• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Deskripsi Tingkat Kecerdasan Emosi Remaja Panti Asuhan St. Yusup Sindanglaya

Hasil penelitian membuktikan bahwa remaja panti asuhan St. Yusup Sindanglaya, secara umum memiliki tingkat kecerdasan emosi tinggi. Hal ini terlihat dari hasil penelitian pada remaja panti yang tingkat kecerdasan emosinya termasuk dalam kategori sangat tinggi, yaitu 28 atau 24,6 % dan kategori tinggi tingkat kecerdasan emosinya, yaitu 63 atau 55,3 %. Remaja panti asuhan St. Yusup Sindanglaya yang berada pada kategori sangat tinggi dan tinggi mengindikasikan bahwa mereka telah memiliki kecerdasan emosi yang dapat diukur melalui kemampuan remaja dalam mengenali emosi, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan mampu membina hubungan dengan orang lain.

Mengenali emosi diri yang dimaksud dalam pembahasan penelitian ini adalah remaja panti asuhan telah memiliki kesadaran akan emosi yang sedang dirasakannya. Hal ini sejalan dengan gagasan dari Goleman (2007) yang berpendapat bahwa dasar dari kecerdasan emosi adalah mengenali emosi itu sendiri. Individu yang mengenali emosinya mampu mengetahui dan mengenal emosi yang sedang dirasakannya, serta mampu mengambil tindakan yang tepat sehingga emosi yang sedang dirasakan tidak menghasilkan efek yang negatif bagi diri sendiri maupun orang lain.

Kesadaran akan emosi remaja panti asuhan St. Yusup Sindanglaya terlihat dari sikap terbuka terhadap masukan dari pamong asrama/panti, bersedia menerima situasi dan kondisi panti asuhan serta mengembangkan diri dengan kegiatan yang diselenggarakan oleh panti asuhan. Individu yang telah memiliki kesadaran terhadap emosi yang dirasakannya, secara tidak langsung akan belajar untuk mengelola emosi yang ada dalam dirinya dengan baik.

Mengelola emosi dengan baik dalam pembahasan penelitian ini ditunjukan oleh adanya kemampuan remaja panti asuhan St. Yusup Sindanglaya untuk mengekspresikan emosi secara tepat. Mengekspresikan emosi secara tepat tergambar dalam perilaku para remaja panti asuhan St. Yusup Sindanglaya yang mampu mengelola emosi ketika sedang mengalami kesedihan; mampu berpikir positif terhadap diri sendiri, sekolah, orang tua dan panti asuhan serta mampu mengelola diri agar tidak mudah tersinggung oleh orang lain dalam aspek sikap, perilaku, dan perkataan. Hal ini sesuai dengan pendapat Goleman (2007) yang menyatakan bahwa individu yang mampu mengelola emosi dapat dilihat dari kemampuan menghibur diri sendiri, mengelola kecemasan, dan mampu mengatasi konflik.

Kemampuan lain yang ada pada remaja panti asuhan St. Yusup Sindanglaya adalah kemampuan memotivasi diri sendiri. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan meningkatkan prestasi belajar, bertangung jawab terhadap diri sendiri, memiliki kepercayaan diri, dan

kemampuan dalam meningkatkan daya juang. Kemampuan tersebut terlihat dari sebagian remaja panti asuhan St. Yusup Sindanglaya yang mendapat ranking 10 besar di sekolah, mampu membagi waktu dengan baik dan penuh tanggung jawab antara kegiatan yang diselenggarakan panti dengan kegiatan sekolah, seperti latihan koor, pramuka, karawitan, dan pertanian.

Remaja panti asuhan St. Yusup Sindanglaya mampu mengenali emosi orang lain. Mampu mengenali emosi orang lain yang dimaksud dalam penelitian ini terlihat dari sikap dan perilaku remaja panti yang mampu bergaul dengan orang yang berbeda latar belakang sosial, keluarga, dan daerah. Latar belakang yang berbeda membuat remaja panti belajar mengasah kepekaan mereka untuk saling berelasi. Remaja panti yang mampu mengenali emosi orang lain dapat bereaksi secara tepat terhadap situasi yang dihadapi, memiliki kepekaan terhadap perasaan orang lain, mampu menjalankan tugas dengan baik, diterima oleh teman-temannya, dan mampu menerima pandangan orang lain.

Remaja panti asuhan St. Yusup Sindanglaya memiliki kemampaun dalam membina hubungan yang baik dengan orang lain. Memiliki kemampuan dalam membina hubungan yang baik dengan orang lain terlihat dari sikap remaja panti asuhan St. Yusup Sindanglaya yang mau saling tolong menolong dan memiliki keyakinan bahwa individu yang mampu menerima secara penuh merupakan dasar untuk membangun hubungan yang lebih erat. Hal konkrit yang menunjukkan bahwa remaja

panti asuhan St. Yusup Sindanglaya mampu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain terlihat dari sikap para remaja yang mampu menerima dan memberikan pesan yang baik terhadap orang lain dalam berkomunikasi, tidak menyudutkan orang lain, dan tidak memberi kesan negatif terhadap orang lain seperti menghakimi teman dengan mengolok-olok atau mengejek.

Faktor yang mempengaruhi remaja panti asuhan St. Yusup Sindanglaya memiliki kecerdasan emosi pada kategori sangat tinggi dan tinggi, seperti yang diungkapkan oleh Goleman (2007) yaitu individu yang cerdas secara emosi memiliki kecakapan pribadi dan kecakapan sosial. Remaja panti yang memiliki kecakapan pribadi tampak dalam sikap pribadi mereka yang mampu menyadari diri sendiri, mengatur diri sendiri, dan memiliki motivasi. Pertama, kesadaran diri yang baik menunjukkan bahwa remaja panti asuhan St. Yusup Sindanglaya mampu menilai kemampuan yang mereka miliki dan mengetahui batasan diri, memiliki keyakianan akan kemampuan mereka sendiri atau memiliki rasa percaya diri, dan memiliki kesadaran diri. Kedua, remaja panti mampu mengatur diri sendiri. Pengaturan diri remaja panti ditingkatkan dalam hal mengendalikan diri agar tidak melakukan tindakan yang dapat merusak, seperti tindakan kekerasan fisik terhadap orang lain. Ketiga, motivasi yang kuat pada remaja panti asuhan tampak pada kemampuan keras untuk belajar menjadi individu yang lebih baik dalam lingkungan panti asuhan

dan mampu menyesuaikan diri dengan peraturan yang ditetapkan oleh pamong panti.

Remaja panti yang memiliki kecakapan sosial adalah mereka yang mampu berempati. Kemampuan berempati pada remaja panti asuhan St. Yusup Sindanglaya tampak pada kemampuan dalam memahami dan menunjukkan sikap yang baik terhadap orang lain. Seperti, memberikan bantuan kepada teman yang sedang sakit dengan mengantar ke balai pengobatan panti. Hal ini menunjukkan bahwa remaja panti telah memiliki kesadaran untuk menolong temannya yang sedang mengalami kesedihan. Kesadaran lain yang dimiliki oleh remaja panti adalah kesadaran sosial. Kesadaran ini ditunjukkan dengan kemampuan dalam menjalin komunikasi yang baik dengan pamong asrama, teman, dan guru di sekolah.

Hasil penelitian tingkat kecerdasan emosi pada remaja panti asuhan St. Yusup Sindanglaya menunjukkan bahwa terdapat 23 atau 20,1 % remaja panti asuhan yang tingkat kecerdasan emosinya berada pada kategori sedang. Remaja yang berada pada kategori ini pada dasarnya telah memiliki kecerdasan emosi namun belum optimal. Kondisi tersebut terjadi karena adanya kemungkinan bahwa remaja panti masih berperoses dalam meningkatkan kecerdasan emosi. Selain itu, ada indikasi bahwa remaja panti belum mengetahui lebih dalam terkait dengan pengembangan diri untuk meningkatkan kecerdasan emosi secara optimal.

Faktor yang mempengaruhi remaja panti asuhan St. Yusup Sindanglaya belum optimal dalam meningkatkan kecerdasan emosi adalah perbedaan proses perkembangan pada setiap remaja panti asuhan. Perbedaan perkembangan dipengaruhi oleh proses pengalaman emosi yang berbeda pada setiap individu. Faktor lain yang mempengaruhi belum optimalnya kecerdasan emosi remaja panti asuhan St. Yusup Sindanglaya adalah faktor eksternal. Faktor eksternal yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah faktor yang datang dari luar individu yang mempengaruhi pengalaman individu itu sendiri, seperti lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan pengalaman.

2. Item Identifikasi Capaian Skor Kecerdasan Emosi Remaja Panti Asuhan St. Yusup Sindanglaya

Hasil analisis item mengenai tingkat kecerdasan emosi remaja panti asuhan St. Yusup Sindanglaya yang mengalami kekerasan dan tidak mengalami kekerasan, menunjukkan bahwa terdapat 10 item yang capaian skornya terindikasi sedang. Kesepuluh item yang terindikasi sedang terbagi dalam tiga aspek dan enam indikator. Indikator pertama adalah memiliki kesadaran emosi, yang memuat empat item yang capaian skornya terindikasi sedang. Item-item kecerdasan emosi yang skornya terindikasi sedang antara lain “saya diam dan biasa saja ketika saya menyelesaikan tugas panti dengan baik”. Item ini menunjukkan bahwa remaja panti asuhan St. Yusup Sindanglaya terindikasi tidak memiliki kepekaan terhadap diri sendiri. Kepekaan yang dimaksud adalah kepekaan dalam

penghargaan terhadap diri sendiri. Penghargaan yang tidak diperoleh dari lingkungan sekitar mengakibatkan remaja panti bersikap pasif terhadap hasil yang telah dicapianya. Hal ini sesuai dengan pendapat Kay (dalam Jahja, 2011) mengenai remaja membutuhkan kepercayaan terhadap kemampuan yang dimiliki. Apabila tidak mendapat pengakuan dari lingkungan sekitar terhadap kemampuan yang ada dalam dirinya, akan menimbulkan sikap dan perilaku pasif. Item sedang yang kedua yaitu “saya mengetahui apa yang sedang saya rasakan ketika saya sedang kesal”. Item ini menunjukkan bahwa remaja panti kurang mampu mengetahui apa yang sedang dirasakannya. Perilaku ini mengindikasikan bahwa remaja panti memiliki perasaan takut atau malu untuk mengakui bahwa mereka sedang kesal atau marah. Item ketiga yaitu “saya mampu menunjukkan ekspresi secara tepat ketika senang atau sedih”. Item ini menunjukkan bahwa remaja panti belum menyadari emosinya, sehingga reaksi yang ditunjukkan kepada orang lain berbeda (kontra produktif).

Indikator yang kedua yaitu kemampuan dalam menilai diri sendiri. Terdapat satu item yang capaian skornya terindikasi sedang. Item yang terindikasi sedang yaitu “saya dapat menemukan jalan keluar apabila menghadapi kesulitan”. Item ini mengindikasikan bahwa remaja panti asuhan St. Yusup Sindanglaya belum mampu menyelesaikan permasalahannya. Sejalan dengan pendapat Hurlock (1990) mengenai masa remaja adalah usia bermasalah. Masalah pada masa kanak-kanak sebagain diselesaikan oleh orang tua atau guru dan diselesaikan dengan

caranya sendiri. Hal ini yang menyebabkan remaja menjadi tidak mampu menyelesaikan permasalahannya sendiri. Remaja panti masih berada dalam bimbingan pamong panti, sehingga permasalahan yang dihadapi oleh remaja sebagian besar diselesaikan oleh pamong panti. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab remaja panti sulit untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Upaya yang dapat dilakukan untuk membantu remaja dalam menyelesaikan masalahnya yaitu dengan cara mendampingi remaja panti untuk berani mencoba dan membangun sikap bertanggung jawab terhadap permasalahan yang dihadapi.

Indikator yang ketiga, yaitu remaja panti memiliki kepercayaan diri. Terdapat satu item yang terindikasi sedang. Item yang capaian skornya terindikasi sedang yaitu “saya berani mengungkapkan rasa senang saya kepada orang lain”. Item ini terindikasi sedang karena remaja panti kurang memiliki kepercayaan diri untuk mengungkapkan reaksi emosional kepada orang lain. Perilaku ini mengindikasikan bahwa remaja panti masih sukar untuk mengungkapkan secara langsung perasaan emosionalnya. Mengungkapkan perasaan emosional adalah hal yang tabu dilakukan oleh remaja, selain itu perasaan malu untuk mengungkapkannya kepada teman atau pamong panti asuhan menjadi salah satu alasan remaja sulit mengungkapkan keadaan emosionalnya. Upaya yang dapat dilakukan panti asuhan St. Yusup Sindanglaya agar dapat mengungkapkan reaksi emosional remaja secara tepat adalah pamong asrama membantu remaja

mengembangkan kepercayaan diri dan membantu mengarahkan remaja panti untuk belajar mengungkapkan perasaan mereka secara tepat.

Indikator yang keempat yaitu kemampuan dalam mengendalikan emosi. Terdapat dua item yang capaian skornya terindikasi sedang pada indikator keempat. Item yang terindikasi sedang pada indikator ini yaitu “saya mampu berpikir positif ketika orang lain mengolok-olok atau mengejek saya” dan “saya tetap tersenyum ketika menghadapi masalah yang membuat saya kecewa atau membuat saya sedih”. Belum optimalnya kedua item ini mengindikasikan bahwa remaja panti asuhan kurang mampu mengelola emosinya. Perilaku ini mengindikasikan bahwa remaja panti memiliki ketakutan dan rasa malu untuk mengungkapkan kekecewaan atau perasaan sakit hati kepada orang lain terutama pamong panti yang dapat membantu mereka.

Indikator yang kelima yaitu mampu bergaul dengan orang lain. Terdapat satu item yang capaian skornya terindikasi sedang. Item yang terindikasi sedang yaitu “saya berusaha menjadi pribadi yang menyenangkan dalam kehidupan sehari-hari”. Belum optimalnya item ini mengindikasikan bahwa remaja panti asuhan St. Yusup Sindanglaya mencoba berperilaku dan bersikap sesuai dengan tuntutan sosial tanpa melihat keadaan emosional diri sendiri. Memiliki keinginan untuk diakui oleh teman-temannya dan mendapat pengakuan dari teman-temannya. Harlock (1990) mengungkapkan bahwa usia remaja merupakan masa mencari identitas dalam lingkungan sosialnya. Penyesuaian diri terhadap

kelompok di lingkungakan sosial, dianggap penting tanpa melihat kondisi diri sendiri. Perilaku ini dapat diatasi dengan membantu remaja dalam pergaulannya di panti yaitu dengan cara mengembangkan sikap terbuka terhadap orang lain dan diri sendiri.

Indikator yang keenam yaitu kepekaan terhadap perasaan orang lain. Terdapat satu item pada indikator keenam yang terindikasi sedang. Item yang terindikasi sedang pada indikator ini yaitu “saya bersikap cuek ketika teman saya mengalami musibah”. Item ini mengindikasikan bahwa remaja panti asuhan St. Yusup Sindanglaya belum memiliki kepekaan untuk membantu atau menolong orang lain. Remaja panti belum tanggap atas reaksi emosional yang diungkapkan oleh orang lain terutama teman panti. Hal ini terjadi karena remaja masih dalam tahap perkembangan kematangan dalam berpikir dan bertindak, sehingga belum optimal dalam menerima reaksi emosional di lingkungan panti. Perilaku ini dapat diatasi dengan cara membantu remaja panti asuhan St. Yusup Sindanglaya dalam mengembangkan sikap tenggang rasa dan saling tolong menolong.

3. Uji Hipotesis Penelitian

Hasil uji hipotesis penelitian mengenai perbedaan rata-rata kecerdasan emosi remaja panti asuhan St. Yusup Sindanglaya yang mengalami kekerasan dan tidak mengalami kekerasan, menunjukan bahwa terdapat perbedaan kecerdasan emosi antara remaja panti asuhan St. Yusup Sindanglaya yang mengalami kekerasan dengan remaja panti asuhan St. Yusup yang tidak mengalami kekerasan. Remaja panti asuhan St. Yusup

Sindanglaya yang tidak mengalami kekerasan memiliki tingkat kecerdasan emosi dengan rata-rata capaian skor lebih tinggi. Hasil ini dapat dipengaruhi oleh dampak yang terjadi pada remaja panti yang mengalami kekerasan. Remaja panti yang mengalami kekerasan mengalami trauma yang mengakibatkan proses perkembangan kecerdasan emosinya terhambat.

Dokumen terkait