• Tidak ada hasil yang ditemukan

DATA LABORATORIUM Data

8. PEMBAHASAN KASUS 1 Subjektif

Data Kondisi Pasien Uraian Identitas

px

MRS : 31 Maret 2015

KRS :

-Inisial Pasien : Ny. Cita Citaku

Asuransi : BPJS Keluhan utama mata kanan terasa nyeri, merah, pandangan di mata kanan nampak ada area tak terlihat

Keluhan nyeri disebabkan

karena adanya

penghambatan aliran keluarnya aqueous humor dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat sehingga menimbulkan desakan pada saraf optis yang menimbulkan nyeri hebat.

Keluhan mata memerah disebabkan karena adanya peningkatan tekanan intraokular oleh karena banyaknya cairan sehingga mendesak pembuluh darah pada mata sehingga tekanan darah menjadi meningkat dan vasokonstriksi dan mata memerah.

Keluhan pasien terkait keterbatasan penglihatan pada beberapa area merupakan salah satu manifestasi klinik dari glaukoma, dan katarak yang mana terdapat koagulasi protein pada lensa dapat menyebabkan keterbatasan dalam melihat.

tambahan mual karena beberapa kondisi pasien, diantaranya kondisi glaukoma pada pasien yang dapat menyebabkan gejala mual muntah, hal tersebut terjadi akibat saraf-saraf tertentu di mata mengirimkan suatu sinyal pada pembuluh darah otak untuk menurunkan kadar serotonin juga dapat menyebabkan terjadinya mual.

Kondisi mual juga dapat terjadi karena mual dan pusing merupakan manifestasi klinik dari glaukoma, dimana kondisi glaukoma menyebabkan adanya gangguan visual, yaitu halo rainbow yang menyebabkan rasa mual dan pusing.

Kondisi mual juga dapat dikarenakan peningkatan BUN pada pasien, hal ini ditunjukkan pada data laboratorium yang mana kadar BUN meningkat.

Diagnosis primary open angle glaucoma OD, katarak OD

Glaukoma sudut terbuka primer merupakan neuropati optik kronis dengan

progresifitas yang perlahan-lahan dengan karakteristik adanya ekskavatio dari syaraf optik, gangguan lapang pandangan, hilangnya sel dan akson ganglion retina dan memiliki sudut iridocorneal yang terbuka. Glaukoma sudut terbuka primer ini lebih sering dijumpai pada usia dewasa (Lisegang, et al., 2005). Pada glaukoma sudut terbuka penyebab yang paling sering terjadi adalah peningkatan tekanan intraokuli walaupun pada beberapa kasus tidak terjadi peningkatan tekanan intraokuli (Lisegang, et al., 2005 ). Peningkatan tekanan intraokuli dapat merusak sel-sel ganglion retina dan menyebabkan kerusakan syaraf optik sehingga progresifitas glaukoma berlanjut.

Katarak adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di dalam kapsul lensa

atau juga suatu keadaan patologik lensa di mana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa. Katarak disebabkan hidrasi (penambahan cairan lensa),denaturasi protein lensa, proses penuaan (degeneratif). Katarak OD  pupil keruh dan ada bayangan coklat

Katarak juga merupakan manifestasi klinik pada glaukoma, dimana terdapat istilah chatarac complicata, yang mana terjadi pada mata dikarenakan kondisi

glaukoma dapat

menyebabkan hidrasi protein pada lensa, sehingga terjadi koagulasi protein pada lensa yang menyebabkan pandangan mata menjadi kabur.

Riwayat penyakit

DM dan HT Diabetes Melitus dan Hipertensi diperkirakan berperan dalam kerusakkan saraf optik melalui jalur mekanis dan vaskular. Melalui jalur mekanis,

mengakibatkan peningkatan tekanan intraokuler sementara melalui jalur vaskular, keduanya dapat mengakibatkan penurunan tekanan perfusi okuler.

Diabetes mellitus merupakan faktor resiko dari glaukoma dimana penderita POAG dengan DM tipe 2 lebih tinggi (7.8 %) dibandingkan tanpa diabetes (3.9 %). Diabetes dapat memprodusi AGE product yang mana merupakan oksidan ssehingga membuat adanya gangguan yaitu komplikasi mikrovaskular yang akan mempengaruhi autoregulasi dari pembuluh darah pada retina dan saraf optik. Penelitian membuktikan adanya kerusakan vaskular

tersebut akan

mempengaruhi saraf optik yang mana akan merubah optic disk, yang mana akan menimbulkan neuropati glaucomatuos optic.

DM menyebabkan

dalam lensa yang sangat lama menyebabkan terjadinya kerusakan yang permanen pada serat dan protein lensa yang mengakibatkan kekeruhan pada lensa.

hipertensi dapat merusak pembuluh darah di mata sehingga mereka tidak dapat mengkompensasi perubahan dalam aliran darah ketika tekanan mata meningkat Menurut teori iskemik, turunnya aliran darah di dalam lamina kribrosa akan menyebabkan iskemia dan tidak tercukupinya energi yangvdiperlukan untuk transport aksonal. Iskemik dan transport aksonal akan memacu terjadinya apoptosis. Pada proses iskemik, terjadi mekanisme autoregulasi yang abnormal sehingga tidak dapat mengkompensasi perfusi yang kurang dan terjadi resistensi (hambatan) aliran humor akuous pada trabekular meshwork yang

akhirnya menyebabkan peningkatan tekanan intraokuli (TIO) (Lewis, 1993).

HT memiliki resiko 2.61 kali lebih besar untuk mengalami POAG dibandingkan normotensi. Dalam penelitian dibahas resiko hipertensi terhadap glaukoma, yaitu tekanan darah yang tinggi akan menurunkan tekanan diastolik perfusi aliran darah ke mata dan adanya perbedaan antara tekanan diastolik pada arteri dan IOP. Akan tetapi mekanisme yang pasti terjadi adalah penurunan aliran darah ke mata yang menimbulkan keparahan glaukoma. Riwayat obat atenolol 1 dd 50 mg metformin 3 dd 500 mg

Atenolol merupakan obat antihipertensi golongan ß-blocker. Atenolol merupakan obat antihipertensi selektif pada reseptor ß1. Mekanisme aksi sebagai antihipertensi adalah memblok reseptor ß1 yang terdapat pada jantung supaya terjadi vasodilatasi

yang dipengaruhi oleh penurunan detak jantung.

Dosis dewasa

diadministrasikan secara 50 sampai 100 mg/hari. Efek samping yang ditimbulkan adalah lelah 13%, bradikardi 8%, mual, muntah diare (McEvoy, 2011).

Pasien mengalami riwayat penyakt hipertensi disertai diabetes mellitus, menurut JNC 8, terapi yang dapat diberikan pada pasien dengan riwayat penyakit seperti diatas adalah ACE inhibitor atau calcium channel blocker, atau ARB. Tekanan darah normal berdasarkan JNC 8 adalah < (kurang dari) 140/90.

Metformin merupakan obat golongan biguanida yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan menurunkan produksi gula hepatik. Juga metformin dapat mrnurunkan absorbsi glukosa pada pencernaan dan meningkatkan respon insulin. Pendosisan dilakukan

sebagai berikut, dosis awal secara peroral 500 mg sehari 2 kali, ditingkatkan denga 500 mg sehari 3 kali (maksimal dosis 2500 mg/hari dalam dosis terbagi). Efek samping obat yang muncul adalah diarrhea; mual; muntah; anorexia (McEvoy, 2011). Penggunaan metformin berinteraksi dengan asetazolamid (McEvoy, 2011). Riwayat alergi -Riwayat sosial Kepatuhan : -Merokok/Alkohol : -Obat Tradisional : OTC : -8.2 Objektif OD Parame ter OS URAIAN

3/60 Visus 6/15 Pemeriksaan visus digunakan untuk mengetahui keterbatasan lapang pandang pada mata, dimana hasil pemeriksaan pada pasien menunjukkan bahwa pada mata kanan pasien, pasien hanya dapat melihat atau

menghitung jari pada jarak 3 meter, sedangkan pada orang normal dapat melihat atau menghitung jari pada jarak 60 meter. Hal ini dikatakan pasien memiliki keterbatasan pandangan melihat sebesar 75 %. Sedangkan pada mata kiri, pasien hanya dapat melihat atau menghitung jari pada jarak 6 meter, sedangkan pada orang normal dapat melihat atau menghitung jari pada jarak 15 meter.

36 IOP 12 Pengukuran Intra Ocular Pressure digunakan untuk mengetahui tekanan cairan pada mata yang merupakan awal dari diagnosis glaukoma. Pada mata kanan pasien IOP sebesar 36 mmHg, dimana dalam batas normal adalah < 21 mmHg. Sedangkan pada mata kiri IOP sebesar 12 mmHg, dimana masih dalam rentang normal.

Edema (+) spasm e (+)

Palpebra Tenang Palpebra pasien mengalami edema, yang mana ada tekanan pada mata.

Keruh grade II

Lensa Jernih Lensa mata yang keruh menunjukkan adanya koagulasi protein pada lensa mata yang

merupakan gejala katarak. DATA KLINIK URAIAN TD (< 120/80) mmHg

Tekanan darah pasien masih dalam batas normal, dimana pasien mengalami riwayat penyakt hipertensi disertai diabetes mellitus, menurut JNC 8, tekanan darah normal adalah < (kurang dari) 140/90.

Nadi (80-100 x/menit)

Dalam batas normal

RR (< 20 x/menit)

RR tinggi pada 31/3 – 2/4 terjadi karena kondisi sesak pada pasien. Kondisi sesak pada pasien dapat dikarenakan kondisi asidosis yang terjadi pada pasien, dimana pada awal masuk rumah sakit pasien mengalami sesak, akan tetapi tidak ada diagnosis khusus.

Suhu (37 ± 0,5oC)

Dalam batas normal

Pusing

Kondisi pusing dapat dipengaruhi oleh keadaan pasien, dimana pasien mengalami glaukoma yang menyebabkan penglihatan pasien yang disebut halo rainbow yang menyebabkan pasien mengalami pusing.

Mual

Kondisi mual dapat dipengaruhi oleh keadaan pasien, dimana pasien mengalami glaukoma yang menyebabkan penglihatan pasien yang disebut halo rainbow yang menyebabkan pasien mengalami mual. Kondisi mual pada pasien juga dapat disebabkan oleh karena BUN pasien meningkat, yang merupakan penunjuk kadar urea dalam darah.

Nyeri Kondisi nyeri pada mata disebakan oleh meningkatnya IOP yang menyebabkan saraf

optik mengalami desakan oleh cairan dan mengakibatkan rasa nyeri pada mata.

Sesak

Kondisi sesak pada pasien dapat dikarenakan kondisi asidosis yang terjadi pada pasien, dimana pada awal masuk rumah sakit pasien mengalami sesak, akan tetapi tidak ada diagnosis khusus. DATA LABORATORIUM Data Laboratori um URAIAN

WBC Dalam batas normal Hb Dalam batas normal GDA Dalam batas normal SGOT Dalam batas normal SGPT Dalam batas normal

Scr

Tes kreatinin berguna untuk mendiagnosa fungsi ginjal karena nilainya mendekati glomerular filtration rate (GFR). Kreatinin adalah produk antara hasil peruraian kreatinin otot dan fosfokreatinin yang diekskresikan melalui ginjal. Produksi kreatinin konstan selama masa otot konstan. Konsentrasi kreatinin serum meningkat pada gangguan fungsi ginjal baik karena gangguan fungsi ginjal disebabkan oleh nefritis, penyumbatan

saluran urin, penyakit otot atau dehidrasi akut. BUN BUN adalah produk akhir dari metabolisme

protein, dibuat oleh hati. Pada orang normal, ureum dikeluarkan melalui urin. Kadar dalam darah tergantung produksi (tergantung sintesa & asupan protein) dan ekskresi (ginjal 90%,GIT & kulit 10 %). Kadar urea dinyatakan BUN (blood

urea nitrogen) atau urea. Fungsi ginjal menurun pH Asidosis

Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai asidosis tubulus renalis (ATR) atau rhenal tubular acidosis (RTA), yang bisa terjadi pada penderita gagal ginjal atau penderita kelainan yang

mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam. HCO3 8.3 Assesment Assesment Kategori Problem Drug Interaction

Metformin dan Acetazolamide berinteraksi secara signifikan, dengan menurunkan kadar bikarbonat sehingga dapat memperparah keadaan asidosis pasien (medscape). Sedangkan metformin tidak dapat dihentikan karena sebagai pengobatan DM pasien sehingga perlu dihentikan yang Acetazolamide.

Salbutamol dan timol berinteraksi Antagonisme pada efek paru yang mengakibatkan bronkospasme berat pada pasien asma (McEvoy,2011). Sedangkan pasien sesak maka berbahaya.

Acetazolamide dan DM dapat berinteraksi dengan mengganggu kontrol glukosa darah pasien (Lacy et al,2007). Sehingga dapat memperparah kondisi DM pasien.

Dosis dan Regiman

 Untuk terapi POAG seharusnya monoteraphy dengan pilihan utama (first line) prostaglandin analog (latanoprost) atau B-blocker (timolol) (Kimble,2013). Sehingga yang digunakan

harusnya latanoprost saja dengan dosis larutan 0.005% 1 tetes (1.5 mcg) pada mata 1x/hari pada malam hari. Karena jika B-blocker mungkin bisa memperparah sesak pasien.

 Pemberian Natrium bicarbonat pada pasien sudah tepat karena jika pH masih > 7,2. Sedangakan menurut (Dipiro,2008) urgensi pemberian Na bic secara IV untuk asidosis dengan pH < 7,2. Sehingga bisa diatasi dengan Na bic secara oral dengan dosis Per Oral dengan dosis 325 mg hingga 2 gram, terbagi 1 sampai 4 kali/hari (untuk pasien kurang dari < 60 tahun, maksimum dosis 16 g/hari; dan pasien > 60 tahun maksimum dosis 8 g/hari) (Tatro,2003).

 Pemberian metformin sudah sesuai untuk pengobatan DM pasien 3 dd 500 mg, sudah sesuai dosis dan indikasinya.

 Pemberian Atenolol (B1 selektif bloker) 1 dd 50 mg untuk hipertensi sudah tepat sesuai indikasi karena tidak memperparah sesak dan asidosis pasien. Namun dengan peningkatan BUN dan SCr pasien yang menandakan adanya renal disorder perlu dilakukan penggantian obat yang renoprotective seperti ACE Inhibitor dan ARB.

Ketidaktepa tan indikasi dan Indikasi yang tidak diterapi

Salbutamol tidak tepat dikarenakan penggunaan baru tanggal 2 april sementara RR pada tanggal 2 april sudah membaik dan sesak pasien juga sudah berkurang. Penggunaan acetazolamide juga sudah

dihentikan. Selain itu pasien memiliki hipertensi sehingga penggunaan salbutamol kurang tepat. Selain itu sesak napas yang dialami pasien mungkin dikarenakan kondisi asidosis yang menyebabkan hiperventilasi untuk kompensasi dan efek samping acetazolamide sehingga mungkin yang perlu dicover adalah kondisi penyebabnya tersebut.  Pasien mengluhkan nyeri, pusing dan mual

namun tidak ada terapi mungkin bisa diberikan obat-obatan yang dapat meringankan simptomatis pasien seperti analgesik prn seperti parasetamol untuk mengatasi nyeri yang dialami pasien, atau antiemetik seperti domperidon untuk mengatasi mual pasien.

 Pasien memiliki diagnosis katarak namun tidak ditindak lanjuti, dapat disarankan kepada pasien untuk diberikan obat-obatan Diberikan tetes mata mydriatic,seperti phenylephrine (2,5%) atau tropikamid (0,5%). Dipilih tropikamid dengan MoA Mencegah otot sfingter iris dan otot tubuh ciliary untuk merespon rangsangan kolinergik sehingga dapat melancarkan outflow dari aqueous humor (AAO,2011). Atau mungkin dilakukan operasi.

Efek Samping obat

 Efek Samping Acetazolamide yang meningkatkan RR dan juga asidosis, dan juga insufisiensi ginjal (Lacy et al,2007). Sehingga dapat memperparah kondisi sesak pasien, asidosis pasien dan juga gangguan ginjal

pasien.

 Efek samping atenolol 1-10% pada GI yaitu konstipasi, diare, dan mual (Lacy et al,2007). Sehingga kemungkinan dapat memperparah kondisi mual pasien.

Ketidak tepatan jenis obat

 Penggunaan Acetazolamide kurang tepat karena banyak mengakibatkan efek yang merugikan pada pasien, seperti : berinteraksi dengan metformin yang mengakibatkan penurunan kadar bikarbonat pasien yang dapat memperparah kondisi asidosis pasien, meningkatkan RR yang memperparah sesak pasien, dan menyebabkan insufisiensi ginjal sehingga memperparah renal disorder pasien. Dan selain itu pengobatan dengan Acetazolamide ini biasanya digunakan pada pilihan kedua jika terapi firstline pada POAG tidak merespon.

 Penggunaan timolol agaknya kurang tepat karena bukan merupakan β-Selektif blocker yang dapat ebrpengaruh terhadap bronkospasm pasien sehingga memperparah kondisi sesak pasien. Dan untuk pengobatan awal POAG, dapat dengan monotherapy dengan first line prostaglandin analog atau β-blocker sehingga dipilihkan latanoprost saja.

8.4 Plan

Sasaran Plan

Dokter - Memberikan saran pada dokter untuk menggunakan latanoprost sejak awal sebagai inisial terapi karena PG analog efektif untuk penanganan pertama dan cenderung aman (Single terapi).

- Menyarankan untuk tidak menggunakan beta blocker terlebih dahulu untuk mengatasi kondisi glaucoma, melainkan melihat dahulu efikasi dari terapi tunggal menggunakan latanoprost.

- Menyarankan untuk monitoring efektivitas dari latanoprost dan beta blocker terlebih dahulu dan tidak menggunakan acetazolamide dari awal, Penggunaan NaBic disarankan tidak diberikan terlebih dahulu karena pH pasien masih diatas 7 walaupun masuk dalam kategori asiodosis dikarenakan asidosis ini karena efek samping dari acetazolamide. Dengan demikian maka jika acetazolamide belum diberikan maka kondisi asidosis dapat dicegah. Namun jika kondisi ini terjadi maka terapi untuk adidosisnya adalah dengan menggunakan resusittasi cairan terlebih dahulu. Namun jika tidak membaik dan pH dibawah 7 maka perlu pemberian Na Bic.

salbutamol karena baru diberikan pada tanggal 2 april, dimana keadaan sesak pasien sudah berkurang sehingga tidak perlu diberikan salbutamol. Dan juga kemungkinan sesak pasien dikarenakan hiperventilasi akobat kompensasi asidosisnya sehingga dengan perbaikan asidosis pasien maka sesaknya akan hilang.

- Disarankan untuk pemberian parasetamol dan anti mual seperti domperidon untuk mengatasi kondisi simtomatis pasien jika pasien merasa tidak nyaman, namun penggunaannya hanya pro renata.

- Menyarankan untuk katarak pasien jika pasien terganggu untuk melakukan Operasi Jika memang perlu, maka dilakukan pemantauan IOP yang ketat. Keadaan glaucoma pasien harus stabil saat melakukan operasi. Ketika IOP tidak terkontrol dengan baik, atau ada moderat untuk berkembang ke saraf optik dan perubahan bidang visual, ekstraksi katarak gabungan dan trabeculectomy dapat dilakukan (AAO,2011).

- Disarankan untuk pergantian obat hipertensi menjadi obat golongan ARB yaitu pemberian Losartan. Dengan dosis yang disarankan yaitu 25-100 mg/hari diberikan dalam 1 hingga 2 dosis terbagi. Tidak ada informasi bahwa pemberian dosis besar akan meningkatkan benefit.

Namun jika efektivitas tidak tercapai pada pemberian sekali sehari dapat disarankan untuk melakukan peningkatan dosis atau pemberian 2 kali sehari (McEvoy et al,2011).

- menyarankan pemberian oksigen karena pasien datang mengeluhkan sesak.

Perawat - Monitoring efek terapi dari latanoprost, sehingga untuk mengetahui perlu pergantion obat atau tidak

- Monitoring efek terapi lainnya seperti nilai pH kembali normal, RR normal, keluhan pasien yang meliputi nyeri dan mual dapat teratasi

- Pemberian latanoprost malam hari karena tekanan intra ocular bisa tiba-tiba tinggi ketika malam hari

- Monitoring efek samping obat :

Latanoprost :pigmentasi iris, iritasi mata Resusitasi cairan : oedem

Losartan :pusing, diare Metformin : gangguan GI

Pasien - Jika gangguan pandangan pasien ingin dikoreksi maka disarankan menggunakan kacamata dibandingkan dengan lensa kontak

- Mengedukasi pasien cara pemakaian obat tetes mata sesuai dengan prosedur yang benar .

- Untuk DM pasien maka pasien diedukasi untuk menejemen diet pasien dan juga olahraga yang teratur

mengurangi asupan garam, hindari makanan yang terlalu banyak lemak agar ttidak timbul penyumbatan pembuluh darah oleh lemak.

Dokumen terkait