• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada umumnya anak mempunyai risiko terkena karies. Risiko karies bervariasi pada setiap individu tergantung pada keseimbangan faktor pencetus dan penghambat terjadinya karies. Risiko karies dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu risiko karies tinggi, sedang, dan rendah. Menurut American Academy of Pediatric Dentistry, penilaian risiko karies pada anak berdasarkan atas tiga bagian besar indikator karies yaitu: kondisi klinis, karakteristik lingkungan, dan kondisi kesehatan umum. Kondisi klinis yang merupakan indikator risiko karies salah satunya adalah keadaan saliva dari individu.27 Saliva merupakan cairan mukosa mulut yang sangat berperan dalam kehidupan manusia. Sejak erupsi, gigi langsung berhubungan dengan saliva, dalam beberapa menit akan melekat protein saliva yang dikenal dengan glikoprotein atau acquired pellicle pada email gigi, dengan demikian saliva merupakan faktor yang juga sangat berpengaruh dalam proses pencegahan karies gigi.28 Karakteristik saliva yang digunakan untuk melihat faktor risiko karies seseorang antara lain sekresi saliva (volume dan laju aliran saliva) dan buffer saliva yang berpengaruh pada pH saliva.

Pada penelitian ini, variabel pH saliva terbagi dalam tiga kategori, yaitu saliva sehat, asam, dan sangat asam. Anak yang menderita S-ECC paling banyak memiliki pH saliva sangat asam sebesar 86,1% dibandingkan dengan anak yang memiliki pH saliva asam 8,3% dan pH saliva sehat 5,6% (Tabel 4). Penelitian ini menunjukkan ada hubungan bermakna antara pH saliva dengan S-ECC (p=0,001). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pH kritis untuk larutnya enamel sekitar 5,5.

18

7

Teori juga mengatakan rendahnya pH saliva tanpa distimulasi meningkatkan terjadinya karies gigi.29 Penurunan pH yang dihasilkan dari bakteri akan meningkatkan risiko demineralisasi. Ketika pH turun atau suasana rongga mulut menjadi asam, bakteri kariogenik akan tumbuh dengan subur. Jika demineralisasi berkembang, begitu juga yang akan terjadi pada lesi kariesnya. Ketika terjadi penurunan pH, dibutuhkan waktu 30-60 menit untuk mengembalikan pH ke keadaan normal (pH 6,3-7,0).30

Anak non S-ECC paling banyak memiliki pH saliva sehat sebesar 94,4% dibandingkan dengan yang memiliki pH saliva asam 5,6% dan tidak ada yang memiliki pH saliva sangat asam (Tabel 4). Penelitian ini menunjukkan ada hubungan bermakna antara pH saliva dengan non S-ECC (p=0,001). Hasil ini sesuai dengan penelitian Ali di Iran pada anak dengan ECC dan non ECC usia 36-70 bulan bahwa rata-rata pH saliva tanpa distimulasi secara signifikan lebih tinggi pada kelompok anak non ECC (p=0,002). Semakin tinggi rata-rata pH pada kelompok bebas karies tentunya semakin jauh dari pH kritis untuk terjadinya demineralisasi, mungkin ini yang menyebabkan inisiasi karies menjadi lebih sulit daripada kelompok ECC.29

Variabel volume saliva terbagi dalam tiga kategori, yaitu normal, rendah, dan sangat rendah. Anak yang menderita S-ECC paling banyak memiliki volume saliva sangat rendah sebesar 86,1% dibandingkan dengan anak yang memiliki volume saliva rendah 11,1% dan volume saliva normal 2,8%, sedangkan untuk anak non S-ECC paling banyak memiliki volume saliva normal yaitu sebesar 83,4% dibandingkan yang memiliki volume saliva rendah 8,3% dan volume saliva sangat rendah 8,3%. Hasil analisis statistik menunjukkan ada hubungan bermakna volume saliva pada anak dengan S-ECC dan non S-ECC (p=0,001) (Tabel 5). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa volume saliva ditentukan oleh laju aliran saliva, semakin cepat laju aliran saliva, maka semakin banyak volume saliva sebagai cleansing untuk membuang debris dan gula dari rongga mulut sehingga dapat mengurangi keberadaan bakteri asidogenik yang dapat menyebabkan demineralisasi enamel.

23

Variabel laju aliran saliva terbagi dalam tiga kategori, yaitu normal, rendah, dan sangat rendah. Anak yang menderita S-ECC paling banyak memiliki laju aliran saliva sangat rendah yaitu sebesar 86,1% dibandingkan dengan anak yang memiliki laju aliran saliva rendah 11,1% dan laju aliran saliva normal 2,8% (Tabel 6). Penelitian ini menunjukkan ada hubungan bermakna antara laju aliran saliva dengan S-ECC (p=0,001). Hal ini sesuai dengan teori bahwa seseorang yang defisiensi saliva memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya karies. Laju aliran saliva erat hubungannya dengan viskostas saliva. Viskositas saliva yang lebih tinggi akan

menurunkan laju aliran saliva, sehingga didapatkan penumpukan sisa-sisa makanan yang akhirnya dapat menyebabkan karies.7

Anak non S-ECC pada penelitian ini paling banyak memiliki laju aliran saliva normal sebesar 83,4% dibandingkan dengan laju aliran saliva rendah 8,3% dan laju aliran saliva sangat rendah 8,3%. Hasil analisis statistik menunjukkan ada hubungan bermakna antara laju aliran saliva dengan non S-ECC (p=0,001) (Tabel 6). Hasil ini sesuai dengan penelitian Gophinat yang menyimpulkan bahwa peningkatan laju aliran saliva dapat meningkatkan sistem pertahanan rongga mulut dari karies yang parah.

31 Hal ini didukung oleh teori yang mengatakan laju aliran saliva merupakan karakteristik saliva yang penting dalam mempengaruhi proses karies gigi.29 Jika lingkungan rongga mulut tidak menguntungkan (terlalu banyak dan terlalu sering asam dihasilkan), laju aliran saliva yang adekuat dapat membantu menurunkan dan menyangga asam, serta memperlambat kerusakan gigi atau bahkan memperbaiki kerusakan yang ada (remineralisasi). Laju aliran normal saliva membantu melarutkan debris makanan tempat dimana mikroorganisme tumbuh dengan subur.7 Namun hasil analisis statistik penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Abdullah S. Almushayt dkk pada laju aliran saliva anak pra-sekolah dengan S-ECC yang menunjukkan hubungan tidak signifikan (p=0,067).14

Variabel kapasitas buffer saliva terbagi dalam tiga kategori, yaitu kapasitas buffer saliva normal, kapasitas buffer saliva rendah, dan kapasitas buffer saliva sangat rendah. Hasil penelitian ini menunjukkan anak yang menderita S-ECC paling banyak memiliki saliva dengan kapasitas buffer saliva sangat rendah sebesar 88,9% dibandingkan dengan anak yang memiliki kapasitas buffer saliva rendah 8,3% dan kapasitas buffer saliva normal 2,8% (Tabel 7). Ada hubungan bermakna antara kapasitas buffer saliva dengan S-ECC (p=0,001). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Febrina bahwa kapasitas buffer pada anak ECC yang terbanyak adalah pada kategori sangat rendah sebesar 62,43%, kategori rendah 32,98%, dan kategori normal 4,58%. Kapasitas buffer, laju aliran, dan kapasitas remineralisasi saliva diakui sebagai faktor yang mempengaruhi dan mengatur perkembangan karies.

Hal ini kemungkinan dikarenakan perbedaan pada jumlah responden dalam penelitian.

Jika lingkungan rongga mulut seimbang dan menguntungkan, saliva dapat membantu memperkuat gigi dengan menyediakan komponen untuk membangun struktur apatit yang kuat.7

Anak non S-ECC pada penelitian ini paling banyak memiliki saliva dengan kapasitas buffer saliva normal sebesar 83,3% dibandingkan dengan kapasitas buffer saliva rendah 16,7%, dan tidak ada yang memiliki kapasitas buffer saliva sangat rendah. Hasil analisis statistik menunjukkan ada hubungan bermakna antara kapasitas buffer saliva dengan non S-ECC (p=0,001) (Tabel 7). Hasil ini sesuai dengan penelitian Ayyiliath dkk di India pada anak usia 2-5 tahun bahwa terdapat hubungan yang signifikan pada kapasitas buffer saliva antara anak yang S-ECC dan non S-ECC (p=0,035). Anak non S-ECC memiliki rata-rata kapasitas buffer 10,86 ± 1,45 yang termasuk kategori normal.

32

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Ali dan Gholamreza di Iran menunjukkan kapasitas buffer saliva pada kelompok non ECC secara signifikan lebih tinggi daripada kelompok ECC (p=0,002).29 Terlihat anak yang memiliki kapasitas buffer normal memiliki kemampuan mengembalikan keseimbangan pH yang lebih baik sehingga proses demineralisasi terhambat dan karies yang terjadi lebih rendah. Faktor lain yang mempengaruhi kapasitas buffer adalah kandungan saliva yang terdiri dari bikarbonat, fosfat, dan kalsium yang mampu menyangga asam, berdifusi ke dalam plak, menetralisir asam dan memperbaiki enamel yang rusak.29,32 Hasil analisis statistik penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Abdullah S. Almushayt dkk pada kapasitas buffer saliva anak pra-sekolah dengan S-ECC dan non S-ECC yang menunjukkan hubungan tidak signifikan (p=0,750). Hal ini dikarenakan S-ECC merupakan penyakit multifaktorial, selain kapasitas buffer masih ada faktor risiko lain sebagai penyebab S-ECC. Dalam penelitiannya, Abdullah menemukan bahwa jumlah S. mutans dan laktobasilus lebih berperan sebagai faktor risiko karies.

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara usia dengan prevalensi S-ECC dan non S-ECC (p=0,465) (Tabel 8), sesuai dengan penelitian Feldens dkk di Brazil yang menunjukkan tidak ada hubungan antara usia dengan prevalensi S-ECC (p=0,594)

14

8

menyatakan bahwa terjadi peningkatan prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya usia. Semakin meningkatnya usia seseorang maka semakin lama gigi tepapar oleh faktor risiko karies yang menyebabkan risiko terjadinya karies semakin besar.18

Penelitian tentang hubungan jenis kelamin dengan prevalensi S-ECC dan non S-ECC menunjukkan hasil tidak ada hubungan (p=0,098) (Tabel 9). Hasil ini sesuai dengan penelitian Feldens dkk di Brazil yang menunjukkan tidak ada hubungan antara usia dengan prevalensi S-ECC (p=0,868).

Perbedaan hasil penelitian ini dengan teori kemungkinan dikarenakan jumlah responden berdasarkan usia tidak terdistribus dengan normal.

8

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa selama kanak-kanak jenis kelamin perempuan menunjukkan nilai dmf yang lebih tinggi daripada laki-laki.18

Kerusakan pada gigi permanen seorang anak dapat diramalkan dari kerusakan yang terjadi pada gigi sulungnya.

Hal ini dikarenakan terjadinya S-ECC juga dipengaruhi oleh pola diet dan perilaku dalam menjaga kebersihan rongga mulut anak itu sendiri.

10

Anak yang mempunyai karies pada gigi sulung mempunyai kecenderungan tiga kali lebih besar untuk terjadinya karies pada gigi permanen, oleh karena itu perhatian dan pengetahuan orang tua dalam hal kebersihan dan kesehatan gigi sangat diperlukan sehingga dapat membersihkan dan membiasakan anak menjaga kesehatan mulut dan giginya.13,27

Dokumen terkait