• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Desa Bunihayu dan Teknik Budidaya Nanas

Kabupaten Subang meliputi Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Propinsi Jawa Barat yang mempunyai potensi alam cukup besar. Desa Bunihayu berada pada ketinggian 500-1000 m di atas permukaan laut (Anonim 2008). Batas wilayah Desa Bunihayu, yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Desa Curug Agung, sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Cagak, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sagalaherang, dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tambakan (BPMD 2006). Bentang wilayah Desa Bunihayu yaitu pegunungan. Rata-rata suhu harian di Desa Bunihayu sekitar 210-270C dan pH tanah berkisar antara 6 (Deptan 2007).

Desa Bunihayu mempunyai potensi dalam sektor pertanian, perkebunan, peternakan dan kehutanan. Sektor pertanian desa Bunihayu terdiri atas tanaman buah-buahan, pangan dan tanaman obat. Komoditas buah-buahan yang ditanam yaitu jeruk, alpokat, mangga, rambutan, manggis, salak, durian, nenas dan pisang. Nanas merupakan komoditas yang paling banyak dibudidayakan dengan luas lahan 25 ha. Produksi tanaman pangan diantaranya jagung, kacang kedelai, kacang tanah, kacang panjang, padi ladang, ubi kayu, dan ubi jalar. Tanaman obat yang dibudidayakan yaitu jahe dan kunyit. Sektor perkebunan terdiri atas tanaman kelapa, kopi, teh dan cengkeh. Ternak yang diusahakan yaitu sapi, kerbau, ayam, dan domba. Sektor kehutanan terdiri atas kayu dan bambu (BPMD 2006).

Lokasi penelitian adalah Desa Bunihayu, Kecamatan Jalan Cagak yang merupakan sentra produksi nanas terbesar di Kabupaten Subang. Tanaman nanas di Desa Bunihayu merupakan tanaman rakyat yang sudah ditanam secara turun- menurun. Tanaman nanas terdiri atas tanaman generasi pertama (plant crop) dan tanaman nanas generasi kedua (ratoon crop). Nanas yang dibudidayakan di Kabupaten Subang adalah nanas kultivar smooth cayenne. Tanaman yang digunakan untuk pengamatan adalah tanaman nanas generasi pertama (plant crop) stadia vegetatif dan stadia generatif dengan umur tanaman nanas berkisar antara 7-15 bulan.

Teknik budidaya nanas yang dilakukan di Desa Bunihayu yaitu:

Pembibitan dan teknik penanaman. Bibit tanaman yang digunakan berasal dari anakan tanaman vegetatif sebelumnya. Bibit tanaman dapat berupa batang dan mahkota bunga yang dipotong atau dibelah, tunas anakan (succer), dan tunas samping (slip). Biasanya petani lebih menyukai menggunakan tunas anakan sebagai bibit karena mempunyai waktu panen yang cepat. Penanaman nanas dilakukan tanpa pembuatan guludan terlebih dahulu. Bibit tanaman langsung ditanam di tanah dengan satu baris dua tanaman.

Tanaman generasi pertama (plant crop) merupakan istilah yang digunakan untuk tanaman generasi pertama yang belum pernah berbuah dan pertama kali ditanam. Kultivar yang digunakan yaitu smooth cayenne. Pada saat melakukan penanaman tanaman generasi pertama (plant crop), tanaman yang sudah lama harus dibongkar terlebih dahulu setelah itu dilanjutkan dengan pengolahan tanah dan pemberian pupuk kandang.

Tanaman generasi kedua (ratoon crop). Tanaman nanas generasi kedua berasal dari tanaman generasi pertama yang sengaja dibiarkan tumbuh setelah dilakukan pemanenan. Setelah panen, tanaman plant crop dipangkas dan dibiarkan tumbuh agar menghasilkan anakan baru, tetapi tidak semua plant crop dapat dijadikan sebagai ratoon crop. Hal ini disebabkan karena beberapa tanaman plant crop sudah tidak layak tumbuh karena terserang oleh berbagai hama dan penyakit.

Forcing dan pemanenan. Forcing adalah usaha yang dilakukan untuk

menjadikan tanaman nanas berbunga pada waktu yang dikehendaki dengan menggunakan Ethrel 40 PGR yang berbahan aktif etefon. Etefon berfungsi untuk merangsang pembungaan. Pemberian etefon dilakukan pada saat tanaman berumur 6 bulan. Panen dilakukan 3 bulan setelah masa forcing. Buah nanas yang dipanen harus benar-benar tua atau matang di pohon.

Penyakit Layu pada Pertanaman Nanas di Desa Bunihayu

Berdasarkan survei yang dilakukan pada setiap kebun pertanaman nanas, maka tingkat keparahan penyakit layu nanas dapat digolongkan menjadi tanaman sehat, tanaman layu ringan, tanaman layu sedang dan tanaman layu berat. Tanaman nanas dengan tingkat keparahan penyakit layu ringan pada daerah pinggiran ujung daun melengkung dan terdapat bercak-bercak kuning (Gambar 3a). Tanaman nanas dengan tingkat keparahan penyakit layu sedang, sebagian besar daerah permukaan daun berubah warna menjadi kuning kemudian daun sudah tampak layu (Gambar 3b). Tanaman nanas dengan tingkat keparahan penyakit layu berat, warna daunnya memerah, melengkung ke bawah, kemudian seluruh tanaman menjadi layu dan pada serangan lanjut tanaman menjadi mati (Gambar 3c). Pada tanaman nanas sehat tidak terdapat gejala penyakit layu MWP pada daun (Gambar 3d).

3a 3b

3c 3d

Gambar 3. Tanaman nanas dengan tingkat keparahan penyakit layu MWP: ringan (a), sedang (b) Tanaman nanas dengan tingkat keparahan penyakit layu MWP berat (c), tanaman nanas sehat (d).

Pengamatan gejala penyakit pada permukaan akar terdapat bercak-bercak hitam, jumlah serabut akar berkurang, serta pertumbuhan akar sekunder terhambat (Gambar 4). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh keberadaan nematoda yang memarasit jaringan akar tanaman. Menurut Luc et al (1995) serangan nematoda Pratylenchus dapat menimbulkan gejala yaitu pada permukaan akar terdapat bercak-bercak hitam akibat luka yang ditimbulkan oleh aktivitas makan nematoda di dalam jaringan. Serangan Rotylenchulus dapat mengakibatkan pertumbuhan akar sekunder menjadi terhambat.

Gambar 4. Keadaan morfologi akar dengan gejala nekrosis dan bercak hitam

Nematoda pada Pertanaman Nanas

Nematoda parasit tumbuhan yang terdapat pada pertanaman nanas di Desa Bunihayu dari hasil ekstraksi akar dan tanah adalah Rotylenchulus sp, Criconemoides sp, Helicotylenchus sp, Pratylenchus spp, Hirschmanniella sp, dan Meloidogyne spp (Tabel 2). Pada tabel 2, memperlihatkan bahwa nematoda sudah ada pada stadia vegetatif maupun generatif. Hal ini disebabkan karena pada pertanaman nanas di Desa Bunihayu belum dilakukan pengendalian terhadap nematoda. Menurut Luc et al. (1995), suhu optimum untuk perkembangan nematoda adalah 25-29,50C. Suhu rata-rata harian di daerah pertanaman nanas Desa Bunihayu yaitu 21-270C yang merupakan suhu optimum untuk perkembangan nematoda terutama Rotylenchulus dan Pratylenchus. Jumlah nematoda paling tinggi di tanah pada stadia vegetatif maupun generatif adalah

Rotylenchulus (Tabel 2). Hal ini disebabkan ditemukan nematoda dengan berbagai stadia pertumbuhan yaitu juvenil dua hingga betina pradewasa. Siklus hidup Rotylenchulus bersifat semiendoparasit menetap yang hanya melakukan penetrasi pada jaringan akar inangnya kemudian bagian belakang tubuhnya tetap berada di tanah dan membengkak (Dropkin 1996). Selain itu, Rotylenchulus jantan hidup bebas di tanah (Luc et al. 1995).

Pada akar, jumlah nematoda paling tinggi pada stadia vegetatif maupun generatif adalah Pratylenchus (Tabel 2). Hal ini disebabkan karena sampel akar sebagian besar merupakan nematoda betina juvenil dan dewasa yang bersifat endoparasitik berpindah-pindah. Luc et al. (1995) menyatakan bahwa nematoda Pratylenchus yang jantan sangat sedikit. Siklus hidup nematoda ini termasuk ke dalam endoparasitik yang berpindah-pindah dengan semua stadium juvenil berada di dalam korteks akar inang.

Tabel 2 Jumlah nematoda pada tanah (per 100 cm3) dan akar (per 5 g akar) di pertanaman nanas Desa Bunihayu

Jenis Nematoda Tanah Akar

Vegetatif Generatif Vegetatif Generatif

Rotylenchulus 138 101 7 1 Criconemoides 13 3 0 0 Helicotylenchus 3 2 0 0 Pratylenchus 6 1 646 255 Hirschmanniella 3 2 0 3 Meloidogyne 0 0 1 1

Nematoda yang ditemukan pada pertanaman nanas ini mempunyai ciri morfologi yang berbeda-beda. Rotylenchulus yang ditemukan pada sampel akar dan tanah merupakan nematoda betina pradewasa dan juvenil. Ciri morfologi nematoda ini adalah tubuh berbentuk seperti cacing, berukuran kecil (0,23-0,64 mm), tubuhnya melengkung ke daerah ventral, bentuk kepala yang membulat sampai kerucut, stilet yang terlihat jelas, dan bentuk ekor meruncing (Gambar 5).

Criconemoides merupakan nematoda yang hanya ditemukan pada sampel tanah. Hal ini disebabkan karena nematoda ini biasanya berada di tanah berpasir

yang kelengasannya dapat dipertahankan (Dropkin 1996). Ciri morfologi nematoda ini adalah bertubuh gemuk, panjang tubuhnya 0,2 mm-1 mm, bagian ujung ekornya membulat, bagian posteriornya membulat sampai kerucut, dan mempunyai anulasi yang kasar serta stiletnya kuat. Nematoda bersifat ektoparasit yang berpindah-pindah sehingga sulit ditemukan di akar. Criconemoides yang ditemukan pada sampel tanah adalah nematoda betina.

(a) (b)

Gambar 5. Rotylenchulus betina pradewasa (a), Rotylenchulus juvenil (b) (mikroskop cahaya perbesaran 200x)

Gambar 6. Criconemoides (mikroskop cahaya perbesaran 200x), nematoda betina dewasa dengan bibir dan stilet dengan basal knob yang jelas

Helicotylenchus merupakan nematoda yang berukuran kecil sampai sedang (0,4-1,2 mm). Nematoda ditemukan pada sampel tanah dan akar tetapi dengan jumlah yang terbatas. Hal ini disebabkan karena nematoda bersifat ektoparasit, semi endoparasit atau endoparasit pada akar inang. Nematoda mempunyai ciri khas yaitu begian kepalanya berbentuk kerucut tumpul dan ekornya pendek berbentuk seperti kerucut sampai cembung. Pada saat istirahat, tubuh nematoda biasanya berbentuk spiral (Gambar 7).

Gambar 7. Helicotylenchus pada posisi istirahat (mikroskop cahaya 100x) Pratylenchus disebut juga nematoda peluka akar. Oleh sebab itu, sebagian besar nematoda berkembang di akar kemudian menginfeksi dan menyebabkan nekrosis meluas sampai ke seluruh permukaan akar. Tubuh nematoda berukuran kecil (kurang dari 1 mm), bagian kepalanya rendah dan datar, ujung anteriornya berbentuk seperti topi hitam yang datar, bentuk ekornya kerucut dengan ujung yang melebar dan tumpul tetapi kadang mempunyai anulasi yang halus. Biologi nematoda bersifat endoparasit yang berpindah-pindah dan semua stadium berada di dalam akar inangnya (Gambar 8).

Hirschmanniella ditemukan pada sampel akar dan tanah. Hal ini disebabkan karena nematoda ini bersifat endoparasit berpindah yang bergerak bebas di dalam jaringan (Luc et al 1995). Nematoda mempunyai ciri morfologi yaitu tubuh berukuran sedang yaitu antara 1-4 mm, bagian kepalanya lurus dengan garis tubuh dan bagian anteriornya mendatar, stiletnya tumbuh kuat, dan mempunyai spikula yang silindris dan melengkung. Ciri khas nematoda yaitu mempunyai ekor yang panjang dan berbentuk kerucut (Gambar 9).

Meloidogyne disebut juga nematoda puru akar. Hal ini disebabkan karena nematoda mengadakan invasi ke dalam akar kemudian merangsang pertumbuhan hingga terjadi sel-sel raksasa sehingga terbentuklah puru (Luc et al. 1995). Nematoda hanya ditemukan pada sampel akar, karena bersifat endoparasit. Dengan teknik pengabutan, hanya ditemukan Meloidogyne jantan, yang mempunyai ciri morfologi yaitu tubuhnya berbentuk cacing, berukuran 1 mm, mempunyai stilet lemah dan panjangnya 12-15 µm, melengkung ke arah dorsal, serta mempunyai pangkal knob yang jelas (Gambar 10).

Gambar 8. Pratylenchus (perbesaran 200x) dengan bagian kepalanya yang datar dan ujung anteriornya tampak seperti topi hitam yang datar

Gambar 9. Hirschmanniella (perbesaran 200x) dengan ekor yang panjang dan kerucut

Gambar 10. Meloidogyne (perbesaran 100x) seluruh tubuh (kiri) dan bagian ekor (perbesaran 200x) dengan spikula yang kuat (kanan)

Dominansi Nematoda

Berdasarkan hasil pengamatan, frekuensi keberadaan nematoda yang paling tinggi pada tanah yaitu Rotylenchulus sebesar 90% dan 95% pada stadia vegetatif dan generatif (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa nematoda Rotylenchulus hampir ada di setiap sampel tanah. Frekuensi keberadaan nematoda yang paling tinggi pada akar yaitu Pratylenchus sebesar 100% pada stadia vegetatif dan generatif (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa Pratylenchus selalu ada pada setiap sampel akar (Tabel 3). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa nematoda yang paling dominan pada tanah yaitu Rotylenchulus dan nematoda yang paling dominan pada akar yaitu Pratylenchus. Pratylenchus dilaporkan menjadi masalah utama di daerah tropis khatulistiwa seperti Pantai Gading, Uganda dan Brazil (Luc et al. 1995). Menurut Swibawa (2001), peningkatan populasi Pratylenchus dapat terjadi sangat cepat selama tiga bulan. Kerusakan akar tanaman yang diinfestasi dengan 100-300 individu per tanaman mencapai 20,39 – 31,72%. Kerusakan akar tersebut menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat sehingga berat basah tajuk tanaman menjadi setengah berat tajuk tanaman yang tidak diinfestasi nematoda (Swibawa 2001).

Keberadaan Rotylenchulus yang paling dominan pada sampel tanah terjadi karena ditemukan nematoda dengan berbagai stadia pertumbuhan yaitu juvenil dua hingga betina pradewasa. Menurut Luc et al (1995), siklus hidup Rotylenchulus dimulai dari telur yang diletakkan di dalam massa gelatinus. Pada saat menetas larva berganti kulit empat kali untuk menjadi nematoda betina pradewasa atau nematoda jantan yang tidak makan. Nematoda betina pradewasa, merupakan stadium yang invasif, tetapi hanya tubuh bagian depan saja yang mengadakan penetrasi ke dalam jaringan akar inangnya, sedang bagian belakang tubuhnya tetap tinggal di dalam tanah dan membengkak sebagai nematoda semiendoparasit menetap.

Faktor pendukung penyebab tingginya populasi nematoda Rotylenchulus selain suhu adalah pH tanah. Tanah yang mempunyai pH optimum untuk perkembangbiakan Rotylenchulus berkisar antara 4,8-5,2. Tingkat keasaman tanah rata-rata di Kabupaten Subang berkisar antara 6 yang mendekati pH optimum yang mendukung perkembangbiakan nematoda ini. Populasi Rotylenchulus dapat

mencapai sangat tinggi apabila terdapat di dalam tanah ringan yang berpasir (Luc et al. 1995).

Populasi nematoda Criconemoides, Helicotylenchus, Hirschmanniella, dan Meloidogyne tidak terlalu menunjukkan angka yang tinggi. Hal ini disebabkan karena sebagian besar jenis nematoda tersebut bukan merupakan parasit utama nanas. Selain itu, sebagian besar nematoda tersebut merupakan jenis nematoda kosmopolit yang selalu ada di bagian belahan bumi manapun. Keadaan akar tanaman nanas sedikit sekali yang menunjukkan adanya puru sehingga dapat diindikasikan populasi nematoda Meloidogyne sedikit pula. Selain itu, kehadiran Pratylenchus spp. secara kompetitif menggeser Meloidogyne spp. karena merusak jaringan akar dengan cepat melalui luka akar sehingga mencegah keberadaan nematoda puru akar (Guerout 1965 dalam Luc et al. 1995). Kemampuan Meloidogyne dalam menghambat pertumbuhan akar yaitu nematoda masuk ke dalam akar dan biasanya timbul puru akibat dari perkembangan nematoda di dalam jaringan akar tersebut (Luc et al. 1995).

Tabel 3 Frekuensi keberadaan (%) nematoda pada tanaman nanas di Desa Bunihayu

Jenis Nematoda Tanah Akar

Vegetatif Generatif Vegetatif Generatif

Rotylenchulus 90 95 31,67 5 Criconemoides 51,67 15 0 0 Helicotylenchus 15 6,67 0 0 Pratylenchus 23,33 3,33 100 100 Hirschmanniella 45,77 10 0 15 Meloidogyne 0 0 3,33 3,33

Prevalensi Spesies Pratylenchus pada Nanas

Spesies Pratylenchus yang ditemukan pada sampel akar nanas di Desa Bunihayu adalah P. brachyurus dan P. coffeae dengan prevalensi geografik 100% dan 66,67%. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan nematoda P. brachyurus ada pada seluruh kebun sampel tetapi nematoda P. coffeae tidak selalu ada pada setiap kebun sampel yaitu hanya sekitar 4 kebun sampel. Pada prevalensi komunitas menunjukkan bahwa nematoda P. brachyurus memiliki prevalensi komunitas rata-rata yang paling tinggi yaitu 86,67% bila dibandingkan dengan prevalensi P. coffeae yang hanya mencapai 13,33% (Tabel 4).

Tabel 4 Prevalensi komunitas P. brachyurus dan P. coffeae (%) Spesies Pratylenchus Kebun Rata-Rata 1 2 3 4 5 6 P. brachyurus 80 80 70 100 90 100 86,67 P. coffeae 20 20 30 0 10 0 13,33

Dari hasil pengamatan (Tabel 4) menunjukkan bahwa nematoda yang paling dominan di pertanaman nanas adalah P. brachyurus. Hal ini menunjukkan P. brachyurus merupakan parasit utama tanaman nanas kultivar smooth cayenne (Swibawa 2001). Populasi nematoda akan tetap pada tingkat yang rendah apabila tanaman nanas ditanam pada musim kemarau sedangkan peningkatan populasi terjadi beberapa minggu setelah curah hujan kembali teratur. Apabila ditanam dalam musim penghujan, rapat populasi nematoda di dalam akar meningkat dengan cepat kira-kira 3 bulan (Luc et al. 1995). Ambang kerusakan akibat P. brachyurus sebagian ditentukan oleh waktu tanam yang disebabkan oleh keadaan iklim, termasuk kelengasan dan suhu tanah, pengaruh tingkat pertumbuhan populasi nematoda dan kemampuan toleransi tanaman terhadap infeksi. Sebagai contoh adanya kekeringan yang dikombinasikan dengan infeksi menyebabkan penurunan pertumbuhan yang drastik terhadap bibit dari tunas di Pantai Gading (Luc et al. 1995). Sipes et al. (2002) melaporkan bahwa P. brachyurus menjadi permasalahan utama pada akar pertanaman nanas di daerah tropis khatulistiwa seperti Pantai Gading, Uganda, Brazil dan Afrika Selatan.

Keberadaan nematoda P. coffeae yang rendah yaitu antara 0-30% (Tabel 4) menunjukkan bahwa nematoda ini bukan merupakan parasit utama tanaman nanas. Di Jawa, nematoda ini dilaporkan menjadi patogen utama pada pertanaman kopi sebagaimana terjadi di India (Whitehead 1968). Nematoda ini mempunyai kisaran inang yaitu kopi, pisang, mahogani, apel, sitrus, kentang, tanaman penutup (cover crops), dan gulma (Loof 1964 dalam Nickle 1991). Hal ini mungkin penyebab ditemukannya P. coffeae pada pertanaman nanas, karena pada areal pertanaman nanas di Desa Bunihayu banyak tumbuh gulma. P. coffeae bereproduksi paling baik pada suhu 300 C. P. coffeae bersifat sebagai nematoda endoparasitik yang obligat dan bersifat amfimiktik, nematoda jantan hidup dan makan di dalam akar. Perkembangbiakan P. coffeae mencapai tingkat yang tertinggi apabila suhu tanah relatif tinggi (26-300C) (Luc et al. 1995).

Morfologi Pratylenchus, sampai pada tingkat genus mudah dideterminasi tetapi identifikasi sampai tingkat spesies relatif lebih sulit (Sriwati 1999). Namun khusus untuk P. brachyurus dan P. coffeae memiliki ciri morfologi yang khas sehingga relatif lebih mudah diidentifikasi. P. brachyurus ditandai dengan dua anul pada daerah bibir dan panjang tubuh antara 0,39-0,75 mm, mempunyai stilet yang panjang (17 mm - 22 mm), dan agak kaku, tidak terlihat adanya spermateka, terdapat vulva di bagian ujung posterior, ujung ekor membulat dan tumpul (Gambar 11). P. brachyurus adalah nematoda endoparasitik yang berpindah-pindah. Nematoda yang jantan sangat sedikit dan reproduksi dengan partenogenesis mitosis. Daur hidupnya mungkin diselesaikan di dalam akar inangnya. Populasi yang banyak dapat berkembang dengan cepat dan menyebabkan kerusakan parenkim korteks dengan cepat (Luc et al. 1995).

Morfologi P. Coffeae yang ditemukan pada sampel akar mempunyai ciri morfologi yaitu terdapat dua anul pada daerah bibir, mempunyai stilet yang panjang, panjang tubuh sekitar tubuh 0,37-0,83 mm, pada bagian anterior agak cembung dan pada bagian uterin terdapat cabang dengan panjang sekitar 17-50 µm, ujung ekor cenderung mendatar (Gambar 12).

Akar tanaman yang terserang oleh nematoda ini biasanya berwarna coklat dan kebanyakan akar lateral menjadi busuk. P. coffeae merupakan nematoda yang paling merusak pada pertanaman kopi arabika di India Selatan (Palanichamy

1973). Selain itu, nematoda ini menimbulkan kerusakan yang berat pada tanaman pisang dan sitrus. P. coffeae bersifat sebagai nematoda endoparasitik yang obligat dan bersifat amfimiktik, nematoda jantan hidup dan makan di dalam akar. Perkembangbiakan P. coffeae mencapai tingkat yang tertinggi apabila suhu tanah relatif tinggi (26-300C). Pada suhu tersebut populasi nematoda dapat menyelesaikan daur hidupnya kurang dari satu bulan dan dapat mencapai tingkat populasi sebanyak 10.000 ekor nematoda dalam tiap gram akar (Luc et al. 1995).

(a)

(c) (b)

Gambar 11. P. brachyurus (a)seluruh tubuh (perbesaran 200x); (b) kepala (perbesaran 400x); (c) ekor (perbesaran 400x)

(a) (b) (c)

(d)

Gambar 12. (a) P. coffeae (perbesaran 200x); (b) ekor (perbesaran 400x); (c) kepala (perbesaran 400x); (d) vulva dan uterin posterior

Hubungan Nematoda Pratylenchus dan Rotylenchulus dengan Tingkat Keparahan Penyakit Layu Nanas (MWP)

Akar dan tanah yang diambil sebagai sampel berasal dari tanaman yang menunjukkan gejala penyakit layu. Oleh sebab itu, dapat diindikasikan bahwa tanaman tersebut mengandung PMWaV-2 atau interaksi antara kedua virus PMWaV-1 dan PMWaV-2.

Tabel 5 Jumlah nematoda Rotylenchulus pada tanaman nanas dengan tingkat keparahan penyakit layu MWP pada setiap stadia pertumbuhan

Tingkat keparahan penyakit

Stadia pertumbuhan tanaman inang

Rata-rata Vegetatif Generatif Sehat 109 ab 66 bc 87 b Ringan 50 b 99 ab 75 b Sedang 208 a 187 a 198 a Berat 184 a 52 c 118 ab *

Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5%.

Tabel 6 Jumlah nematoda Pratylenchus pada tanaman nanas dengan tingkat keparahan penyakit layu MWP pada setiap stadia pertumbuhan

Tingkat keparahan penyakit

Stadia pertumbuhan tanaman inang

Rata-rata Vegetatif Generatif Sehat 621 ab 511 a 566 a Ringan 653 a 224 ab 439 a Sedang 389 b 178 b 284 a Berat 921 a 105 b 513 a *

Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5%.

Nematoda yang paling dominan di pertanaman nanas adalah Pratylenchus dan Rotylenchulus (Tabel 2 dan Tabel 3), sehingga dapat dilihat pengaruh nematoda Pratylenchus dan Rotylenchulus tehadap tingkat keparahan penyakit layu MWP (Tabel lampiran 1, Tabel lampiran 2, Tabel 5, dan Tabel 6). Pada stadia vegetatif, Rotylenchulus dan Pratylenchus dapat dikatakan belum

berpengaruh terhadap tingkat keparahan penyakit layu MWP (P>0.05). Sebaliknya, pada stadia generatif, nematoda Rotylenchulus sudah berpengaruh terhadap tingkat keparahan penyakit layu MWP (P<0.05) dan nematoda Pratylenchus cenderung tidak berpengaruh terhadap tingkat keparahan penyakit layu MWP (P>0.05). Hal ini mungkin disebabkan karena pada stadia vegetatif tanaman nanas masih dapat tumbuh baik walaupun sudah terinfeksi penyakit layu MWP dan sudah terinfestasi oleh nematoda Pratylenchus dan Rotylenchulus. Tetapi seiring dengan bertambahnya umur tanaman hingga memasuki stadia generatif, nematoda Rotylenchulus sudah mempengaruhi tingkat keparahan penyakit layu MWP. Menurut Sipes et al. (2002), pada tanaman nanas generasi kedua (ratoon crop) terdapat interaksi antara PMWaV-1 dan Rotylenchulus yang dapat mengakibatkan rata-rata produksi buah nanas menjadi menurun.

Pada stadia vegetatif jumlah Rotylenchulus cenderung tidak mempengaruhi tingkat keparahan penyakit layu (Tabel 5). Hal ini dapat dilihat pada tanaman nanas dengan tingkat keparahan penyakit layu MWP ringan, sedang dan berat tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan tanaman nanas sehat walaupun ada perbedaan antara tanaman dengan tingkat keparahan penyakit layu ringan dengan tanaman nanas dengan tingkat keparahan penyakit layu MWP sedang dan berat. Pada stadia generatif, rata-rata jumlah nematoda Rotylenchulus cenderung meningkat seiring dengan perkembangan tingkat keparahan penyakit layu MWP tetapi pada tingkat keparahan penyakit berat cenderung menurun. Jika dilihat berdasarkan data satistik (Tabel 5) populasi Rotylenchulus pada stadia generatif dengan tingkat keparahan penyakit layu MWP berat cenderung menurun, hal ini kemungkinan disebabkan karena kondisi akar yang kering dan seluruh permukaan akar menghitam sehingga akar tersebut tidak mampu menunjang makanan bagi pertumbuhan Rotylenchulus. Oleh karena itu, jika hanya melihat data statistik (Tabel 5) maka Rotylenchulus cenderung tidak mempengaruhi karena pada stadia generatif dengan tingkat keparahan penyakit layu berat populasi nematoda tersebut mengalami penurunan, tetapi apabila dihubungkan dengan keadaan morfologi akar yang sudah tidak mempunyai daya dukung untuk menyediakan nutrisi yang cukup bagi perkembangan nematoda tersebut maka dapat disimpulkan Rotylenchulus mempengaruhi tingkat keparahan penyakit layu. Hasil

yang sama juga dapat dilihat dari rata-rata keseluruhan stadia pertumbuhan yang menunjukkan adanya perbedaan antara tanaman sehat dan tanaman dengan tingkat keparahan penyakit layu MWP sedang. Hal ini disebabkan karena pada umumnya nematoda bersifat parasit obligat yang dapat hidup bergantung pada tanaman inang. Nematoda Rotylenchulus memarasit inangnya dengan cara semiendoparasit menetap yang dapat membentuk sel asuh untuk tempat makan bagi nematoda tersebut. Pada saat tanaman inang sudah mengalami penurunan pertumbuhan maka nematoda Rotylenchulus berangsur-angsur akan mati karena sudah tidak mendapatkan nutrisi yang cukup bagi perkembangan hidupnya. Nematoda dapat

Dokumen terkait