• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIDANG IRADIAS

IRADIASI TERHADAP ASAM FITAT DAN WARNA KACANG KEDELAI ( Glycine max L.)

7. PEMBAHASAN UMUM

Secara alami kacang kedelai mengandung senyawa antigizi dan senyawa minor yaitu isoflavon yang memiliki manfaat sebagai antikarsinogenik, antioksidan, mencegah penyakit degeneratif dan bersifat sebagai estrogen. Senyawa antigizi dibedakan menjadi 2 golongan yaitu antigizi non protein seperti asam fitat dan protein antigizi (antitripsin) (Duranti & Gius 1997). Kedua senyawa antigizi ini dapat di inaktifkan atau dikurangi melalui proses pengolahan, seperti pemanasan kering, penggorengan, perebusan, perendaman dalam air, alkali dan asam, ekstraksi dengan pelarut organik, perkecambahan dan fermentasi. Namun demikian, tidak ada satu metode yang dapat efektif untuk menghilangkan semua senyawa antigizi dan akan lebih efektif jika dilakukan dengan kombinasi (Siddhuraju et al. 2002).

Perlakuan iradiasi dapat diterapkan untuk menurunkan senyawa antigizi dan memperbaiki sifat fungsional, seperti komoditas bebijian dan kekacangan

(Arvanitoyannis & Stratakos 2010; El-Niely 2007; Siddhuraju et al. 2002). Di-

samping itu, iradiasi gamma dengan dosis 30 kGy telah dimanfaatkan untuk mem- perbaiki sifat fungsional kedelai, seperti solubilitas, aktivitas emulsi, stabilitas

busa pada isolat protein dan meningkatkan rendemen (Pednekar et al. 2010).

Pada penelitian ini, perubahan kandungan kimia tertentu akibat proses radiasi, sangat tergantung pada dosis radiasi yang digunakan. Hubungan antara dosis radiasi dengan perubahan kandungan senyawa kimia tertentu telah banyak dilaporkan. Disertasi ini telah menunjukkan bahwa perlakuan iradiasi pada dosis yang sama; tetapi dilakukan dengan kombinasi laju dosis dan waktu yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap asam fitat, aktivitas antitripsin, isoflavon dan warna, seperti yang telah diperlihatkan pada Bab 4, 5 ataupun 6.

Komposisi kimia bahan pangan yang di iradiasi seperti air dan ada tidaknya oksigen juga mempengaruhi kehilangan zat gizi dan zat antigizi. Penelitian tentang efek iradiasi pangan sudah banyak di publikasikan, termasuk bagaimana

deteksi radikal bebas pada bahan pangan yang sudah di iradiasi (McMurray et al.

1996). Sinyal & Sharma (2009) telah mengembangkan metode deteksi kedelai

akibat iradiasi dosis rendah 0.25-1 kGy menggunakan metode EPR (Electron

Paramagnetic Resonance).

Secara umum, penelitian ini menunjukkan bahwa proses radiasi mampu mendegradasi senyawa antigizi pada kacang kedelai. Hidrogen dan radikal hidroksil secara kimiawi sangat reaktif dan dapat bertindak sebagai agensia pereduksi atau pengoksidasi memecah ikatan karbon dan karbon. Iradiasi sinar gamma dilaporkan dapat memutus struktur kimia asam fitat menjadi inositol

phospat dan inositol (Al-Kasey et al. 2003; El-Niely et al. 2007) dan pemecahan

struktur cincin fitat itu sendiri (Duodu et al. 1999). Sedangkan penurunan

senyawa antitripsin akibat iradiasi gamma disebabkan terjadi pemutusan struktur

protein kedelai (Dixit et al. 2003), terutama pada asam amino yang mempunyai

ikatan –S-S- dan –S-H- sehingga aktivitas antitripsin menurun (Sidduraju et al.

2002). Untuk warna biji diduga iradiasi dapat menyebabkan pencoklatan atau browning non enzimatik yang akan menurunkan tingkat kecerahan dibandingkan

dengan kontrol. Hal ini juga telah ditunjukkan terjadi pada jambu mete (Mexis et

Pembahasan umum

52

Secara umum konsentrasi komponen pangan tertentu akan mengalami perubahan selama proses radiasi, sedangkan laju perubahannya (nilai k) ternyata dipengaruhi oleh laju dosis yang digunakan. Dari data yang telah disajikan pada Bab 4, hubungan antara laju dosis dan laju perubahan k (dinyatakan dengan nilai log k) untuk perubahan kandungan asam fitat, aktivitas antitripsin dan kecerahan (warna) kedelai dan tepung kedelai bisa disajikan pada Gambar 7.1. Laju perubahan nilai k terhadap perubahan laju dosis dinyatakan sebagai kemiringan (slope) pada persamaan pada Tabel 7.1. Terlihat bahwa nilai kemiringan untuk konstanta perubahan kecerahan (warna), terutama untuk biji kacang kedelai, jauh lebih rendah daripada nilai kemiringan untuk konstanta laju perubahan zat antigizi. Hasil ini menunjukkan adanya potensi pemilihan laju dosis yang tepat untuk bisa memaksimumkan konstanta laju penurunan senyawa antigizi dan sekaligus meminimkan konstanta laju perubahan kecerahan.

-3.5 -3 -2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Laju dosis (kGy/jam)

L

og

k

Asam fitat Antitripsin

-3.5 -3 -2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Laju dosis (kGy/jam)

Log k

Biji Tepung

(a) (b)

Gambar 7.1. Hubungan nilai k perubahan (a) senyawa antigizi dan (b) kecerahan (warna) kedelai selama proses radiasi sebagai fungsi laju dosis yang digunakan.

Tabel 7.1 Ketergantungan nilai k untuk perubahan kandungan senyawa antigizi (asam fitat, antitripsin), serta kecerahan (warna) biji dan tepung kedelai sebagai fungsi dari laju dosis.

Parameter Persamaan r2

Asam fitat Y = 0.1598 x - 1.9968 0.8562

Antitripsin Y = 0.1158 x - 1.5525 0.9204

Kecerahan (warna ) biji Y = 0.0868 x - 2.7925 0.6470

Kecerahan (warna ) tepung Y = 0.1012 x - 3.0080 0.8850 Keterangan: Y = log k dan X= laju dosis (kGy/jam)

Pembahasan umum

53

Dari Gambar 7.2 terlihat bahwa nilai log k kecerahan biji lebih kecil

dibandingkan dengan log k asam fitat, artinya slope yang tinggi menunjukkan

bahwa perubahan laju dosis asam fitat lebih sensitif mempengaruhi nilai k, jika

laju dosis ditingkatkan maka slope akan meningkat lebih besar dan berlaku

sebaliknya. Informasi ini akan bermanfaat untuk melakukan optimasi proses radiasi, dengan pemilihan kombinasi perlakuan laju dosis dan waktu untuk memberikan dosis radiasi tertentu dengan tujuan tertentu tetapi bisa meminimalkan kerusakan yang terjadi.

Lebih lanjut, Gambar 7.2 dapat ditambahkan hubungan antara laju dosis dan nilai log k untuk perubahan parameter mutu lainnya. Apabila diketahui plot parameter mutu lainnya akan memudahkan menunjukkan perubahan laju dosis terhadap nilai k selama proses radiasi. Diperolehnya peta degradasi mutu laju dosis yang sama akan memberikan efek perubahan komponen kimia pada bahan pangan selama proses radiasi, tetapi mampu menurunkan resiko kerusakan dengan pemilihan kombinasi perlakuan laju dosis dan waktu untuk memberikan dosis radiasi tertentu dengan tujuan tertentu. Dalam penerapannya menunjukkan bahwa laju dosis dan nilai log k merupakan parameter perubahan selama iradiasi yang penting dan keduanya harus diperhatikan dalam desain proses radiasi.

Gambar 7.2 Grafik degradasi asam fitat dan kecerahan (warna) biji.

Setiap komponen pangan memiliki tingkah laku yang berbeda oleh pengaruh iradiasi, sehingga akan sangat berguna apabila mengetahui pola perubahan mutu akibat iradiasi. Secara umum, perubahan isoflavon akibat iradiasi pada laju dosis 1.3; 3.17; 5.71 dan 8.82 kGy/jam mampu mendegradasi isoflavon bebas dan total pada kacang kedelai. Iradiasi gamma dapat memutus struktur kimia isoflavon dalam bentuk malonil glukosida menjadi aglikon melalui reaksi dekarboksilasi, deesterifikasi dan hidrolisis. Akan tetapi proses pemecahan ini akan sangat tergantung dari dosis radiasi yang digunakan untuk memecah struktur kimianya. Pemecahan ini juga terjadi saat kacang kedelai mengalami proses

Pembahasan umum

54

Dari hasil penelitian pola perubahan isoflavon bebas (daidzein dan genistein) antara waktu iradiasi dan perubahan konsentrasi terhadap variasi laju dosis 1.3-8.82 kGy/jam menunjukkan pola perubahan yang sama. Pada awal iradiasi, konsentrasi isoflavon bebas pada laju dosis lebih rendah (waktu lebih panjang) (1.3 kGy/jam) akan meningkat jika di iradiasi sampai waktu 5 jam, lalu konsentrasi isoflavon bebas turun pada kisaran waktu iradiasi sampai 20 jam, yang selanjutnya diikuti dengan pola yang konstan.

Hasil penelitian yang berbeda pada isoflavon total mengindikasikan perubahan yang kompleks dan cenderung konstan selama proses radiasi. Pada awal iradiasi dengan laju dosis lebih rendah (waktu lebih panjang) (1.3 kGy/jam) terjadi penurunan total isoflavon pada kacang kedelai, selanjutnya cenderung konstan dengan bertambahnya waktu iradiasi. Pola yang berbeda pada laju dosis (5.71 kGy/jam) cenderung terjadi peningkatan dengan bertambahnya waktu iradiasi yang selanjutnya terjadi penurunan.

Pola perubahan konsentrasi isoflavon total kemungkinan disebabkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari proses radiasi. Di samping itu, reaksi perubahan isoflavon mengikuti mekanisme kompleks dan berlangsung dengan mekanisme beberapa tahap. Reaksi demikian berlangsung dengan mekanisme pembentukan produk yang kemudian bereaksi lagi membentuk produk baru lagi secara simultan disebut dengan reaksi konsekutif (Fatimah 2012). Reaksi kompleks dapat juga meliputi reaksi paralel dan konsekutif secara bersamaan dan diduga perubahan isoflavon akibat iradiasi merupakan salah satu contohnya.

Pola data perubahan isoflavon bebas sebagai fungsi dosis radiasi. terlihat pada perlakuan dosis radiasi yang sama, dipengaruhi oleh laju dosis yang digunakan. Di awal iradiasi dengan laju dosis lebih rendah (waktu lebih panjang) akan memberikan kenaikan daidzein dan genistein bebas yang lebih besar dibanding dengan iradiasi laju dosis lebih tinggi (waktu lebih pendek). Hal ini

sesuai yang dilaporkan oleh Variyar et al. (2004) menyatakan bahwa iradiasi

gamma dosis 0.5-5 kGy pada kedelai akan meningkatkan isoflkavon aglikon. Pola perubahan pada isoflavon total menunjukkan pola yang berbeda yaitu terjadi penurunan baik daidzein total maupun genistein total setelah perlakuan iradiasi. Pada awal iradiasi dengan dosis 5 kGy terjadi penurunan total isoflavon (daidzein) pada kacang kedelai pada laju dosis 1.3-5.71kGy/jam, kemudian dengan bertambahnya dosis radiasi memberikan pola yang berbeda yaitu terjadi peningkatan, selanjutnya dengan meningkatnya dosis radiasi terjadi penurunan. Akan tetapi dengan meningkatnya laju dosis 8.82 kGy/jam dan naiknya dosis radiasi akan terjadi penurunan. Sedangkan total isoflavon (genistein) cenderung

konstan dengan bertambahnya dosis radiasi. Hasil penelitian lain Yun et al.

(2012) menyatakan bahwa perlakuan iradiasi dosis 10 kGy pada kedelai mengindikasikan kandungan isoflavon total tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kontrol.

Beberapa kajian penelitian tentang iradiasi senyawa polifenol, menunjukkan bahwa perlakuan iradiasi sampai 8 kGy pada kedelai dari 5 varietas yang berbeda

menunjukkan terjadi kenaikan pada total fenol (Toledo et al. 2007). Bhat et al.

(2007) melaporkan biji Mucuna pruriens yang diiradiasi dengan dosis 2.5 sampai

30 kGy mengalami kenaikan fenol secara nyata. Hasil telaah berbagai tanaman phitokimia dan tanaman penghasil antioksidan menunjukkan senyawa fenol

Pembahasan umum

55

Secara umum, dari hasil penelitian tentang senyawa antigizi, warna dan isoflavon pada kacang kedelai menunjukkan bahwa laju dosis mengindikasikan cukup kuat bahwa laju dosis lebih tinggi (waktu lebih pendek) efektif menurunkan senyawa antigizi baik asam fitat maupun anttripsin daripada laju dosis lebih rendah (waktu lebih panjang). Hasil yang berbeda, pengaruh iradiasi diawal perlakuan iradiasi laju dosis lebih rendah (waktu lebih panjang) ada kenaikan isoflavon bebas baik daidzein maupun genistein. Dengan demikian, pada proses radiasi, laju dosis terbukti menjadi salah satu faktor yang penting dalam pengendalian dan optimasi proses radiasi.

Dari hasil penelitian Bab 6 merupakan verifikasi dari hasil penelitian sebelumnya (Bab 4) menyatakan bahwa iradiasi dengan laju dosis lebih tinggi (waktu lebih pendek) berpotensi untuk bisa menurunkan senyawa antigizi dengan lebih efektif, sekaligus memberikan kecerahan warna yang lebih baik, daripada iradiasi dengan laju dosis lebih rendah (waktu lebih panjang). Dari data penelitian terlihat juga pola penurunan konsentrasi asam fitat dan pola perubahan warna (kecerahan) pada kedelai akibat iradiasi dengan laju dosis 1.3, 3.17, 5,71 dan 8.82 kGy/jam menunjukkan pola yang sama dengan hasil penelitian sebelumnya.

Secara umum, penelitian ini menunjukkan bahwa proses radiasi pada dosis yang sama dengan perbedaan laju dosis dan waktu iradiasi mampu mendegradasi senyawa asam fitat pada kedelai. Pada perlakuan dosis radiasi yang sama, degradasi asam fitat pada kedelai diiradiasi pada dosis 4.41 kGy dan 44.1 kGy mengindikasikan bahwa degradasi asam fitat pada laju dosis lebih tinggi (waktu lebih pendek) memberikan efek yang sama dengan laju dosis lebih rendah (waktu lebih panjang). Akan tetapi data hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa laju dosis yang lebih tinggi (waktu lebih pendek) berpotensi dapat mengendalikan degradasi asam fitat selama proses radiasi.

Data hasil penelitian ini menunjukkan adanya bukti pola yang konsisten dan potensi cukup kuat; terutama untuk laju dosis pada laju dosis lebih tinggi (waktu lebih pendek). Phenomena ini mendukung hasil penelitian sebelumnya (Bab 4).

Analisis perubahan warna (kecerahan) kedelai selama proses radiasi

dicirikan dengan 3 parameter L a b. Notasi L menyatakan kecerahan warna,

sedang notasi a dan b merupakan warna campuran hijau-merah dan warna

campuran biru-kuning. Namun demikian, nilai a dan b kurang mendiskripsikan

warna produk karena menunjukkan perubahan warna kearah merah dan kuning. Hasil penelitian kecerahan warna (nilai L) menunjukkan bahwa proses radiasi akan menyebabkan perubahan kecerahan warna, baik warna (kecerahan) biji kedelai maupun warna tepung kedelai. Analisis warna biji diukur secara langsung dengan menggunakan notasi nilai L (kecerahan), sedangkan tepung kedelai merupakan biji kedelai yang di tepungkan.

Lebih lanjut; perubahan warna (kecerahan) akibat iradiasi pada dosis radiasi 4.41 kGy dan 44.1 kGy dengan laju dosis 1.30; 3.17; 5.71 dan 8.82 kGy/jam pada laju dosis lebih tinggi (waktu lebih pendek) dan laju dosis lebih pendek (waktu lebih panjang) memperlihatkan pola yang sama baik warna (kecerahan) biji maupun tepung pada kedelai. Hasil penelitian perubahan asam fitat dan warna telah memberikan informasi bahwa penurunan asam fitat dan perubahan warna (kecerahan) pada kedelai menunjukkan bahwa ada pola yang konsisten, terutama iradiasi dilakukan pada laju dosis lebih tinggi (waktu lebih pendek).

Pembahasan umum

56

Penelitian ini memberikan bukti bahwa iradiasi dosis tinggi ada potensi laju dosis dapat dijadikan faktor penting dalam upaya pengendalian proses radiasi untuk tujuan penurunan konsentrasi asam fitat pada kedelai dan perubahan warna (kecerahan).

Dokumen terkait