• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN KASUS

Dalam dokumen Laporan Kasus Luka Bakar (Halaman 32-35)

PEMBAHASAN KASUS

Tn. S, usia 21 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan luka bakar di tubuhnya yaitu kedua lengan dan punggung bagian atas yang dialami sejak 2 jam sebelum masuk Rumah Sakit akibat tersengat listrik. Pasien sedang bekerja di mesjid dan tanpa sengaja menyentuh kabel telanjang. Nyeri (+) jika luka bakar disentuh. Riwayat pingsan (+) <15menit, hal ini menandakan telah terjadi cardiac arrest akibat sengatan listrik, riwayat muntah (-), riwayat sesak (-), batuk(-). Pada pemeriksaan fisis ditemukan pada regio thoracalis posterior, cervical, ekstremitas kanan dan kiri tampak kesan luka bakar, nyeri (+), edema (+), eritema (+), pucat(+), pulselessness(+). Pada pemeriksaan penunjang ditemukan leukositosis, peningkatan enzim transaminase, hemoglobinuria, dan ketonuria.

Pasien datang masih dalam fase akut luka bakar. Maka perlu diperhatikan ABCD dari pasien. Airway: paten. Breathing & Ventilation: dada simetris, P 20 x/menit, Rh-/-, Wh-/-, bunyi pernapasan vesikuler, tipe pernapasan thoracoabdominal. Circulation: TD 110/70 mmHg, N 88 x/menit reguler kuat angkat. Disability: kesadaran composmentis, pupil isokor Ø 2,5 mm/2,5 mm. Environment: suhu axilla 36,8 C.

Pada tubuh ditemukan luka bakar di region cervical (3%), thoracalis posterior (7 %) dan ekstremitas kanan dan kiri (7 %). Luas luka ditentukan menurut diagram rules of nine dari Wallace. Total luas luka bakar mencapai 17% dengan grade II A – II B, sehingga digolongkan ke dalam luka bakar sedang.

Luka bakar pada pasien ini digolongkan luka bakar derajat II A – II B sebab kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis yang terlihat dari reaksi inflamasi akut dan proses eksudasi, ditemukan bula, dasar luka berwarna merah atau pucat dan nyeri akibat iritasi ujung saraf sensorik. Luka bakar pada pasien tidak digolongkan dalam derajat I sebab pada luka bakar derajat I kelainannya hanya berupa eritema, kulit kering, nyeri tanpa disertai eksudasi. Luka bakar juga tidak digolongkan dalam derajat III sebab pada luka bakar derajat III dijumpai kulit terbakar berwarna abu-abu dan pucat, letaknya lebih rendah (cekung)

33 dibandingkan kulit sekitar dan tidak dijumpai rasa nyeri/hilang sensasi akibat kerusakan total ujung serabut saraf sensoris.

Lengan tampak edema hiperemis dan bulla. Edema terjadi akibat adanya gangguan vaskularisasi yang menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat, tekanan osmotik koloid menurun sehingga air, protein yang terkandung dalam vascular berpindah ke jaringan interstisial. Hiperemis terjadi akibat adanya peningkatan aliran darah pada zona ini, dimana belum terjadi kerusakan jaringan namun tubuh sudah mempersiapkan untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan dengan meningkatkan aliran darah pada daerah ini. Bulla menandakan terjadinya perpindahan cairan dari jaringan interstisial (2nd spacing) menuju 3rd spacing di atas dermis yang selanjutnya akan membentuk bulla tersebut.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisis, pada ektremitas didapatkan tanda-tanda sindrom kompartemen, seperti pain, pallor (pucat), paralisis (kelemahan), pulselessness (denyut nadi melemah). Dimana Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial pada kompartemen osteofasial yang tertutup akibat meningkatnya permeabilitas kapiler akibat terpajan suhu tinggi yang menyebabkan terjadinya perpindahan cairan yang berasal dari jaringan interstisial. Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan. Hal tersebut merupakan indikasi untuk dilakukan fasciotomi.

Dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium urine, terdapat abnormalitas pada hasil makroskopik yaitu warna urine jernih namun kemerahan,akibat terjadinya hemolisis yang menyebakan hemoglobin terdapat dalam urine dan mewarnai urine tersebut. Dari pemeriksaan laboratorium darah tepi ditemukan peningkatan leukosit. Peningkatan leukosit ini disebabkan oleh reaksi inflamasi pada fase akut luka bakar. Selain itu, terjadi peningkatan enzim transaminase akibat proses inflamasi di hepar dan otot.

Resusitasi cairan perlu dilakukan karena luka bakar mencapai 17% (di atas 15%). Dengan rumus Parkland, dapat dihitung kebutuhan cairan pasien yaitu: (diketahui BB pasien 65 kg)

34 Dari total cairan yang harus diberikan dalam 24 jam pertama, dibagi dalam dua pemberian yaitu cairan pada 8 jam pertama dan 16 jam kedua. Karena resusitasi seharusnya dimulai sejak terjadinya trauma bakar sedangkan pasien datang ke rumah sakit 2 jam setelah kejadian, sehingga tersisa 6 jam dari yang seharusnya 8 jam pertama untuk melakukan resusitasi. 2210 cc diberikan pada 6 jam pertama ≈ (2210 cc x 20)/6x60 menit= 124 tts/menit; kemudian 2210 cc yang diberikan pada 16 jam selanjutnya ≈ (2210 ml x 20)/ 16x60 menit = 46 tts/ menit.

Cairan yang digunakan yaitu Ringer Laktat (RL). Hal yang dimonitor selama resusitasi yaitu output urin 0,5 – 1 mL/kg BB/jam dan tanda-tanda vital.

Kebocoran dan akumulasi protein plasma di luar kompartemen vaskular memberikan kontribusi pada pembentukan edema. Kebocoran kapiler bisa bertahan hingga 24 jam setelah trauma bakar. Sehingga pemberian koloid tidak dianjurkan pada 24 jam pertama.

Setelah itu dilakukan perawatan luka bakar. Luka bakar dibersihkan dengan air hangat yang mengalir. Hal ini merupakan cara terbaik untuk menurunkan suhu di daerah cedera, sehingga dapat menghentikan proses kombusio pada jaringan. Kemudian diberikan krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi. Untuk menutup luka, digunakan kasa lembab steril menggunakan cairan NaCl untuk mencegah penguapan. Balutan dinilai dalam waktu 24-48 jam. Bulla yang luas dengan akumulasi transudat, akan menyebabkan penarikan cairan ke dalam bula sehingga menyebabkan gangguan keseimbangan cairan.

Diberikan antibiotik karena luka bakar yang tidak steril diakibatkan oleh kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Selain pemberian antibiotik, pasien juga diberikan analgetik golongan NSAID untuk mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien serta diberikan AH2 antagonis untuk mencegah pengeluaran asam lambung yang diakibatkan oleh stress ulcer akibat luka bakar tersebut.

35 DAFTAR PUSTAKA

Advances Trauma Life Support untuk Dokter. 2004.

Mehmet H, Ebru SA, Hamdi K. Fluid Management in Major Burn Injuries. Indian J Plast Surg. 2010: S29-S36.

David G. Burn Resuscitation. Journal of Burn Care & Research. 2007: 4.

WHO. Management of Burns. WHO Surgical Care at the District Hospital. 2003: 1-7.

Shehan H, Peter D. Pathophysiology and Types of Burns. BMJ. 2004;328:1427–9.

New Zealand Guidelines Group. Management of Burns and Scalds in Primary

Care. Accident Compensation Corporation. 2007: 4-6.

James M, Mahambrey T, Andrews F, Jeanrenaud P, Yao S, Wilkinson D. Adult

Acute Burn Fluid Resuscitation Guidelines. NHS: 1-4.

The Dudley Group. Clinical Guideline Burn Injury. 2012

Dalam dokumen Laporan Kasus Luka Bakar (Halaman 32-35)

Dokumen terkait