• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.4 Pembahasan Hasil Penelitian

a. PAD, DAU, DBH, SiLPA dan Luas Wilayah berpengaruh terhadap Belanja

Berdasarkan hasil analisis data yang telah di bahas di atas, maka Hipotesis penelitian yang menyatakan PAD, DAU, DBH, SiLPA dan Luas Wilayah berpengaruh terhadap Belanja Modal secara simultan dapat diterima. Namun secara parsial ada beberapa variabel yang tidak berpengaruh secara langsung terhadap Belanja Modal.

Variabel PAD secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap Belanja Modal dalam penelitian ini. Hal ini sejalan dengan penelitian Kusnandar dan Siswantoro (2012), Situngkir (2009) yang menyatakan bahwa PAD berpengaruh terhadap Belanja Modal. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Putro (2011) dan Abdullah (2008) yang menyatakan bahwa PAD tidak berpengaruh sigifikan terhadap Belanja Modal. Menurut peneliti, dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PAD sangat berperan penting dalam pembangunan daerah. Untuk itu diharapkan kepada seluruh Kabupaten/Kota di Sumatera Utara untuk menggali dan mengoptimalkan penggunaan seluruh sumber daya yang dimiliki daerah untuk dikelola demi peningkatan PAD. Semakin besar PAD yang dihasilkan semakin besar pula dana yang dapat dialokasikan untuk penyediaan dan penyempurnaan seluruh infrastruktur daerah yang bermuara pada kemudahan masyarakat dalam memperoleh kebutuhan hidupnya dan melakukan kegiatan usaha sehingga kehidupan masyarakat menjadi sejahtera.

Variabel DAU berpengaruh secara simultan dan parsial dalam penelitian ini. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Situngkir (2009), Jean-Faguet (2005), Putro (2011) dan Abdullah (2008) yang menyatakan bahwa DAU berpengaruh terhadap Belanja Modal daerah. Namun hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Kusnandar dan Siswantoro (2012) yang menyatakan bahwa DAU tidak

berpengaruh terhadap Belanja Modal daerah. Dari hasil penelitian ini, peneliti berpendapat bahwa Pemda Kabupaten/Kota di Sumatera Utara semakin bijak dalam mengalokasikan DAU yang diperoleh. Pemda tidak hanya mengalokasikan seluruh DAU hanya untuk membiayai pengeluaran rutin daerah saja, tapi juga mengalokasikan DAU untuk kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk Belanja Modal, sesuai dengan tujuan DAU yaitu untuk pemerataan kemampuan keuangan daerah, termasuk didalamnya jaminan kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan daerah di seluruh daerah dalam rangka penyediaan pelayanan dasar kepada masyarakat (Widjaja, 2002).

Variabel DBH secara simultan berpengaruh terhadap Belanja Modal, tapi secara parsial tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal dalam penelitian ini. Dari hasil penelitian ini, peneliti berpendapat bahwa DBH yang diterima oleh daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara lebih banyak dialokasikan untuk membiayai kegiatan rutin, seperti belanja operasional. Hal ini karena informasi jumlah DBH yang akan dialokasikan Pemerintah Pusat ke daerah diterima setelah tahun anggaran berjalan yaitu sekitar Januari s/d Maret bukan pada jadwal penetapan APBD untuk tahun selanjutnya (DirjenKeu, 2013). Hal ini menyebabkan Pemda pesimis untuk menganggarkan penggunaan DBH kepada belanja modal daerah dibandingkan dengan DAU dan DAK yang informasi jumlahnya diterima pada waktu penetapan APBD tahun selanjutnya. Inilah yang menyebabkan DBH tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal Daerah.

Variabel SiLPA berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap Belanja Modal dalam penelitian ini. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Kusnandar dan Siswantoro (2012) yang menyatakan bahwa SiLPA berpengaruh signifikan

terhadap Belanja Modal. Dari hasil penelitian ini dapat diidentifikasi bahwa Pemda Kabupaten/Kota di Sumatera Utara mengalokasikan SiLPA daerahnya untuk membiayai defisit APBD akibat usaha kegiatan yang terkait dalam peningkatan kualitas pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang di tampung dalam kegiatan Belanja Modal, hal ini sesuai dengan kegunaan SiLPA dalam penjelasan PMK No.45/PMK.02/2006. SiLPA merupakan indikasikan ketidaktepatan pemerintah dalam menganggarkan belanja daerah, sehingga seharusnya kelebihan pengganggaran tersebut dapat digunakan untuk membiayai beberapa kegiatan Belanja Modal yang berguna untuk pelayanan publik pada tahun berjalan menjadi tertunda (Tanjung, 2009). Oleh karena itu wajar jika SiLPA tahun berjalan dialokasikan untuk membiayai Belanja Modal tahun selanjutnya.

Variabel Luas Wilayah tidak berpengaruh secara parsial terhadap Belanja Modal dalam penelitian ini. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Kusnandar dan Siswantoro (2012) yang menyatakan bahwa Luas Wilayah berpengaruh terhadap Belanja Modal. Dalam UU No. 33 Tahun 2004 dijelaskan bahwa Luas Wilayah merupakan salah satu variabel yang mencerminkan kebutuhan akan penyediaan sarana dan prasarana daerah, sehingga Luas Wilayah seharusnya berpengaruh terhadap Belanja Modal. Menurut peneliti Luas Wilayah tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal dalam penelitian ini disebabkan akibat kurun waktu penelitian yang digunakan hanya 2 tahun (2011-2012) saja. Dalam kurun waktu ini tentunya tidak terjadi adanya perubahan Luas Wilayah daerah Kabupaten/kota di Sumatera Utara secara signifikan, sehingga Luas Wilayah tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal. Kecuali apabila dalam kurun waktu yang

digunakan peneliti ada daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara yang melakukan pemekaran ataupun peleburan daerah, maka Luas Wilayah menjadi berpengaruh terhadap Belanja Modal.

b. Peran DAK dalam memoderasi hubungan antara PAD, DAU, DBH, SiLPA

dan Luas Wilayah dengan Belanja Modal

Hasil dari penelitian ini menujukkan bahwa DAK merupakan variabel moderating. DAK dapat memoderasi hubungan antara PAD, DAU, DBH, SiLPA dan Luas Wilayah dengan Belanja Modal. DAK dialokasikan untuk daerah yang berkebutuhan khusus yang tidak dapat diperhitungkan secara umum dengan rumus alokasi umum. Hal ini dibuktikan daerah dengan ketidakmampuan daerah membiayai seluruh pengeluaran kegiatan yang diusulkan tersebut dari PAD, DBH, DAU, Pinjaman Daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah, yang penggunaannya dapat ditentukan sepenuhnya oleh daerah (Bratakusumah dan Solihin, 2002). Dari hasil analisis data dapat dilihat bahwa koefisien variabel independen DAU dan SiLPA yang sebelum dilakukan uji interaksi bernilai positif, namun setelah uji interaksi koefisien DAU dan SiLPA bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa setelah disetujuinya sumber pendanaan Belanja Modal yang berasal dari DAK, maka dapat mengindikasikan bahwa DAU tidak mampu membiayai seluruh Belanja Modal daerah sehingga dibutuhkan sumber pendanaan dari DAK. Demikian juga untuk SiLPA, ketika anggaran daerah defisit akibat usaha peningkatan kualitas pelayanan dan kesejahteraan masyarakat karena DAK yang masih belum disetor di kas Pemda, maka SiLPA digunakan untuk membiayai defisit anggaran tersebut. Setelah DAK disetor di kas Pemda maka dana SiLPA dikembalikan kembali di kas daerah. Namun sebagian Pemda juga ada yang

memang mengalokasikan SiLPA untuk membiayai Belanja Modal daerah meskipun DAK telah diberikan untuk membantu mendanai Belanja Modal daerah. Hal ini dilakukan agar seluruh rencana kegiatan Belanja Modal yang telah diprogramkan dapat dilaksanakan pada tahun anggaran berjalan. Berdasarkan uraian di atas peneliti berpendapat bahwa Belanja Modal Kabupaten/Kota di Sumatera Utara pendanaannya bersumber PAD, DAU, SiLPA dan DAK. Hal ini diidentifikasi dari PAD, DAU dan SiLPA yang secara parsial berpengaruh terhadap Belanja Modal dan hasil uji F setelah uji interaksi yang menyatakan DAK yang dapat memoderasi hubungan antara PAD, DAU, DBH, SiLPA dan Luas Wilayah dengan Belanja Modal.

Dokumen terkait