• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertemuan III Pertemuan IV 9 Memberi kesempatan kepada

4. Kemampuan Siswa Memeriksa Hasil Pemecahan Masalah

4.3. Pembahasan Hasil Penelitian

Dengan menerapkan model pembelajaran problem based learning dalam pembelajaran ini, dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa khususnya pada materi pokok persamaan kuadrat. Hal ini didasari pada pelaksanaan tes kemampuan pemecahan masalah yang dilaksanakan di kelas X TKJ. Berdasarkan hasil analisis penelitian setelah diberikan tindakan pada siklus I yakni pada tes kemampuan pemecahan masalah I terdapat 22 siswa (51,16%) yang mencapai ketuntasan belajar klasikal (memperoleh kategori pemecahan masalah matematika > kategori rendah) dengan rata-rata kelas 59,18, Hasil analisis setelah diberikan tindakan siklus II yakni pada tes kemampuan pemecahan masalah II terdapat 37 siswa (86,04%) yang mencapai ketuntasan belajar klasikal (memperoleh kategori sedang) dengan rata-rata kelas 79,04%.

Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa siswa mengalami peningkatan rata-rata yakni dari siklus I 59,18 menjadi 79,04 pada siklus II. Demikian pula tingkat ketuntasan belajar klasikal meningkat yaitu siklus I 51,16% menjadi 86,04% pada siklus II.

Tabel 4.14. Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa Setiap Siklus Tingkat

Penguasaan

Tingkat Kemampuan

Tes

Diagnostik Siklus I Siklus II 90≤skor≤100 Sangat Tinggi 0 1 4

80≤skor≤90 Tinggi 1 1 25 65≤skor≤80 Sedang 1 20 9 55≤skor≤65 Rendah 9 4 3 0≤skor≤55 Sangat Rendah 32 17 2

43 43 43

Rata-rata kelas 43,69 59,18 79,04 Persentase ketuntasan klasikal 4,65% 51,16% 86,04%

Persentase yang tidak tuntas 95,34% 48,83% 13,95% Hasil selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4.6. Deskripsi Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Setiap Siklus

Penggunaan model pembelajaran problem based learning dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa ditandainya dengan meningkatnya kemampuan pemecahan masalah siswa. Sebelum pemberian tindakan I pada Siklus I, siswa terlebih dahulu diberikan tes awal yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana taraf penguasaan dan pengetahuan siswa

0 5 10 15 20 25 30 35

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

Jumlah Siswa

Tingkat Kemampuan Siswa

Tes Awal TKPM I TKPM II

terhadap materi prasyarat faktorisasi aljabar. Dari tes awal diperoleh bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih sangat rendah. Dari tes awal diperoleh 2 siswa (4.65%) yang mengikuti tes mencapai ketuntasan belajar klasikal nilainya≥ 70 sedangkan 41 siswa lainnya (95,34%) belum tuntas.

Setelah siklus I dilakukan, terjadi peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematiika siswa. Dari pemberian tes awal diperoleh peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa dalam menyelesaikan soal–soal persamaan kuadrat yakni dari 4,65% menjadi 51,16%. Hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika I diperoleh 22 siswa dari 43 siswa (51,16%) telah mencapai ketuntasan belajar klasikal (nilai ≥ 70) sedangkan 21 siswa lainnya (48,83% ) belum tuntas. Nilai rata–rata kelas yang diperoleh 59,18.

Setelah siklus II dilakukan, terjadi peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Dari pemberian tes kemampuan pemecahan masalah matematika II diperoleh bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa mengalami peningkatan ketuntasan belajar sebesar 34,88% yakni dari 51,16% menjadi 86,04%. Nilai rata–rata kelas yang diperoleh adalah 79,04.

Penelitian ini menunjukkan bahwa penyampaian materi pelajaran pada persamaan kuadrat dapat diupayakan berhasil dengan menggunakan penerapan model pembelajaran problem based learning. Dengan demikian model pembelajaran problem based learning mempunyai peranan penting sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Sebelum pemberian tindakan, peneliti memberikan tes awal untuk melihat tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika. Dari hasil tes diperoleh bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika masih rendah dan siswa mengalami kesulitan terhadap kemampuan dalam memecahkan masalah dari materi persamaan kuadrat, dengan melalui pengajaran model Problem Based Learning, kemampuan pemecahan masalah matematika siswa tersebut dapat ditingkatkan.

Untuk memperkuat hasil penelitian, peneliti membandingkan dengan penelitian terdahulu yang relevan yaitu :

• Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Marina Ratur Harahap yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Nurhasanah Medan.

Dimana rata-rata nilai tes awal siswa diperoleh 38,2%, tes kemampuan pemecahan masalah matematika siklus I 72,3%, dan siklus II 88,2%. Ini menunjukkan bahwa penelitian terdahulu dan penelitian yang dilakukan peneliti relevan yaitu adanya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika dengan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning.

• Mega Uli Tambunan yang berjudul Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning di Kelas VIII SMP Negeri 2 Kuala Tahun Pelajaran 2009/2010.

Pada siklus I (69,05%) dan pada siklus II (85,71%) dari seluruh siswa telah mencapai tingkat ketuntasan belajar. Dengan demikian dapat dikatakan kelas tersebut telah tuntas belajar, karena terdapat

85% siswa yang memiliki tingkat kemampuan pemecahan masalah sedang.

Dari temuan penelitian yang relevan di atas, peneliti menyimpulkan hasil penelitian terdahulu pada pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning memiliki kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik daripada sebelum dilaksanakan proses pembelajaran. Hasil temuan peneliti yang relevan tersebut menguatkan temuan peneliti bahwa dengan model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika di kelas X TKJ SMK Swasta PAB 9 Sampali. Proses belajar siswa lebih aktif dan bermakna, dimana dengan model Problem Based Learning, siswa dituntut untuk dapat menemukan sendiri konsep dari materi yang sedang dipelajari. Sedangkan guru hanya memberikan sedikit bantuan kepada siswa dalam menemukan konsep itu.

Namun dalam pelaksanaan penelitian, peneliti menemukan banyak kelemahan-kelemahan sehingga dengan model pembelajaran problem based

learning, tidak menjadikan seluruh siswa memperoleh nilai yang tinggi. Adapun kelemahan peneliti selama pembelajaran berlangsung, antara lain:

1. Waktu yang digunakan pada saat penelitian ini relatif singkat, sedangkan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran problem based learning membutuhkan waktu yang lama.

2. Lingkungan kelas yang tidak mendukung terutama dari siswanya yang sulit memahami pembelajaran yang dimaksudkan peneliti.

3. Dalam menjalankan diskusi kelompok, ada kalanya beberapa siswa yang menyempatkan waktu untuk bermain-main. Tidak menjalankan diskusi kelompok dengan benar-benar memecahkan masalah yang diberikan guru. 4. Karakteristik siswa yang berada di kelas sangat beragam dengan kemampuan

yang berbeda, keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat dan bertanya yang rendah. Hal ini berpengaruh pada kegiatan siswa.

Dengan demikian peneliti akan memperbaiki semua kekurangan atau kelemahan peneliti dalam penelitian selanjutnya sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih baik lagi.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait