• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

4.2 Pembahasan

4.2.2 Pembahasan Hasil Wawancara dengan Guru

Wawancara terhadap guru bahasa bertujuan untuk memperoleh data

berupa pelaksanaan pendidikan karakter di SMP Bopkri 2 Yogyakarta.

Peneliti mengajukan 5 pertanyaan yang telah dijawab oleh guru. Hasil

Guru bahasa Indonesia di SMP Bopkri 2 Yogyakarta belum

memperkenalkan pendidikan karakter kepada siswa-siswanya. Perkenalan

pendidikan karakter itu penting karena guru telah mendapat sosialisasi dari

Departemen Pendidikan Nasional sejak awal tahun ajaran 2011/2012. Selain

itu, guru juga belum mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam

pembelajaran berbicara bahasa Indonesia. Sampai akhir semester 2 tahun

ajaran 2011/2012, guru masih mempersiapkan diri untuk mengintegrasikan

pendidikan karakter ke dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Namun,

persiapan tersebut belum dilaksanakan secara maksimal oleh guru karena

masih berupa niat.

Menurut Direktorat Pembinaan SMP (2011) Pendidikan Karakter di

sekolah adalah upaya yang terencana untuk memfasilitasi peserta didik

mengenal, peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai karakter secara terintegrasi

dalam proses pembelajaran semua mata pelajaran, kegiatan pembinaan

kesiswaan, dan pengelolaan sekolah pada semua bidang urusan. Oleh karena

itu, guru diberi kesempatan untuk mengupayakan dan merencanakan agar

siswa mengenal, peduli akan nilai-nilai karakter yang diharapkan tertanam

dalam diri siswa.

Kurikulum yang digunakan sekolah sebagai acuan adalah Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh

masing-masing satuan pendidikan. Artinya, KTSP juga memberikan kesempatan

masing-masing sekolah. Dengan demikian, guru sebenarnya memiliki ruang yang luas

untuk mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam pembelajaran berbicara

bahasa Indonesia.

Penanaman nilai-nilai karakter (khusus dari pemerintah) memang

belum pernah dilakukan oleh guru bahasa Indonesia secara spesifik. Menurut

guru bahasa Indonesia SMP Bopkri 2 Yogyakarta, pembelajaran bahasa dan

sastra Indonesia sudah mengandung nilai-nilai kehidupan karena dalam

karya-karya sastra banyak pula memuat nilai-nilai kehidupan yang dapat dipahami

oleh siswa. Selain belum pernah menanamkan nilai karakter secara spesifik,

guru juga hanya terbatas pada memberi penjelasan atau nasehat tentang

nilai-nilai kehidupan. Jika hanya pada taraf memberikan penjelasan atau

menasehati, nilai-nilai karakter belum mampu tertanam ke dalam diri siswa.

Piaget (Suparno, 2001: 141) mengatakan bahwa pengetahuan itu

dibentuk sendiri oleh siswa dalam berhadapan dengan lingkungan atau obyek

yang sedang dipelajarinya. Piaget (Suparno, 2001: 142) membedakan tiga

macam pengetahuan, yaitu pengetahuan fisis, matematis logis, dan sosial.

Pengetahuan fisis dikonstruksi melalui tindakan siswa terhadap obyek fisis

secara langsung. Pengetahuan matematis logis dibentuk dengan tindakan

siswa terhadap obyek secara tidak langsung, yaitu dengan pemikiran operatif.

Pengetahuan sosial dibentuk dengan pengalaman siswa terhadap orang lain

atau lingkungan sosial. Oleh karena itu, kegiatan belajar harus memungkinkan

siswa mengalami berbagai pengalaman itu dan bertindak terhadap

Berdasarkan teori pembentukan pengetahuan Piaget tersebut,

pengetahuan itu terbentuk dari tindakan siswa dan pengalaman. Oleh karena

itu, penanaman nilai-nilai karakter tidak boleh hanya sekedar nasehat. Siswa

perlu diberi peluang untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai

karakter sehingga siswa memperoleh sendiri pengalaman bertindak sesuai

nilai-nilai karakter tersebut.

Metode yang digunakan guru dalam pembelajaran berbicara bahasa

Indonesia lebih menekanan pada kegiatan siswa, yaitu student centered. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpraktik langsung, misalnya

kegiatan membacakan berita dan mewawancarai seorang narasumber. Hal

tersebut sejalan dengan pernyataan Mulgrave bahwa kegiatan berbicara tidak

hanya sekedar mengucapkan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara adalah

suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta

dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pendengar (Mulgrave, 1954: 3—4 via

Tarigan: 1985: 15). Oleh karena itu, siswa diberi kesempatan untuk

mengkomunikasikan gagasannya sesuai dengan keadaan yang diinginkan.

Metode yang digunakan oleh Guru tersebut sejalan dengan teori

pengetahuan Piaget. Teori pengetahuan Piaget (dalam Suparno, 2001: 143)

menekankan pentingnya kegiatan seorang siswa yang aktif dalam

mengkonstruksi pengetahuan. Untuk mewujudkannya, susunan kurikulum,

bahan, cara, dan metode pengajaran yang dipilih harus membawa siswa untuk

aktif dalam proses belajar. Metode pengajaran harus memberikan kebebasan

Susunan kurikulum yang digunakan di SMP Bopkri 2 Yogyakarta,

yaitu KTSP. Kurikulum tersebut sudah memberikan wewenang kepada pihak

sekolah untuk mengembangkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing

sekolah. Metode pengajaran yang digunakan guru bahasa Indonesia SMP

Bopkri 2 Yogyakarta juga telah memberikan kebebasan siswa untuk praktik

langsung menggunakan bahasa Indonesia. Namun, bahan yang digunakan oleh

guru untuk pembelajaran di kelas hanya mengambil dari buku paket yang

disediakan sekolah dan yang dimiliki oleh guru. Apabila bahan dalam buku

paket tersebut belum menekankan pada kebebasan siswa untuk berpraktik

langsung, pembelajaran pun juga belum menekankan pada student centered. Oleh karena itu, dibutuhkan keikutsertaan dan kepedulian guru untuk mencari

bahan-bahan baru untuk setiap materi pembelajaran berbicara bahasa

Indonesia agar pembelajaran menjadi benar-benar berpusat pada siswa.

Pengintegrasian pendidikan karakter ke dalam pembelajaran berbicara

bahasa Indonesia dilakukan dengan cara memasukkan nilai-nilai ke dalam

bahan-bahan atau materi yang digunakan dalam pembelajaran. Oleh karena

itu, guru harus jeli untuk memilih bahan dan materi yang sesuai dengan

nilai-nilai karakter. Guru bahasa Indonesia SMP Bopkri 2 Yogyakarta belum

pernah mencari bahan dan materi yang memuat nilai-nilai karakter karena

(seperti yang disebutkan di atas) guru hanya mengambil materi dan bahan dari

buku paket, dimana buku paket belum memuat nilai-nilai karakter. Dengan

terintegrasi pendidikan karakter sebagai pendamping buku paket yang dimiliki

siswa dan guru.

Kesimpulannya, guru bahasa Indonesia SMP Bopkri 2 Yogyakarta

belum mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam pembelajaran

berbicara bahasa Indonesia. Pengintegrasian pendidikan karakter belum

dilaksanakan sehingga bahan dan materi yang digunakan dalam pembelajaran

berbicara bahasa Indonesia belum memuat nilai-nilai karakter. Selain itu, cara

guru menanamkan beberapa nilai-nilai kehidupan masih sebatas menasehati

atau menjelaskan kepada siswa. Guru belum memberikan kesempatan kepada

siswa untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang akan ditanamkan.

Namun, metode yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran berbicara

bahasa Indonesia telah memberikan kesempatan untuk berpraktik langsung

berbicara dengan bahasa Indonesia.

Dokumen terkait