• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Daya Dukung Lingkungan

Analisis daya dukung lingkungan berbasis neraca air (DDL-air) menunjukkan perbandingan antara kondisi ketersedian air pada suatu wilayah dengan kebutuhan yang ada. Dari perbandingan keduanya, diperoleh status kondisi ketersediaan air pada wilayah tersebut. Konsep ini membandingkan antara ketersediaan air hujan(nilai CHandalan) dengan waterfootprint untuk menilai status DDL-air. Kriteria status DDL-air dinyatakan dengan surplus-defisit neraca airdan rasio supply/demand. Untuk menetapkan status daya dukung lingkungan, data yang dibutuhkan adalah data jumlah dan kepadatan penduduk untuk menentukan jumlah kebutuhan air dengan water footprint, dan data curah hujan andalan bulanan untuk menentukan jumlah ketersediaan air dengan metode W. Bull.Kriteria curah hujan dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu hujan sangat ringan dengan intensitas <5mm, hujan ringan dengan intensitas 5-20 mm, hujan sedang dengan intensitas 20-50 mm, hujan lebat dengan intensitas 50-100 mm, serta hujan sangat lebat dengan intensitas >100 mm dalam 24 jam.

15 Kebutuhan air untuk hidup layak diasumsikan sebesar 1600 m3 air/kapita/tahun Dengan total penduduk yang terdapat di Kabupaten Serang sebanyak 1403228 jiwa, didapatkan total kebutuhan air penduduk atau water footprintsebesar 225x107 m3/tahun atau 187x106m3/bulan. Sementara perhitungan ketersediaan air atau dikenal sebagai CHandalandilakukan dengan metode W.Bull,

yaitu perhitungan peluang kejadian hujan. Pada penelitian ini diambil peluang kejadian sebesar 80%. Data curah hujan yang terjadi selama 10 tahun dari tahun 2004-2013 disusun berdasarkan jumlah mm/tahun terbesar hingga terkecil untuk ditentukan peluang kejadian 0.8. Dari penentuan peluang tersebut, diambil curah hujan tahun 2009 dan 2011 sehingga didapatkan CHandalan sebesar 1759.5

mm/tahun atau 1.76 m/tahun.

Hasil tersebut kemudian dikalikan dengan luas wilayah Kabupaten Serang yaitu seluas 147x107 m2sehingga didapatkan total ketersediaan air sebesar 258x107m3/tahun. Dari selisih jumlah kebutuhan air dan ketersediaan air tersebut didapatkan rasio supply demand sebesar 1.15 per tahun. Sementara rasio supply demand per bulan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Rasio supply demand per bulan

Bulan Rasio Januari 2.93 Februari 2.49 Maret 1.70 April 1.86 Mei 1.84 Juni 1.36 Juli 0.67 Agustus 0.37 September 0.60 Oktober 1.42 November 2.80 Desember 2.13

Sumber: Hasil Perhitungan (2014)

Menurut Prastowo (2010), kriteria penetapan status DDL-air dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Rasio supply/demand > 2 : aman (sustain)

2. Rasio supply/demand 1~2 : aman bersyarat (conditional sustain) 3. Rasio supply/demand <1 : telah terlampaui (overshoot)

Dari hasil grafik diatas dapat dilihat bahwa pada Kabupaten Serang terdapat beberapa kondisi. Pada bulan Desember – Januari, rasio berada lebih dari dua, sehingga status daya dukung lingkungan aman (sustain), sedangkan untuk bulan Februari – April dan bulan November angka rasio berada diantara 1 hingga 2 sehingga kondisi dikatagorikan aman bersyarat (conditional sustain), sementara dari bulan Mei hingga Oktober angka rasio kurang dari 1 sehingga kondisi telah terlampaui (overshoot). Sementara untuk status daya dukung lingkungan di Kabupaten Serang dalam satu tahun dengan angka rasio sebesar 1.15 maka termasuk kategori aman bersyarat (conditional sustain).

16

Gambar 3Penetapan status daya dukung lingkungan Kabupaten Serang dengan menggunakan nomogram

Dengan angka rasio tersebut, daya dukung Kabupaten Serang dalam satu tahunnya masih mampu memenuhi kebutuhan aktivitas hidup manusia, namun dalam bulan-bulan tertentu kondisi tersebut telah terlampaui. Kebutuhan air melebihi total ketersediaan air hujan pada bulan Juli hingga September, sehingga perlu adanya antisipasi agar tidak mengalami kekeringan. Oleh karena itu, Kabupaten Serang perlu mengendalikan laju pertumbuhan penduduk agar tidak melebihi 800 jiwa/km2 sehingga statusnya menjadi aman.

Sumberdaya Iklim Untuk Pertanian (Agroklimatologi)

Klasifikasi iklim menurut Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlansung secara berturut-turut. Oldeman membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona iklim merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut yang terjadi dalam setahun. Sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering berturut- turut dalam setahun. Pemberian nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu zone A, zone B, zone C, zone D dan zone E sedangkan pemberian nama sub zone berdasarkana angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3 sub 4 dan sub 5.

Suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm.Pembagian bulan basah dan bulan kering dilakukan

Gambar 4. Peta curah hujan Kabupaten Serang

19 dengan merata-ratakan jumlah curah hujan selama 10 tahun. Dari hasil perhitungan, didapatkan hasil seperti pada Gambar 5.

Gambar 5Grafik curah hujan rata-rata bulanan

Berdasarkan hasil tersebut, dapat ditentukan bahwa bulan basah terjadi pada rentang November hingga Mei. Sementara bulan kering terjadi sebanyak 2 bulan yaitu dari Agustus hingga September. Dengan demikian, Kabupaten Serang memiliki 7 bulan basah dan 2 bulan kering sehingga termasuk dalam klasifikasi iklim Oldeman tipe B2. Menurut Oldeman, tipe agroklimat B2 dapat ditanami padi dua kali setahun dengan varietas umur pendekdan musim kering yang pendek cukup untuk tanaman palawija.

Kabupaten Serang memiliki persentase luas persawahan yang paling tinggi dibandingkan dengan pemanfaatan-pemanfaatan lahan lainnya. Apabila pertanian aditif atau tanpa irigasi yang akan dikembangkan, maka pola tanam yang disarankan adalah sesuai dengan tipe B2 agroklimat Oldeman yaitu menanam padi dua kali setahun dan tanaman palawija pada musim kering.

Neraca Air, Limpasan, dan Pengisian Air Tanah

Neraca air merupakan persamaan yang menggambarkan prinsip bahwa selama selang waktu tertentu, masukan air total pada suatu ruang tertentu harus sama dengan keluaran total ditambah perubahan bersih dalam cadangan. (Seyhan, 1990). Perhitungan neraca air pada penelitian ini menggunakan metode Thornthwaite, dengan parameter yang dibutuhkan, yaitu presipitasi, evapotranspirasi, dan kapasitas simpan air.

Simpanan atau cadangan air merupakan besaran yang menunjukkan jumlah air tersedia di dalam suatu batasan ruang tertentu, yang merupakan hasil interaksi antara aliran masuk dan aliran keluar pada ruang tersebut. Kapasitas cadangan lengas tanah bergantung pada dua faktor yaitu jenis dan struktur tanah serta jenis tanaman yang terdapat pada permukaan tanah tersebut. Nilai kapasitas simpan air (STo) dihitung setelah mendapatkan luas tutupan lahan, koefisien tanaman, serta koefisien limpasan. Hasil perhitungan STo dapat dilihat pada Tabel 4.

20

Tabel 4. Koefisien tanaman, kapasitas limpasan, dan kapasitas simpan air

Sementara evapotranspirasi potensial umumnya diduga dari unsur-unsur iklim. Untuk wilayah dimana terdapat data suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin, dan lama penyiranan matahari, disarankan untuk menggunakan metode Penman karena dibanding dengan metode yang lain, metode ini dianggap memberikan hasil yang memuaskan.

Pendugaan evapotranspirasi pada penelitian ini dilakukan dengan metode Penman dengan cara memasukan data iklim berupa suhu, kelembaban, kecepatan angin, serta lama penyinaran matahari selama 10 tahun ke dalam software Penman untuk mendapatkan nilai evapotranspirasi acuan (ETo) per bulan. Sementara nilai evapotranspirasi potensial (ETp) dihitung dengan mengalikan ETo dengan koefisien (Kc). Nilai koefisien yang digunakan adalah nilai koefisien gabungan yang berasal dari tutupan lahan pada tabel diatas, yaitu sebesar 0.828319. Hasil perhitungan neraca air pada Kabupaten Serang dapat dilihat pada Tabel 5.

Sumber: Dokumen RTRW dan hasil perhitungan (2014)

No Penggunaan Jenis Lahan Luas (Ha) Koef. Tanaman (mm) Kapasitas Limpasan (mm) Kapasitas Simpan Air (mm)

(Ha) Kc Kc*A C C*A Sto STo*A

1 Hutan Primer 495.6 0.9 446.0 0.35 173.4 200 99118 2 Hutan Sekunder 5523.8 0.9 4971.4 0.35 1933.3 200 1104752 3 Kebun Campuran 39653.1 0.8 31722.5 0.4 15861.2 200 7930618 4 Ladang/Tegalan 35924.7 0.9 32332.2 0.4 14369.9 200 7184940 5 Lahan Terbuka 271.2 0.8 216.9 0.7 189.8 0 0 6 Mangrove 756.7 0 0 0.7 529.7 0 0 7 Perkebunan 8876.4 0.8 7101.1 0.4 3550.5 200 1775270 8 Pemukiman 8554.7 0 0 0.7 5988.3 0 0 9 Sawah 40771.0 1.15 46886.6 0.5 20385.5 150 6115642.5 10 Semak Belukar 652.2 0.8 521.7 0.7 456.5 150 97822.5 11 Tambak/Empang 7261.9 0 0 0.7 5083.3 0 0 12 Tubuh Air/Sungai 1199.3 0 0 0.7 839.5 0 0 Jumlah 149940.3 124198.4 69361 24308163 Gabungan 0.83 0.46 162.12

21 Tabel 5Perhitungan neraca air Kabupaten Serang

Bulan CH Andalan (mm) ET Potensial (mm) ET aktual (mm) Defisit (mm) Surplus (mm) Januari 374 95 95 0 279 Februari 318 91 91 0 227 Maret 216 103 103 0 113 April 237 101 101 0 135 Mei 235 97 97 0 138 Juni 173 87 87 0 86 Juli 86 97 108 11 0 Agustus 47 112 176 65 0 September 77 112 148 36 0 Oktober 181 118 118 0 32 November 357 104 104 0 252 Desember 272 101 101 0 171

Sumber: Hasil perhitungan (2014)

Dari hasil perhitungan neraca air, pada bulan-bulan kering sepeti Juli, Agustus, dan September terdapat defisit curah hujan untuk mencukupi kebutuhan tanaman secara berturut-turut sebesar 11 mm/bulan, 65 mm/bulan, dan 36 mm/bulan. Sementara perbandingan curah hujan andalan, evapotranspirasi potensial, dan evapotranspirasi aktual dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6Kurva perbandingan CH andalan, ETP, dan ET Aktual

Dasil perbandingan antara curah hujan andalan, evapotranspirasi potensial, dan evapotranspirasi aktual dapat dilihat bahwa curah hujan tidak mampu memenuhi kebutuhan air untuk tanaman pada bulan Juli hingga September. Hal ini menunjukkan bahwa pertanian di Kabupaten Serang tidak hanya mengandalkan curah hujan, melainkan perlunya sistem irigasi yang baik agar defisit pada bulan-bulan tersebut dapat diatasi.

Limpasan adalah bagian presipitasi (juga kontribusi-kontribusi permukaan dan bawah permukaan) yang terdiri atas gerakan gravitasi air dan nampak pada

22

saluran permukaan dari bentuk permanen maupun terputus-putus (Seyhan, 1990). Berdasarkan perhitungan pada CHlebihdan defisit pada neraca air, kemudian

diketahui besar limpasan dan pengisian air tanah untuk Kabupaten Serang. Limpasan dihitung dengan mengalikan CHlebih dengan nilai kapasitas simpan air

gabungan pada tutupan lahan, yaitu sebesar 0.46, sementara pengisian air tanah merupakan selisih dari CHlebih dengan limpasan. Nilai limpasan dan pengisian air

tanah terdapat pada Tabel 6.

Tabel 6Perhitungan limpasan dan pengisian air tanah

Bulan Limpasan (mm) Pengisian air tanah (mm)

Januari 129 150 Februari 105 122 Maret 52 61 April 63 73 Mei 64 74 Juni 40 46 Juli 0 0 Agustus 0 0 September 0 0 Oktober 15 17 November 117 136 Desember 79 92

Sumber: Hasil perhitungan (2014)

Nilai koefisien limpasan tergantung dengan jenis tutupan lahan di daerah tersebut. Dalam skenario proporsi luas hutan, semakin tinggi persentase luas hutan, nilai CHlebih dan limpasan akan semakin menurun. Hal tersebut berbanding

terbalik dengan pengisian air tanah, semakin tinggi persentase luas hutan, nilai pengisian air tanah juga semakin tinggi, seperti tertuang pada Gambar 7.

23 Perbandingan ideal antara limpasan dan pengisian air tanah terhadap CHlebih

adalah 50:50, yaitu pada titik yang berpotongan. Dari gambar dapat dilihat bahwa kondisi minimum terletak pada 30% luas hutan.Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dalam pasal 18 ayat 2 disebutkan bahwa luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30 % (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional.Pada skenario proporsi luas hutan dapat dilihat bahwa dengan kondisi aktual di Kabupaten Serang yaitu luas hutan sebesar 4.11%, limpasan lebih tinggi dari nilai pengisian air tanah.

Sementara menurut perhitungan jumlah defisit air dan pengisian air tanah, didapatkan hasil sebesar 980 mm per tahun sehingga proporsi luas hutan yang ideal untuk Kabupaten Serang adalah 45% dari total luas wilayah. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa dengan limpasan lebih tinggi dibandingkan pengisian air tanah, maka tidak ada sisa curah hujan yang lebih yang masuk ke dalam tanah. Hal ini disebabkan karena rendahnya luas hutan yang menjadi kawasan buffer untuk menjaga keseimbangan tata air. Limpasan dapat mengakibatkan banjir ketika curah hujan tinggi.

Dari kondisi eksisting luas hutan di Kabupaten Serang sebesar 4.11% masih sangat jauh dari kondisi minimum sebesar 30% maupun kondisi ideal sebesar 45% luas hutan. Dengan kondisi luas hutan yang ada, dibandingkan dengan pengisian air tanah sebesar 770.6 mm per tahun dan limpasan sebesar 663.3 mm per tahun, akan menyebabkan potensi kekeringan di musim kemarau dan banjir pada saat musim penghujan. Untuk itu diperlukan konversi lahan di Kabupaten Serang agar luas hutan 4.11% dapat mencapai kondisi minimum sebesar 30%.Alih fungsi lahan dapat dilakukan dengan mengkonversi kebun-kebun campuran dan ladang/tegalan yang memiliki luas sebesar 26.45% dan 23.96% dari luas wilayah. Kebun-kebun campuran dapat di alihfungsikan menjadi hutan buah, seperti lembo yang diterapkan oleh suku Dayak.

Potensi Air Permukaan

Analisis potensi air permukaan dilakukan untuk mengetahui ketersediaan air permukaan untuk memenuhi kebutuhan air pertanian, domestik, industri, dan PLTA, melalui pengembangan prasarana sistem suplai air. Kebutuhan air dihitung dengan mengalikan jumlah penduduk, ternak, serta luas lahan pertanian dan industri dengan standar kebutuhan air dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7Kebutuhan air per tahun Kabupaten Serang

Kebutuhan air Total per tahun (m3)

Domestik 5x107 Irigasi/Pertanian 128 x107 Industri 3 x107 Peternakan 3 x107 Perikanan 18554.0 Non-Domestik 2 x107 Jumlah 143 x107

24

Kabupaten Serang memiliki sejumlah potensi air permukaan dengan tiga sungai besar yang mengalir di wilayahnya, yaitu Sungai Ciujung, Cidanau, serta Sungai Cidurian. Untuk mengetahui ketersediaan air permukaan dalam memenuhi kebutuhan air, digunakan data debit Sungai Ciujung yang diukur oleh Badan Besar Wilayah Sungai Cidanau, Ciujung, dan Cidurian (BBWSC3) tahun 2000- 2009 hingga diketahui debit andalan seperti pada Tabel 8.

Tabel 8Debit andalan per bulan Sungai Ciujung

Bulan m3/bulan Januari 754x107 Februari 943x107 Maret 748 x107 April 1070 x107 Mei 610 x107 Juni 546 x107 Juli 562 x107 Agustus 393 x107 September 384 x107 Oktober 397 x107 November 920 x107 Desember 1047 x107

Sumber: Hasil perhitungan (2014)

Hasil perbandingan total kebutuhan air dengan debit sungai andalan dapat dilihat pada Gambar 8. Dari kurva tersebut dapat disimpulkan bahwa debit Sungai Ciujung masih dapat memenuhi total kebutuhan air per bulan Kabupaten Serang.

Gambar 8Kurva perbandingan debit sungai dan kebutuhan air Debit Sungai Ciujung dengan total 1431x107

m3/tahun dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air di Kabupaten Serang sebanyak Namun demikian, dengan kondisi Sungai Ciujung yang sudah tercemar akibat banyaknya limbah- limbah industri yang dibuang ke badan sungai, perlu adanya program normalisasi

0 2E+09 4E+09 6E+09 8E+09 1E+10 1.2E+10

25 sungai agar kualitas Sungai Ciujung dapat kembali memenuhi standar baku mutu. Besarnya debit Sungai Ciujung juga dapat menimbulkan banjir ketika musim penghujan, oleh karena itu daerah sempadan sungai perlu diperhatikan pengawasan dan penggunaannya agar tidak terjadi penyempitan badan sungai yang dapat menyebabkan meluapnya Sungai Ciujung. Pembangunan bendung juga perlu dilakukan, selain untuk menampung debit air, dapat juga dimanfaatkan untuk dialirkan ke persawahan melalui saluran-saluran irigasi.

Indikator Degradasi Lingkungan

Dalam kondisi alami, lingkungan dengan segala keragaman interaksi yang ada mampu untuk menyeimbangkan keadaannya. Namun tidak tertutup kemungkinan, kondisi demikian dapat berubah oleh campur tangan manusia dengan segala aktivitas pemenuhan kebutuhan yang dapat melampaui batas.Keseimbangan lingkungan dapat terganggu bila terjadi perubahan berupa pengurangan fungsi dari komponen maupun terjadi kerusakan komponen- komponen lingkungan tersebut.

Saat ini, pengelolaan lingkungan masih kurang memperhatikan daya dukung lingkungan yang ada. Daya dukung lingkungan merupakan kemampuan lingkungan untuk mengakomodasi kegiatan-kegiatan yang ada, serta kemampuan lingkungan dalam mentolerir dampak negatif yang ditimbulkan. Perhatian terhadap daya dukung lahan seharusnya tidak hanya terbatas pada lokasi dimana sebuah kegiatan pemanfaatan sumber daya alam berlangsung, akan tetapi harus mencakup wilayah yang lebih luas dalam satu ekosistem (Arsyad, 2008).

Beberapa indikator terjadinya degradasi lingkungan hidup dapat terjadi pada sumberdaya tanah/lahan, sumberdaya air, serta sumberdaya flora dan fauna. Pada Kabupaten Banten, terdapat banyak potensi sumberdaya alam. Namun demikian, seiring perkembangan pembangunan dan aktivitas manusia yang dilakukan berbanding lurus dengan banyaknya kerusakan lingkungan yang terjadi. Degradasi lingkungan menyebabkan banyak dampak negatif, baik terhadap alam maupun manusia itu sendiri.

Kabupaten Banten memiliki tiga sungai besar yang mengaliri sepanjang wilayahnya, yaitu Sungai Cidanau, Cidurian, dan Ciujung. Curah hujan yang menyebabkan banjir di daerah Kabupaten Serang adalah 130 mm. Pada 13 Januari 2012, meluapnya Sungai Ciujung menyebabkan terjadinya banjir besaryang merendam 3900 hektar sawah yang sebagian siap panenserta merendam 250 hektar tambak ikan bandeng. Selain itu, banjir besar juga terjadi pada 22 Januari 2014 lalu. Banjir tersebut merendam 14 kecamatan di Kabupaten Serang, meliputi Kecamatan Cikande, Kopo, Kibin, Jawilan, Keragilan, Padarincang, Carenang, Binuang, Tanara, Petir, Tunjung Teja, Pamarayan, Pontang dan Kecamatan Cikeusal. Banjir yang terjadi di Kabupaten Serang sendiri rutin terjadi ketika musim penghujan sejak tahun 2011. Hal ini diakibatkan karena terjadinya pendangkalan Bendung Pamarayan sehingga tidak mampu membendung debit Sungai Ciujung yang terus meningkat, khususnya ketika musim hujan tiba.

26

Gambar 9Skema sempadan sungai (Sumber: Maryono, 2007)

Meskipun sering terjadi banjir, Kabupaten Serang juga mengalami kekeringan pada bulan-bulan tertentu. Tahun 2012 merupakan salah satu tahun terparah terjadinya kekeringan. Kabuaten Serang terkena kekeringan 5290 hektar dengan jumlah yang terkena puso atau gagal panen 942 hektar di 11 kecamatan pada Juli hingga Oktober 2012. Selain mengakibatkan kerugian pada sektor pertanian, kekeringan yang terjadi juga menyebabkan kekurangan pasokan air bersih ke masyarakat. Pada bulan September 2012, sebanyak tujuh istalasi air milik Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta AL-Bantani, Kabupaten Serang sudah tidak berfungsi. Kabupaten Serang mengalami gagal panen akibat kekeringan. Penyebabnya adalah pembangunan parit yang tidak sampai ke daerah tersebut sehingga tidak mendapatkan pasokan air irigasi pada musim kemarau.

Selain banjir dan kekeringan, kerusakan lingkungan di Kabupaten Serang juga didominasi oleh tanah longsor, pembakaran dan penebangan hutan hutan secara liar. Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak kebawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor diawali oleh air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai ke tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan diatasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng. Tanah longsor di Kabupaten Serang terjadi didaerah-daerah dataran tinggi seperti di Gunung Karang (meliputi perbatasan wilayah Kecamatan Ciomas, Keduhejo, Pandeglang dan Cadasari) 60% areal hutan gundul dan di Gunung Aseupan (perbatasan wilayah Kecamatan Menes, Mandalawangi, Jiput dan Padarincang) 45% areal gundul, serta di kawasan cagar alam Rawa Dano, Kecamatan Mancak. Tanah longsor yang sering terjadi adalah tanah longsor rotasi, yaitu bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau landai. Kejadian tanah longsor rotasi terdapat pada Gambar 10.

27

Gambar 10Potongan melintang longsoran rotasi

Dari tutupan lahan, dapat dilihat bahwa Kabupaten Serang didominasi oleh lahan pertanian (terdiri dari sawah dan ladang/tegalan) yang mencapai 57.07% dari total luas lahan di Kabupaten Serang. Selain itu, kebun campuran (mix used antara kebun dan hutan) menempati luas sekitar 26.45% dari total luas lahan. Khususnya di DAS Ciujung, sebagian penggunaan lahan adalah untuk persawahan seperti pada Gambar 10. Lahan-lahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk bangunan pengendali banjir dan erosi.

28

Salah satu bangunan struktural yang dapat dibangun adalah terasering. Teras adalah bangunan konservasi tanah dan air yang dibuat dengan penggalian dan pengurugan tanah, membentuk bangunan utama berupa bidang olah, guludan, dan saluran air yang mengikuti kontur serta dapat pula dilengkapi dengan bangunan pelengkapnya seperti saluran pembuangan air (SPA) dan terjunan air yang tegak lurus kontur (Yuliarta et al., 2002). Manfaat teras adalah mengurangi kecepatan aliran permukaan sehingga daya kikis terhadap tanah dan erosi diperkecil, memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan menampung dan mengendalikan kecepatan dan arah aliran permukaan menuju ke tempat yang lebih rendah secara aman. Teras dibedakan menjadi beberapa jenis, diantaranya teras datar, teras guludan, teras kredit, teras bangku, teras kebun, dan lain-lain.

Kemampuan lahan di Kabupaten Serang dibedakan menjadi enam, dengan didominasi oleh lahan kelas II dan kelas III secara berturut-turut sebesar 31.41% dan 20.52% dari luas total lahan di Kabupaten Serang. Lahan kelas II memiliki kelerengan 3-8% dengan kedalaman efektif tanah >90 cm, sementara lahan kelas III memiliki sudut lereng 2-13%, kedalaman efektif tanah >90 cm, batuan permukaan sedikit, dan erosi ringan. Penggunaan lahan kelas II dan III tersebut sebagian besar berupa sawah beririgasi, kebun campuran, dan pemukiman.

Berdasarkan data tersebut, jenis teras yang cocok dibangun pada lahan kelas II dan III adalah teras kredit. Teras kredit merupakan bangunan konservasi tanah berupa guludan tanah atau batu sejajar kontur, bidang olah tidak diubah dari kelerengan tanah asli. Teras kredit merupakan gabungan antara saluran dan guludan menjadi satu (Yuliarta, et al., 2002). Kriteria teras kredit adalah kemiringan lereng 3-10%, kedalaman tanah . 30 cm, daya infiltrasi dan permeabilitas tinggi, serta penggunaan lahan untuk tanaman semusim.

Teras kredit biasanya dibuat pada tempat dengan kemiringan lereng antara 3 sampai 10 persen, dengan cara membuat jalur tanaman penguat teras (lamtoro, kaliandra, gamal) yang ditanam mengikuti kontur. Jarak antara larikan 5 sampai 12 meter. Tanaman pada larikan teras berfungsi untuk menahan butir-butir tanah akibat erosi dari sebelah atas larikan. Lama kelamaan permukaan tanah bagian atas akan menurun, sedangkan bagian bawah yang mendekat dengan jalur tanaman akan semakin tinggi. Proses ini berlangsung terus-menerus sehingga bidang olah menjadi datar atau mendekati datar.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mawardi (2011), untuk lahan berupa tanah tegalan dengan kemiringan 10 % pada jumlah hujan rerata 257.72 mm/bulan diperoleh bahwa keberadaan teras kredit pada lahan yang bervegetasi mampu menurunkan laju erosi sebesar 5.46 ton/ha/bulan atau sekitar 8.33 % dan aliran permukaan sebesar 25.67 m3/ha/bulan atau 3.91 % dari laju pada kondisi tanah gundul tanpa dilakukan konservasi seperti pada tabel 9.

Tabel 9Besar penurunan jumlah tanah tererosi

No. Tipe konservasi lahan Besar Penurunan Lahan Bererosi Ton/hektar %

1. Teras pada lahan gundul 10x104 13.27

Dokumen terkait