PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA BAGI HASIL, SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN DAN
LUAS WILAYAH TERHADAP BELANJA MODAL DENGAN DANA ALOKASI KHUSUS SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh
HAPPY SEPTARIANA ZEGA 117017054/AKUNTANSI
MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA BAGI HASIL, SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN DAN
LUAS WILAYAH TERHADAP BELANJA MODAL DENGAN DANA ALOKASI KHUSUS SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ilmu Akuntansi pada
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
Oleh
HAPPY SEPTARIANA ZEGA 117017054/AKUNTANSI
MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA BAGI HASIL, SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN DAN LUAS WILAYAH TERHADAP BELANJA MODAL DENGAN DANA ALOKASI KHUSUS SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA Nama Mahasiswa : Happy Septariana Zega
Nomor Pokok : 117017054 Program Studi : Ilmu Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing,
(Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac,Ak,CA ) (Drs. Idhar Yahya, MBA, AK )
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Dekan Fakultas Ekonomi,
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak) (Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac,Ak,CA)
Telah Diuji Pada
Tanggal: 12 Februari 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac, Ak, CA
Anggota : 1. Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak
2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA 3. Dr. HB Tarmizi, SU
4. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak
PERNYATAAN
“PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA BAGI HASIL, SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN DAN
LUAS WILAYAH TERHADAP BELANJA MODAL DENGAN DANA ALOKASI KHUSUS SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA“
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Akuntansi Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya
penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika
penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis
ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian
tertentu, peneliti bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang
peneliti sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
Medan, 12 Februari 2014
Penulis,
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA BAGI HASIL, SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN DAN
LUAS WILAYAH TERHADAP BELANJA MODAL DENGAN DANA ALOKASI KHUSUS SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal secara simultan dan parsial pada pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara dan peran Dana Alokasi Khusus dalam memoderasi hubungan antara Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah dengan Belanja Modal. Desain penelitian yang digunakan adalah desain kausal. Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 33 kabupaten/kota di Sumatera
Utara. Sampel terpilih dengan menggunakan metode purposive sampling
berjumlah 26 Kabupaten/Kota dengan periode amatan dari tahun 2011-2012 sehingga diperoleh 52 unit analisis. Data diolah dengan menggunakan uji regresi linier berganda dengan menggunakan SPSS. Hasil penelitian membuktikan bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, dan Luas Wilayah berpengaruh secara simultan terhadap Belanja Modal. Secara parsial Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran berpengaruh terhadap Belanja Modal sedangkan Dana Bagi Hasil dan Luas Wilayah tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal pada kabupaten/kota di Sumatera Utara. Dana Alokasi Khusus dapat memoderasi hubungan antara Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah dengan Belanja Modal. Kemampuan prediksi dari kelima variabel tersebut terhadap Belanja Modal sebesar 85,9% sedangkan sisanya sebesar 14,1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian. Kata Kunci : Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
THE INFLUENCE OF REGIONAL GENERATED REVENUES, BLOCK GRANT, PRODUCTION SHARING FUNDS, SURPLUS OF BUDGET
EXPENSE, AND REGIONAL AREA ON CAPITAL EXPENSES, WITH SPECIAL GRANT AS MODERATING VARIABLE IN
DISTRICT/TOWN ADMINISTRATIONS IN NORTH SUMATERA
ABSTRACT
The objective of the research was to find out the influence of regional generated revenues, block grant, production sharing funds, surplus of budget expense, and regional area on capital expenses simultaneously and partially in district/town administrations in North Sumatera and the role of special grant in moderating the relationship of regional generated revenues, block grant, production sharing funds, surplus of budget expense, and regional area with capital expenses. The research used causal design. The population was 33 districts/towns in North Sumatera, and 26 of them were used as the samples with the period of observation of 2011-2012, using purposive sampling technique, so that there were 52 analysis units all together. The data were processed by using multiple linear regression tests with an SPSS software program. The result of the research showed that regional generated revenues, block grant, production sharing funds, surplus of budget funds, and regional area simultaneously influenced capital expenses. Partially, regional generated revenues, block grant, and surplus of budget expense had influence on capital expenses, while production sharing funds, and regional area did not have any influence on capital expenses in districts/towns in North Sumatera. Special grant could moderate the relationship of regional generated revenues, block grant, production sharing funds, surplus of budget expense, and regional area with capital expenses. The predictive capability of the five variables on capital expenses was 85.9%, while the rest (14.1%) was influenced by other factors excluded from the research model.
KATA PENGANTAR
Penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
karunia dan rahmat yang telah dilimpahkanNya, khususnya dalam penulisan tesis
ini. Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian dari
persyaratan-persyaratan guna memperoleh derajat sarjana S-2 Magister Ilmu Akuntansi pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak
memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara beserta seluruh staf.
2. Prof. Dr. Erman Munir, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara beserta seluruh staf.
3. Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac, Ak, CA, selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara, dan juga selaku Ketua Komisi
Pembimbing tesis penulis, yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan
pikiran untuk mengarahkan dan membimbing serta memberikan saran-saran
kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
4. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA, selaku Ketua Program Studi
Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan juga
selaku Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan saran-saran
kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
5. Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak, selaku Anggota Komisi Pembimbing tesis yang
telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing,
mengarahkan serta memberikan saran-saran kepada penulis sehingga tesis ini
dapat diselesaikan.
6. Dr. HB. Tarmizi, SU, selaku Komisi Pembanding yang telah banyak
memberikan saran-saran kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
7. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan saran-saran kepada
penulis dalam penyelesaian tesis ini.
8. Seluruh dosen dan staf administrasi Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
9. Pemerintah Kota Gunungsitoli yang merupakan instansi penulis bekerja, yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjalani tugas belajar,
dan juga memberikan dana bantuan sekolah kepada penulis.
10. Suami terkasih penulis, Yus Iman Mawardin Harefa, SH, MH, dan juga putra
terkasih penulis Keane Adley Genius Harefa yang selalu memberikan
dukungan doa, motivasi, kasih sayang, menjadi penyemangat kepada penulis.
11. Orang tua terkasih penulis Papa Arachesi Zega dan Mama Ratnawati H. Gea,
serta ketiga adik penulis Ezer Onesimus Zega, S.Kom, Fataro Bernike Zega,
A.Md, Arna Yuli Grace Zega, SE yang telah memberikan dukungan doa dan
motivasi dengan penuh kasih sayang kepada penulis.
12. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Ilmu Akuntansi 2011, Brayen Markos
Purba, Novita L. Simatupang, Amnah, Dian M. Sihaloho, Suci Nurulita,
Monetaris Butar-butar, Christina, yang telah mendukung dan memberikan
saran membangun kepada penulis.
13. Teman-teman dan pihak-pihak lain yang tidak disebutkan yang telah banyak
memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga masih
diperlukan masukan dan saran yang membangun guna perbaikan dan
kesempurnaan tesis ini. Namun harapan penulis semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa
memberkati kita semua. Amin.
Medan, 12 Februari 2014
RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Happy Septariana Zega
Tempat/Tgl Lahir : Medan, 17 September 1983
Jenis Kelamin : Perempuan
Anak Ke : 1 (satu) dari 4 (empat) bersaudara
Agama : Kristen Protestan
Status : Menikah
Alamat : Jl. Setia budi gg. Pemda No. 1 Tanjung Sari
Medan-20123
No. HP : 081396867651
Orang Tua : Arachesi Zega (Ayah)
Ratnawati H. Gea (Ibu)
Suami : Yus Iman Mawardin Harefa, SH, MH
Anak : Keane Adley Genius Harefa
Pendidikan
2012-2014 : Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program
Magister Ilmu Akuntansi
2001-2005 : Fakultas Ekonomi Program Strata-1 (S1) Jurusan
Akuntansi Universitas Kristen Maranatha Bandung
2001-1998 : SMU Negeri 1 Medan
1995-1998 : SLTP Swasta Katolik Assisi Medan
1989-1995 : SD St. Antonius IV Medan
1988-1989 : TK Fajar Medan
Pekerjaan
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 8
1.3Tujuan Pemelitian ... 9
1.4Manfaat Penelitian ... 9
1.5Originalitas ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1Landasan Teori ... 11
2.1.1 Belanja Modal ... 11
2.1.2 Pendapatan Asli daerah (PAD) ... 14
2.1.3 Dana Alokasi Umum (DAU) ... 15
2.1.4 Dana Bagi Hasil (DBH) ... 17
2.1.5 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) ... 17
2.1.6 Luas Wilayah ... 18
2.1.7 Dana Alokasi Khusus ... 20
2.2Tinjauan Peneliti Terdahulu ... 21
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 24
3.1Kerangka Konseptual ... 24
3.2Hipotesis Penelitian ... 27
BAB IV METODE PENELITIAN ... 28
4.1Jenis Penelitian ... 28
4.2Lokasi Penelitian ... 28
4.3Populasi dan Sampel ... 28
4.4Metode Pengumpulan Data ... 30
4.5Defenisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel ... 30
4.6Metode Analisa Data ... 33
4.6.1 Uji Asumsi Klasik ... 35
4.6.2 Model Pengujian Hipotesis ... 37
4.6.2.1 Koefisien Determinasi (R2 4.6.2.2 Uji Statistik F ... 38
) ... 37
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39
5.1 Deskripsi Data Penelitian ... 39
5.2 Pengujian Data ... 41
5.2.1 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 41
5.2.1.1Hasil Uji Normalitas ... 41
5.2.1.2Hasil Uji Multikolinieritas ... 43
5.2.1.3Hasil Uji Heterokedastisitas ... 43
5.2.1.4Hasil Uji Autokorelasi ... 45
5.3 Hasil Uji Hipotesis ... 46
5.3.1 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2 5.3.2 Hasil Uji F ... 46
) ... 46
5.3.3 Hasil Uji t... 47
5.3.4 Hasil Uji Interaksi (Moderating) ... 49
5.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 54
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 60
6.1Kesimpulan ... 60
6.2Keterbatasan Penelitian ... 61
6.3Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 62
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1 Postur APBD Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera
Utara Tahun 2010-2012 ... 3
1.2 Jenis Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2010-2012 ... 4
2.1 Tinjauan atas Penelitian Terdahulu ... 23
4.1 Daftar Sampel Penelitian ... 29
4.2 Defenisi Operasional Variabel ... 32
5.1 Deskriptif Data Penelitian ... 39
5.2 Hasil Pengujian One Sample Kolmogorov Smirnov Test ... 42
5.3 Hasil Uji Multikolinieritas ... 43
5.4 Hasil uji Glejser ... 44
5.5 Hasil uji Durbin Watson ... 45
5.6 Nilai Koefisien Determinasi (R2 5.7 Hasil regresi Uji F ... 47
) ... 46
5.8 Hasil Regresi Uji t ... 48
5.9 Nilai Koefisien Determinasi (R2 Setelah Uji Interaksi ... 50
) 5.10 Hasil regresi Uji F setelah Uji Interaksi ... 51
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
3.1 Kerangka Konseptual ... 24
5.1 Grafik Normalitas ... 42
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran 1 Tabel Realisasi Belanja Modal, PAD, DAU,DBH,
SiLPA, Luas Wilayah dan DAK Tahun 2011 ... 65
Lampiran 2 Tabel Realisasi Belanja Modal, PAD, DAU,DBH, SiLPA, Luas Wilayah dan DAK Tahun 2012 ... 66
Lampiran 3 Hasil Output SPSS ... 67
Lampiran 4 Hasil Output SPSS ... 68
Lampiran 5 Hasil Output SPSS ... 69
Lampiran 6 Hasil Output SPSS ... 70
Lampiran 7 Hasil Output SPSS ... 71
Lampiran 8 Hasil Output SPSS ... 72
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA BAGI HASIL, SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN DAN
LUAS WILAYAH TERHADAP BELANJA MODAL DENGAN DANA ALOKASI KHUSUS SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal secara simultan dan parsial pada pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara dan peran Dana Alokasi Khusus dalam memoderasi hubungan antara Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah dengan Belanja Modal. Desain penelitian yang digunakan adalah desain kausal. Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 33 kabupaten/kota di Sumatera
Utara. Sampel terpilih dengan menggunakan metode purposive sampling
berjumlah 26 Kabupaten/Kota dengan periode amatan dari tahun 2011-2012 sehingga diperoleh 52 unit analisis. Data diolah dengan menggunakan uji regresi linier berganda dengan menggunakan SPSS. Hasil penelitian membuktikan bahwa Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, dan Luas Wilayah berpengaruh secara simultan terhadap Belanja Modal. Secara parsial Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran berpengaruh terhadap Belanja Modal sedangkan Dana Bagi Hasil dan Luas Wilayah tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal pada kabupaten/kota di Sumatera Utara. Dana Alokasi Khusus dapat memoderasi hubungan antara Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah dengan Belanja Modal. Kemampuan prediksi dari kelima variabel tersebut terhadap Belanja Modal sebesar 85,9% sedangkan sisanya sebesar 14,1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian. Kata Kunci : Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
THE INFLUENCE OF REGIONAL GENERATED REVENUES, BLOCK GRANT, PRODUCTION SHARING FUNDS, SURPLUS OF BUDGET
EXPENSE, AND REGIONAL AREA ON CAPITAL EXPENSES, WITH SPECIAL GRANT AS MODERATING VARIABLE IN
DISTRICT/TOWN ADMINISTRATIONS IN NORTH SUMATERA
ABSTRACT
The objective of the research was to find out the influence of regional generated revenues, block grant, production sharing funds, surplus of budget expense, and regional area on capital expenses simultaneously and partially in district/town administrations in North Sumatera and the role of special grant in moderating the relationship of regional generated revenues, block grant, production sharing funds, surplus of budget expense, and regional area with capital expenses. The research used causal design. The population was 33 districts/towns in North Sumatera, and 26 of them were used as the samples with the period of observation of 2011-2012, using purposive sampling technique, so that there were 52 analysis units all together. The data were processed by using multiple linear regression tests with an SPSS software program. The result of the research showed that regional generated revenues, block grant, production sharing funds, surplus of budget funds, and regional area simultaneously influenced capital expenses. Partially, regional generated revenues, block grant, and surplus of budget expense had influence on capital expenses, while production sharing funds, and regional area did not have any influence on capital expenses in districts/towns in North Sumatera. Special grant could moderate the relationship of regional generated revenues, block grant, production sharing funds, surplus of budget expense, and regional area with capital expenses. The predictive capability of the five variables on capital expenses was 85.9%, while the rest (14.1%) was influenced by other factors excluded from the research model.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
menjelaskan otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan dan
perundang-undangan. Penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia dikenal dengan istilah desentralisasi. Dengan
otonomi daerah setiap daerah dituntut untuk mampu mengelola seluruh sumber
daya yang dimiliki untuk membiayai seluruh belanja-belanja daerah berdasarkan
azas kepatuhan, kebutuhan dan juga kemampuan daerah seperti yang tercantum
dalam anggaran daerah. Tujuan dari otonomi daerah ini adalah untuk
mempercepat peningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah otonom,
peningkatan jumlah dan kualitas layanan umum dan adanya daya saing daerah
yang cukup kuat. Implikasinya terhadap daerah adalah menjadikan daerah
memiliki peranan yang penting dalam mengatasi masalah pemerataan
pembangunan dan pengelolaan kepemerintahan secara mandiri. Pemerintah
daerah sebagai pelaksana utama pembangunan memiliki kewajiban dalam
melaksanakan program-program pembangunan yang berdampak terhadap
Program peningkatan kesejahteraan masyarakat, tentunya terkait erat dengan
kualitas pelayanan aparat pemerintah terhadap masyarakat, tersedianya layanan
umum dan layanan sosial yang cukup dan berkualitas, perbaikan dan penyediaan
kebutuhan masyarakat di bidang pendidikan dan kesehatan, penambahan dan
perbaikan dalam bidang infrastruktur, bangunan, peralatan, dan harta tetap
lainnya. Program peningkatan kesejahteraan masyarakat ini membutuhkan sumber
pendanaan yang cukup besar. Tentunya sumber dana yang diharapkan untuk
membiayai program peningkatan kesejahteraan masyarakat tersebut dapat berasal
dari pendapatan ataupun kekayaan daerah itu sendiri. Apabila suatu daerah
dikatakan sebagai daerah mandiri maka daerah tersebut mampu membiayai semua
belanja daerahnya dengan menggunakan Pendapatan Asli Daerahnya dan juga dari
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran tanpa harus meminjam dan tergantung dari
bantuan dana Pemerintah Pusat. Namum pada kenyataannya daerah otonom di
Indonesia belum ada yang menjadi daerah mandiri. Semua daerah pemerintahan di
Indonesia membutuhkan Dana Perimbangan dari Pemerintah Pusat disamping
PAD, Pinjaman Daerah dan lain-lain pendapatan yang sah sebagai sumber
penerimaan daerahnya yang digunakan untuk belanja daerah.
Untuk dapat melaksanakan program peningkatan kesejahteraan masyarakat,
maka berbagai komponen penerimaan daerah seperti PAD, DAU dan lain-lain
harus dialokasikan ke komponen Belanja Modal. Untuk berbagai daerah
Pemerintahan Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara perkembangan jumlah
Tabel 1.1 Postur APBD Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2010-2012 (000)
Keterangan 2010 2011 2012
PAD 2.554.780.317 3.578.462.081 4.052.104.891
DAU 812.747.639 948.867.504 1.103.389.237
DAK 29.137.700 38.485.500 38.485.500
DBH 405.841.910 386.544.541 460.163.933
SiLPA 346.533.461 404.884.723 720.866.153
Belanja Modal 716.805.622 1.063.237.377 803.607.598
Sumber: Data diolah peneliti (2013)
Dari tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa Belanja Modal daerah mengalami
peningkatan sebesar 48% dari tahun 2010 ke tahun 2011 namun menurun sebesar
75% dari tahun 2011 ke tahun 2012. Peningkatan Belanja Modal ini juga dapat
mengindikasikan bahwa peningkatan penyediaan sarana dan prasarana layanan
publik setiap tahunnya semakin bertambah, walaupun di tahun 2012 menurun tapi
pemerintah tetap mengalokasikan dana untuk kegiatan Belanja Modal untuk
penyediaan prasarana layanan publik dan jumlahnya lebih besar jika dibandingkan
dengan tahun 2010. Dana Alokasi Khusus (DAK) mengalami peningkatan sebesar
9,5% dari tahun 2010 ke tahun 2011 namun turun sebesar 9,8% dari tahun 2011
ke tahun 2012. Peningkatan jumlah DAK dapat mengindikasikan adanya
pembangunan prioritas nasional di daerah Sumatera Utara. Walaupun di tahun
2012 DAK mengalami penurunan tapi hal ini masih dapat menunjukkan adanya
komitmen daerah dalam melakukan pembangunan yang bersifat prioritas nasional
di daerah Sumatera Utara
Dari sisi Belanja Daerah, kita dapat melihat porsi alokasi dana terbesar
Tabel 1.2 Jenis Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2010-2012 (000)
Keterangan 2010 2011 2012
Belanja Rutin 2,949,200,552 3,548,085,286 6,827,451,955
Belanja Modal 716,805,622 1,063,237,377 803,607,598
Belanja Tak Terduga 700,000 154,500 2,574,957
Total Belanja Daerah 3,666,706,174 4,611,477,163 7,633,634,510
Sumber: Data diolah peneliti (2013)
Dari tabel 1.2 di atas kita dapat melihat bahwa jenis Belanja Daerah yang
memiliki alokasi dana paling besar pada tahun 2010 dan 2012 adalah Belanja
Rutin yaitu sebesar 89,4% dari total Belanja Daerah, sedangkan Belanja Modal
hanya 10,5% dari total Belanja Daerah. Pada tahun 2011, alokasi dana paling
besar adalah untuk Belanja Rutin sebesar 76,9% dari Belanja Daerah sedangkan
alokasi dana untuk Belanja Modal hanya 23% dari total Belanja Daerah. Hal ini
menunjukkan bahwa usaha pemerintah dalam peningkatan pembangunan daerah
masih belum maksimal. Pemerintah daerah lebih banyak menghabiskan anggaran
daerah untuk belanja rutin seperti belanja pegawai dan belanja barang dan jasa,
sedangkan pengalokasian dana untuk pembangunan daerah sangat kecil dari total
anggaran belanja daerah.
Dari postur APBD Sumatera Utara tahun 2010-2012, besaran Belanja
Modal daerah semakin meningkat, namun peningkatan Belanja Modal tersebut
belum dapat mengindikasikan bahwa pemenuhan atas keterbatasan ketersediaan
infrastruktur, sarana dan prasarana daerah itu selesai. Banyak pembangunan dan
pengembangan infrastruktur yang harus dilakukan khususnya di Sumatera Utara
untuk membantu proses percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat,
khususnya daerah pemekaran yang masih jauh tertinggal pembangunan
pembangunan daerah. Salah satu upaya Pemda untuk percepatan pembangunan
dan pengembangan infrastruktur daerah yaitu dengan mengalokasikan
sumber-sumber pendapatan daerah dan juga pembiayaan daerah secara efektif dan efisien
terhadap belanja modal daerah. Sumber pendapatan dan pembiayaan daerah itu
tentunya berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan Pusat,
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA), Pinjaman Daerah, Dana Cadangan
dan Penjualan Kekayaan Daerah.
Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa dana perimbangan pemerintah
pusat kepada daerah semakin lama semakin besar. Apabila dilihat dari sudut
pandang kemandirian daerah otonom, semakin besar dana perimbangan dari
pemerintah pusat menggambarkan bahwa tidak mandirinya daerah otonom di
Indonesia.
Berdasarkan fenomena tersebut peneliti tertarik untuk meneliti sejauh mana
pengaruh PAD, DAU, DBH, SiLPA dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal
dengan DAK sebagai variabel moderating. Dalam penelitian ini, peneliti tidak
menggunakan belanja daerah keseluruhan sebagai variabel dependen tetapi lebih
spesifik kepada belanja modal karena belanja modal merupakan bagian belanja
langsung yang dialokasikan atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang
hasil, manfaat, dan dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat,
(Mardiasmo, 2002). Program-program pembangunan yang berdampak terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah tentunya dianggarkan dan
dibelanjakan dalam rekening belanja modal. Misalnya kegiatan pembangunan
Rumah Sakit, Pembangunan Sekolah Dasar, pembangunan jalan antar desa, yang
menjadi modal bagi pemerintah berupa aset tetap yang memiliki masa manfaat
yang cukup lama lebih dari 1 tahun. Jadi peneliti lebih memfokuskan pada Belanja
Modal yang secara langsung memiliki dampak terhadap layanan publik.
Sedangkan jika menggunakan variabel Belanja Daerah, maka seluruh jenis belanja
daerah yaitu belanja operasional, belanja modal, belanja lain-lain/belanja tak
terduga dan belanja transfer yang sebagian besarnya tidak secara langsung
dinikmati hasilnya oleh masyarakat hasil dan manfaatnya menjadi bagian
penelitian.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan DAU dan DBH sebagai variabel
independennya. DAU dan DBH bersifat “block grant” artinya apabila dana
tersebut telah sampai di rekening Pemerintah Daerah maka Pemerintah Daerah
dapat mengalokasikan dana tersebut untuk membiayai belanja daerah sesuai
dengan kebutuhan prioritas. Demikian halnya dengan PAD, Pemerintah Daerah
dapat mengalokasikan PAD pada kegiatan-kegiatan yang bersifat prioritas.
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) merupakan sumber pembiayaan
yang digunakan apabila daerah mengalami defisit APBD dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan dan kesejahteraan masyarakat selama tahun
berjalan. Presiden Republik Indonesia dalam penyerahan DIPA 2012 di Istana
Negara menyampaikan bahwa pembangunan infrastruktur di Indonesia belum
memuaskan dan menghendaki agar sisa anggaran tidak digunakan untuk
keperluan yang tidak jelas namun dapat digunakan untuk pembangunan
infrastruktur (Kusnandar dan Siswantoro, 2012). Demikian juga Plt. Walikota
Medan, dalam Nota Pengantar Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA 2012
2012 akan dikelola untuk mendukung kebutuhan pembiayaan pembangunan tahun
2013. Namun SiLPA yang besar juga dapat mengindikasikan ketidakmampuan
daerah untuk mengelola dan mengalokasikan sumber-sumber pendapatan daerah
terutama untuk belanja modal.
Salah satu variabel yang mencerminkan kebutuhan prasarana dan sarana
adalah Luas Wilayah seperti yang tertera dalam penjelasan Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004. Daerah yang memiliki wilayah yang luas pasti
membutuhkan penyediaan prasarana dan sarana dan infrastruktur yang lebih
bayak dari pada daerah dengan luas wilayah yang kecil dalam hal layanan publik.
Apalagi jika dikaitkan dengan adanya pemekaran daerah maka banyak daerah
pemekaran yang membutuhkan pembangunan prasarana dan sarana serta
infrastruktur yang lebih banyak untuk meningkatkan layanan publik demi
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dana Alokasi Khusus (DAK) digunakan sebagai variable moderating karena
DAK merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada
daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah sesuai dengan prioritas nasional (UU No. 32 Tahun
2004). Nurcholis (2005) menjelaskan bahwa DAK digunakan khusus untuk
membiayai investasi pengadaan dan/atau peningkatan dan/atau perbaikan
prasarana dan sarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang. Dalam keadaan
tertentu DAK dapat juga digunakan untuk membantu biaya pengoperasian dan
pemeliharaan prasarana dan sarana tertentu untuk periode terbatas, tidak melebihi
3 tahun. DAK ini tentunya dialokasikan kepada derah berdasarkan usulan kegiatan
daerah. Dengan demikian apabila seluruh usulan kegiatan belanja Modal
Pemerintah Daerah diterima dan disetujui oleh Pemerintah Pusat untuk dibiayai
dengan DAK maka jumlah alokasi dana untuk Belanja Modal daerah semakin
besar. Berdasarkan hal tersebut peneliti mencoba menjadikan DAK sebagai
variabel moderating.
Penelitian yang telah dilakukan sebelumya oleh Kusnandar dan Siswantoro
(2012) menyatakan bahwa secara keseluruhan PAD, DAU, SiLPA dan luas
wilayah berpengaruh terhadap alokasi belanja modal, sedangkan secara parsial
PAD tidak berpengaruh terhadap alokasi belanja modal. Abdullah dan Halim
(2008) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa sumber pendapatan daerah
berupa dana berimbang berasosiasi positif terhadap belanja modal, sedangkan
PAD tidak. Menurut Situngkir (2009) bahwa PAD, DAU, DAK berpengaruh
signifikan terhadap belanja modal, sedangkan Pertumbuhan Ekononomi tidak
berpengaruh terhadap belanja modal. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Putro
(2011) bahwa Pertumbuhan Ekonomi, DAU berpengaruh postitif terhadap belanja
modal secara parsial, namun PAD tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti bermaksud untuk menganalisis
sejauh mana DAU, PAD, DBH, SiLPA dan Luas Wilayah berpengaruh terhadap
Belanja Modal dengan DAK sebagai variabel moderating pada Pemerintah
Kabupaten/Kota Sumatera Utara.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian di atas maka
1. Apakah PAD, DAU, DBH, SiLPA dan Luas Wilayah berpengaruh secara
simultan maupun parsial terhadap Belanja Modal?
2. Apakah DAK dapat memoderasi hubungan antara PAD, DAU, DBH, SiLPA
dan Luas Wilayah dengan Belanja Modal?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui:
1. Pengaruh PAD, DAU, DBH, SiLPA dan Luas Wilayah terhadap Belanja
Modal baik secara simultan maupun parsial.
2. Peran DAK dalam memoderasi hubungan antara PAD, DAU, DBH, SiLPA
dan Luas Wilayah dengan Belanja Modal.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan diharapkan dapat memberi manfaat sebagai
berikut:
1. Bagi Akademisi, penelitian ini dapat menjadi bahan literatur untuk
pengembangan penelitian selanjutnya tentang sektor publik, khususnya untuk
menganalisa lebih mendalam tentang Belanja Modal.
2. Bagi Peneliti, penelitian ini memberikan kontribusi keilmuan terutama dalam
menambah ilmu pengetahuan dan mengembangkan wawasan tentang Belanja
Modal Pemda khususnya pengaruh PAD, DAU, DBH, SiLPA dan Luas
Wilayah terhadap Belanja Modal.
3. Bagi Pemda, penelitian ini sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan
4. Bagi Publik, dengan penelitian ini masyarakat mengetahui sumber pendanaan
Belanja Modal dan mengetahui kontribusi masyarakat dalam menunjang
peningkatan alokasi Belanja Modal melalui PAD.
1.5 Originalitas
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh
Kusnandar dan Siswantoro (2012). Perbedaan penelitian ini dengan Kusnandar
dan Siswantoro terletak pada variabel, objek dan waktu penelitian. Kusnandar dan
Siswantoro (2012) menggunakan variabel PAD, DAU, SiLPA dan Luas Wilayah
sebagai variabel independen sedangkan penelitian ini menambahkan Dana Bagi
Hasil (DBH) sebagai variabel independen. Selain itu penelitian ini menambahkan
DAK sebagai variabel moderating. Objek penelitian Kusnadar dan Siswantoro
(2012) adalah Kabupaten/Kota se Indonesia dengan periode amatan tahun 2010,
sedangkan objek penelitian ini adalah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Modal
Belanja Modal merupakan salah satu jenis Belanja Langsung dalam
APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah
pengeluaran anggaran untuk aset tetap berwujud yang memberi manfaat lebih dari
satu periode akuntansi. Besaran nilai pembelian/pengadaan atau pembangunan
aset tetap berwujud dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar harga
beli/bangun aset (Permendagri 13 Tahun 2006). Dalam Lampiran III PMK No.
101/PMK.02/2011 Belanja Modal dipergunakan untuk antara lain: Belanja Modal
Tanah, Belanja Modal Peralatan dan Mesin, Belanja Modal Gedung dan
bangunan, Belanja Modal Jalan Irigasi dan Jaringan, Belanja Modal lainnya, dan
Belanja Modal Badan Layanan Umum (BLU).
Secara spesifik sumber pendanaan untuk Belanja Modal belum ditentukan
aturannya. Namun seluruh jenis sumber-sumber penerimaan daerah dapat
dialokasikan untuk mendanai Belanja Daerah diantaranya Belanja Modal.
Sumber-sumber penerimaan daerah (UU Nomor 33 Tahun 2004) yang dapat
digunakan sebagai sumber pendaaan Belanja Daerah berasal dari Pendapatan
Daerah dan Pembiayaan. Pendapatan Daerah bersumber dari:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil
b. Dana Perimbangan yaitu: Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana
Alokasi Khusus.
c. Lain-Lain pendapatan yang sah yaitu: Hasil Penjualan kekayaan Daerah yang
tidak dipisahkan, Jasa Giro, Pendapatan bunga, Keuntungan selisih nilai tukar
rupiah terhadap mata uang asing, dan Komisi, potongan, ataupun bentuk lain
sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh
Daerah.
Sedangkan Pembiayaan daerah bersumber dari: Sisa Lebih Pembiayaan
Anggaran Daerah, Penerimaan Pinjaman Daerah, Dana cadangan daerah, dan
Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Pengalokasi dana yang bersumber dari pendapatan dan pembiayaan daerah
kepada belanja daerah ditentukan oleh kebutuhan daerah sendiri atas kebutuhan
belanja daerahnya. Pada umumnya sumber dana yang bersumber dari Pendapatan
Asli Daerah lebih banyak dialokasikan kepada belanja operasional daerah dan
sisanya dialokasikan untuk belanja daerah lainnya diantaranya belanja modal.
DAU lebih banyak dialokasikan kepada belanja pegawai, dan sisanya
dialokasikan kepada belanja-belanja daerah diantaranya Belanja Modal. Abdullah
(2008) juga menjelaskan bahwa belanja modal pada umumnya berasal dari dana
bantuan (fund). Dana bantuan pemerintah yang selalu dialokasikan untuk
membiayai Belanja Modal adalah Dana Alokasi Khusus. Secara keseluruhan
jumlah belanja modal yang dialokasikan dalam APBD sekurang-kurangnya 29
persen dari belanja daerah sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010
tentang RPJMN Tahun 2010-2014. Namun Bank Indonesia dalam Bisnis.com
terhadap total anggaran secara umum masih rendah. Pangsa Belanja Modal
terhadap APBD di Luar Jawa memang lebih tinggi dibandingkan dengan Jawa,
sejalan dengan luasnya ruang kebutuhan pengembangan infrastruktur.
Dari teori diatas peneliti mencoba menguraikan beberapa faktor yang
mempengaruhi besarnya alokasi Belanja Modal Pemda dalam APBD yaitu:
1. Kelemahan perencanaan belanja pemerintah daerah.
Proporsi alokasi belanja daerah masih didominasi kepentingan operasional
rutin pemerintahan seperti belanja barang dan belanja pegawai dibandingkan
dengan alokasi belanja untuk kegiatan yang langsung bersentuhan dengan
kebutuhan publik. Hal ini tentunya mempengaruhi besarnya anggaran Belanja
Modal Pemda.
2. Ketersediaan sumber-sumber dana belanja daerah.
Pendapatan Daerah dan Pembiayaan merupakan sumber-sumber dana belanja
daerah. Apabila PAD terbatas untuk membiayai belanja daerah maka
diperlukan adanya bantuan dana transfer (DAU, DBH, DAK) dari pemerintah
pusat untuk membantu pendanaan belanja daerah dan menggunakan dana
Pembiayaan (SiLPA, Pinjaman) bila terjadi defisit anggaran. Apabila tidak
tersedia sumber-sumber dana belanja daerah yang cukup maka sangat riskan
untuk bisa menyediakan anggaran yang besar khususnya untuk Belanja
Modal.
3. Luasnya daerah yang perlu dikembangkan dan dibangun. Daerah yang padat
pembangunan tentunya tidak membutuhkan alokasi Belanja Modal yang
banyak. Pengalokasian dana pemeliharaanlah yang perlu ditingkatkan. Namun
sangat besar pada Belanja Modalnya. Daerah pemekaran membutuhkan
banyak pembenahan, pembangunan dan penyediaan sarana dan prasarana
publik yang memadai dalam usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat
sehingga daerah tersebut memiliki daya saing yang kuat dengan daerah
lainnya.
Straub (2008) menjelaskan bahwa teori pertumbuhan modern menekankan
kemungkinan peran belanja modal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dalam penelitiannya efek langsung peningkatan Belanja modal adalah dapat
secara langsung mempengaruhi produktivitas faktor-faktor lain yang dapat
merangsang peningkatan output ekonomi. Dan secara tidak langsung terkait
dengan eksternalitas. Dengan adanya infrastruktur yang berkualitas maka dapat
mengurangi biaya ketergantungan terhadap sektor swasta seperti penyediaan air
bersih, listrik maupun jalan sesuai dengan hasil penelitian Agenor dan Moreno
(2006). Pengeluaran biaya daerah ke sektor swasta juga dapat dikurangi melalui
peningkatan modal manusia dan produktivitas tenaga kerja sebagai hasil atas
investasi publik (Galiani et al., 2005).
2.1.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Menurut Mardiasmo (2002), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan
daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain Pendapatan Asli
Daerah. PAD yang tinggi merupakan impian yang harus diperjuangkan oleh setiap
kemandirian suatu daerah otonom, sehingga tingkat ketergantungan Pemerintah
Daerah akan bantuan dana dari Pemerintah Pusat semakin rendah
Penerimaan PAD digunakan sebagai salah satu sumber pembiayaan daerah
untuk mendukung penyediaan prasarana dan sarana daerah. Penyediaan prasarana
dan sarana tentunya akan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat,
masyarakat yang sejahtera tentunya di indikasikan dengan pertumbuhan ekonomi
yang meningkat. Peningkatan ekonomi masyarakat mempengaruhi Pendapatan
Asli Daerah diantaranya peningkatan penerimaan pajak dan retribusi daerah dari
usaha masyarakat. Semakin besar PAD maka semakin besar pula kembali dana
yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang berkaitan dengan penyediaan
sarana dan prasarana publik yang kembali berdampak terhadap kesejahteraan
masyarakat dan seterusnya hingga dapat meningkatan PAD kembali. Dengan
PAD yang besar maka Belanja Modal dapat dibiayai sendiri melalui PAD tanpa
harus menunggu bantuan Pemerintah Pusat, sehingga proses percepatan
pembangunan, penyediaan fasilitas pelayanan publik dapat terlaksana dengan
cepat. Peningkatan kualitas layanan publik akan mampu meningkatkan kontribusi
publik terhadap pembangunan melalui peningkatan PAD (Mardiasmo, 2002).
2.1.3 Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana Alokasi Umum dijelaskan dalam Permendagri Nomor 33 Tahun 2004
sebagai dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Yang termasuk dalam pengertian
seluruh daerah dalam rangka penyediaan pelayanan dasar kepada masyarakat dan
merupakan kesatuan dengan penerimaan umum APBD (Widjaja, 2002). DAU
merupakan dana yang bersifat “Block Grant” yang artinya ketika dana tersebut
diberikan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, maka Pemerintah Daerah
bebas untuk menggunakan dan mengalokasikan dana ini sesuai prioritas dan
kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
pelaksanaan otonomi daerah.
DAU merupakan dana perimbangan Pemerintah Pusat yang memiliki
persentase paling besar diantara jumlah dana perimbangan lainnya yang diberikan
kepada Pemerintah Daerah dalam APBN. DAU diberikan Pemerintah untuk
mengatasi masalah horizontal imbalance, yaitu untuk menjamin keseimbangan
sumber-sumber alokasi antar unit-unit pemerintah pada tingkat pemerintah yang
sama (Solihin, 2011)
Dibeberapa daerah sebagian besar DAU dialokasikan untuk membiayai
belanja pegawai dan sisanya digunakan untuk belanja lainnya seperti belanja
modal. Pada dasarnya tidak terdapat batasan dalam penggunaan DAU, sehingga
daerah dapat leluasa dalam mengalokasikan dana tersebut sesuai kebutuhan. Yang
menjadi permasalahan apabila DAU tidak dikelola dengan efektif dan efisien.
Pemanfaatan DAU yang dominan terhadap belanja pegawai berdampak pada
berkurangnya alokasi DAU pada Belanja Modal, ataupun berkurangnya alokasi
dana untuk kegiatan yang berdampak langsung pada penyediaan layanan
masyarakat seperti program penanggulangan kemiskinan, program pemberdayaan
masyarakat dan sebagainya. Pemanfaatan DAU harus dialokasikan pada kegiatan
belanja pegawai sebagai suatu keharusan daerah dalam mengembangkan potensi
sumber daya pegawainya.
2.1.4 Dana Bagi Hasil (DBH)
Dana Bagi Hasil dijelaskan sebagai dana yang bersumber dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004). Dalam penjelasannya Dana Bagi Hasil pada APBN
merupakan pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber daya nasional yang
berada di daerah berupa pajak dan sumber daya alam.
Dana Bagi Hasil diberikan Pemerintah Pusat untuk mengatasi masalah
vertical fiscal balance yaitu untuk menjamin keseimbangan antara kebutuhan
fiskal dengan sumber-sumber fiskal pada berbagai tingkat pemerintah (Solihin,
2011). Kegunaan DBH sama dengan DAU. Kedua dana tersebut bersifat “block
grant” artinya apabila dana tersebut telah diterima Pemerintah Daerah dalam Kas
Daerah maka dana tersebut dapat dialokasikan pada berbagai belanja daerah
sesuai dengan kebutuhan sehingga DBH dapat menjadi salah satu sumber dana
untuk membiayai belanja modal.
2.1.5 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA)
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) menurut Abdullah (2013)
merupakan penerimaan daerah yang bersumber dari sisa kas tahun anggaran
sebelumnya sesuai Permendagri No. 13 Tahun 2006. Menurut Tanjung (2009),
neto. SiLPA merupakan salah satu sumber pembiayaan yang digunakan untuk
menutup defisit APBD akibat dari usaha peningkatan kualitas pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat sesuai penjelasan dalam PMK No.45/PMK.02/2006.
Jika SiLPA daerah cukup besar dan diperkirakan mampu membiayai seluruh
Belanja Modal Daerah maka untuk penyediaan sarana dan prasarana untuk
meningkatkan pelayanan publik tidak harus menunggu bantuan dana transfer dari
Pemerintah Pusat. Dana Transfer dapat dialokasikan untuk belanja operasional
dan belanja tak terduga daerah. Di samping itu jumlah SiLPA suatu daerah dapat
juga mengindikasikan sejauh mana Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran
daerah secara efisien dan ekonomis dalam setiap anggaran belanja daerah.
Menurut Tanjung (2009) bahwa kelebihan SiLPA yang cukup besar dapat
mengindikasikan bahwa Pemerintah tidak tepat dalam menganggarkan anggaran
belanja daerah sehingga seharusnya kelebihan penganggaran tersebut dapat
digunakan untuk membiayai beberapa kegiatan belanja modal yang berguna untuk
penyediaan pelayanan publik pada tahun berjalan menjadi tertunda.
2.1.6 Luas Wilayah
Luas Wilayah merupakan salah satu variabel yang mencerminkan kebutuhan
akan penyediaan sarana dan prasana daerah sesuai dengan penjelasan dalam
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Maksudnya semakin besar luas wilayah
suatu daerah pemerintahan maka semakin banyak juga sarana dan prasarana yang
harus disediakan Pemerintah Daerah agar tersedia pelayanan publik yang baik.
Dikaitkan dengan pemekaran daerah maka luas wilayah kemungkinan erat
pemekaran tentunya berupaya membangun daerahnya dengan berbagai fasilitas
layanan publik yang lebih layak terutama di wilayah-wilayah yang belum
menikmati pembangunan layanan publik seperti Rumah Sakit/Puskesmas, Gedung
Sekolah, pembuatan tower telekomunikasi, pembangunan pasar-pasar tempat
berdagang, pembukaan jalur perhubungan berupa dermaga atau jalan-jalan kota
yang memudahkan mobilitas masyarakat terutama dari wilayah-wilayah yang
belum terjangkau pemerintah sebelumnya. Jadi semakin luas daerah yang perlu
dibangun maka semakin besar belanja modal yang harus dianggarkan.
Penyediaan prasarana berdasarkan wilayah ini tidak lepas juga kaitannya
dengan penyebaran penduduk di wilayah tersebut. Semakin banyak jumlah
penduduk dalam satu wilayah maka semakin banyak prasarana dan sarana yang
disediakan Pemerintah Daerah. Sebaliknya semakin baik prasarana dan sarana
yang disediakan disuatu wilayah akan menarik penduduk untuk berdomisili di
wilayah tersebut. Dimana ada penduduk maka disana terjadi kegiatan ekonomi.
Jika kegiatan ekonomi masyarakat berkembang dengan baik maka kesejahteraan
masyarakat di daerah setempat juga meningkat. Hal ini terkait dengan teori
dasar-dasar ekonomi wilayah yaitu efisiensi dan keadilan. Efisensi pembangunan
wilayah untuk menunjang alokasi sumber daya secara efektif diberbagai wilayah,
hal ini berkaitan dengan persoalan bagaimana memanfaatkan sumber daya secara
lebih baik. Keadilan artinya pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk
membantu wilayah-wilayah yang kurang maju. Karena penduduk mempuyai
mobilitas, maka upaya terbaik adalah membantu penduduk yang kurang makmur
yang tinggal di suatu wilayah tertentu agar berani pindah ke wilayah lain
2.1.7 Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu yang mempunyai kebutuhan
khusus dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah sesuai dengan prioritas nasional (UU No. 33 Tahun
2004). Bratakusumah dan Solihin (2003) menjelaskan bahwa kebutuhan khusus
yang dimaksud adalah kebutuhan yang secara umum tidak dapat diperkirakan
dengan menggunakan rumus alokasi umum dan juga tidak sama dengan
kebutuhan daerah lainnya yang mana kebutuhan tersebut merupakan prioritas
nasional, misalnya pembangunan jalan di kawasan terpencil, proyek-proyek
kemanusiaan, proyek yang dibiayai donor.
Dalam penjelasan UU No. 33 Tahun 2004 semakin dipertegas bahwa DAK
dimaksudkan untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar
masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong
percepatan pembangunan daerah. Jumlah DAK ditetapkan setiap tahun dalam
APBN berdasarkan masing-masing bidang pengeluaran yang disesuaikan dengan
kebutuhan. DAK yang dialokasikan kepada daerah tertentu berdasarkan usulan
kegiatan, dan sumber-sumber pembiayaannya yang diajukan kepada Menteri
Teknis oleh daerah tersebut. Bila kegiatan yang diusulkan oleh daerah termasuk
dalam kebutuhan yang tidak dapat diperhitungkan, daerah perlu membuktikan
bahwa daerah kurang mampu membiayai seluruh pengeluaran usulan kegiatan
tersebut dari PAD, Bagian daerah dari PBB, Bagian daerah dari BPHTB, Bagian
yang sah, yang penggunaannya dapat ditentukan sepenuhnya oleh daerah
(Bratakusumah dan Solihin, 2002).
Pembiayaan kebutuhan khusus memerlukan dana pendamping dari
penerimaan umum APBD sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) sebagai
komitmen dan tanggungjawab daerah dalam pembiayaan program-program yang
merupakan kebutuhan khusus tersebut.
Jika usulan kegiatan Belanja Modal daerah seluruhnya diterima Menteri
Teknis, maka sumber pembiayaan belanja modal daerah juga dapat berasal dari
DAK. Tentunya dengan adanya alokasi DAK dari pusat, pemerintah daerah dapat
semakin memperbesar alokasi dana untuk kegiatan Belanja Modal daerah.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini adalah Jean-Faguet
(2005) dalam penelitiannya yang berjudul The Effects of Decentralisation on
Public Investment: Evidence and Four Lessons From Bolivia and Colombia,
menggunakan variabel desentralisasi sebagai variabel independen dan investasi
publik sebagai variabel dependen. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa di
Bolivia, desentralisasi membuat pemerintah menjadi lebih tanggap dan
mengarahkan investasi publik pada daerah-daerah dengan kebutuhan besar,
sedangkan di Columbia, desentralisasi berdampak signifikan terhadap investasi
kota, sedangkan biaya operasional kota berkurang.
Abdullah (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Studi atas Belanja
Modal pada Anggaran Pemerintah Daerah Dalam hubungannya dengan Belanja
pulau Sumatera, menggunakan PAD, Pendapatan dari Pemerintah sebagai variabel
independen, sedangkan Belanja Modal dan Belanja Pemeliharaan sebagai variabel
dependen. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa pertama, Belanja Modal
berpengaruh terhadap Belanja Pemeliharaan. Kedua, sumber dana pendapatan
berupa dana perimbangan berpengaruh terhadap Belanja Modal sementara PAD
tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal.
Situngkir (2009) dengan judul penelitian Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,
PAD, DAU dan DAK terhadap Anggaran Belanja Modal di Pemko/Pemkab
Sumatera Utara, menggunakan PAD, DAU dan DAK sebagai variabel independen
dan Belanja Modal sebagai variabel dependen. Hasil penelitiannya menemukan
bahwa secara simultan Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU dan DAK
berpengaruh terhadap Belanja Modal namun secara parsial Pertumbuhan Ekonomi
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Modal.
Putro (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Pertumbuhan
Ekonomi, PAD dan DAU terhadap pengalokasian Belanja Modal pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, menggunakan Pertumbuhan Ekonomi,
PAD dan DAU sebagai variabel independen dan Belanja Modal sebagai variabel
dependen. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa DAU berpengaruh terhadap
pengalokasian Belanja Modal sedangkan Pertumbuhan Ekonomi dan PAD tidak
berpengaruh terhadap pengalokasian Belanja Modal.
Kusnandar dan Siswantoro (2012) dengan judul penelitian Pengaruh DAU,
PAD, SiLPA dan Luas Wilayah terhadap Belanja modal di Kabupaten/Kota se
Indonesia. Penelitian ini menggunakan DAU, PAD, SiLPA dan Luas Wilayah
penelitiannya mengatakan bahwa DAU, PAD, SiLPA, dan Luas Wilayah
berpengaruh terhadap Belanja Modal, namun secara parsial DAU tidak
berpengaruh terhadap Belanja Modal.
Secara ringkas tinjauan atas penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 2.1
[image:40.595.119.515.229.752.2]berikut ini:
Tabel 2.1.
Tinjauan atas Penelitian Terdahulu Nama Peneliti/
Tahun Judul Penelitian
Variabel yang
Digunakan Hasil Penelitian
Jean-Faguet (2005)
The Effects of
Decentralisation on Public Investment: Evidence and Four Lessons From Bolivia and Colombia Independen Desentralisasi : Investasi Publik Dependen:
Di Bolivia, desentralisasi membuat pemerintah menjadi lebih tanggap dan
mengarahkan investasi publik pada daerah-daerah dengan kebutuhan besar Di Colombia, desentralisasi berdampak signifikan terhadap investasi kota, sedangkan biaya operasional kota menurun.
Abdullah (2008)
Studi atas Belanja Modal pada Anggaran Pemerintah Daerah Dalam Hubungannya dengan Belanja Pemeliharaan dan Sumber Pendapatan PAD, Pendapatan dari Pemerintah Independen: Belanja Modal Dependen1: Belanja Pemeliharaan Dependen 2:
- Belanja Modal berpengaruh terhadap Belanja Pemeliharaan. - Sumber dana pendapatan
berupa dana perimbangan berpengaruh terhadap Belanja Modal sementara PAD tidak berpengaruh. Situngkir
(2009)
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU dan DAK terhadap Anggaran Belanja Modal pada Pemko/Pemkab Sumatera Utara Independen Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU, DAK : Dependen Belanja Modal :
Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU dan DAK secara keseluruhan berpengaruh terhadap Belanja Modal namun secara parsial Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal.
Putro (2011)
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD dan DAU terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (Study Kasus pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah) Pertumbuhan Ekonomi, PAD dan DAU Independen: Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Dependen:
DAU berpengaruh terhadap Pengalokasian Belanja Modal sedangkan Pertumbuhan Ekonomi dan PAD tidak berpengaruh terhadap Pengalokasian Belanja Modal. Kusnandar dan Siswantoro (2012)
Pengaruh DAU, PAD, SiLPA dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal
(Penelitian Kabupaten/Kota se – Indonesia)
DAU, PAD, SiLPA dan Luas Wilayah Independen:
Belanja Modal Dependen:
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual
Berdasarkan landasan teori dan rumusan masalah penelitian, peneliti
mengindentifikasikan 5 (lima) independen variabel (X) dan 1 (satu) variabel
moderating (Z) yang diperikirakan baik secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi Belanja Modal sebagai variabel dependen (Y). Model Penelitian
[image:41.595.130.498.343.639.2]tersebut dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut ini:
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual
Pendapatan Asli Daerah (X1)
Dana Alokasi Umum (X2)
Dana Bagi Hasil (X3)
Luas Wilayah (X4)
Belanja Modal (Y)
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
(X5)
Dari kerangka konseptual diatas, peneliti bermaksud untuk meneliti
pengaruh PAD, DAU, DBH, SiLPA dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal
dengan DAK sebagai variabel moderating. Belanja Modal merupakan salah satu
jenis dari Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil,
manfaat dan dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat/publik. Untuk
membiayai belanja modal tentunya dibutuhkan sumber-sumber dana yang cukup
besar. Sesuai dengan tujuan desentralisasi sumber dana yang sangat diharapkan
untuk membiayai belanja daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (X1), yang dapat
menjadi faktor penting dalam menunjukkan kemandirian suatu daerah otonom.
Setiap daerah otonom berusaha sedaya mampu mungkin untuk menggali seluruh
potensi daerah untuk mencapai PAD yang lebih besar lagi. Namum pada
kenyataannya sampai saat ini belum ada daerah otonom yang jumlah PADnya
mampu untuk membiayai seluruh belanja daerah. PAD dialokasikan untuk
membiayai belanja-belanja tertentu sesuai dengan jumlah PAD yang dimiliki
daerah. Terkait dengan Belanja Modal (Y), PAD dapat dijadikan salah satu
sumber pembiayaan belanja modal, hanya saja alokasi PAD terhadap Belanja
Modal setiap daerah otonom berbeda-beda, sesuai dengan kemampuan PAD
masing-masing daerah.
Akibat dari ketidakmampuan daerah untuk membiayai belanja daerah, maka
Pemerintah Pusat memberikan Dana Perimbangan kepada daerah dalam bentuk
DAU (X2) dan DBH (X3). DAU dan DBH digunakan daerah untuk membiayai
belanja daerah yang bersifat prioritas diantaranya Belanja Modal. Khusus untuk
daerah otonom yang baru berkembang Belanja Modal merupakan salah satu
otonom baru tentunya membutuhkan adanya pembangunan maupun perbaikan
seluruh prasarana dan sarana daerah demi menunjang perbaikan layanan publik
yang berdampak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah
otonom. Untuk itu peneliti mencoba meneliti bagaimana pengaruh DAU dan DBH
terhadap Belanja Modal.
Menurut peneliti Luas Wilayah (X4) sangat mempengaruhi Belanja Modal
suatu daerah. Semakin luas dan semakin banyak daerah yang dikembangkan maka
semakin besar kebutuhan Belanja Modal untuk membangun daerah tersebut. Dari
sudut pandang luas wilayah inilah peneliti juga mencoba meneliti bagaimana
pengaruh luas wilayah terhadap besaran Belanja Modal suatu daerah.
SiLPA (X5) merupakan salah satu sumber tambahan pembiayaan daerah
apabila APBD daerah defisit dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dan
kesehatan masyarakat. Sehingga kebanyakan daerah mengalokasikan SiLPA
dalam kegiatan Belanja Modal sesuai dengan amanat Presiden Republik Indonesia
yaitu mengalokasikan SiLPA untuk pembiayaan infrastruktur.
DAK merupakan sumber pendanaan dari APBN terhadap daerah khusus
untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat
yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan
pembangunan daerah. Dengan demikian apabila usulan kegiatan Belanja Modal
daerah yang tidak sepenuhnya dapat dibiayai melalui PAD dan pembiayaan
daerah diterima Menteri teknis dan anggarannya ditampung dalam DAK maka
jumlah anggaran Belanja Modal daerah tentunya semakin besar. Sehingga
Sehingga menurut penulis DAK mungkin dapat menjadi pemoderasi hubungan
PAD, DAU, DBH, SiLPA dan Luas Wilayah dengan Belanja Modal.
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap masalah
yang akan diuji kebenarannya, melalui analisis data yang relevan. Kebenaran
dugaan sementara akan diketahui setelah dilakukan penelitian. Berdasarkan
rumusan masalah dan kerangka konseptual, hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. PAD, DAU, DBH, SiLPA dan Luas Wilayah berpengaruh secara simultan
dan parsial terhadap belanja modal.
2. DAK dapat memoderasi hubungan antara PAD, DAU, DBH, SiLPA dan Luas
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini dapat dikatakan sebagai penelitian kausal, yaitu untuk melihat
hubungan yang bersifat sebab akibat antara satu variabel dengan variabel lainnya
(Daulay, 2010). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendapatan
Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Luas
Wilayah dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebagai variabel
independen, Dana Alokasi Khusus (DAK) sebagai variabel moderating dan
Belanja Modal sebagai variabel dependen.
4.2 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Utara mulai Juli 2013 s/d
Desember 2013.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan adalah Pemerintahan Kabupaten/Kota yang berada
di Sumatera Utara yaitu sebanyak 33 daerah Kabupaten/Kota dengan periode
amatan tahun 2011 – 2012. Periode amatan dimulai dari tahun 2011 agar DOB
memiliki kesempatan untuk menjadi sampel. Hal ini disebabkan beberapa
populasi merupakan DOB yang APBD Kabupaten/Kota nya baru dimulai T.A.
2010. Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling yaitu
1. LKPD yang digunakan telah diaudit BPK.
2. Tersedianya data yang lengkap selama periode amatan (Belanja Modal, PAD,
DAU, DBH, SiLPA, Luas Wilayah, DAK).
3. Memiliki SiLPA bukan SiKPA.
Dari 33 daerah kota dan kabupaten yang dijadikan populasi, hanya 26
kabupaten/kota yang memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel penelitian. Nama
26 daerah kabupaten/kota di Sumatera Utara yang menjadi sampel dalam
[image:46.595.128.500.313.701.2]penelitian ini tercantum pada tabel 4.2
Tabel 4.1
Daftar Sampel Penelitian
No Daerah Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Sampel
1 Kab. Asahan √ √ √ Sampel 1
2 Kab. Dairi √ √ √ Sampel 2
3 Kab. Deli Serdang - √ √ -
4 Kab. Tanah Karo √ √ √ Sampel 3
5 Kab. Labuhan Batu √ √ √ Sampel 4
6 Kab. Langkat √ √ √ Sampel 5
7 Kab. Mandailing Natal √ √ √ Sampel 6
8 Kab. Nias √ √ √ Sampel 7
9 Kab. Simalungun √ √ √ Sampel 8
10 Kab. Tapanuli Selatan √ √ √ Sampel 9
11 Kab. Tapanuli Tengah √ √ √ Sampel 10
12 Kab. Tapanuli Utara √ √ √ Sampel 11
13 Kab. Toba Samosir √ √ - -
14 Kab. Pakpak Barat √ √ √ Sampel 12
15 Kab. Nias Selatan - √ √ -
16 Kab.Humbang Hasundutan √ √ √ Sampel 13
17 Kab. Serdang Bedagai √ √ √ Sampel 14
18 Kab. Samosir - √ √ -
19 Kab. Batu Bara - √ √ -
20 Kab. Padang Lawas √ √ √ Sampel 15
21 Kab. Padang Lawas Utara √ √ √ Sampel 16
22 Kab. Labuhanbatu Selatan √ √ √ Sampel 17
23 Kab. Labuhanbatu Utara √ √ √ Sampel 18
24 Kab. Nias Utara √ √ √ Sampel 19
25 Kab. Nias Barat - √ √ -
26 Kota Binjai √ √ √ Sampel 20
27 Kota Medan √ √ √ Sampel 21
28 Kota Pematang Siantar √ √ √ Sampel 22
29 Kota Sibolga √ √ √ Sampel 23
30 Kota Tanjung Balai - √ √ -
31 Kota Tebing Tinggi √ √ √ Sampel 24
32 Kota Padang Sidempuan √ √ √ Sampel 25
33 Kota Gunung Sitoli √ √ √ Sampel 26
4.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah realisasi PAD, DAU,
DBH, DAK, SiLPA dan Belanja Modal daerah dalam LKPD kabupaten/kota di
Sumatera Utara. Data ini juga dapat diakses langsung melalui situs web resmi
Badan Pusat Statistik Sumatera Utara yang beralamat di
Data untuk Luas Wilayah bersumber dari Kementerian Dalam Negeri yang
beralamat
Data tersebut merupakan kombinasi dari data runtut waktu (time-series)
yaitu data yang secara kronologis disusun menurut waktu pada suatu variabel
tertentu dan secara silang tempat (cross-section) yang dikumpulkan pada suatu
titik waktu (Lubis, 2012) yang disebut dengan pooling data dengan combined
model.
Data SiLPA menggunakan realisasi SILPA tahun sebelumnya (2010 -
2011), sedangkan data PAD, DAU, DBH, DAK dan Belanja Modal menggunakan
realisasi anggaran tahun 2011 - 2012. Penelitian ini menggunakan data yang
diambil dari 26 daerah kabupaten dan kota (section) selama periode waktu 2 tahun
(series) yaitu tahun 2011- 2012. Sehingga jumlah seluruh unit analisis sebanyak
52 unit.
4.5 Defenisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel
Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk aset tetap berwujud yang
memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi untuk digunakan dalam
kegiatan pemerintah. Indikator yang digunakan untuk variabel ini adalah Realisasi
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan daerah dari sektor pajak
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain Pendapatan Asli Daerah. Indikator
yang digunakan untuk variabel ini adalah Realisasi PAD tahun 2010-2011 dan
menggunakan skala pengukuran rasio.
Dana Alokasi Umum (DAU) dialokasikan dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi. Indikator yang digunakan untuk variabel ini
adalah Realisasi DAU tahun 2011-2012 dan menggunakan skala pengukuran
rasio.
Dana Bagi hasil (DBH) merupakan pendapatan yang diperoleh dari
sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah berupa pajak dan sumber-sumber daya alam.
Indikator yang digunakan untuk variabel ini adalah Realisasi DBH tahun
2011-212 dan menggunakan skala pengukuran rasio.
Luas Wilayah ialah besarnya lingkungan daerah dan memiliki batas dengan
daerah lain. Indikator yang digunakan untuk variabel ini adalah Luas Wilayah
Pemkab/Pemko Sumatera Utara Tahun 2013 dan menggunakan skala pengukuran
rasio.
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) merupakan penerimaan daerah
yang berasal dari sisa kas tahun anggaran sebelumnya. Indikator yang digunakan
pada variabel ini adalah Realisasi SiLPA tahun 2010-2011 dan menggunakan
skala pengukuran rasio.
Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana yang bersumber dari
membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai
dengan prioritas nasional. Indikator yang digunakan untuk variabel ini adalah
Realisasi DAK tahun 2011-2012 dan menggunakan skala pengukuran rasio.
Dari uraian di atas maka Defenisi Operasinal Variabel, indikator dan skala
ukur yang dipergunakan dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini:
Tabel 4.2
Defenisi Operasional Variabel
Variabel Defenisi Operasional Indikator Skala
Ukur Variabel Dependen
Belanja Modal (Y)
Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk aset tetap berwujud yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah
Realisasi Belanja Modal tahun 2011 – 2012 Rasio Variabel Independen Pendapatan Asli Daerah (PAD) (X1)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain Pendapatan Asli Daerah Realisasi PAD tahun 2011-2012 Rasio Dana Alokasi Umum (DAU) (X2)
Dana Alokasi Umum (DAU) dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi
Realisasi DAU tahun 2011-2012
Rasio
Dana Bagi Hasil (DBH) (X3)
Dana Bagi hasil (DBH) merupakan pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah berupa pajak dan sumber daya alam
Realisasi DBH tahun 2011-2012 Rasio Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) (X4)
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran merupakan penerimaan daerah yang berasal dari sisa kas tahun anggaran sebelumnya
Realisasi SiLPA tahun 2010-2011 Rasio Luas Wilayah (X5)
Luas Wilayah ialah besarnya lingkungan daerah dan memiliki batas dengan daerah lain Luas wilayah Pemkab/Pemko Sumut Tahun 2013