A. Plasmodium vivax
Plasmodium vivax adalah protozoa parasit yang pathogen yang sering dan didistribusikan secara luas sebagian besar menyebabkan malaria. Plasmodium
vivax merupakan salah satu dari enam jenis parasit malaria yang sering menginfeksi
manusia. Plasmodium Vivax termasuk ke dalam anggota filum Sporozoa yang tidak memiliki alat gerak dan bersifat parasit, tubuh terbentuk bulat atau bulat panjang. Taksonomi : Domain : Eukaryota Kingdom : Chromalveolata Superphylum : Alveolata Phylum : Apicomplexa Class : Aconoidasida Ordo : Haemosporida Family : Plasmodiidae Genus : Plasmodium B. Morfologi
Eritrosit yang terinfeksi oleh parasit ini mengalami pembesaran dan pucat karena kekurangan haemoglobin.
Tropozoit muda tampak sebagai cincin dengan inti pada satu sisi.
Tropozoid tua tampak sebagai cincin amuboid akibat penebalan sitoplasma yang tidak merata
Dalam waktu 36 jam parasit akan mengisi lebih dari setengah sel eritrosit yang membesar.
Proses selanjutnya inti sel parasit akan mengalami pembelahan dan menjadi bentuk schizont yang berisi merozoit berjumlah antara 16 – 18 buah.
Gametosit mengisi hampir seluruh eritrosit.
Mikrogametosit berinti besar dalam pewarnaan Giemsa akan berwarna merah muda sedangkan sitoplasma berwarna biru.
Makrogametosit berinti padat berwarna merah letaknya biasanya di pinggir. C. Reproduksi
Plasmodium vivax dapat mereproduksi baik secara aseksual dan seksual
,tergantung pada tahap siklus hidupnya. Secara Aseksual
1. Tanaman belum trofozoit (Ring atau cincin meterai-berbentuk), sekitar 1 / 3 dari diameter dari sel darah merah
2. Trofozoit dewasa: Sangat tidak teratur dan halus (digambarkan sebagai amoeboid); pseudopodial banyak proses terlihat. Kehadiran butiran halus pigmen coklat (pigmen malaria) atau hematin mungkin berasal dari hemoglobin dari sel darah merah yang terinfeksi.
3. Schizonts (juga disebut meronts): Sebagai besar sebagai sel darah merah yang normal, sehingga sel terparasit menjadi buncit dan lebih besar dari biasanya. Ada merozoit sekitar enam belas.
Secara Seksual
Tahap seksual Plasmodium vivax sebagai berikut : 1. Transfer ke nyamuk
2. Gametogenesis Mikrogamet dan Makrogamet 3. Pembuahan
4. Ookinite 5. Oocyst 6. Sporogony
D. Hospes dan nama penyakit
Manusia merupakan hospes perantara parasit ini , sedangkan hospes definitifnya adalah nyamuk Anophelesbetina.
Plasmodium vivax menyebabkan penyakit malaria vivaks, dapat juga disebut
1. Nyamuk Anopheles betina menggigit, menghisap darah manusia kemudian mengeluarkan air liur yang mengandung sporozoit.
2. Bersama aliran darah sporozoit menuju hati, selama ± 3 hari.
3. Sporozoit membelah menjadi 8 – 32 merozoit, keluar dari hati kemudian menginfeksi sel hati lain dan membentuk merozoit baru. Akibatnya sel hati banyak yang rusak.
4. Gejala demam terjadi ketika merozoit melisiskan sel darah merah dalam jumlah banyak.
5. Gejala demam terjadi ketika merozoit melisiskan sel darah merah dalam jumlah banyak.
6. Jika darah si penderita digigit nyamuk Anopheles dan menghisap darah penderita tadi maka makrogametosit dan mikrogametosit akan ikut terhisap dan masuk ke dalam usus nyamuk. Di dalam usus nyamuk makrogametosit danmikrogametosit berkembang menjadi makrogamet (ovum) dan mikrogamet (sperma). Prosesnya dinamakan gametogonia atau gametogenesis. Fertilisasi terjadi di dalam usus sehingga terbentuklah zigot (ookinet).
7. Zigot (ookinet) selanjutnya akan menembus dinding usus dan untuk sementara akan menetap, terbungkus oleh otot dinding perut nyamuk (ookista)
8. Di dalam ookista, zigot akan membelah berulang kali sehingga terbentuk sel-sel yang lengkap dinamakan sporozoit.
9. Jika ookista telah matang maka akan pecah sehingga sporozoit tersebar ke seluruh tubuh nyamuk, diantaranya adalah ke dalam kelenjar ludah.
10. Apabila nyamuk menghisap darah manusia bersamaan dengan itu nyamuk akan melepaskan sporozoit ke dalam darah.
Plasmodium pada manusia : aseksual (Fase gametofit dan vegetatif) Plasmodium pada nyamuk : seksual (Fase sporofit dan generatif )
Plasmodium malariae
A. Definisi
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa yang disebut Plasmodium, yang dalam salah satu tahap perkembang biakannya akan memasuki dan menghancurkan sel-sel darah merah yang ditularkan oleh nyamuk malaria ( Anopheles ). Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betinaAnopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusidarah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya.
Plasmodium pada manusia menyebabkan penyakit malaria dengan gejala demam. anemia dan spleomegali (pembengkakan spleen). Dikenal 4 (empat) jenis plasmodium, yaitu :
1.Plasmodium vivax menyebabkan malaria tertiana (malaria tertiana begigna). 2.Plasmodium malariae menyebabkan malaria quartana
3.Plasmodium falciparum menyebabkan malaria topika (malaria tertiana maligna). menyebabkan malaria malariaeatau malaria kuartana karena serangan demam berulang pada tiap hari keempat.
4.Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale. Malaria ini merupakan jenis ringan dan dapat sembuh sendiri
5.Plasmodium Knowlesi C. Klasifikasi Kerajaan : Protista Filum : Apicomplexa Kelas : Aconoidasida Ordo : Haemosporida Famili : Plasmodiidae Genus : Plasmodium Spesies : P. malariae D. Proses Kehidupan Plasmodium
Sebagaimana makhluk hidup lainnya, plasmodium juga melakukan proses kehidupan yang meliputi:
1. Metabolisme (pertukaran zat).
Untuk proses hidupnya, plasmodium mengambil oksigen dan zat makanan dari haemoglobin sel darah merah. Dari proses metabolisme meninggalkan sisa berupa pigmen yang terdapat dalam sitoplasma. Keberadaan pigmen ini bisa dijadikan salah satu indikator dalam identifikasi.
2. Pertumbuhan.
Yang dimaksud dengan pertumbuhan ini adalah perubahan morfologi yang meliputi perubahan bentuk, ukuran, warna, dan sifat dari bagian-bagian sel.
Perubahan ini mengakibatkan sifat morfologi dari suatu stadium parasit pada berbagai spesies, menjadi bervariasi.Setiap proses membutuhkan waktu, sehingga morfologi stadium parasit yang ada pada sediaan darah dipengaruhi waktu dilakukan pengambilan darah. Ini berkaitan dengan jam siklus perkembangan stadium parasit. Akibatnya tidak ada gambar morfologi parasit yang sama pada lapang pandang atau sediaan darah yang berbeda.
3. Pergerakan.
Plasmodium bergerak dengan cara menyebarkan sitoplasmanya yang berbentuk kaki-kaki palsu (pseudopodia). Pada Plasmodium vivax, penyebaran sitoplasma ini lebih jelas terlihat yang berupa kepingan-kepingan sitoplasma. Bentuk penyebaran ini dikenal sebagai bentuk sitoplasma amuboit (tanpa bentuk).
4. Berkembang biak.
Berkembang biak artinya berubah dari satu atau sepasang sel menjadi beberapa sel baru. Ada dua macam perkembangbiakan sel pada plasmodium, yaitu:
a. Pembiakan seksual.
Pembiakan ini terjadi di dalam tubuh nyamuk melalui proses sporogoni. Bila mikrogametosit (sel jantan) dan makrogametosit (sel betina) terhisap vektor bersama darah penderita, maka proses perkawinan antara kedua sel kelamin itu akan terjadi. Dari proses ini akan terbentuk zigot yang kemudian akan berubah menjadi ookinet dan selanjutnya menjadi ookista. Terakhir ookista pecah dan membentuk sporozoit yang tinggal dalam kelenjar ludah vektor.
Perubahan dari mikrogametosit dan makrogametosit sampai menjadi sporozoit di dalam kelenjar ludah vektor disebut masa tunas ekstrinsik atau siklus sporogoni. Jumlah sporokista pada setiap ookista dan lamanya siklus sporogoni, pada masing-masing spesies plasmodium adalah berbeda, yaitu: Plasmodium vivax: jumlah sporozoit dalam ookista adalah 30-40 butir dan siklus sporogoni selama 8-9 hari. Plasmodium falsiparum: jumlah sporozoit dalam ookista adalah 10-12 butir dan siklus sporogoni selama 10 hari. Plasmodium malariae: jumlah sporozoit dalam ookista adalah 6-8 butir dan siklus sporogoni selama 26-28 hari.
Pembiakan ini terjadi di dalam tubuh manusia melalui proses sizogoni yang terjadi melalui proses pembelahan sel secara ganda. Inti troposoit dewasa membelah menjadi 2, 4, 8, dan seterusnya sampai batas tertentu tergantung pada spesies plasmodium. Bila pembelahan inti telah selesai, sitoplasma sel induk dibagi-bagi kepada setiap inti dan terjadilah sel baru yang disebut merozoit.
5. Reaksi terhadap rangsangan.
Plasmodium memberikan reaksi terhadap rangsangan yang datang dari luar, ini sebagai upaya plasmodium untuk mempertahankan diri seandainya rangsangan itu berupa ancaman terhadap dirinya. Misalnya, plasmodium bisa membentuk sistem kekebalan (resistensi) terhadap obat anti malaria yang digunakan penderita.
Dengan adanya proses-proses pertumbuhan dan pembiakan aseksual di dalam sel darah merah manusia, maka dikenal ada tiga tingkatan (stadium) plasmodium yaitu: a. Stadium tropozoit, plasmodium ada dalam proses pertumbuhan.
b. Stadium sizon, plasmodium ada dalam proses pembiakan.
c. Stadium gametosit, plasmodium ada dalam proses pembentukan sel kelamin. Oleh karena dalam setiap stadium terjadi proses, maka dampaknya bagi morfologi parasit juga akan mengalami perubahan. Dengan demikian, dalam stadium-stadium itu sendiri terdapat tingkatan umur yaitu: tropozoit muda, tropozoit setengah dewasa, dan tropozoit dewasa. Sizon muda, sizon tua, dan sizon matang. Gametosit muda, gametosit tua, dan gametosit matang. Untuk sizon berproses berawal dari sizon dewasa pecah menjadi merozoit-merozoit dan bertebaran dalam plasma darah. Merozoit kemudian menginvasi sel darah merah yang kemudian tumbuh menjadi troposoit muda berbentuk cincin atau ring form. Ring form tumbuh menjadi troposoit setengah dewasa, lalu menjadi troposoit dewasa. Selanjutnya berubah menjadi sizon muda dan sizon dewasa. Pada saat menjadi merozoit-merozoit, sizon dewasa mengalami sporulasi yaitu pecah menjadi merozoit-merozoit baru.
Di sini dapat dikatakan, proses dari sizon dewasa untuk kembali ke sizon lagi, disebut satu siklus. Lamanya siklus ini dan banyaknya merozoit dari satu sizon dewasa, tidak sama untuk tiap spesies plasmodium.
Plasmodium vivax: jumlah merozoit di dalam satu sel sizon dewasa sebanyak 16
dan lama siklusnya 48 jam. Artinya reproduksi rendah dan lebih lambat, sehingga kepadatan troposoit pada darah sering rendah. Plasmodium malariae: jumlah merozoit di dalam satu sel sizon dewasa sebanyak delapan dan lama siklusnya 72 jam. Artinya reproduksi lebih rendah dan lebih lambat. Ini mungkin yang menjadi
penyebab jarangnya spesies ini ditemukan.
Akhirnya, karena perbedaan proses perkembangan, maka masa tunas atau pre paten atau masa inkubasi plasmodium di dalam tubuh manusia (intrinsik) masing-masing spesies lamanya berbeda. Plasmodium falsiparum selama 9-14 hari, Plasmodium vivax selama 12-17 hari, dan Plasmodium malariae 18 hari.
E. Siklus Plasmodium
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk Anopheles betina.
a. Silkus Pada Manusia
Pada waktu nyamuk Anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran darah selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang
lebih 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang memjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun- tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).(Depkes RI.2006)
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran darah dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina. (Depkes RI. 2006) b. Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Di luas dinding lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia. Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam bervariasi, tergantung dari spesies Plasmodium. F. Patogenesis
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit
keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag.
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel, Sitoadherensi, Sekuestrasi dan Resetting
Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Penghancuran eritrosit
2. Mediator endotoksin-makrofag 3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka
Patogenesis penyakit atau proses terjadinya penyakit yang telah dijelaskan sebelumnya digambarkan dalam teori simpul. Patogenesis atau proses kejadian penyakit diuraikan ke dalam 4 simpul, yakni simpul 1 disebut dengan sumber penyakit, simpul 2 merupakan komponen lingkungan, simpul 3 penduduk dengan berbagai variabel kependudukan seperti pendidikan, perilaku, kepadatan, dan jender dan simpul 4 penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami interaksi atau exposure dengan komponen lingkungan yang mengandung bibit penyakit atau agent penyakit. Berikut adalah teori simpul dari terjadinya penyakit malaria.
G. Patologi Malaria
Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa menyebabkan reaksi inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi eritrosit yang merupakan proses patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya patologi malaria serebral yang merupakan salah satu dari malaria berat adalah terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi
leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan pembuluh darah oleh roset eritrosit yang terinfeksi.
H. Penularan Malaria
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit yang disebut plasmodiumspp yang hidup dalam tubuh manusia dan dalam tubuh nyamuk.Parasit/plasmodium hidup dalam tubuh manusia. Menurut epidemiologi penularan malaria secara alamiah terjadi akibat adanya interaksi antara tiga faktor yaitu Host,
Agent, dan Environment. Manusia adalah host vertebrata dari Human plasmodium,
nyamuk sebagai Host invertebrate, sementara sPlasmodium sebagai parasit malaria sebagai agent penyebab penyakit yang sesungguhnya, sedangkan faktor lingkungan dapat dikaitkan dalam beberapa aspek, seperti aspek fisik, biologi dan sosial ekonomi.
B. Toxoplasma gondii
A. Sejarah
Toxoplasma gondii pada tahun 1908 pertama kali ditemukan pada binatang
pengerat yaitu Ctenodactylus gundi, di suatu laboratorium di Tunisia dan pada seekor kelinci di suatu laboratorium di Brazil (Nicolle & Splendore). Pada tahun 1937, parasit ini ditemukan pada neonatus dengan enfalitis. Walaupun trransmisi secara intrauterin transplasental sudah diketahui, tetapi baru pada tahun 1970 daur hidup parasit ini menjadi jelas, ketika ditemukan daur seksualnya pada kucing (Hutchison). Setelah dikembangkan tes serologi yang sensitif oleh Sabin dan Feldman (1948), zat anti Toxoplasma gondii ditemukan kosmopolit, terutama di daerah beriklim panas dan lembab.
· Bentuknya seperti pisang dan ujung anteriornya agak meruncing · Mempunyai ukuran 4-6 mikron x 2-3 mikron
· Ujung posterior tumpul
· Kadang ditemukan bentuk ovale
· Nucleus yang mempunyai kariosom terletak sentrik di bagian yang tumpul/agak posterior
· Mempunyai para nucleus
C. Siklus Hidup Toxoplasma gondii
Toxoplasma gondii adalah suatu spesies dari Coccidia yang mirip dengan Isospora. Dalam sel epitel usus kecil kucing berlangsung daur aseksual dan daur
seksual yang menghasilkan ookista yang dikeluarkan bersama tinja. Ookista menhasilkan 2 sporokista yang masing-masing mengandung 4 sporozoit. Bila ookista ditelan oleh mamalia lain atau burung (hospes perantara), maka pada berbagai jaringan hospes perantara dibentuk kelompok tropozoit yang membelah secara aktif yang disebut takzoit. Kemudian berubah menjadi brad izoit yang merupakan masa infeksi klinis menahun yang biasanya merupakan infeksi latent. Pada hospes perantara hanya terdapat sebagai kista jaringan.
Bila kucing sebagai hospes definitif memakan perantara hospes perantara yang terinfeksi, maka terbentuk lagi stadium seksual dalam sel epitel usus kecilnya. Bila hospes perantara mengandung kista jaringan Toxoplasama, maka masa prepatennya adalah 3-5 hari, sedang bila kucing makan tikus yang mengandung takizoit, masa prepatennya bisa 5-10 hari. Tetapi bila ookista langsung tertelan oleh kucing, maka masa prepatennya adalah 20-24 hari.
Di berbagai jaringan tubuh kucing juga ditemukan tropozoit dan kista jaringan. Pada manusia takizoit ditemukan pada infeksi akut dan dapat memasuki tiap sel yang berinti.
Takizoit berkembang biak dalam sel secara endodiogeni. Bila sel penuh dengan takizoit, maka sel menjadi pecah dan takizoit memasuki sel- sel di sekitarnya atau difagositosis oleh sel makrofag. Kista jaringan dibentuk di dalam sel hospes bila
takizoit yang membelah telah membentuk dinding. Kista jaringan ini dapat ditemukan dalam hospes seumur hidup terutama di otak, otot jantung, dan otot bergaris. Di otak kista berbentuk lonjong atau bulat, sedangkan di otot kista mengikuti bentuk sel.
Dalam lingkar hidupnya Toksoplasma gondii mempunyai dua fase yaitu 1. Fase Aseksual (skizogoni)
Pada fase ini cara berkembang biaknya adalah membelah dua atau binnary fission. 2. Fase Seksual (gametogoni dan sporogoni)
Hanya didapatkan dari kucing sebagai tuan rumah definitif( efenitiv host).
D. Epidemiologi
Prevalensi zat anti T.gondii pada binatang di Indonesia adalah sebagai berikut, 35-73% pada kucing, 11-36% pada babi, 11-61% pada kambing, 75% pada anjing, dan kurang dari 10% pada ternak lain.
Prevalensi toksoplasmosis konginetal di berbagai Negara diperkirakan sebagai berikut : Nederland 6,5 dari 1000 kelahiran hidup, New York 1,3%, Paris 3%, danvietnam 6-7%.
Keadaan toksoplasmosis di suatu daerah ditentukan oleh banyak factor, sepertikebiasaan makan daging kurang matang, adanya kucing yang terutama dipelihara sebagai hewan kesayangan, adanya tikus dan burung yang sebagai hospes perantara, adanya lipas atau lalat yang sebagai vector untuk memindahkan ookista dari tinja kucing.
E. Cara Penularan
a. Pada toksoplasmosis konginetal transmisi Toxoplasma kepada janin terjadi in utero melalui plasenta, bila ibunya mendapat infeksi primerwaktu ia hamil.
b. Pada toksoplasmosis akuisita infeksi dapat terjadi, bila makan daging mentah atau kurang matang (misalnya : sate) kalau daging tersebut mengandung kista jaringan atau takizoit toxoplasma.
c. Infeksi juga dapat terjadi di laboratorium bila seseorang bekerja dengan hewan percobaan yang terinfeksi T.gondii, melalui jarum suntik atau alat laboratorium lain. d. Infeksi dapat terjadi dengan transplantasi organ dari donor yang menderita toksoplasmosis
e. Tranfusi darah lengkap juga dapat mengakibatkan infeksi.
F. Habitat Toksoplasma gondii hidup didalam : · Sel endotil
· Leukosit mononukler · Cairan tubuh
· Sel jaringan hospes/tuan rumah
G. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala yang nampak sering tidak spesifik dan sulit dibedakan dengan penyakit lain, beberapa gejala klinis yang sering dihubungkan dengan Toksoplasmosis diantaranya adalah :
1. Limfadenitis/Limfadenopati (radang limfa)
Limfadenitis adalah manifestasi klinis yang sering dijumpai pada Toksoplasmosis akuisita akut. Kalenjer leher prosterior yang paling sering terkena tetapi kalenjar-kalenjar lainpun dapat terlihat. Pada Toksoplasmosis akuisita yang ringan terkadang menyerupai Mononukleusis infeksiosa, limfoma atau suatu tumor ganas. Dapat disertai panas badan atau tidak dan biasanya sembuh sendiri
Peningkatan suhu yang akut sering dijumpai bersama-sama dengan adanya proses pneumonia, hepatitis atau miokarditi. Berbagai derajat bronkopneumoniae sering disebabkan oleh karena adanya suprainfeksi dengan penyebab yang lain.
Ikterus merupakan salah satu tanda terkenanya hepar. Di hepar walaupun dijumpai daerah dengan degenerasi sel-sel hepar yang luas, namun pada kebanyakan kasus tidak ditemukan parasitnya. Sedangkan di otot jantung Toksoplasma gondii hamper selalu dapat dijumpai dalam bentuk kista dalam serat-serat kista dalam serat-serat miokardi.
H. Diagnosis
Diagnosis toksoplasmosis akut dapat dipastikanbila menemukan takizoit dalam biopsy otak atau sumsum tulang, cairan serebrospinal dan ventrikel.
Tes serologi dapat menunjang diagnosis toksoplasmosis. Tes yang dapat dipakai adalah tes warna Sabin Feldman(“Sabin-Feldman dye test”) dan test hemaglutinasi tidak langsung (IHA), untuk antibody IgG , tes zat anti fluoresentidak langsung (IFA) dan tes ELISA untuk deteksi antibody IgG dan IgM.
Prinsip tes warna adalah Toxoplasma yang hidup (dari cairan peritoneum tikus) bila dicampur dengan serum normal mudah diwarnai dengan biru metilen. Tetapibila dicampur dengan serumkebal, parasit tidak dapat mengambil warna lagi. Titer tes warna ialah pengenceran tertinggi dengan 50% dari jumlah Toxoplasmatidak diwarai. Titer zat anti IgG cepat naik dan tetap tinggi selama setahun atau lebih pada tes warna maupun tes IHA, IHF dan ELISA. Pada tes warna diperlukan parasit hidup sehingga tes ini sekarang jarang dipakai.
Pada tes IFA dan ELISA tidak diperlukan parasit hidup. Tes ini digunakan untuk deteksi zat anti IgM Toxoplasma. Adanya zat anti IgM pada neonates menunjukkan bahwa zat anti ini dibuat oleh janin yang terinfeksi dalam uterus, karena zat anti IgM dari ibu yang berukuran lebih besar tidak dapat melalui plasenta, tidak seperti halnya zat anti IgG. Maka jika ditemukan zat anti IgM Toxoplasma pada neonates, diagnose toksoplasmosis konginetal sudah dapat dipastikan.
Tes serologik tidak selalu dipakai untuk menegakkan diagnosis toksoplasmosis akut dengan cepat dan tepat. Karena IgM tidak selalu dapat ditemukan pada neonates, atau karena IgM dapat ditemukan selama berbulan-bulan,bahkan smapai lebih dari setahun. Sedangkan pada penderita imunodefisiensi tidak dibentuk IgM dan tidak dapat ditemukan titer IgG yang meningkat.