebut terlihat dari pernyataan guru yang diungkapkan yaitu, “Yaa kalo menurut saya itu memang ada penanganan khusus ya untuk anak tersebut karena kan ndak mungkin 1 guru menangani seluruh anak”. Sedangkan menurut guruu kelas IA berpendapat bahwa anak hiperaktif secara emosional terkadang sulit untuk dikendalikan. Beliau menyatakan bahwa, “Emmm menurut saya ya. . .anak hiperaktif itu anak yang. . .ee. . .secara emosional kadang-kadang sulit untuk dikendalikan”.

Menurut guru kelas IIA Marka hanya dapat duduk diam untuk beberapa saat saja tetapi setelah itu Marka menghabiskan waktunya untuk jalan-jalan, bermain dengan teman-temannya atau akan mengganggu teman-temannya yang lain. Guru kelas IIA juga berpendapat bahwa Marka memang termasuk anak yang mengalami hiperaktif tapi dia memiliki interaksi yang bagus saat berkomunikasi dengan beliau. Pernyataan ini ditunjukkan pada jawaban yang guru berikan saat wawancara yaitu, “Ee sebenernya interaksinya bagus kita sering ngobrol saya sering bertanya-tanya tentang dirinya tentang keluarganya”.

Peneliti menduga bahwa Marka memiliki kemungkinan mengalami hiperaktif karena dia seringkali terlihat menunjukkan ciri-ciri hiperaktif yang sesuai dengan ciri-ciri tipe hiperaktif-impulsif yaitu sering menggerak-gerakan tangan atau kaki ketika duduk atau sering menggeliat, sering meninggalkan tempat duduknya, padahal seharusnya ia duduk manis, sering berlari-lari atau

memanjat secara berlebihan pada keadaan yang tidak selayaknya, sering tidak mampu melakukan atau mengikuti kegiatan dengan tenang, selalu bergerak, seolah-olah tubuhnya didorong oleh mesin, dan tenaganya juga tidak habis. Kesimpulan peneliti tersebut diperkuat oleh pernyataan DSM-IV® - TR (2003) mengenai tipe anak hiperaktif-impulsif diantaranya (1) sering gelisah (selalu menggerak-gerakkan tangan atau menggoyang-goyangkan badan), (2) sering meninggalkan tempat duduk, (3) berlari dan memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak tepat, (4) sulit bermain dengan tenang saat waktu luang, (5) melakukan aktivitas motorik secara berlebihan, (6) sering berbicara berlebihan, dan perilaku yang muncul pada impulsif (7) sering menjawab tanpa berpikir sebelum pertanyaan selesai diberikan, (8) sulit menunggu giliran, dan (9) sering menyela pembicaraan orang lain. Seseorang dinyatakan mengalami hiperaktivitas apabila memenuhi minimal 6 kriteria diagnosis selama tiga bulan terakhir.

Sebagai seorang anak hiperaktif, secara fisik Marka terlihat seperti anak pada umumnya. Perbedaan dengan anak lain yang peneliti lihat adalah dalam aspek tingkah lakunya. Tingkah laku Marka saat di kelas selalu tidak bisa diam, berlari-larian di dalam kelas sampai keluar kelas, sering mengganggu teman-temannya, suka memainkan barang-barang yang ada di sekitarnya, terkadang memanjat pohon, dan tidak mudah lelah. Peneliti melakukan pengamatan pada saat peneliti melakukan observasi di dalam kelas dan melakukan praktek mengajar di kelas. Saat peneliti mengamati terlihat Marka sangat sulit untuk memusatkan perhatian karena merasa bosan sehingga peneliti mencoba untuk mengajaknya bermain menggunakan media yang sudah peneliti siapkan. Saat diberikan sebuah

permainan dengan menggunakan media tersebut terlihat Marka dapat berkonsentrasi dengan media yang peneliti berikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Marka memang sulit diajak berkonsentrasi terlebih dalam aspek kognitifnya sehingga harus dapat menarik minatnya untuk belajar melalui aspek motoriknya dengan media yang tepat untuk digunakan.

Berdasarkan informasi yang peneliti dapat dari guru kelas, Marka lebih memiliki keterampilan dalam bidang non akademik seperti olahraga terutama pada saat materi sepak bola. Selain mata pelajaran olahraga Marka seringkali terlihat bosan dan saat Marka merasa bosan, dia akan bermain atau berlari-larian di dalam maupun di luar kelas. Perubahan ini terjadi karena aspek emosinya yang secara tiba-tiba berubah dan membuatnya menjadi ingin bermain, berlari kesana kemari, dan mengganggu temannya. Saat Marka menjadi tidak bisa diam saat itu juga suasana kelas akan menjadi lebih tidak kondusif.

Hasil wawancara yang peneliti dapat dengan guru kelas, perkembangan emosi Marka sudah dapat dikatakan berkembang untuk beberapa hal saja. Beliau mengungkapkan emosi Marka berkembang dalam segi tingkah laku dan dari segi kegiatan sehari-hari. Guru kelas juga berpendapat bahwa perkembangan emosi Marka tidak sama dengan perkembangan emosi anak lain. Perkembangan emosional memang memiliki dasar fisik dan kognitif bagi perkembangannya, tetapi begitu kemampuan dasar manusia terbentuk, emosi jauh lebih situasional (Beaty , 2013: 92). Informasi yang peneliti dapatkan tersebut, peneliti peroleh dari hasil wawancara dengan guru kelas IIA dan hasil pengamatan yang peneliti lakukan.

Menghadapi tingkah laku dan emosi Marka, guru kelas pernah mencoba memberikan penanganan dengan cara menegurnya dan memusatkan perhatiannya meskipun itu hanya berlaku untuk beberapa menit saja. Guru kelas juga memiliki cara tersendiri untuk mengembangkan emosi anak yang mengalami hiperaktif apabila emosinya belum berkembang. Cara yang guru kelas gunakan adalah dengan selalu berusaha menjadi keluarganya dan memantau perkembangan emosi anak tersebut. Mencari cara yang terbaik untuk mengembangkan emosinya.

Selama observasi yang peneliti lakukan berlangsung, peneliti mengamati perilaku, konsentrasi, dan perkembangan emosi anak selama pembelajaran berlangsung di kelas. Peneliti melihat bahwa Marka memiliki tingkat konsentrasi yang masih kurang serta perubahan perilaku yang selalu berubah. Terlihat saat diberikan tugas anak ini sedang asyik bermain dengan barang-barang di sekitarnya dan berjalan atau berlari kesana kemari sehingga dia tertinggal dalam mengerjakan tugas. Pada saat teman-temannya selesai mengerjakan, anak ini baru akan memulai mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Faktanya, pada saat guru memberikan penjelasan dan tugas saat itu Marka langsung keluar kelas. Apabila guru melarang Marka untuk tidak keluar kelas dia akan langsung marah-marah dan terkadang membentak guru. Saat dia hendak masuk kelas, guru pernah mencoba mengunci dari dalam dan yang terjadi adalah Marka berteriak di luar kelas dan menggedor-gedor pintu agar pintu dibuka.

Perbedaan tingkah laku Marka dengan teman-teman lainnya yang ditunjukkan saat di kelas membuat guru untuk memberikan penanganan dan pendampingan khusus kepadanya. Beliau selalu memberikan motivasi kepada

Marka agar dia dapat berkembang emosinya. Informasi ini peneliti peroleh dari hasil wawancara dengan guru kelas saat peneliti menanyakan penanganan yang pernah dilakukan oleh guru kepada Marka. Guru kelas tidak hanya berjuang sendiri karena beliau juga sering berkomunikasi dengan orang tua Marka agar selalu dipantau sat di rumah dan di bimbing. Segala upaya sudah beliau tempuh untuk kebaikan Marka agar ada perkembangan lebih baik lagi terhadap Marka seperti perkembangan emosinya.

Guru berpendapat bahwa perkembangan emosi pada Marka memang susah untuk dikendalikan. Dia lebih asyik untuk menikmati dunianya sendiri. Namun Marka memiliki perkembangan dalam emosinya yang terlihat melalui beberpa hal salah satunya dia lebih peduli dengan orang lain dan selalu tergerak untuk membantu teman-teman atau gurunya yang sedang mengalami kesulitan. Guru kelas juga berpendapat bahwa perkembangan emosi anak hiperaktif memang berbeda dengan anak lainnya yang tidak mengalami hiperaktif. Guru hanya berharap agar setiap siswa emosinya dapat berkembang karena emosi dapat mempengaruhi dirinya sendiri dan masa depannya.

Dokumen terkait