• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN Kebiasaan Makanan

Komposisi makanan ikan senggaringan perTKG mengalami perubahan dengan adanya kenaikan kematangan gonad, hal ini terlihat dengan adanya perubahan komposisi serpihan hewan yang terus meningkat hingga TKG IV, serta dengan adanya konsumsi gastropoda yang meningkat dari TKG III ke TKG IV, hal ini menunjukkan ikan ini memiliki kebiasaan mengkonsumsi gastropoda dalam memenuhi kebutuhannya dalam reproduksi, jenis gastropoda yang dikonsumsi ikan senggaringan berupa Pleurocea sp. Hasil penelitian ini melengkapi data penelitian Sulistyo & Setijanto 2002 yang menyatakan ikan senggaringan cenderung menyukai makanan berupa crustacea dan insekta air. Hasil penelitian diatas masih bersifat umum dan belum melihat kecenderungan jenis makanan ikan berdasarkan tingkat kematangan gonad.

Perubahan komposisi jenis makanan ikan senggaringan menggambarkan adanya kebutuhan protein yang tinggi dalam menyokong keberlangsungan reproduksinya, hal ini erat dengan kebutuhan material energi untuk metabolisme maupun untuk perkembangan gonad. Adanya kecenderungan peningkatan gatropoda pada TKG IV, kecenderungan ini besar kemungkinannya dengan kebutuhan ikan akan kolesterol sebagai bahan hormon. Gastropoda sendiri besar kemungkinan memiliki kandungan kolesterol, namun belum diketahui berapa besar kandungan kolesterolnya.

Dridi et al. (2007) mengungkapkan perubahan aktifitas metabolisme pada moluska memiliki interaksi yang komplek dengan kemampuan mengambil makanan, kondisi lingkungan, pertumbuhan dan siklus gametogenesis. Lebih jauh lagi diterangkan, pada umumnya ketika makanan berlebihan, akan ditingkatkan deposit material energi pada tubuh, deposti material ini akan diprioritaskan untuk gemetogenesis, dalam bentuk lemak, protein dan glikogen.

Indek Morfoanatomi dan Energi pada Beberapa Organ

Kajian komposisi biokimia tubuh serta kaitannya dengan pertumbuhan dan siklus gametogenesis (Berthelinet al. 2000). Teori strategi reproduksi selama ini terfokus pada seberapa besar energi yang dibutuhkan untuk reproduksi, atau

bagaimana pertukaran energi untuk pemenuhan kebutuhan reproduksi dengan pertumbuhan serta kelangsungan hidup (Kaitala 1991). Hal seperti ini mempunyai implikasi negatif terhadap kondisi ikan, ikan betina dapat memilah antara energi yang dialokasikan untuk pemeliharaan serta pertumbuhan tubuh, atau energi untuk reproduksi (Sanchez et al. 1998). Pada banyak ikan air tawar, dapat mempertimbangkan kehilangan ukuran tubuh atau pertumbuhan akibat reproduksi, perpindahan antara somatik ke jalur reproduksi kemungkinan merata pada ikan. Duchemin et al. (2007) mengungkapkan pada saat bersamaan antara imunitas dan faktor lingkungan, jelas terlihat jika reproduksi menjadi lebih penting dari pada parameter lingkungan dalam mengatur status imunitas pada moluka. Dalam hal ini jelas jika dalam proses reproduksi, akan membutuhkan material energi yang besar, baik itu yang akan diubah menjadi energi maupun yang akan dialokasikan untuk perkembangan gonad. Dridi et al. (2007) mengungkapkan keberadaan deposit energi dan siklus biokimia tubuh sangat erat hubungannya dengan aktifitas reproduksi. Lebih lanjut Li et al. (2007) menjelaskan tingginya kebutuhan energi untuk proses reproduksi berdampak pada penurunan imunitas, bahkan menyebabkan kematian bagi oyster dikarenakan mudahnya terserang patogen dan stres lingkungan.

Faktor Kondisi dan Energi Otot Dorsal

Hal-hal yang mempengaruhi faktor kondisi selain ketersediaan makanan adalah kematangan gonad dan jenis kelamin (Effendie 2002). Jika dihubungkan dengan komposisi material energi pada otot dorsal (Lampiran 12), dimana kandungan lemak dan protein (berat kering) TKG I adalah 2,2590% dan 32,5696%, TKG II 4,3722% dan 63,9640%, TKG III 5,3351% dan 71,7557%, TKG IV 28,2754% dan 53,3172% serta TKG V 30,2799% dan 46,6041%. Sedangkan jumlah energi (kJ/g) masing-masing TKG adalah 8,578705, 16,82252, 19,0417, 23,75162 dan 22,95915.

Lambert & Duntil (1996) menyatakan kandungan energi pada otot yang spesifik akan meningkat dengan adanya peningkatan faktor kondisi. Namun dalam hal ini peningkatan pada TKG IV hanya terjadi peningkatan yang kecil, hal ini besar kemungkinan material energi yang terkandung di beberapa organ seperti

hati, viseral, yang lebih tepatnya penumpukan lipid pada intraperitoneal serta pada sirip lemak telah dipergunakan untuk proses perkembangan gonad, dan penggunaan material energi di otot juga berkaitan erat dengan kemampuan pada masing-masing organ dalam menyediakan kebutuhan energi untuk reproduksi terbatas, maka keberadaan material di otot juga dikerahkan dalam hal ini yang jelas terlihat terjadi pengurangan adalah protein.

Peningkatan yang cukup besar itu terjadi pada TKG III dan IV, hal ini besar berkaitan dengan perkembangan gonad yang memasuki tahap vitelogenesis serta penimbunan material energi di tubuh yang cukup besar. Namun penurunan yang cukup signifikan juga terjadi di TKG V, hal ini berkaitan dengan telah dikeluarkannya telur yang telah mengalami pematangan, serta berkaitan dengan penurunan kandungan material energi tubuh. Hasil penelitian ini didukung dengan pendapat Kamler (1992) nilai kalori (berat kering) pada tubuh ikan yang sedang bertelur adalah 18,8 – 23,4 J/mg. Dimana nilai energi ikan senggaringan yang sedang mengandung telur antara TKG III dan IV sekitar 23,7516 dan 22,9591 kJ/g, hanya saja pada ikan senggaringan lebih tinggi sedikit dari pendapat Kamler. Pada TKG V nilai kalori pada otot ikan senggaringan mengalami penurunan, hal ini bertentangan dengan pendapat Wootton (1979) yang mengungkapkan pada ikan stickleback (Gasterosteus aculeatus) setelah melakukan pemijahan ikan ini akan dengan cepat mengalami pertumbuhan dan peningkatan nilai energi total pada somatiknya. Lain halnya dengan Dridi et al. (2007) mengungkapkan pada saat awal pemijahan Oyster terjadi penurunan yang cepat berat otot dan faktor kondisi. Penurunan material energi tubuh besar kaitannya dengan tidak tercukupinya asupan energi dari makanan untuk metabolisme tubuh serta perkembangan gonad. Hal ini didukung dengan pendapat Bransdenet al. (2007) yang menyatakan penurunan kandungan material energi pada tubuh pada induk ikan Latris lineata mengindikasikan ikan ini tidak mendapatkan asupan energi total yang dibutuhkan dari makanannya.

Kandungan lemak menunjukkan peningkatan pada tiap TKG, namun kandungan protein mengalami penurunan dari TKG III. Kenaikan lemak ini erat kaitannya dengan peningkatan ukuran tubuh, sebagaimana yang diungkapkan Silva et al. (1998) dengan meningkatnya ukuran tubuh, proporsi dari beberapa

jaringan tubuh mengalami perubahan, dan pada kebanyakan ikan peningkatan ini erat kaitannya dengan peningkatan kandungan lemak pada otot dan hati.

Penurunan kadar protein pada otot dorsal erat kaitannya dengan penggunaan protein sebagai energi yang dibutuhkan untuk proses perkembangan, pematangan dan pemijahan, serta pemeliharaan tubuh. Pada Pectinidae, energi untuk proses pematangan gamet berasal dari glikogen dan protein yang dideposit pada otot dorsal (Mathieu & Lubet 1993). Lebih jauh Ruiz et al. (1992) mengungkapkan protein akan digunakan sebagai energi untuk menyokong proses tahap akhir dari gametogenesis. Untuk kebutuhan lemak sendiri telah tercukupi oleh keberadaan lemak dari IPF di visera dan addephos fin, atau kemungkinan besar ada kaitannya dengan tidak bisa dimanfaatkannya lemak otot dorsal sebagai sumber energi berupa glukosa bagi tubuh, dimana glukosa merupakan bentuk sederhana sumber energi, Koolman & Rohm (2001) mengungkapkan penghancuran asam lemak hanya menghasilkan asetil KoA, karena itu pada hewan pada umumnya tidak dapat mengubah asam lemak menjadi glukosa, hal ini erat kaitannya dengan tidak tercukupinya rangka karbon yang dioksidasi menjadi CO2. Sebagaimana glikogen, protein juga merupakan sumber energi selama proses pemijahan serta setelah pemijahan pada oyster Pasific (Mao et al. 2006, Liet al. 2009).

Visero Somatic Index(VSI) dan Energi Viseral

Jika dilihat dari hasil didapat dari penelitian ini, terlihat adanya penurunan kandungan protein pada TKG V, penurunan ini erat kaitanya dengan penggunaan protein dari viseral untuk menyediakan energi untuk proses pematangan serta pemijahan yang mana pada proses ini kebutuhan ikan akan energi sangat besar. Kandungan lemak mengalami penurunan saat mencapai TKG IV dan V, kejadian ini berkaitan dengan proses vitelogenesis dan pematangan tahap akhir, dimana dalam proses vitelogenesis salah satunya terjadi pemindahan material lemak dari tubuh ke sel telur dalam bentuk butir-butir lemak. Butir-butir lemak ini sangat dibutuhkan dalam proses perkembangan sel telur setelah pembuahan serta sebagai sumber endogeneus feeding bagi larva setelah menetas hingga dapat mengambil

makanan dari luar. Litaay & Silva (2003) mengungkapkan adanya perubahan signifikan kandungan lemak visera abalone terkait dengan pematangan gonad.

Lefevre et al. (2007), melaporkan pengaruh oksigen terhadap proporsi otot, menunjukkan jika ikan yang mengalami stres karena kekurangan oksigen menyebabkan penurunan nilai HSI, VSI dan otot, di otot terjadi penurunan penyimpanan sumber energi. Hal ini menunjukkan jika saat kebutuhan ikan akan energi cukup besar, maka semua simpanan energi di dalam tubuh akan di kerahkan secara masal.

Proses metabolisme termasuk katabolisme dan anabolisme didalam tubuh tergantung akan ketersedian material, enzim yang mesti tersedia di setiap sel (Koolman & Rohm 2001). Selanjutnya Alvarez et al. (1999) menyatakan hal yang mempengaruhi termanfaatkannya lemak dari tubuh dipengaruhi oleh perbedaan kandungan lemak intramuskular, komposisi asam lemak dan aktifitas enzim dalam metabolisme. Hal ini dapat dilihat dengan adanya keterbatasan sel dalam melakukan proses metabolisme material energi, seperti ketersediaan enzim serta kemampuan tiap-tiap sel dalam melakukan proses metabolisme dalam hal ini kemungkinan besar yang terjadi adalah proses katabolisme (penguraian).

Jika dilihat dari nilai VSI, terjadi penurunan nilai dari TKG II hingga IV, perubahan nilai VSI ini pernah dinyatakan Lefevre et al. (2007) pada ikan rainbow trout terjadi perubahan pada nilai VSI pada saat terjadi penurunan sedikit dari oksigen, meski tidak terlalu signifikan. Disini tidak disebutkan apa yang mempengaruhi penurunan VSI, apakah karena berkurangnya tingkat konsumsi ikan atau disebabkan karena meningkatnya metabolisme dalam penyediaan energi untuk menyeimbangan tubuh terhadap kondisi lingkungan, namun pada hasil penelitian ikan senggaringan ini diasumsikan penurunan nilai VSI ini erat kaitannya dengan kondisi metabolisme tubuh serta pertambahan berat visera tidak terlalu signifikan terhadap pertambahan berat tubuh.

Craig et al. (2000) menyatakan pada ikan red drum (Scianeps ocellatus) betina menunjukkan peningkatan yang signifikan pada intraperitoneal fat (IPF) dari bulan Maret hingga April, dan terus mengalami kenaikan hingga September, lalu mengalami penurunan pada tingkat terendah pada bulan Maret. Sedangkan di Eropa ikan betina yang berada di sungai ditemukan matang ovarinya antara bulan

Mei hingga Agustus (Wootton 1979). Pada penelitian ini kandungan IPF pada TKG III mencapai puncaknya dan terjadi penurunan yang drastis pada TKG IV, hal ini menggambarkan jika ikan menggunakan IPF sebagai salah satu sumber material penyusun gonad.

Jika dilihat dari gambaran energi pada visera menunjukkan peningkatan dari TKG I hingga TKG III, diasumsikan tingginya nilai VSI pada TKG I menunjukkan kondisi ikan saat itu tingkat konsumsi pakannya tinggi, hal ini dapat dijelaskan dengan adanya deposit material energi yang meningkat pada beberapa organ di-TKG selanjutnya. Hal ini diperkuat dengan pendapat Lefevre et al. (2007) yang menyatakan tingginya jaringan lemak yang terdapat di visera, besar kemungkinan dipengaruhi dengan keberadaan tingkat konsumsi pakan. Selanjutnya terjadi penurunan nilai VSI pada TKG II dimana gonad mulai tumbuh dan berkembang, penurunan ini terus berlanjut hingga TKG III, sedangkan kandungan energinya pada TKG II meningkat dan mencapai puncaknya pada TKG III, dimana pada TKG II dan III terdapatnya lemak intraperitonial yang didepositkan sebagai sumber material energi. TKG IV mengalami penurunan kandungan energi erat kaitannya dengan terjadinya penurunan kandung lemak pada visera, penurunan ini terjadi karena adanya proses perkembangan gonad sebagaimana yang telah dibahas diatas. Penurunan energi pada TKG V berhubungan dengan adanya penurunan kandungan lemak dan protein pada visera, penurunan lemak berkaitan dengan proses pematangan pada TKG IV, untuk penururan protein berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan sumber energi untuk proses pematangan dan pemijahan.

Dalam proses reproduksi biasanya ikan akan membutuhkan lebih banyak energi yang bukan saja diperuntukkan untuk produksi gamet (Miller diacu dalam Wootton 1985). Lebih jauh Wootton (1985) mengungkapkan kebutuhan energi ini kemungkinan juga termasuk untuk perkembangan karakteristik secondary sexual seperti warna saat breeding dan bentuk morfologi, produksi pheromon besar kemungkinan ada kaitannya serta sekresi lainnya yang juga termasuk mucus untuk menempelnya telur pada substrat atau untuk membuat sarang. Semua ini akan membutuhkan energi selain dibutuhkannya energi produksi gamet. Kebiasaaan ini tentu membutuhkan energi. Sehingga dapat disimpulkan ada tiga

bagian kebutuhan energi dalam reproduksi yang pertama adalah untuk produksi seksual primer yang mencakup produksi telur dan sperma, yang kedua untuk perkembangan karakteristik secondary sexual dan ketiga diperuntukkan untuk tingkah laku (kebiasaan) reproduksi.

Adephose Fin Index(AFI) dan Energi Adephose Fin

Nilai kandungan energi pada AFI per-TKG (kJ/g) adalah 2,3262, 17,4866, 29,1056, 18,5200 dan 24,4688 (Lampiran 13). Jika dilihat dari Gambar 14, terlihat peningkatan nilai energi dari TKG I hingga III, sedangkan pada TKG IV pun terlihat penurunan kadar energi dan erat juga dnegan penurunan material energinya, hal ini menunjukkan jika antara nilai AFI dan kadar energi dari TKG I hingga IV memiliki korelasi positif. Namun pada TKG V antara nilai AFI dan kandungan energinya tidak memiliki korelasi positif, ini terlihat dengan terlihatnya penurunan nilai AFI namun pada kadar energinya mengalami kenaikan.

Dari data diatas terlihat adanya penggunaan lemak yang berasal dari adephose fin untuk proses perkembangan dan pematangan sel telur, terutama dalam penyediaan lemak untuk proses vitelogenesis di hati yang selanjutnya akan dikerahkan melalui darah ke gonad, yang selanjutnya akan diakumulasi pada telur. Hal serupa pernah diungkapkan Bransden et al. (2007) selama proses gonadogenesis asam lemak akan dimobilisasi dari jaringan adephose secara langsung ke hati untuk memproduksi vitelogenin, selain itu lemak dari jaringan adephose juga akan dipergunakan untuk proses pemijahan.

Kenaikan nilai energi pada TKG V, kemungkinan terjadi karena adanya pengurangan jumlah sel lemak, hal ini dapat dikaitkan dengan berkurangnya AFI, sehingga keberadaan lemak menjadi lebih terkonsentrasi dan padat pada sel yang ada. Dalam hal ini belum ditemukan literatur bagaimana komposisi asam lemak serta pola susunan sirip adephose pada ikan. Hanya saja ada sedikit keterangan mengenai lemak yang ada pada adephose, Newsholeme & Start (1980) mengungkapkan berdasarkan tranportasinya asam lemak untuk melewati membran sel adephose tidak terikat dengan energi dalam prosesnya dan tidak kelihatan dipengaruhi oleh metabolisme maupun faktor hormonal. Dalam

transpor pada membran ada dua tipe, yang pertama adalah transpor pasif, dimana molekul-molekul akan dapat masuk ke dalam sel melalui protein kanal yang akan mendorong molekul-molekul tersebut agar dapat melewati membran, dan protein kanal ini terbentang sepanjang membran, tenaga penggerak pada transpor ini adalah gradien elektrokimia, sedangkan yang kedua adalah transpor aktif, dimana dalam transpor ini akan terjadi proses perlawanan gradien sehingga akan membutuhkan energi berupa ATP (Koolman & Rohm 2001).

Dapat disimpulkan jika regulasi lemak pada sel adephose relatif mudah terjadi, baik masuk maupun keluar, seperti dibahas diatas ada dua komponen besar sumber lemak pada ikan yaitu sirip lemak dan IPF. Sehingga sangat mudah terjadi perubahan dengan cepat kandungan asam lemak pada sirip adephose maupun pada intraperitoneal. Pada manusia, ketika dalam kondisi stress maupun aktiftas otot yang terus menerus, plasma asam lemak akan meningkat sekitar 5 tingkat dan disediakan sebagai alternatif material untuk glukosa, plasma asam lemak diutamakan penggunaannya dikarenakan peningkatan mobilisasi dari jaringan lemak lebih mencukupi, kemudian diturunkan pemanfaatannya oleh jaringan lainnya (Newsholme & Start 1980)

Hepato Somatic Index(HSI) dan Energi Hati

Hasil HSI menggambarkan perubahan nilai rataan HSI sendiri, dimana dari TKG I ke TKG II terjadi penurunan, lalu pada TKG III terjadi peningkatan, dan penurunan kembali pada TKG IV setelah itu terjadi kenaikan rataan HSI kembali pada TKG V. Hal ini besar kemungkinan dipengaruhi oleh metabolisme tubuh serta pertumbuhan gonad. Hal lain juga yang mempengaruhi penurunan nilai HSI pada TKG II dipengaruhi pertumbuhan tubuh, dimana sudah mulai terjadi penyimpanan material energi di dalam tubuh baik berupa lemak, protein maupun karbohidrat, sedangkan pertumbuhan hati masih relatif kecil, selain itu proses vitelogenesis di TKG II ini belum terjadi. Bila nilai HSI dihubungkan dengan GSI maka tidak terlihat korelasi yang positif, Litaay & Silva (2003) mengungkapkan tidak adanya korelasi antara GSI dan HSI, hal ini menandakan adanya pemanfaatan sumber energi selama reproduksi dari hati, sedangkan

sumber energi yang lain relatif kurang, sehingga menyebabkan rendahnya nilai HSI.

Pada TKG III terjadi peningkatan nilai HSI, dalam hal ini yang menjadi faktor utama yang mempengaruhi kenaikan ini adalah proses vitelogenesis, dimana material yang dibutuhkan untuk pertumbuhan gonad akan disintesis di dalam hati.Penurunan kadar energi pada TKG V diungkapapkan Xieet al. (1998). Kepadatan energi, faktor kondisi, dan persentase lipid pada ikan sesudah pemijahan lebih rendah dibandingkan sebelum pemijahan. Dilihat dari nilai HSI terjadi kenaikan pada TKG V, kenaikan nilai HSI ini erat berkaitannya dengan telah berkurangnya berat tubuh, disebabkan telah dikeluarkannya sebagian sel telur saat pemijahan sehingga menyebabkan HSI menjadi naik.

Secara alami ikan vitelogenik mempunyai laju sintetis protein hati yang lebih tinggi dari pada ikan non vitelogenik. Dengan memberikan estrogen secara in vivo dan in vitro maka dapat dilihat beberapa perubahan yang terjadi di hati bersamaan dengan proses vitelogenin. Seperti pada ikan red grouper (Epinephelus akaara), beberapa perubahan yang terjadi di hati berkaitan dengan proses vitelogenin adalah pengembangan nuclear envelope cisternal (kantong air selubung inti), pembengkakan mitokondria dan penampungan bahan-bahan retikulum endoplasma kasat, aparatus golgi serta gelembung sekrese (Mommsen & Walsh diacu dalam Sukendi 2003). Sehingga dapat disimpulkan salah satu hal yang mempengaruhi peningkatan nilai HSI pada TKG III adalah karana adanya peningkatan lemak di dalam sel dan kandungan air. Vitelogenesis merupakan proses kunci dalam pematangan sel telur, dimana induk ikan betina mesti mengerahkan sebagian besar energi untuk perkembangan gamet (Tyler et al. 1990). Proses vitelogenesis ini menjadi kunci dalam proses pematangan sel telur, selain sebagai penyokong perkembangan gonad, juga berfungsi sebagai proses pemasokan material energi bagi perkembangan embrio serta sebagai sumber energi bagi larva setelah menetas.

Selanjutnya Ng et al., Petersen & Korsgaard diacu dalam Sukendi (2003) mengungkapkan perlakuan estrogen pada ikan untuk pemacu reproduksi membantu metabolisme untuk menyediakan sejumlah besar energi dan menurunkan tenaga yang diperlukan untuk mensintesis protein dan lemak, selain

itu juga terdapat peningkatan yang nyata dan besar kadar transaminase dan enzim yang diperlukan untuk siklus krebs dan glikolisis dihati. Dengan meningkatnya transminase dan enzim yang diperlukan dalam siklus krebs dan glikolisis menunjukkan metabolisme di dalam hati meningkat juga.

Pada hati, dapat dilihat perubahan kandungan energi di dalam hati, untuk kadar energi hati adanya kecendrungan kenaikan dari TKG I hingga TKG III, namun dari TKG IV terus mengalami penurunan hingga TKG V. Nilai energi yang terkandung pada hati (kJ/g) secara berturut (TKG I – V) adalah 20,1313, 25,1411, 25,4829, 21,4105 dan 19,8709 (Lampiran 11).

Pada ikan cod (Gadus morhua) kandungan energi hati meningkat dengan peningkatan nilai HSI, hal ini mempunyai hubungan yang positif yang nyata (Lambert & Dutil 1996). Namun pada penelitian tersebut tidak melihat perbedaan tingkatan kematangan gonad, tetapi masih secara eksplorasi data secara umum tanpa melihat tingkat kematangan gonad. Hasil penelitian ini jika dilihat nilai HSI per TKG tidak mempunyai hubungan positif dengan kandungan energinya. Nilai HSI yang relatif fluktuatif berbeda dengan kandungan energinya yang relatif hingga TKG III kemudian turun kembali pada TKG IV dan TKG V, hal ini menggambarkan adanya proses penumpukan material energi serta pemakaian material energi pada hati dalam proses metabolisme dalam menyokong proses reproduksi.

Gonado Somatic Index(GSI) dan Energi Gonad

Kandungan material energi pada masing-masing TKG (dari TKG III – TKG V), kandungan lemak dan proteinnya (% berat kering) adalah10,5297% dan 62,5238%, 17,9072% dan 65,7930%, serta 13,4572% dan 52,4184% (Lampiran 10). Pada TKG IV peningkatan kandungan lemaknya cukup besar dan juga dengan kandungan proteinnya, namun pada TKG V penurunan terjadi berhubungan dengan telah dikeluarkannya sebagian telur dalam pemijahan. Pazos et al.(1997) mengungkapkan bervariasinya lemak total dan perbedaan kelas asam lemak pada gonad Pecten maximus erat kaitannya dengan siklus reproduksi dan umumnya keberadaan lemak pada gonad akan tinggi saat gonad mencapai kematangan dan akan turun saat pemijahan. Keberadaan lemak pada gonad ini

pernah diteliti oleh Cejas et al. (2003) yang mengungkapkan bahwa pada gonad dan sel telur persentase lemak yang paling tinggi adalah neutral lipids (NL), hal ini menunjukkan bahwa lemak ini penting bagi gonad dan sel telur. Selanjutnya dikatakan lagi kemungkinan ada dua peranan NL ini, yang pertama adalah penyimpanan sebagian besar asam lemak saturated dan monounsaturated yang digunakan untuk energi dan kedua sebagai cadangan sementara dari asam lemak polysaturated yang berguna untuk proses fisiologi.

Dapat dilihat hubungan korelasi kandungan energi gonad dengan nilai GSI, peningkatan kandungan energi erat kaitannya dengan peningkatan gonad, penimbunan material telur akan terus berlangsung hingga ikan siap melakukan pematangan dan pemijahan. Sebagaimana yang diungkapkan Whyteet al.(1990), peningkatan berat gonad disebabkan adanya akumulasi atau pengkayaan lemak dalam jumlah yang banyak pada sel telur, peningkatan ini berhubungan erat dengan proses gametogenesis.

Kandungan energi pada masing TKG (TKG III – V) (kJ/g) sebesar

Dokumen terkait