• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hipotesis dari penelitian ini adalah ada hubungan yang negatif antara self acceptance dengan kecenderungan cinderella complex pada mahasiswi.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris hubungan negatif antara self acceptance dengan kecenderungan cinderella complex pada mahasiswi.

Subjek yang terlibat dalam penelitian ini merupakan mahasiswi UIN Walisongo Semarang yang memiliki usia 18 – 21 tahun serta tercatat sebagai mahasiswa aktif UIN Walisongo. Berdasarkan data dari distribusi subjek, diketahui bahwa responden berasal dari masing-masing fakultas dengan persentase sebagai berikut, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) sebanyak 32 responden (9%), Fakultas Ushuludin dan Humaniora (FUHUM) sebanyak 24 responden (8%), Fakultas Sains dan Teknologi (FST) sebanyak 36 responden (10%), Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) sebanyak 28 responden (8%), Fakultas Ekonomi dan Bisinis Islam (FEBI) sebanyak 52 responden (14%), Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) sebanyak 48 responden (13%), Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) sebanyak 36 responden (10%), dan Fakultas Psikologi dan Kesehatan (FPK) sebanyak 104 responden (28%). Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa responden paling banyak berasal dari Fakultas Psikologi dan Kesehatan (FPK) yaitu sebanyak 104 mahasiswi (28%).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari subjek dengan persentase sebanyak 59% mahasiswi memiliki self acceptance dengan kategori sedang, 27% mahasiswi memiliki self acceptance dengan kategori tinggi, dan 14% mahasiwi diantaranya memiliki self acceptance dengan

67

kategori rendah. Selain itu, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar subjek dengan persentasi sebanyak 50% mahasiswi memiliki kecenderungan cinderella complex dengan kategori tinggi, 46% mahasiswi memiliki kecenderungan cinderella complex dengan kategori sedang, dan 4%

mahasiswi diantaranya memiliki kecenderungan cinderella complex dengan kategori rendah. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa subjek dalam penelitian ini sebagian besar memiliki self acceptance yang cukup dan kecenderungan cinderella complex yang tinggi.

Sebagian besar subjek memiliki kecenderungan cinderella complex dalam dirinya, hal ini disebabkan oleh karena walaupun saat ini tinggal jauh dengan orang tua, namun mereka masih memiliki kelekatan dengan orang lain. kondisi ini juga didukung dengan hasil dari self acceptance yang menunjukkan hasil yang rendah hal ini didukung oleh teori dari Dowling (1995: 17) yang menyebutkan bahwa perempuan cenderung mengalami cinderella complex pada masa menuju dewasa yang menyebabkan perempuan tidak memiliki keberanian dalam memanfaatkan kelebihan dan memaksimalkan kreativitasnya dengan maksimal. Hal ini juga terdapat dalam penelitian Santoso (2008) yang menyebutkan bahwa cinderella complex terjadi pada hampir setiap perempuan.

Selain aspek dari cinderella complex, terdapat pula faktor-faktor yang mempengaruhi cinderella complex pada mahasiswi, yaitu pola asuh orang tua, budaya patriarki, pekerjaan atau tugas yang menuntut pribadi, harga diri dan pengalaman. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Anggiany dan Astuti (2003:49) yang berjudul “Hubungan antara Pola Asuh Berwawasan Jender

dengan Cinderella Complex” dengan hasil analisis data yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang sangat signifikan antara pola asuh berwawasan jender dan cinderella complex, jadi semakin tinggi pola asuh berwawasan jender maka semakin rendah cinderella complex. Selain itu, terdapat pula penelitian yang dilakukan oleh Iswantiningrum (2013:6) dengan judul

“Hubungan antara Kematangan Kepribadian dengan kecenderungan Cinderella Complex pada Mahasiswa di Asrama Putri Universitas Negeri Surabaya”

dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara kematangan kepribadian dengan kecenderungan cinderella complex pada mahasiswa di asrama putri Universitas Negeri Surabaya, artinya semakin tinggi kematangan kepribadian maka semakin rendah kecenderungan cinderella complex pada mahasiswa di asrama putri Universitas Negeri Surabaya, dan sebaliknya.

Penelitian ini mendapatkan data yang berdistribusi normal namun tidak memiliki hubungan yang linear antar variabel. Selanjutnya, uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji nonparametris Rank Spearman dalam program SPSS for windows versi 22.0. Uji hipotesis yang dilakukan mendapatkan hasil bahwa variabel self acceptance dan kecenderungan self acceptance pada mahasiswi UIN Walisongo Semarang memiliki nilai yang negatif dan memiliki hubungan yang kuat antar variabel. Nilai sig. (2-tailed) dari semua variabel yaitu 0,000 < 0,05 (P<0,05). Hasil dari uji rank spearman didapatkan nilai koefisien korelasi -,522 yang berarti memiliki hubungan yang kuat, dan berhubungan negatif. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa hipotesis

69

yang diajukan oleh peneliti dalam penelitian ini diterima, yakni ada hubungan negatif antara self acceptance dengan kecenderungan cinderella complex pada mahasiswi.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth Douvan (dalam Dowling 1995: 81) menyebutkan bahwa cinderella complex dialami oleh perempuan dengan usia 18 tahun hingga dewasa awal. Menurut Sharma, 2012 (dalam Setyani, 2017) proses transisi yang dialami oleh mahasiswa menimbulkan berbagai permasalahan, diantaranya adalah permasalahan dalam bidang pendidikan, dalam penyesuaian sosial, dan emosional. Menurut Hurlock, 2008 dalam penelitian Anni Zulfani, 2017 menyebutkan bahwa masa remaja akhir hingga dewasa yaitu masa pencarian kemantapan serta masa reproduktif yang penuh dengan masalah serta ketegangan emosional. Ciderella complex diartikan sebagai kondisi dimana seorang perempuan mengalami ketergantungan secara psikis kepada orang lain (Dowling, 1995: 17). Mereka biasanya akan tergantung pada teman sebaya. Mereka lebih mempercayai bahwa teman sebaya akan memahami perasaannya lebih baik daripada orang-orang dewasa disekitarnya (Desmita, 2012 dalam Syahrani 2017)

Salah satu faktor dari kecenderungan cinderella complex yang dialami oleh individu adalah konsep diri (Dowling, 1995: 51). Individu dengan konsep diri yang positif akan mampu menghargai dirinya sendiri, namun sebaliknya jika individu memiliki konsep diri yang negatif maka akan cenderung tidak percaya diri dan menggantungkan hidupnya pada orang lain.

Mahasiswi yang memiliki konsep diri stabil adalah mahasiswi yang telah mampu melihat dirinya dengan kondisi yang sama. Kondisi ini sangat penting karena saat individu memiliki konsep diri yang tidak stabil maka yang terjadi adalah individu akan mengalami masa dimana ia mampu mengekspresikan dirinya karena individu tersebut sangat mencintai dirinya dan akan ada masa dimana individu tidak mampu mengekspresikan dirinya karena individu tersebut sangat membencinya (Hurlock, 1987). Konsep diri dalam diri individu harus stabil, karena hal ini dapat mempengaruhi penerimaan diri pada individu atau self acceptance.

Self acceptance diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki individu, yaitu mampu menerima segala kekurangan dan kelebihan yang dimiliki, serta mau memperbaiki apa yang dirasa kurang (Hurlock, 2006: 436). Salah satu faktor dari self acceptance menurut Hurlock adalah konsep diri yang stabil pada individu. Konsep diri pada individu berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam memahami serta menghargai dirinya sendiri. Mahasiswi yang memiliki konsep diri yang stabil akan cenderung memiliki self acceptance yang baik.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, self acceptance diperlukan untuk menurunkan kecenderungan cinderella complex yang dialami oleh mahasiwi.

Semakin tinggi self acceptance yang dimiliki oleh individu maka kecenderungan cinderella complex pada individu akan menurun. Hal ini berarti hubungan keduanya bersifat negatif.

Self acceptance pada mahasiswi UIN Walisongo Semarang terbilang sedang cenderung tinggi. Kemudian, data frekuensi yang didapat memperlihatkan skor

71

sebesar 55.69 yang berarti saat ini memiliki self acceptance yang sedang cenderung rendah. Rendahnya Self acceptance yang dialami oleh mahasiswi, hal ini berdampak pada ecenderungan cinderella complex pada mahasiswi UIN Walisongo Semarang terbilang sedang cenderung tinggi. Kemudian, data frekuensi yang didapat memperlihatkan skor sebesar 54.16 yang berarti saat ini memiliki kecenderungan cinderella complex yang sedang cenderung tinggi. Hal ini selaras dengan teori Jersild yaitu self acceptance merupakan kesediaan individu untuk menerima dirinya baik dalam keadaan fisik, keadaan psikologis, keadaan sosial, serta pencapaian diri baik berupa kekurangan maupun kelebihan yang dimiliki. Artinya jika seseorang mampu memiliki sikap self acceptance yang baik, hal ini akan mendorong perempuan untuk bersikap lebih mandiri.

Perempuan akan mengetahui potensi yang dimiliki sehingga dapat memaksimalkan potensi tersebut, dan dapat memperbaiki apa yang kurang dari dirinya dan terhindar dari kecenderungan cinderella complex.

Terdapat beberapa perbedaan penelitian ini dengan penlitian sebelumnya.

Penelitian ini terdahulu yang menjadi referensi dari penelitian ini hanya meneliti tentang cinderella complex atau cinderella complex dengan variabel lain dan self acceptance dengan variabel lain. Maka dari itu peneliti meneliti variabel tersebut untuk pembaharuan penelitian. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Subjek dari penelitian ini adalah mahasiswi UIN Walisongo Semarang.

Secara keseluruhan, penelitian ini tidak terlepas dari kelemahan. Beberapa kelemahan dalam penelitian ini diantaranya adalah pengambilan data yang

disebarkan melalui google form, karena banyaknya penelitian yang melibatkan mahasiswa dalam penelitian kemungkinan mahasiswa bosan dalam pengisian skala yang berakibat subjek tidak sungguh-sungguh dalam memilih jawaban.

Selain itu, tidak sesuai dengan keadaannya sekarang atau bahkan tinggal pilih-pilih saja tanpa membaca aitem yang ditawarkan terlebih dahulu.

Saran berikutnya adalah mahasiswi dengan kategori self acceptance rendah-sedang sebaiknya meningkatkan self acceptance dalam diri, rendah-sedangkan yang memiliki skor tinggi perlu dipertahankan agar memiliki self acceptance yang stabil. Mahasiswi dengan skor cinderella complex yang sedang-tinggi diharapkan untuk menurukan kecenderungan yang dimiliki dengan meningkatkan self acceptance. Peneliti dapat menemukan cara atau metode yang efektif untuk meningkatkan self acceptance yang dimiliki oleh mahasiswi sehingga dapat terhindar dari kecenderungan cinderella complex.

71 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait