• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Wilayah Kabupaten Cianjur

Kondisi geografi Kabupaten Cianjur menjadi suatu aspek penting dalam perencanaan pembangunan Kabupaten Cianjur berkaitan dengan potensi yang dapat dikedepankan. Potensi pengembangan wilayah didasarkan pada hasil analisis terhadap kondisi wilayah dan berbagai kemungkinan perkembangan di masa mendatang. Beberapa kondisi umum geografis daerah yang dipertimbangkan antara lain meliputi letak, luas, dan batas wilayah; kondisi geografi beberapa bagian wilayah; karakteristik topografi, klimatologi, kondisi geologis, dan jenis tanah; serta sumberdaya air berdasarkan hidrogeologi.

Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak di tengah Propinsi Jawa Barat, diantara 6021’ - 7025’ Lintang Selatan dan 106042’ - 107025’ Bujur Timur. Wilayah Kabupaten Cianjur terbagi dalam 3 bagian : Wilayah Cianjur Utara, Wilayah Cianjur Tengah, dan Wilayah Cianjur Selatan. Wilayah Cianjur Utara yang merupakan dataran tinggi terletak di kaki Gunung Gede dengan titik tertinggi pada ketinggian 2962 m dpl (meter di atas permukaan laut). Wilayahnya juga meliputi daerah Puncak dengan ketinggian sekitar 1450 m, Kota Cipanas (Kecamatan Cipanas dan Pacet) dengan ketinggian sekitar 1110 m, serta Kota Cianjur dengan ketinggian sekitar 450 m di atas permukaan laut.

Sebagian wilayah ini merupakan dataran tinggi pegunungan dan sebagian lagi merupakan perkebunan dan persawahan. Wilayah Cianjur Tengah merupakan perbukitan, tetapi juga terdapat dataran rendah persawahan, perkebunan yang dikelilingi oleh bukit - bukit kecil yang tersebar dengan keadaan struktur tanahnya yang labil. Terakhir, Wilayah Cianjur Selatan merupakan dataran rendah yang terdiri dari bukit - bukit kecil dan diselingi oleh pegunungan - pegunungan yang melebar ke Samudra Hindia, di antara bukit-bukit dan pegunungan tersebut terdapat pula persawahan dan ladang huma. Dataran terendah di selatan Cianjur mempunyai ketinggian sekitar 7 m dpl. Setiap bagian wilayah memiliki kekhasan yang dapat dimanfaatkan melalui pengembangan potensi dalam mendukung kegiatan perekonomian masyarakatnya. Namun kondisi tersebut tidak terlepas pula dari permasalahan yang dibatasi oleh kondisi geografis yang memiliki kerentanan dan kelabilan tanah, sehingga dalam pengelolaannya diperlukan strategi yang tepat.

Secara Administrasi Wilayah Kabupaten Cianjur memiliki luas kurang lebih 361435 Ha (sumber : RTRW Kabupaten Cianjur), terdiri dari 32 kecamatan dengan 354 desa dan 6 kelurahan yang mencakup 2746 Rukun Warga dan 10384 Rukun Tetangga. Kabupaten Cianjur berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Purwakarta di sebelah Utara, Kabupaten Bandung dan Garut di sebelah Timur, Samudra Indonesia di sebelah Selatan serta berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi di sebelah Barat. Hingga Tahun 2012 jumlah penduduk di Kabupaten Cianjur mencapai 2231107 jiwa. Hal ini mengalami peningkatan 0.94%dari tahun sebelumnya. Data kepadatan penduduk dari Tahun 2006-2012 ditunjukkan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Data kepadatan penduduk Kabupaten Cianjur Tahun Jumlah Penduduk

(Jiwa) Penambahan (Jiwa) Pertumbuhan (%) 2006 2125023 2007 2149121 24098 1.13 2008 2169984 20863 0.97 2009 2200346 30362 1.39 2010 2168514 2011 2210267 41753 1.89 2012 2231107 20840 0.94

Sumber : Cianjur dalam Angka 2012

Sungai Citarum merupakan sungai utama yang mengalir kebagian utara dengan beberapa anak sungainya di Kabupaten Cianjur anatara lain Sungai Cibeet, Sungai Cikundul, Sungai Cibalagung dan Sungai Cisokan. Sungai tersebut membentuk sub-DAS yang merupakan bagian dari DAS Citarum yang bermuara di Laut Jawa. Di bagian selatan terdapat Sungai Cibuni, Sungai Cisokan, Sungai Cisadea, Sungai Ciujung dan Sungai Cilaki yang merupakan sub-DAS Cibuni-Cilaki yang bermuara di Samudera Indonesia. DAS utama yang mengaliri wilayah Cianjur seperti Tabel 6. Penggunaan lahan Cianjur seperti Tabel 7. Peta DAS di Cianjur ditunjukkan dalam Gambar 2. Peta penggunaan lahan ditunjukkan dalam Gambar 3.

Tabel 6 Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kabupaten/Kota

DAS & Sub. DAS Luas (Ha)

DAS Citarum 6540

Sub. Das Cibuni 279.4

Sumber: Dinas Pengelola Sumber Daya Air dan Pertambangan Kab. Cianjur Tabel 7 Penggunaan lahan di Kabupaten Cianjur Tahun 2012

Penggunaan Lahan 2012 Luas (ha) Persentase (%)

Sawah Irigasi 32999.01 9.13

Sawah Tadah Hujan 44539.60 12.32

Tegalan/Ladang 42329.00 11.71

Ladang/Huma 42694.00 11.81

Perkebunan 41416.00 11.46

Hutan Rakyat/Ditanami Pohon 85696.23 23.71

Belukar/Semak 9293.70 2.57

Sementara Tidak Diusahakan 1833.00 0.51

Pemukiman 3501.00 9.69

Air Tawar 25585.94 7.08

Rawa 33.50 0.01

Total 36143.98 100.00

Daya Dukung Lingkungan Sumberdaya Air Status Daya Dukung Lingkungan

Pendekatan analisis daya dukung lingkungan berbasis neraca air yaitu menggunakan nilai demand yang merupakan nilai Water Footprint. Pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan ketersediaan air hujan di Kabupaten Cianjur (nilai CHandalan) dengan water footprint untuk menilai status daya dukung lingkungannya. Ketersediaan air dinyatakan sebagai CHandalan dihitung dengan peluang kejadian ≥ 50% (Prastowo, 2010). CHandalan yang digunakan adalah peluang 80%. Stasiun penakar hujan yang digunakan memiliki ketinggian berbeda antara lain Stasiun Pacet, Stasiun Ciheulang, Stasiun Pasir Kuda dan Stasiun Leles. Ketinggian stasiun tersebut berturut-turut 1130 m, 300 m, 450 m dan 117 m diatas permukaan laut. Data curah hujan stasiun Pacet merupakan data pengukuran lapangan dari Badan Metereologi dan Geofisika (BMKG) sedangkan data curah hujan stasiun Ciheulang, Pasir Kuda dan Leles ini merupakan data citra satelit yang didapat dengan menggunakan software Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM). Data iklim stasiun Pacet dapat dilihat pada Lampiran 10. CHandalan dari empat stasiun ini selanjutnya diolah dengan menggunakan Metode Poligon Thiessen sehingga didapatkan CHandalan di Kabupaten Cianjur sebesar 2543.33 mm/tahun. Peta poligon Thiessen dapat dilihat pada Gambar 1. Peta sebaran curah hujan Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada lampiran 1. Perhitungan lengkap curah hujan andalan ini dapat dilihat pada lampiran 2 dan lampiran 3.

Ketersediaan air dihitung dengan mengalikan nilai CHandalan dengan total luasan wilayahnya. Sedangkan kebutuhan air didapatkan dengan mengalikan jumlah penduduk dengan asumsi kebutuhan air untuk hidup layak sebesar 1600 m3

air/kapita/tahun. Dari hasil analisis yang dapat dilihat pada Tabel 8, pada tahun 2012 dengan jumlah penduduk 2231107 jiwa ketersediaan air di wilayah ini sebesar 9.16 x 109 m3/tahun dan kebutuhan air sebesar 3.57 x 109 m3/tahun, sehingga memiliki rasio ketersediaan dan kebutuhan air sebesar 2.57. Berdasarkan Tabel 8 status daya dukung lingkungan Kabupaten Cianjur adalah aman (sustain). Dilihat dari selisih antara ketersediaan dan kebutuhan air di Kabupaten Cianjur terjadi surplus curah hujan sebesar 5.59 x 109 m3/tahun.

Jika dilakukan analisis per bulan, dengan asumsi kebutuhan air tiap bulannya adalah sama yaitu 2.97 x 108 m3/bulan, maka status daya dukung lingkungan setiap bulannya akan berbeda. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 9. Pada bulan November-Mei status daya dukung lingkungan adalah aman (sustain). Pada bulan Juni-Agustus status daya dukung lingkungan adalah terlampaui (overshoot). Sedangkan pada bulan September-Oktober status daya dukung lingkungannya aman bersyarat (conditional sustain).

Gambar 4 Peta sebaran curah hujan Metode Poligon Thiessen Tabel 8 Hasil analisis water footprint Kabupaten Cianjur

Sumber: Hasil Perhitungan

Parameter Nilai

Ketersediaan air (x109 m3/tahun) 9.16

Water Footprint (x109 m3/tahun) 3.57

Selisih (x109 m3/tahun) 5.59

Tabel 9 Status daya dukung lingkungan Kabupaten Cianjur

Bulan Rasio Status DDL-air

Jan 3.86 Sustain Feb 2.93 Sustain Mar 3.75 Sustain Apr 4.04 Sustain Mei 2.48 Sustain Jun 0.84 Overshoot Jul 0.48 Overshoot Agu 0.23 Overshoot

Sep 1.06 Conditional Sustain

Okt 1.61 Conditional Sustain

Nov 3.84 Sustain

Des 5.68 Sustain

Sumber: Hasil Perhitungan

Hubungan antara kepadatan penduduk dan curah hujan di Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada nomogram penetapan daya dukung lingkungan berbasis neraca air pada Gambar 5. Dengan kepadatan penduduk 617 jiwa/km2 dan jumlah curah hujan 2534.3 mm/tahun. Kabupaten Cianjur pada tahun 2012 berada dalam status aman (sustain). Maksud dari status sustain ini adalah wilayah Kabupaten Cianjur masih dapat mendukung kegiatan produksi pangan, sandang, papan, dan industri sendiri.

Gambar 5 Penetapan status daya dukung lingkungan Kab. Cianjur dengan menggunakan nomogram

20

Stasiun Pacet mewakili Cianjur bagian Utara dengan curah hujan 2974 mm dan kepadatan penduduk sebesar 145 jiwa/km2 memiliki status daya dukung lingkungan sustain. Stasiun Ciheulang mewakili Cianjur bagian Timur dengan curah hujan 2562 mm dan kepadatan penduduk 269 jiwa/km2 memiliki status daya dukung lingkungan sustain. Stasiun Leles mewakili Cianjur bagian Barat dengan curah hujan 2501 mm dan kepadatan penduduk 123 jiwa/km2 memiliki status daya dukung lingkungan sustain. Stasiun Pasir Kuda mewakili Cianjur bagian Selatan dengan curah hujan 2487 mm dan kepadatan penduduk 98 jiwa/km2 juga memeiliki status daya dukung lingkungan sustain.

Sumberdaya Iklim Untuk Pertanian (Agroklimat)

Dalam kaitannya dengan kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman, khususnya tanaman pangan pada suatu wilayah, Oldeman (1975) dalam Prastowo (2010), telah mengembangkan konsep zona agroklimat. Dengan mengetahui zona agroklimat suatu wilayah, dapat diperkirakan daya dukung sumberdaya iklim untuk mengembangkan pertanian pada wilayah tersebut. Berdasarkan konsep bulan basah dan bulan kering menurut Oldeman (1975), bulan basah memiliki curah hujan berturut-turut >200 mm/bulan dan bulan kering memiliki curah hujan berturut-turut <100 mm/bulan. Untuk Pembagian zona agroklimat Kabupaten Cianjur seperti Tabel 10.

Tabel 10 Sumberdaya iklim untuk pertanian Kabupaten Cianjur Stasiun Bulan Basah Bulan Kering Tipe Zona Penjelasan Pacet, Pasir Kuda dan Leles

8 1 B1 Sesuai untuk padi terus menerus

dengan perencanaan awal musim tanam yang baik. Produksi tinggi

bila panen pada kemarau.

Ciheulang 8 2 B2 Dapat tanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan

musim kering yang pendek cukup

untuk tanaman palawija.

Sumber: Hasil Perhitungan

Jika merujuk Peta Kalender Tanam Padi Sawah Kabupaten Cianjur yang bersumber dari Balai Penelitian Agroklimat dan hidrologi, pada tahun 2012 Kabupaten Cianjur didominasi oleh pertanian tipe B1, yaitu sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal musim tanam yang baik. Produksi tinggi bila panen pada kemarau. Terkecuali untuk Kecamatan Cugenang yang termasuk kedalam zona agroklimat C1, yaitu Tanaman padi dapat sekali dan palawija dua kali setahun serta Kecamatan Campaka yang termasuk kedalam zona agroklimat A1 dan A2, yaitu sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang tahun. Peta Kalender Tanam Padi Sawah ini dapat dilihat pada Lampiran 4.

Potensi Suplai Air

Pada hirarki analisis ini dapat menggunakan data potensi air permukaan berupa debit sungai, debit intake, volume dan muka air waduk/reservoir/embung/situ. Selain itu data potensi airtanah dapat berupa peta hidrogeologi, hasil analisis cadangan airtanah, safe yields, debit pemompaan optimum, debit mata air, serta parameter potensi airtanah lainnya. Pada penelitian ini potensi suplai air dikaji dari data potensi air permukaan yang terdapat di Kabupaten Cianjur berupa debit sungai Citarum.

Sungai Citarum merupakan sungai utama yang mengalir ke bagian utara dengan beberapa anak sungainya di Kabupaten Cianjur antara lain Sungai Cibeet, Sungai Cikundul, Sungai Cibalagung dan Sungai Cisokan. Sungai-sungai tersebut membentuk sub-DAS Citarum yang bermuara ke Laut Jawa. Di bagian selatan terdapat Sungai Cibuni, Sungai Cisokan, Sungai Cisadea, Sungai Ciujung dan Sungai Cilaki yang merupakan sub-DAS Cibuni-Cilaku yang bermuara di Samudera Indonesia. Debit air permukaan Sungai Citarum Tahun 2010 ditunjukkan pada Tabel 11.

Tabel 11 Debit Sungai Citarum Tahun 2010

Bulan Q (m3/det) Jan 4312.25 Feb 5997.5 Mar 6394 Apr 7034.5 Mei 4157.5 Jun 1631.75 Jul 1104.75 Agu 897.25 Sep 518 Okt 1056.25 Nov 1712.5 Des 3515.5

Sumber: PSDA Prov.Jabar dalam Profil Cianjur 2011

Tabel 12 Kebutuhan air aktual Kabupaten Cianjur Tahun 2012

Kebutuhan Air Debit (m3/detik)

Domestik 2.58 Pertanian 93.04 Peternakan 0.13 Perikanan 0.002 Industri 0.04 Non Domestik 1.03 Jumlah 96.82

Berdasarkan Tabel 12, jumlah kebutuhan air aktual untuk semua kegiatan domestik, non-domestik, pertanian, peternakan, perikanan dan industri adalah sebesar 96.82 m3/detik. Air permukaan berupa sungai maupun situ/rawa merupakan potensi air yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air berbagai sektor kegiatan ini. Dengan debit minimum sebesar 518 m3/detik, Sungai Citarum merupakan salah satu potensi air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air aktual. Perhitungan lengkap kebutuhan air aktual terdapat pada Lampiran 5.

Terdapat tiga buah waduk yang memanfaatkan aliran Sungai Citarum yaitu Jatiluhur, Cirata dan Saguling. Waduk Cirata mempunya luas genangan 6400 Ha dengan lebih dari 3400 Ha-nya menggenangi wilayah Kabupaten Cianjur. Genangan tersebut merupakan sumber air permukaan/ penampung air yang dapat dimanfaatkan sebagai pengairan persawahan, pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas 550 MW jam/tahun serta pengembangan budidaya perikanan darat dan pariwisata. Selain sungai, potensi air permukaan di Kabupaten Cianjur adalah adanya situ/rawa yang terdapat di Kecamatan Pagelaran, Tanggeung, Cibinong dan Kadupandak. Terdapat sekitar 16 situ/rawa mencakup luas 33.50 Ha dengan perkiraan volume air 594300 m3 dan mampu mengairi sawah sebanyak 1431 Ha. Debit air situ/rawa di wilayah ini sebesar 2.042 m3/detik dan mampu memenuhi 6% kebutuhan air aktual di Kabupaten Cianjur. Potensi suplai air dan kebutuhan air aktual ditunjukkan Gambar 6.

Gambar 6 Grafik potensi suplai air permukaan dan kebutuhan air aktual Menurut Ward dan William (1995) dalam Prastowo (2010), curah hujan lebih (CHlebih) dalam bentuk limpasan maupun pengisian air tanah, merupakan potensi suplai air yang dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan air irigasi, domestik, dan pembangkit listrik tenaga air. Oleh karena itulah diperlukan analisis neraca air untuk menghitung potensi air dari nilai limpasan dan pengisisan air tanah di Kabupaten Cianjur.

Indikator Degradasi Sumberdaya Air

Analisis daya dukung lingkungan sumberdaya air dapat ditinjau dari berbagai indikator kerusakan lingkungan seperti banjir, kekeringan maupun tanah longsor. Hal ini diakibatkan terjadinya penurunan kualitas daya dukung lingkungan dan perubahan tata guna lahan akibat aktivitas manusia seperti penggundulan hutan diwilayah tangkapan air serta meluasnya aktivitas penambangan diwilayah kawasan lindung di Kabupaten Cianjur.

Pada tanggal 14 November 2008, banjir terjadi di Desa Cihaur, Desa Cibokor dan Desa Muara Kecamatan Cibeber Kabupaten Cianjur sedangkan longsor terjadi di Kampung Nyalindung, Desa Girimukti Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur. Kejadian ini mengakibatkan 15 orang meninggal dan puluhan lainnya luka-luka, 310 orang terpaksa harus berada ditempat pengungsian, 30 unit rumah tertimbun, 5 rumah hanyut dan 15 unit rusak berat. Pada tanggal 2 April 2012, tanah longsor terjadi di Kecamatan Mande. Kejadian ini mengakibatkan jalan terputus, jembatan gantung terputus, irigasi rusak serta TPT Sungai Cibalagung rusak sepanjang 79 m.

Berdasarkan peta rawan bencana Kabupaten Cianjur, tingkat kerawanan daerah tempat kejadian bencana ini yaitu Kecamatan Cibeber, Kecamatan Campaka dan Kecamatan Mande termasuk kedalam daerah rawan bencana banjir. Namun berdasarkan hasil analisis tingkat kerawanan banjir dan longsor yang dilakukan Balai Pengelola Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung (BPDASCW), Kecamatan Campaka dan Mande juga dimasukkan kedalan daerah rawan longsor. Kejadian ini dipengaruhi dua faktor, yaitu faktor alami dan faktor manajemen. Secara alami, kejadian banjir ini disebabkan tingginya rata-rata hujan harian maksimum yang mencapai 120mm/hari. Bentuk DAS yang agak bulat dengan kerapatan drainase terlalu rapat sehingga potensi terjadinya banjir semakin tinggi pula. Kejadian bencana tanah longsor jika dilihat dari faktor alami disebabkan oleh hujan harian kumulatif 3 hari berurutan di tempat kejadian adalah sebesar >300 mm sehingga menimbulkan bencana banjir bandang. Selain itu tempat kejadian tanah longsor ini berada pada patahan/sesar sehingga tempat kejadian ini masuk kedalam kategori daerah rawan longsor tinggi. Penggunaan lahan untuk kebun campuran/tegalan mengakibatkan daerah tersebut rawan longsor tinggi.

Secara umum hujan yang menyebabkan banjir adalah curah hujan >100 mm. Di kabupaten Serang misalnya, hujan 130 mm sudah dapat menyebabkan banjir. Namun lain halnya dengan Kabupaten Lebak, curah hujan 210 mm baru bisa menyebabkan banjir. Berdasarkan klasifikasi BMKG, intensitas curah hujan yang terjadi saat banjir tergolong disebabkan hujan lebat maupun sangat lebat. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Klasifikasi hujan berdasarkan intensitas hujan

Jenis Hujan Intensitas Hujan

Hujan Ringan 5-20 mm/hari

Hujan Sedang 20-50 mm/hari

Hujan Lebat 50-100 mm/hari

Hujan Sangat Lebat >100 mm/hari

Kejadian banjir dan tanah longsor dapat diatasi dengan membangun sistem waduk/situ/embung. Waduk/situ/embung dapat menampung kelebihan air saat terjadi banjir. Selain itu waduk/embung/situ juga dapat dimanfaatkan sebagai alternatif potensi pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Skema kejadian banjir dan longsor ditunjukkan pada Gambat 7 dan Gambar 8.

Gambar 7 Skema sempadan sungai Sumber : Maryono (2007)

Gambar 8 Skema terjadinya tanah longsor ( landslide ) Analisis Neraca Air

Parameter masukan yang digunakan dalam perhitungan neraca air yaitu presipitasi, evapotranspirasi dan kapasitas simpan air. Presipitasi (P) atau curah hujan yang digunakan adalah curah hujan andalan (CHandalan) dengan peluang 80%. Parameter selanjutnya yaitu nilai evapotranspirasi potensial (ETP). Menurut Doorenbos dan Pruitt (1977), untuk wilayah dimana terdapat data suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin, dan lama penyinaran matahari, disarankan untuk menggunakan metode Penman. Nilai ETP didapat dengan mengalikan nilai evapotranspirasi acuan (ETo) dengan koefisien tanaman (Kc). Nilai Kc sangat

berpengaruh terhadap besarnya nilai ETP. Gambaran grafik CHandalan dan nilai ETP Tahun 2012 disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Grafik presipitasi dan evapotranspirasi potensial (ETP)

Berdasarkan Gambar 9, pada bulan Juli dan Agustus nilai curah hujan (CH) lebih kecil dibandingkan nilai evapotranspirasi potensial (ETP) nya. Hal ini menunjukkan pada bulan-bulan tersebut terjadi defisit curah hujan. Pada bulan September sampai Juni, nilai CH lebih besar dibandingkan ETP sehingga pada bulan-bulan tersebut terjadi surplus air hujan. Nilai evapotranspirasi aktual pada suatu wilayah sebenarnya bergantung dengan nilai koefisien tanaman pada jenis tutupan lahannya. nilai Kc ditentukan secara tetimbang sesuai proporsi luasan penutupan lahan. Dalam komposisi luas hutan, diasumsikan semua jenis tanaman sama dan nilai Kc yg digunakan adalah 0.9 untuk wilayah hutan dan 0.4 untuk wilayah lainnya. Untuk komposisi luas pemukiman, nilai Kc yg digunakan adalah 0 untuk pemukiman karena tidak ada tanaman dan 0.9 untuk wilayah lainnya.

Parameter masukan yang dibutuhkan selanjutnya adalah kapasitas simpan air. Menurut Thornthwaite and Mather (1957), kapasitas cadangan lengas tanah bergantung pada dua faktor yaitu jenis dan struktur tanah serta jenis tanaman yang terdapat pada permukaan tanah tersebut. Nilai STo akan sangat dipengaruhi oleh jenis penutupan lahan. Oleh sebab itu, nilai STo pada setiap persentase hutan akan berbeda. Nilai STo ditentukan secara tertimbang sesuai proporsi luasan penutupan lahan. Nilai STo ditentukan dengan cara tertimbang sesuai proporsi luasan penutupan lahan. Kabupaten Cianjur pada umumnya terdiri dari tanah latosol dan Grumusol yang bertekstur liat. Untuk jenis tanah di setiap persentase luas hutan dan luas pemukian sama yaitu tanah liat. Dalam hal ini pada persentase wilayah hutan digunakan nilai STo sebesar 350 mm untuk wilayah hutan dan 87,5 untuk wilayah lainnya. Sedangkan pada persentase wilayah pemukiman digunakan nilai STo sebesar 0 untuk pemukiman dan 175 untuk wilayah lainnya. Tabel perhitungan lengkap nilai Kc, STo, dan C dapat dilihat pada Lampiran 6.

Dalam metode Neraca Air Thornthwaite & Mather dapat dihasilkan analisis tentang awal penggunaan air dalam tanah oleh tanaman untuk evapotranspirasi, saat terjadinya surplus air, saat terjadinya defisit air dan awal proses pengisian kembali simpanan air tanah (recharge). Dalam perhitungan neraca air wilayah Kabupaten Cianjur Tahun 2012 digunakan nilai Kctetimbang sebesar 0,74, STotetimbang 153,42 dan Ctetimbang 0,46. Hasil analisis neraca air pada tahun 2012 dengan beberapa parameter

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

P a ra m et er ( m m ) Bulan Presipitasi ETP

dapat dilihat pada Tabel 14. Perhitungan lengkap neraca air untuk Tahun 2012 terdapat pada Lampiran 7.

Tabel 14 Hasil analisis neraca air wilayah Kab. Cianjur

Bulan Defisit air CHlebih Limpasan

Pengisian Air Tanah (mm) (mm) (mm) (mm) Jan 0 253 116 137 Feb 0 181 83 98 Mar 0 244 112 132 Apr 0 266 122 143 Mei 0 142 65 77 Jun 0 7 3 4 Jul 3 0 0 0 Agu 18 0 0 0 Sep 0 0 0 0 Okt 0 0 0 0 Nov 0 229 105 123 Des 0 404 186 218 Jumlah 21 1724 793 931

Gambar 10 Grafik defisit-surplus neraca air Kab. Cianjur

Berdasarkan Tabel 14, dalam satu tahun nilai simpanan air tanah sebesar 931 mm dan limpasan air sebesar 793 mm. Meskipun demikian, pada bulan Juli sampai Agustus terjadi defisit air sebesar 21 mm, sedangkan pada bulan November sampai Juni mengalami surplus air sebesar 1724 mm. Kelebihan air pada bulan-bulan basah ini dapat ditampung dengan memanfaatkan suatu bangunan konstruksi seperti waduk/situ atau embung. Pasokan air yang ditampung saat bulan basah ini dapat digunakan sebagai potensi sulai air ketika terjadi kekurangan air di bulan-bulan kering. Kondisi surplus dan defisit neraca air dapat dinyatakan dalam Gambar 10.

-50,00 0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 300,00 350,00 400,00 450,00

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Niali P ar am eter Ner ac a A ir ( m m ) Bulan

Untuk mendapatkan hubungan ketersedian air dengan proporsi tutupan lahan maka dapat digunakan analisis neraca air dengan berbagai komposisi tutupan lahan. Dalam hal ini digunakan skenario komposisi luas hutan dan luas pemukiman. Skenario komposisi luas hutan yang digunakan adalah 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan 100%. Penambahan komposisi luas hutan akan menyebabkan nilai CHlebih dan limpasan semakin menurun sedangkan pengisian air tanah akan meningkat. Perbandingan ideal antara limpasan dan pengisisan air tanah terhadap CHlebih adalah 50:50 (Falkenmark and Rockstrom 2004 dalam Fitriana 2011). Persentase luas hutan di Kabupaten Cianjur pada Tahun 2012 sebesar 23.71 %. Dari skenario luas hutan tersebut didapatkan hasil analisis neraca air seperti Tabel 15 dan Gambar 11.

Penambahan komposisi luas hutan akan menyebabkan nilai CHlebih semakin menurun. Hal tersebut juga berlaku untuk nilai limpasan, sebab limpasan memiliki hubungan berbanding lurus dengan nilai CHlebih. Namun demikian nilai pengisian air tanah akan semakin meningkat sebab pengisian air tanah memiliki hubungan berbanding terbalik dengan limpasan. Pada Tahun 2012 dengan persentase luas hutan 23.71%, CHlebih di Kabupaten Cianjur sebesar 1958 mm, Limpasan yang terjadi sebesar 1054 mm sedangkan pengisian air tanahnya sebesar 903 mm. Menurut Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, luas hutan

Dokumen terkait