• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMK Negeri 1 Kalasan

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Penelitian yang telah dilakukan di SMK Negeri 1 Kalasan menitik beratkan untuk mengetahui pola makan dan status gizi siswa progam keahlian jasa boga. Hal ini dilakukan karena melihat kurang bervariasinya makanan

80

dilingkungan sekolah, terutama di unit progam keahlian jasa boga. Adapun penjelasan pola makan dan status gizi siswa progam keahlian jasa boga di SMK Negeri 1 Kalasan adalah:

1. Pola Makan

Pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang dalam memilih makanan dan mengkonsumsi makanan tersebut sebagai reaksi fisiologis, psikologis, budaya, dan sosial. Pola makan terhadap suatu bahan pangan dapat diamati dengan menggunakan metode pengukuran seperti metode pengukuran kuantitatif dan kualitatif.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian di SMK Negeri 1 Kalasan menggunakan metode survey dengan anasilis deskriptip. Metode tersebut menggunakan bantuan formulir food frequensi. Pada formulir food frequensi yang digunakan pada penelitian ini, terdapat 58 pilihan bahan makanan yang harus dipilih oeh responden. Setiap bahan makanan terdapat kategori frekuensi selama periode tertentu, yaitu >1x/hari, 1x/hari, 4-6x/minggu, 1-3x/minggu, 1x/bulan, dan 1x/tahun. Responden harus memilih salah satu kategori frekuensi dari setiap bahan makanan. Hal ini harus dilakukan oleh responden, supaya peneliti dapat mengetahui pola makan siswa progam keahlian jasa boga di SMK N 1 Kalasan.

Formulir food frequensi pada penelitian ini dapat menunjukkann frekuensi makan setiap bahan yang ada dalam daftar formulir food frequensi. Dari 10 kelompok bahan makanan dengan total 58 bahan makanan yang ada dalam formulir food frequensi, dapat disimpulkan pola makan yang paling sering dikonsumsi adalah:

81

Tabel 23. Pola Makan Dilihat Dari Yang Paling Banyak Dikonsumsi

Makanan Pokok Lauk Sayuran Buah-buahan Hewani Nabati

1. Nasi 1. Telur ayam 1. Tahu 1. Wortel 1. Pisang

2. Roti 2. Ayam 2. Tempe 2. Buncis 2. Pepaya

Camilan kering

Camilan Basah Makanan

Tinggi Gula

Minuman Jajanan

1. Terigu 1. Gorengan 1. Permen 1. Air Mineral 1. Sosis 2. Umbi 2. Jajanan pasar 2. Coklat 2. Soft Drink 2. Mie instan

Produk Susu dan Olahannya

1. Susu kental manis 2. Eskrim

Berdasarkan hasil penilitian yang dapat dilihat dari tabel diatas mengenai pola makan makanan pokok adalah nasi dan roti. Hal ini mengingat bahwa nasi merupakan makanan utama pokok khas Indonesia, dan roti merupakan salah satu menu yang ada dikantin sekolah, sehingga siswa cenderung memiliki keinginan untuk mengkonsumsinya. Pola makan bahan makanan lauk hewani adalah telur ayam dan ayam. Telur ayam paling banyak disukai, karena pada kantin sekolah menjual menu mie, dan telur ayam merupakan lauk pauk hewani yang melengkapi menu mie. Sedangkan ayam menjadi nomor kedua lauk pauk hewani yang disukai, hal ini dikarenakan ayam merupakan lauk pauk hewani yang melengkapi menu soto, dan soto merupakan salah satu menu yang ada dikantin sekolah serta siswa sering mengkonsumsinya karena penyajian cepat dan harganya terjangkau. Melihat keadaan lingkungan kantin SMK pada progam keahlian jasa boga, dapat dikatakan bahwa pola makan siswa cenderung mengarah kelauk pauk hewani telur ayam dan ayam.

Pola makan bahan makanan lauk hewani adalah telur ayam dan ayam. Pesan Pedoman Gizi Seimbang (PGS) (Anonim, 2014) yaitu biasakan

82

mengkonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi. Siswa Progam Keahlian Jasa Boga cukup sering mengkonsumsi telur ayam sehingga asupan protein hewani sudah terpenuhi namun belum beragam karena kurang mengkonsumsi sumber protein hewani yang lain.

Hasil penelitian pola makan lauk nabati adalah tempe dan tahu Selain itu, berdasarkan pengamatan tahu dan tempe mudah didapat, harganya terjangkau, dan banyak dijumpai dilingkungan SMK progam keahlian jasa boga di SMK N 1 Kalasan dimulai dari kantin sekolah, warung makan diluar lingkungan sekolah, angkringan, dan penjual jajanan pasar disamping sekolah.

Hasil penelitian pola makan sayur-sayurran adalah wortel dan buncis. Hal ini dikarenakan wortel merupakan sayuran yang bermanfaat untuk menjaga kesehatan mata dan dapat menangkal radikal bebas. Widianti, (2010: 77). Selain itu wortel merupakan komponen bahan pelengkap menu soto yang ada dikantin sekolah. Sayuran buncis merupakan urutan kedua, hal ini dikarenakan buncis merupakan sayuran hijau dan sayuran hijau merupakan sayuran yang paling umum dikonsumsi. Menurut Sunita Almatsier (2012: 46), sayuran berwarna hijau merupakan pangan sumber Fe nabati dan vitamin C.

Hasil penelitian selanjutnya mengenai bahan makanan buah-buahan. Pola makan terhadap buah yang paling sering dikonsumsi adalah buah pisang dan pepaya. Berdasarkan pengamatan peneliti buah pisang dan pepaya mudah didapat dan harganya tidak mahal serta tidak merupakan buah musiman. Selain itu menu dikantin sekolah terdapat roti pisang. Berdasarkan data siswa Progam Keahlian Jasa Boga belum tercukupi asupan vitamin dan mineral dari buah-buahan

83

dikarenakan siswa tidak suka makan buah, padahal anjuran konsumsi buah menurut PGS yaitu sebanyak 200-300 gr atau 2-3 potong sehari (Anonim, 2014). Sehingga dapat dikatakan pola makan siswa pada buah-buahan cenderung mengarah kebuah pisang dan papaya.

Hasil penelitian mengenai pola makan camilan kering yang disukai adalah camilan kering dari terigu dan umbi. Berdasarkan pengamatan, dikantin sekolah meyediakan snak ringan yang berasal dari terigu dan umbi. Selain itu camilan kering dari terigu dan umbi banyak ditemukan dipasaran, sehingga pola makan camilan kering siswa progam keahlian jasa boga mengarah kecamilan dari terigu dan umbi. Selanjutnya hasil penelitian mengenai pola makan camilan basah. Pola makan camilan basah siswa SMK adalah gorengan dan jajanan pasar. Gorengan merupakan makanan yang mudah didapat dan harganya terajangkau. Selain itu, kantin sekolah, warung makan didepan sekolah, serta angkringan disamping sekolah juga menyediakan aneka gorengan seperti mendoan, bakwan, dan sebagainya. Jajanan pasar juga makanan yang mudah didapat oleh siswa progam keahlian jasa boga, dikarenakan samping sekolah siswa SMK progam Keahlian jasa boga juga terdapat penjual aneka jajanan pasar. Sehingga dapat dikatakan pola makan camilan basah siswa progam keahlian jasa boga adalah gorengan dan jajanan pasar.

Hasil penelitian pola makan makanan tinggi gula adalah permen dan coklat. Berdasarkan pengamatan peneliti permen dan coklat merupakan makanan yang mudah didapat. Hampir setiap kantin menjual permen dan coklat, khususnya kantin progam keahlian jasa boga di SMK Negeri 1 Kalasan.

84

Hasil penelitian pola minuman adalah air mineral dan soft drink. Hal ini membuktikan bahwa air mineral merupakan komponen terbesar yang dibutuhkan tubuh. Kadar air dalam tubuh bervariasi tergantung dengan usia, misalnya pada bayi terdapat 80 persen air, pada orang dewasa sebesar 60 persen dan pada usia lanjut atau di atas 65 tahun sebesar 50 persen. Sekitar 80% tubuh manusia terdiri dari air. Otak dan darah adalah dua organ penting yang memiliki kadar air di atas 80%. Otak memiliki komponen air sebanyak 90%, sementara darah memiliki komponen air 95%. Sedikitnya, secara normal kita butuh 2 liter sehari atau 8 gelas sehari. Bagi perokok jumlah tersebut harus ditambah setengahnya. Air tersebut diperlukan untuk mengganti cairan yang keluar dari tubuh lewat air seni, keringat, pernapasan, dan sekresi. Para dokter juga menyarankan agar mengonsumsi air putih 8-10 gelas setiap hari agar metabolisme tubuh berjalan baik dan normal (kompasiana, 2013: 1).

Hasil penelitian pola makan jajanan adalah sosis dan mie instan. Berdasarkan pengamatan peneliti sosis dan mie instan mudah didapat dipasaran, angkringan serta harga yang tidak mahal. Sosis merupakan salah satu jajanan yang dijual diluar lingkungan sekolah dan siswa sering mengkonsumsi karena rasa yang tidak mengecewakan. Mie instan merupakan menu yang mudah dijumpai siswa progam keahlian jasa boga di SMK Negeri 1 Kalasan, dikarenakan kantin sekolah menyediakannya.

Hasil penelitian pola makan produk susu dan olahannya adalah susu kental manis dan eskrim. Berdasarkan pengamatan peneliti susu kental manis dan eskrim mudah didapat dipasaran dan toko kelontong. Selain itu kantin sekolah juga

85

menyediakan susu kental manis. Sehingga pola makan siswa progam keahlian mengarah kesusu kental manis dan eskrim.

2. Status Gizi

Status gizi merupakan manifestasi keadaan tubuh yang dapat mencerminkan hasil dari makanan yang dikonsumsi setiap hari. Konsumsi makanan yang tidak memenuhi kecukupan akan mengakibatkan terjadinya kekuranga gizi. Metode untuk menentukan status gizi siswa progam keahlian jasa boga di SMK Negeri 1 Kalasan adalah menggunakan penilaian antropometri. Penilaian antropometri adalah penilaian yang berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain: berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak dibawah kulit. Indeks Penilaian antropometri yang digunakan pada penelitian ini menggunakan indeks Masa Tubuh. Indeks Masa Tubuh merupakan pengukuran yang melibatkan berat badan dan tinggi badan.

Setelah melakukan pengukuran dengan IMT, selanjutnya hasil IMT dipadukan dengan standar Indeks Masa Tubuh menurut umur dan digolongkan menjadi sangat kurus (<-3 SD), kurus (-3 SD s/d < -2 SD), normal (-2 SD s/d 1 SD), gemukGemuk (>1 SD s/d 2 SD), serta obesitas (> 2 SD). Status gizi sangat penting diketahui supaya dapat mengetahui penyebab seseorang yang gemuk, kurus dan normal. Ada beberapa metode dalam mengetahui status gizi seseorang, misalnya metode antropometri yang digunakanan pada penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 0 responden dinyatakan sangat kurus, 4 responden

86

dinyatakan kurus (3%), 115 responden dinyatakan normal (90,5%), 7 responden dinyatakan gemuk (5,5%), 1 responden dinyatakan obesitas (1%).

Status gizi baik atau tidak sangat tergantung dengan individu masing-masing. Setiap individu harus memperhatikan IMT/pengukuran berat badan dibagi dengan tinggi badan kuadrat dalam meter. Status gizi seseorang dapat dikatakan kurus, sangat kurus, normal, gemuk, dan obesitas, karena ada faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi. Berdasarkan penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi sangat kurus dinyatakan 0. Faktor yang mempengaruhi Status gizi kurus meliputi yang pertama pola makan yang sering dikonsumsi adalah (nasi, camilan kering dari terigu, gorengan, permen, air mineral), aktivitas fisik (3 ringan 2,36%, 1 sedang 0,78%, dan 0 berat 0%), kedua jenis kelamin terdiri dari remaja (putri (3,26%) dan putra (0,78%)), usia terdiri dari 16 tahun (1,57%) dan 18 (1,57%), ketiga status social ekonomi dilihat pekerjaan orang tua adalah swasta (0,78%), pedagang (1,57%), dan buruh (0,78%).

Berdasarkan data dapat bahwa status gizi kurang sebagian besar aktivitas fisik tergolong pada ringan. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Darmadi (2012: 88) yang menyatakan semakin rendah aktivitas fisik, maka semakin besar resiko kejadian status gizi lebih. Remaja yang kurang melakukan aktivitas fisik sehari-hari, menyebabkan tubuhnya kurang mengeluarkan energy, sehingga mudah mengalami kegemukan bukan kurus. Selain itu, jenis kelamin juga menjadi faktor yang mempengaruhi status gizi. Jenis kelamin pada status gizi kurang pada penilitian ini menunjukkan adanya keseimbangan antara putra dan putri. Seharusnya ada perbedaam antara putra dan puti karena Kebutuhan gizi pada

87

pria lebih besar dibandingkan wanita sehingga porsi tiap kali makan porsinya lebih banyak. Pada wanita konsep citra tubuh sangat penting sehingga banyak dari mereka yang menunda makan bahkan mengurangi porsi makannya dari yang dianjurkan agar tampak sempurna postur tubuhnya (Barker, 2005: 77). Status social ekonomi pada gizi kurang menunjukkan sebagian besar pembatasan pada sedang keatas. Pendapatan keluarga berhubungan erat dengan gizi dan kesehatan, dimana peningkatan pendapatan akan memperbaiki status gizi dan kesehatan anggota keluarga. Rendahnya pendapatan merupakan kendala yang menyebabkan orang tidak mampu membeli, memilih pangan yang bermutu gizi baik dan beragam (Dieny, 2014: 66). Hal ini berarti bahwa pendapatan keluarga yang baik, kebanyakan status gizi anak juga baik. Sebaliknya, pendapatan keluarga yang kurang kebanyakan status gizi anak kurang atau buruk (Adnani, 2011: 45).

Faktor yang mempengaruhi Kategori status gizi normal meliputi pertama pola makan yang sering dikonsumsi adalah (nasi, telur ayam, tahu, wortel, pisang, camilan kering dari terigu, gorengan, permen, air mineral, sosis, susu kental manis), kedua aktivitas fisik (106 ringan 83,46%, 9 sedang 7%, dan 2 berat 1,57%), jenis kelamin terdiri dari dari remaja (putri (81,1%) dan putra (9,5%)), usia terdiri dari 15 tahun (11%), 16 tahun (18,89%), 17 tahun (20%), 18 tahun (29,92%), 19 tahun (10%), dan 20 tahun (1%), ketiga status social ekonomi dilihat pekerjaan orang tua adalah buruh (51,18%), Tani (7,87%), petani (0,78%), Pedagang (1,57%), Swasta (21,26%), Wiraswasta (1,57%), IRT (0,78%), PNS (3,15%), POLRI (0,78%), dan Pensiunan (0,78%)).

88

Jadi, dapat dijelaskan bahwa semakin ringan aktivitas seseorang, maka tingkat terjadinya berat badan berlebih semakin tinggi. Hasil penelitian ini menunjukan semakin ringan aktivitas fisik maka status gizinya normal atau kurus dan sejalan dengan penelitian Wulan Savitri (2015) dimana tidak ada hubungan aktifitas fisik dengan status gizi menyatakan bahwa semakin ringan aktifitas fisik seseorang maka mempunyai status gizi kurang. Selanjutnya, faktor social ekonomi dilihat dari pendapatan orang tua menunjukan bahwa mayoritas terletak pada kondisi rendah. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Carolina, dkk. (2016: 76) yang menyatakan semakin tinggi tingkat pendapatan maka banyak pilihan dalam menentukan pola konsumsi sehingga akan mempengaruhi kondisi gizi yang baik.

Berdasarkan data penelitian faktor yang mempengaruhi Kategori status gizi gemuk meliputi pertama pola makan, aktivitas fisik (6 ringan 4,7%, 1 sedang 0,78%, dan 0 berat 0%), kedua jenis kelamin terdiri dari dari remaja remaja putri (5,51%), usia terdiri dari 16 tahun (2%), 17 tahun (1,57%), 18 tahun (1,57%), ketiga status social ekonomi dilihat pekerjaan orang tua adalah adalah buruh (1,57%), swasta (1,57%), wiraswasta (0,78%), IRT (0,78%), dan PNS (0,78%).

Berdasarkan data penelitian faktor yang mempengaruhi Kategori status gizi obesitas meliputi pertama pola makan (nasi, telur ayam, buncis, papaya, camilan dari terigu, gorengan, coklat, air mineral, keju, mie ayam, dan tahu), aktivitas fisik (1 ringan 0,78%,0 sedang 0%, dan 0 berat 0%), kedua jenis kelamin terdiri dari dari remaja remaja putri (0,78%), usia terdiri dari 18 tahun (1%),

89

ketiga status social ekonomi dilihat pekerjaan orang tua adalah pensiunan (0,78%).

Pada status gizi gemuk dan obesitas dapat dijelaskan aktivitas fisik sesuai dengan teori bahwa semakin ringan aktivitas fisik maka semakin tinggi resiko terjadinya obesitas. Hal ini tidak akan berlaku jika dilihat dari proporsi jumlah keseluruhan dimana tingkat presentase yang tinggi pada aktivitas ringan untuk status gizi kurus dan normal, hal ini sejalan dengan kondisi social ekonomi.

Deskripsi mengenai status gizi kurus, normal, gemuk, dan obesitas, dapat ditarik kesamaan bahwa pola makan yang sering dikonsumsi adalah nasi, telur ayam, wortel, pisang, air mineral, sosis, tahu, susu kental manis, camilan dari terigu, dan gorengan. Usia siswa tidak adanya hubungan yang mempengaruhi status gizi, hal ini terlihat masing-masing kategori status gizi terdapat distribusi usia yang sama yaitu antara 16-20 tahun. Selanjutnya mengenai jenis kelamin menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan dengan status gizi. Hal ini terlihat bahwa sebagian besar yang mempunyai berat badan kurus atau gemuk adalah siswa perempuan dan tidak sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pemepuan lebih berhati-hati dalam mengatur porsi makan karena memperhatikan bentuk tubuh Barket (2005).

Aktivitas fisik dan pendapatan orang tua juga tidak ada hubungan dengan status gizi. Hasil mengenai pendapatan tidak sesuai dengan penelitian Carolina (2016) menyatakan bahwa semakin besar pendapatan maka semakin banyak pilihan konsumsi pangan sehingga menyebabkan status gizi baik. Hasil faktor aktifitas fisik sejalan dengan hasil penelitian Wulan Savitri (2015: 89) dimana

90

tidak ada hubungan aktifitas fisik dengan status gizi menyatakan bahwa semakin ringan aktifitas fisik seseorang maka mempunyai status gizi kurang.

91

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait