• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN

B. Pembahasan

Skripsi ini membahas mengenai kompetensi sosial dan kepribadian mahasiswa program PPL pendidikan sejarah angkatan 2010. Peneliti melakukan pengambilan data di tiga sekolah yaitu SMA Muhammadiyah 2 Kota Magelang, MAN 1 Kota Magelang, SMA Tarakanita Magelang. Penulis mengambil data dengan wawancara mendalam kepada DPL PPL, mahasiswa PPL, guru pembimbing di sekolah, dan beberapa siswa. Pertanyaan-pertanyaannya mencakup poin-poin dari kompetensi sosial dan kepribadian yang bisa diamati dan dirasakan oleh guru pembimbing, siswa, dan DPL PPL. Poin-poin tersebut meliputi kepribadian dari mahasiswa program PPL ketika mengajar dan sosialisasi mahasiswa PPL dengan seluruh warga sekolah.

Sesuai dengan rumusan masalah yang ada, pertama penulis akan mengidentifikasi penguasaan kompetensi kepribadian mahasiswa program PPL. Kedua, penulis akan mengidentifikasi penguasaan kompetensi sosial mahasiswa program PPL. Ketiga, penulis akan menganalisis tingkat keberhasilan mahasiswa program PPL dalam mengemban tugasnya di sekolah. Uraian yang akan disajikan bersumber dari hasil wawancara dengan pihak-pihak terkait program PPL.

1. Penguasaan kompetensi kepribadian mahasiswa program PPL prodi pendidikan sejarah

Pengambilan data pertama untuk mengetahui penguasaan kompetensi kepribadian mahasiswa program PPL prodi pendidikan sejarah

angkatan 2010 dilakukan di UNY (Universitas Negeri Yogyakarta) Fakultas Ilmu Sosial. Peneliti melakukan wawancara mendalam kepada enam mahasiswa PPL yang berada dalam satu naungan DPL PPL. Demi menjaga nama baik responden, peneliti menggunakan inisial dalam penulisan skripsi ini. Keenam mahasiswa tersebut adalah MH1, MH6, MH5, MH3, MH4 dan MH2. Keenam mahasiswa PPL ini mendapatkan tempat PPL yang berada di kawasan Kota Magelang. Peneliti melakukan wawancara untuk mengetahui penguasaan kompetensi kepribadian melalui aspek-aspek yang terkandung dalam poin-poin kompetensi kepribadian sebagai berikut:

Tabel 6. Poin-poin kompetensi kepribadian

No. Aspek Deskripsi

1. Mantap, stabil dan dewasa Kepribadian yang mantap dan stabil ditunjukkan dengan cara bertindak sesuai dengan norma hukum, norma sosial, dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma. Seorang guru yang dewasa tidak akan mudah marah, guru harus selalu sabar.

2. Arif Guru dituntut untuk membuat

keputusan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat, serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.

3. Berwibawa Kepribadian guru yang berwibawa ditandai dengan perilaku yang berpengaruh positif pada peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.

4. Jujur Guru merupakan penunjuk yang

terpercaya saat mengarahkan peserta didik dalam mencari solusi belajar. 5. Bertanggung jawab Seorang guru pasti memiliki

44

kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru. Guru yang bertanggung jawab akan menyelesaikan semua kewajibannya dengan baik.

6. Menjadi teladan bagi peserta didik

Perilaku dan tutur kata seorang guru akan dijadikan contoh atau teladan bagi peserta didiknya. Guru harus selalu menjaga perilaku dan perkataannya agar ia bisa menjadi teladan yang baik bagi para peserta didik.

7. Berakhlak mulia Guru yang berakhlak mulia adalah guru yang dapat menaati norma agama dan dapat menjadi teladan yang baik.

Hasil wawancara dengan keenam mahasiswa dapat menggambarkan penguasaan kompetensi kepribadiannya ketika mengikuti program PPL. Namun, peneliti tidak begitu saja menyimpulkan penguasaan kompetensi kepribadian hanya dengan hasil wawancara bersama mahasiswa. Ada beberapa poin yang tidak bisa dinilai sendiri oleh mahasiswa. Poin-poin kepribadian seperti tutur kata, kesopanan, penampilan, wibawa, arif dan sebagainya dapat diamati langsung oleh siswa, guru pembimbing, dan DPL PPL. Maka peneliti melengkapinya dengan wawancara bersama orang-orang yang terlibat langsung dalam program PPL.

Mahasiswa PPL yang menjadi subyek dalam penelitian, rata-rata belum mengetahui secara mendalam tentang kompetensi kepribadian. Meskipun demikian, empat dari enam mahasiswa yang diteliti menunjukan bahwa mereka sudah menguasai banyak poin dari kompetensi kepribadian.

Secara teori mereka kurang mendalami, tetapi dalam praktiknya mereka telah melaksanakan. Sebagai contoh MH4 yang melaksanakan program PPL di SMA Tarakanita Magelang. Ia berusaha mencontohkan hal-hal baik kepada murid dan mengatakan bahwa seorang guru harus profesional. Contoh lainnya yaitu MH1 yang melaksanakan program PPL di MAN 1 Kota Magelang. Berdasarkan wawancara yang dilaksanakan pada tanggal 10 Februari 2014, MH1 menuturkan:

“Memakai pakaian ya, berusaha serapi mungkin. Saya selalu bilang ke murid untuk jujur dan bertanggung jawab. Pernah juga menegur murid yang akan berbohong untuk ijin keluar. Dalam ulangan pun juga begitu. Kalau kita menyuruh sesuatu ke murid, ya kita harus bisa melakukannya, karena anak muda itu lebih cepat menangkap kalau dia melihat dan merasa. Guru memang harus bisa jadi teladan.”

MH2 dan MH3 juga mengatakan bahwa mereka telah menyisipkan nilai moral kepada siswa ketika mengajar. Mereka juga mengevaluasi diri setelah praktik mengajar di kelas. Evaluasi diri bisa dilakukan dengan guru pembimbing, dengan teman, atau melalui murid. MH2 juga menegaskan bahwa dia menegur ketika muridnya mencontek.

Berbeda dengan keempat mahasiswa yang telah diwawancarai di atas, MH5 dan MH6 yang melaksanaan program PPL di SMA Muhammadiyah 2 Kota Magelang kelihatannya masih kurang dalam penguasaan kompetensi kepribadiannya. MH5 mengaku pernah datang terlambat ke sekolah. Hal ini menunjukan bahwa ia kurang disiplin dalam mengemban tanggung jawabnya ketika PPL. Sedangkan MH6 mengatakan

46

bahwa ia belum menerapkan poin-poin penting dalam kompetensi kepribadian seperti sikap arif, adil, berwibawa, dan bijaksana.

Pengambilan data kedua, peneliti melakukan wawancara dengan DPL PPL yaitu Bapak Danar Widiyanta. Berdasarkan data yang diambil pada tanggal 15 Februari 2014, Pak Danar menuturkan tentang mahasiswa PPL bimbingan beliau:

“Secara umum berkarakter baik. Mahasiswa PPL bisa langsung menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Ramah, supel, kritis, kreatif, tenang, percaya diri, sopan dalam berperilaku, lancar berbicara, hangat dalam berkomunikasi, dewasa, bersahaja, rapi, dan sopan dalam penampilan”.

Keterangan dari DPL PPL menunjukan bahwa mahasiswa PPL yang berada di bawah bimbingannya sudah menguasai kompetensi kepribadian dengan baik. DPL PPL menyebutkan mahasiswa PPLnya sudah memiliki sikap arif, dewasa, sopan, dan lain sebagainya. Poin-poin ini sejalan dengan definisi kompetensi kepribadian menurut Standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir (b), dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

Pengambilan data ketiga, peneliti memfokuskan di sekolah dengan melakukan wawancara mendalam terhadap siswa yang pernah diajar oleh mahasiswa program PPL prodi pendidikan sejarah beserta guru pembimbingnya. Peneliti mengambil empat siswa di masing-masing sekolah. Hal yang mengejutkan dari hasil wawancara adalah tentang

pandangan guru dan murid yang berbeda dengan hasil pengambilan data dari pihak DPL PPL dan mahasiswa PPL yang melaksanakan programnya di SMA Muhammadiyah 2 Kota Magelang. Guru dan siswa di SMA Muhammadiyah 2 Kota Magelang sama- sama memiliki pendapat bahwa mahasiswa program PPL masih mempunyai banyak kekurangan.

Empat siswa dari SMA Muhammadiyah 2 Kota Magelang yang diwawancarai berpendapat bahwa pakaian yang dikenakan oleh mahasiswa PPL yaitu MH5 dinilai masih kurang rapi. Menurut para siswa MH6 sudah berpakaian rapi, selalu memakai jas, tetapi MH5 masih kurang rapi. Seorang murid yang bernama SW1 berkata bahwa MH5 belum bisa dijadikan teladan dan belum menaati peraturan yang ada di sekolah.

Pendapat SW1 diperkuat pendapat dari ketiga temannya, yaitu: SW2, SW3, dan SW4. Selain itu guru pembimbing dari sekolah juga yang diwawancari pada tanggal 18 Maret 2014 menuturkan:

“Rambut agak sedikit gondrong (MH5). Sudah saya minta untuk potong rambut, tapi tetap tidak dilaksanakan. Padahal kalau guru itukan dicontoh oleh murid-muridnya. Bagaimana akan menegur murid jika gurunya saja melanggar”.

Berbeda dengan MH6 dan MH5, mahasiswa PPL yang melaksanakan program PPL di Tarakanita yaitu MH3 dan MH4 justru mendapat penilaian yang baik dari para siswanya. SW5, salah satu siswa yang diwawancarai pada tanggal 15 Maret 2014 menyatakan bahwa pakaian yang dikenakan mahasiswa PPL sudah rapi, sudah mencerminkan guru, dan metode pembelajarannya menarik. Menurutnya MH4 itu tegas

48

sedangkan MH3 lebih kocak. MH3 dan MH4 ketika mengajar obyektif dan sudah cukup untuk dijadikan teladan.

Pendapat dari SW5 diperkuat oleh ketiga siswa yang lainnya yaitu SW6, SW7, dan SW8. Keterangan dari ketiga siswa ini juga menunjukan bahwa pakaian yang dikenakan oleh mahasiswa PPL prodi pendidikan sejarah sudah rapi. Mereka juga tertarik dengan pembelajaran sejarah selama program PPL berlangsung. SW6 menambahkan, mahasiswa PPL sudah patut dijadikan teladan, mengajarnya enak, bertanggung jawab, dan disiplin.

Keterangan dari para siswa menunjukan bahwa MH4 dan MH3 telah menerapkan beberapa poin-poin dari kompetensi kepribadian yang harus dikuasai guru. Penampilan yang rapi bisa memberi contoh yang baik bagi para murid. Aspek penting ketika mahasiswa PPL mengemban tugasnya di sekolah adalah menjadi teladan yang baik. Hal itu dikarenakan mahasiswa PPL menggantikan posisi guru ketika mengemban tugasnya di sekolah tempat dilaksanakannya program PPL.

Dalam pandangan masyarakat Jawa, guru memiliki posisi yang sangat terhormat. Masyarakat Jawa menyebut istilah guru merupakan perpaduan dari kata digugu dan ditiru. Kata digugu mengandung maksud sebagai manusia yang dapat dipercaya. Guru mempunyai seperangkat ilmu pengetahuan yang memadai untuk menjalani kehidupan. Dibandingkan dengan masyarakat biasa, guru memiliki wawasan dan ilmu pengetahuan yang cukup luas mengenai alam semesta dan kehidupannya. Sementara

itu, kata ditiru, menyimpan makna bahwa guru adalah sosok manusia yang harus diikuti karena guru memiliki kepribadian yang utuh, sehingga tindak tanduknya patut dijadikan panutan oleh peserta didik dan masyarakat (Barnawi dan Muhammad Arifin, 2012:156).

Bapak Markus Mirat selaku guru pembimbing menilai penguasaan kompetensi kepribadian mahasiswa sejarah sudah baik. Mahasiswa prodi pendidikan sejarah yang melaksanakan program PPL di SMA Tarakanita Magelang telah menguasai tujuh poin kompetensi kepribadian yaitu dewasa, menjadi teladan bagi peserta didik, berwibawa, bertanggung jawab, mantap, jujur, dan stabil. Meski demikian masih ada kekurangannya. Masih perlu ada pembekalan lagi terutama dalam pengelolaan kelas. Ketika praktik mengajar di sekolah, mahasiswa PPL masih belum bisa menenangkan para siswa yang ramai. Pada saat menerapkan metode diskusi, siswa masih ramai di sana-sini. Mahasiswa PPL sudah tertib dalam berpakaian, tidak pernah terlambat, sopan, masuk kelas tepat waktu, dan bisa menyesuaikan keadaan. Menurut Pak Mirat diperlukan modal awal untuk menyiapkan mental agar bisa mengelola kelas, karena kecenderungan guyonan masih tinggi.

Selanjutnya, MH1 dan MH2 yang melaksanakan program PPL di MAN 1 Kota Magelang. Mereka tidak hanya dinilai bagus oleh murid saja tetapi dua guru pembimbing mereka yaitu Ibu Mukharomah dan Ibu Eko Yuli juga menilai sangat baik. Ibu Mukharomah yang diwawancarai pada tanggal 25 Maret 2014 mengatakan:

50

“Cara mengajarnya sudah bagus, tetapi tetap ada kekurangannya. MH1 itu tidak keliling kelas. Pandangannya juga belum menyeluruh. Cara mengajarnya bagus, tepat waktu. Deadline dan materi bisa diselesaikan dengan baik. Mungkin waktu saya PPL belum sebagus itu. Menurut pandangan saya pakaiannya sudah rapi. Pakaian dimasukkan dan memakai jas. Tanggung jawabnya besar. Terbukti dengan terlambat saja ijin melalui sms. Kemudian waktu membeli buku untuk kenang-kenangan di sini juga ijin”. Hari selanjutnya, tanggal 26 Maret 2014 Ibu Eko Yuli juga memberikan keterangan tentang MH2 ketika PPL:

“Mbak MH2 sudah bagus, komunikatif, menguasai materi, hanya intonasi suara kurang. Sudah mencerminkan bahwa dia seorang ibu. Saya sampai memuji. Ketika ada siswa bertanya langsung dijawab. Masalah waktu harus lebih diperhatikan lagi. Pernah terlambat di kelas XI IPS 5 sehingga saya ditegur kepala sekolah. Keterlambatannya karena mengeprint materi. Saya juga salah posisinya”.

Para murid dari MH1 maupun MH2 juga suka dengan cara mengajar yang diterapkan sewaktu program PPL dilaksanakan. Menurut siswa yang bernama SW9, pakaian yang dikenakan mahasiswa PPL sudah rapi. MH1 sabar ketika menghadapi murid yang bandel, sudah mencerminkan pribadi yang dewasa. Hasil wawancara dari murid, guru pembimbing, maupun DPL PPL untuk MH1 dan MH2 banyak memiliki kesamaan tentang penguasaan poin-poin dari kompetensi kepribadian guru.

2. Penguasaan Kompetensi Sosial mahsiswa program PPL prodi pendidikan sejarah

Kompetensi sosial guru ialah kemampuan guru untuk berinteraksi dengan menjadi bagian dari warga sekolah dan warga masyarakat. Sejalan dengan definisi tersebut, Mukhtar dan Iskandar (dalam Barnawi dan

Muhammad Arifin 2012: 170) mengatakan bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Berdasarkan PP Nomor 74 tahun 2008 pasal 3, kompetensi sosial guru sekurang-kurangnya mencakup kompetensi untuk:

a. Berkomunikasi lisan, tulis, dan atau isyarat secara santun;

b. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; c. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga

kependidikan, pemimpin satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik;

d. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta system nilai yang berlaku;

e. Menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan. Dalam menjalankan hidup sehari-hari, setiap manusia akan berhubungan dengan banyak orang. Demikian pula seorang guru, ia akan banyak berinteraksi dengan peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, penjaga sekolah, satpam, tukang kebun, orang tua peserta didik, dan masyarakat. Seorang guru harus bisa berinteraksi di lingkungan sekolah dan di luar sekolah. Bentuk interaksi sosial adalah komunikasi, bekerjasama, bergaul, simpatik, dan mempunyai sikap yang menyenangkan (Barnawi dan Arifin, 2012: 170).

Komunikasi merupakan proses penyampaian dan pemahaman pesan dari satu orang ke orang lain. Kemampuan berkomunikasi seorang

52

guru berpengaruh kuat terhadap keberhasilannya dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada murid (Barnawi, 2012). Seorang guru harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik agar transfer ilmu kepada murid bisa berjalan dengan lancar. Tidak hanya membutuhkan kemampuan intelektual yang tinggi saja untuk bisa memberikan ilmu yang dibutuhkan peserta didik, tetapi kepiawaian dalam berkomunikasi juga dapat dijadikan standar pencapaian keberhasilan kinerja seorang guru.

Program PPL menjadi wahana bagi mahasiswa jurusan kependidikan untuk belajar sekaligus menerapkan poin-poin kompetensi sosial guru. Dalam buku panduan PPL yang diterbitkan oleh LPPMP UNY menyebutkan bahwa standar kompetensi mata kuliah PPL dalam program KKN-PPL terpadu dirumuskan dengan mengacu pada tuntutan empat kompetensi guru baik dalam konteks pembelajaran maupun dalam konteks kehidupan guru sebagai anggota masyarakat. Empat kompetensi guru yang dimaksud adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.

Penelitian tentang penguasaan kompetensi sosial mahasiswa program PPL prodi pendidikan sejarah di tiga sekolah mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda dari penelitian tentang penguasaan kompetensi kepribadian. Para guru pembimbing dan siswa dari dua sekolah yaitu Man 1 Kota Magelang dan SMA Tarakanita Magelang menilai baik penguasaan kompetensi sosial mahasiswa PPL. Sedangkan penilaian dari guru

pembimbing dan siswa untuk SMA Muhammadiyah 2 Kota Magelang memiliki kecenderungan kurang baik.

Kompetensi sosial mahasiswa yang melaksanakan program PPL di tiga sekolah yang telah disebutkan di atas menurut Bapak Danar selaku DPL PPL yang diwawancarai pada tanggal 15 Februari 2014 adalah sebagai berikut:

“Kompetensi sosial bagus. Komunikasi terhadap lingkungan lancar tidak ada masalah. Mempunyai tingkat penyesuaian diri yang bagus. Menilai hasil kerja diri lebih obyektif. Bagus dalam kerjasama dengan orang lain. Peningkatan kinerja profesinya sangat signifikan. Komunikasi lancar. Sudah terjalin saat mikro. Monitoring jalan terus. Kontak langsung via telepon, sms, dan sebagainya”.

Guru pembimbing dari MAN 1 Kota Magelang, Ibu Eko Yuli dan Ibu Mukharomah memandang bahwa kompetensi sosial mahasiswa program PPL pendidikan sejarah sudah bagus. Bahasa yang digunakan oleh MH2 ketika mengajar sudah komunikatif. Sedangkan bahasa yang digunakan oleh MH1 adalah bahasa formal.

Peran bahasa ketika mengajar menjadi sangat penting. Jika bahasa yang digunakan tidak mudah dipahami siswa, maka bisa terjadi kesalahan dalam mengartikan maksud dari komunikator atau biasa disebut dengan istilah misscommunication. Hal ini akan mempengaruhi tingkat pemahaman siswa dalam mencerna teori yang disampaikan oleh guru atau mahasiswa PPL. Ketika seorang guru mengajar dengan bahasa yang mudah dicerna dan menarik bagi murid, hal itu akan menambah antusias dari para murid untuk lebih berkonsentrasi.

54

Para siswa dari MAN 1 Kota Magelang yang diwawancarai oleh peneliti juga berpendapat bahwa bahasa yang digunakan oleh mahasiswa PPL sudah formal dan komunikatif. Seorang siswa yang bernama SW10 mengatakan bahwa cara mengajar mahasiswa PPL menyenangkan, penjelasan materi cukup jelas, dan ketika mengajar komunikatif karena ada sesi tanya jawabnya. Sesi tanya jawab menunjukkan mahasiswa PPL memberikan umpan kepada murid supaya komunikasi di kelas lebih hidup. Murid dituntut untuk berani berbicara di depan kelas dan komunikasi di kelas tidak hanya satu arah.

Pengalaman MH1 ketika melaksanakan program PPL di MAN 1 Kota Magelang yang telah dipaparkan kepada peneliti pada tanggal 10 Februari 2014 adalah sebagai berikut:

“Hubungan dengan murid baik sebagai guru dan murid. Jika di sekolah ya seperti guru tetapi kalau di luar ya seperti teman. Mereka itu saya ajak diskusi jika mungkin ada permasalahan atau terkait pelajaran. Tapi ya tetap sulit karena ternyata monumen yang apa saja yang ada di Magelang mereka juga tidak tahu. Di luar saya memposisikan sebagai kakak. Hubungannya alhamdulillah sampai sekarang baik”.

Bagi MH1, guru pembimbingnya di sekolah adalah orang yang sangat terbuka. MH1 diberikan kebebasan untuk mengajar dengan gaya yang dia suka karena guru pembimbingnya bukan guru asli yang mengampu mata pelajaran sejarah. MAN 1 Kota Magelang hanya memiliki satu orang guru yang mengampu mata pelajaran sejarah, sehingga beliau meminta bantuan seorang guru akuntansi untuk mengajar mata oelajaran sejarah. Beliau kemudian menjadi guru pembimbing MH1

selama melaksanakan program PPL. Hubungan MH1 dengan guru pembimbingnya sangat baik.

Selain memiliki hubungan yang baik dengan guru dan siswa, kedua mahasiswa PPL MH1 dan MH2 menjalin hubungan yang baik pula dengan Dosen pembimbing lapangan mereka. Pak Danar selaku Dosen pembimbing sering datang ke sekolah untuk mengecek para mahasiswa bimbingannya. Beliau sangat membimbing, dekat dengan mahasiswa PPL, dan mahasiswa sangat dimudahkan. Mahasiswa lainnya juga merasa sangat diperhatikan oleh Pak Danar.

Pada saat melaksanakan program PPL, mahasiswa juga melaksanakan program KKN baik di sekolah maupun di masyarakat. Program ini membantu mahasiswa untuk dekat dengan masyarakat. MH4 dan MH3 mengadakan aksi donor darah di sekolah yang juga dibuka untuk umum. Meskipun masyarakat di sana rata-rata orang yang sibuk, tetapi mereka menyambut baik para mahasiswa PPL. Bahkan ketua RW setempat juga membantu menyewakan sound system untuk acara yang diadakan oleh mahasiswa.

MH1 pada tanggal 10 Februari menceritakan pengalamannya ketika melaksanakan KKN di masyarakat sebagai berikut:

“Hubungan dengan masyarakat baik sekali terutama dengan remaja. Sebelum bulan ramadhan sering nongkrong bareng di poskamling. Masyarakatnya enak, terbuka. Saya ikut berpartisipasi dalam acara 17 Agustus. Yang membimbing di sini baik sekali. Pak RT pun bilang bahwa mahasiswa KKN sangat membantu sekali. Baik dan tidak menimbulkan masalah”.

56

Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta system nilai yang berlaku telah dilakukan oleh mahasiswa PPL melalui program KKN di masyarakat. Mahasiswa PPL telah melaksanakan programnya di masyarakat dengan berkomunikasi, menjalin kerjasama dengan warga, dan bergaul secara efektif. Jika MH1 dan lainnya menjalin hubungan baik di masyarakat dengan warga dewasa dan remaja, MH6 dan MH5 justru melakukan pendekatan di masyarakat dengan menjalin hubungan yang baik dengan anak-anak. Mereka melaksanakan program KKN di TPA.

Penguasaan kompetensi sosial dua mahasiswa yang melaksanakan program PPL di SMA Tarakanita yaitu MH3 dan MH4 dinilai bagus. Guru pembimbing di sekolah mengatakan bahwa mereka yang paling menonjol di sekolah karena posisi mereka sebagai koordinator mahasiswa KKN-PPL. Jalinan komunikasi mereka baik karena selalu berkoordinasi dengan para guru yang ada di SMA Tarakanita dengan baik dan santun. Sosialisasi di sekolah sudah bagus dan tidak ada masalah. Hanya saja ada mahasiswa yang alur pikirnya belum berjalan ilmiah. Kemudian ada juga yang masih menggunakan bahasa pasar ketika mengajar di kelas.

Pak Mirat selaku guru pembimbing di sekolah memberikan keterangan bahwa mahasiswa PPL memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada di sekolah. MH3 dan MH4 menggunakan LCD pada saat mengajar di kelas. Hal ini menunjukan bahwa mereka telah menguasai perkembangan dari kemajuan teknologi dan komunikasi. Guru memang

dituntut untuk bisa menguasai komputer agar pembelajaran tidak tertinggal oleh perkembangan teknologi, informasi, dan komunikasi yang semakin pesat dan mendunia.

Dokumen terkait