• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Pembahasan Masalah Ekonomi

PEMIKIRAN DAN PERAN MU’AMMAR QADDAFI DALAM PERPOLITIKAN DI LIBYA

A. B. Pembahasan Masalah Ekonomi

Secara umum dunia dewasa ini dikuasai oleh dua kekuatan yang di wakili oleh kekuatan sistem Kapitalis dan Marxis. Qaddafi sendiri berpendapat bahwa dunia dari waktu ke waktu hanya berusaha menukar suatu ideologi atau sistem dengan ideologi atau sistem yang lain, tetapi tidak merubah realitas. Melihat dari dua kekuatan tersebut Kapitalis dan Marxis, keduanya memang tampak berbeda satu sama lainnya, tapi pada kenyataanya mereka adalah dua sisi mata uang. Keduanya mengeksplotasi rakyat, tak peduli dengan melalui banyak majikan seperti pada sistem Kapitalis, atau hanya melalui satu majikan seperti pada sistem Marxis. Keadaannya selalulah sama, kaum buruh dibayar dengan upah tertentu atas pekerjaan mereka, baik pekerjaan untuk perusahaan pribadi atau pun untuk negara sebagai satu-satunya majikan.

Negara kaum Marxis didirikan melalui penggunaan kekerasan yang tak terhitung. Kekerasan tersebut digunakan untuk memisahkan seseorang dari kehidupan tradisionalnya, dan mengkondisikannya kembali sebagai sebuah robot.

Pada akhirnya tidaklah dapat dipungkiri bahwa rakyat, cepat atau lambat, akan memberontak melawan sistem tersebut. Indikasinya adalah terjadi di Hungaria, Yugaslavia dan Polandia.

Sistem Komunis dan Kapitalis sama saja baik dalam hal kepemilikan rakyat, pemerintahan dan negara. Keduanya memiliki angkatan bersenjata dan polisi, yang digunakan sistem Kapitalis untuk melindungi kepentingan golongan kaya, dan oleh sistem Marxis untuk melindungi partai berkuasa. Akhirnya dalam kedua sistem tersebut rakyatlah yang bekerja keras tanpa mampu mengurusi

urusan sendiri. Mereka malah diatur oleh administrasi atau pribadi yang mewakili Negara, atau perusahan pribadi yang eksploitatif.28

Dari inilah Qaddafi mencoba untuk memulai pembicaraannya mengenai persoalan ekonomi dengan sebuah kritik tajam terhadap semua sistem ekonomi yang berlaku di dunia saaat ini. Ia menyatakan bahwa meskipun telah ada tindakan-tindakan seperti keamanan sosial, penetapan upah minimum, pengaturan jam kerja, hak untuk berunjuk rasa, serta pembatasan atau penghapusan kepemilikikan pribadi, persoalan terpenting tetap tak terpecahkan. Persoalan tersebut adalah kebebasan manusia. Keadilan memang telah diraih melalui perbaikan semacam sistem yang ada. Tetapi hubungan antar buruh atau teknisi dengan produsen tetap merupakan hubungan antara pelayan dan majikan saja. Semua perbaikan dalam hal ini tak lebih dari tindakan setengah hati, yang lebih mencirikan kedermawanan dibandingkan pengakuan akan hak buruh.

Pada dasarnya para buruh memang diberikan upah sesuai dengan barang yang mereka hasilkan. Mereka tidak diizinkan untuk mengkonsumsi barang mereka sendiri karena mereka telah menjual haknya untuk memperoleh upah yang rendah. Qaddafi memberikan pendapat bahwa ia yang memproduksi barang harus menjadi konsumen produknya dan walaupun ada kemungkinan peningkatan pendapatan buruh, tetap saja mereka dalam jalan perbudakan. Dari itu seluruh peningkatan dalam upah atau keamanan kerja tak lebih sebagai hadiah kedermawanan dari si kaya kepada buruhnya. Hanya ketika pemilikan berada di tangan rakyat, yang diatur oleh kongres dan komite yang berasal dari rakyat yaitu

28

Ayoub, Mahmoud, Islam dan Teori Dunia Ketiga : Pemikiran Keagamaan Muammar Qadhdhafi, (Bogor : Humaniora Press, 1991). 72-74.

mereka sendiri, disinilah para buruh menjadi mitra dan bukan pencari nafkah. Dewasa ini para buruh semata-mata hanya melayani negara mereka, atau bisnis si kaya, atau partai politik yang telah merampas kedaulatan dan kekayaannya. Karena itulah, pemecahan final masalah tersebut adalah menghilangkan pencarian nafkah sehingga dapat membebaskan manusia dari perbudakannya.

Dalam penyelesaian masalah ekonomi sosialis, Muammar Qaddafi menjelaskan dalam Buku Hijau dengan mengemukakan kerja sebagai pengukur upah (dikenal sebagai nilai kerja). Peristiwa ekonomi umum yang terjadi yaitu para pekerja mendapatkan gaji dan jaminan sosial lainnya, padahal hal itu hanya merupakan sumbangan yang diberikan oleh orang kaya atau pemilik badan usaha.29

Qaddafi juga menyadari bahwa taraf kehidupan pekerja sejak Revolusi Industri menanjak naik secara dramatis. Pekerja-pekerja itu kemudian memperoleh pembagian waktu kerja yang pasti, uang lembur, tempat tinggal, pembagian keuntungan, keikutsertaan dalam menejerial, asuransi dan hak-hak lainnya. Perubahan-perubahan drastis juga terjadi dalam hal kepemilikan termasuk pemindahan kepemilikan dari swasta ke negara.

Kendatipun perubahan signifikan telah bergulir, hubungan dasar antara pekerja-seorang yang gaji dan pengusaha pihak yang menggaji masih menyisahkan bentuk perbudakan. Bahkan, di negara manapun yang mempunyai usaha ekonomi dan pendapatan yang semestinya dikembalikan untuk kesejahteraan masyarakat pekerja. Seseorang yang membantu proses produktif

29

yang mendatangkan keuntungan pihak lain kebanyakan masih tetap menghadapi dilema perbudakan. Solusi yang diterapkan Qaddafi yaiu dengan melarang sistem penggajian. Titik perhatiannya diarahkan pada kontribusi para pemetik keuntungan (pengusaha) dalam proses produktif, buruh seharusnya dianggap sebagai mitra dalam proses itu, bukan pelaksana semata (budak), sehingga diharapkan akan tercapai pembagian keuntungan yang sama (berimbang) terhadap hasil produksi.

Qaddafi mempercayai bahwa manusia tidak dapat bebas jika seseorang mengendalikan apa yang dibutuhkannya untuk mencapai hidup yang lebih baik. Oleh karena itu, menurut Qaddafi, setiap individu harus mempunyai satu rumah sendiri, satu kendaraan dan pendapatan. Selanjutnya, Qaddafi menjelaskan, individu-individu tidak dapat menjadi buruh karena orang lain akan mengendalikan pendapatannya. Mereka juga tidak diperkenankan memiliki rumah lebih dari satu untuk disewakan, alasannya dengan menyewakan barang berarti mereka telah mengintervensi kebutuhan primer orang lain. Menurut Qaddafi, tujuan aktivitas ekonomi individu yang legitimate adalah mereka mampu memuaskan kebutuhan pribadi tanpa menggantungkan nasib pada pihak di luar dirinya; teori Qaddafi ini juga menafikan adanya perolehan keuntungan surplus. Qaddafi menyatakan, keuntungan dan uang pada akhirnya menghilang seiring dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

Pada proklamasi konstitusi tahun 1969 telah diperkenalkan kepemilikan publik, yang merupakan dasar pengembangan masyaraka dan kepemilikan swasta-sepanjang dalam berusaha tidak eksploitasi. Penerapan pandangan-pandangan

baru Qaddafi tentang kepemilikan itu telah dimulai beberapa bulan setelah sosialisasi The Green Book bagian kedua. Pada bulan Mei 1978, sebuah ketentuan hukum diundangkan yang isinya memberikan hak tiap-tiap penduduk Libya untuk mempunyai satu rumah atau sepetak tanah yang diatasnya dapat didirikan bangunan. Kepemilikan rumah lebih dari satu dilarang negara, karena dahulu umumnya rumah-rumah penduduk itu disewakan. Sejak usia memperingati hari jadi revolusi militer Libya ke-9, Qaddafi mengumumkan, sudah saatnya kaum buruh terbebas dari perbudakan, mereka adalah mitra dalam proses produktif dengan mengambilalih kebutuhan produksi yang dijalankan swasta maupun negara. Konsekuensinya, perusahaan-perusahaan di Libya dikendalikan oleh Dewan Rakyat Baru. Masih seputar pendapat Qaddafi melawan eksploitasi adalah larangan aktifitas perdagangan retail. Pemimpin Libya menyarankan para pedagang retail untuk masuk ke wilayah pertanian dan kontruksi. Akan tetapi hasil sekilas dari adanya perubahan tersebut adalah economi chaos dan penurunan tingkat produksi.

Qaddafi memegang prinsip melarang gagasan kepemilikan swasta atas tanah. Dengan menggambarkan perbedaan antara kepemilikan dan pemanfaatan. Qaddafi menjelaskan, tanah merupakan harta milik semua masyarakat. Setiap warga dan perwarisnya berhak untuk menggunakan tanah sebagai alat pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Tanah itu milik mereka yang bersedia menggarapnya. Menyewa pekerja sawah tidak diperbolehkan karena akan menyuburkan eksploitasi.

Pada dasarnya cita-cita Muammar Qaddafi tentang ekonomi sosialisme secara keseluruhan untuk menghapus efek eksploitasi masa lalu dan menempatkan Libya dalam tuntunan untuk mendapatkan masa depan masyarakat yang sanggup mencukupi kebutuhannya sendiri dalam bidang pertanian, industri, dan pendidikan. Perhatiannya pada sosialisme intinya adalah bersifat kemanusiaan. Lebih tepatnya dia percaya bahwa Arab Libya tidak dapat mencapai tujuan nasionalnya kecuali apabila kondisi materi mareka adalah sedemikian rupa sehingga mereka dapat memberikan kontribusinya kepada perjuangan nasional.30

Kenyataannya yang ada adalah sekelompok minoritas menguasai kekuasaan tanah dan hal ini akan menjadi kendala bagi kemajuan. Karena semua warga negara harus ikut serta dalam kejayaan negerinya. Sosialisme Libya adalah sesuatu keadaan alam di mana semua warga berada dalam posisi untuk mengembangkan potensi mereka sehingga apabila semua kelas yang tertindas tidak lagi tertindas maka ketika itu mereka dapat bersia-siap membuka jalan ke arah kemajuan dan persatuan.31

A. C. Pembahasan Masalah Sosial

Pada bagian pemikiran yang ketiga ini merupakan bagian yang paling penting dan menarik karena terlihat paling teoritis. Di sini ia menampilkan teori

30

W.B Fiser, “Libya”, Dalam TheMiddle East and North Africa, (London: Europe Plication Limited, 1993). Hal. 667.

31

Harris, Lilian Craig, Libia : Qadhafi’s Revolution & The Modern State, (Colorado : Westview, 1986), Hal. 68.

dasarnya dengan cara yang sama yaitu masih menggunakan teori-teorinya dalam bidang ekonomi dan politik.

Lebih awal Qaddafi menjelaskan masalah struktur masyarakat, ia menuturkan bahwa komponen dasar struktur masyarakat manapun adalah adat (‘urf) dan pemahaman agama yang mendalam. Urf dapat diartikan sebagai identitas kesukuan atau kebangsaan (qawmiyah). Jika adat adalah keseluruhan dari kebiasaan-kebiasaan, maka identitas suku harus dianggap sebagai sintetis dari elemen-elemen tersebut. Dalam sejarah bangsa, elemen-elemen ini menghasilkan perbedaan kepribadian kultural dan histories. Di atas pandangan ini, Qaddafi memulai diskusi dengan mengatakan,”satu-satunya penggerak sejarah manusia adalah faktor sosial dan kesukuan”. Faktor-faktor sosial ini membentuk hubungan dasar diantara unit-unit masyarakat utama, dari keluarga kepada suku dan selanjutnya kepada bangsa. Faktor sosial adalah faktor terpenting dalam sejarah.

Tujuan utama yang terdapat dalam semua gerakan sejarah adalah kemerdekaan suatu masyarakat atau suku bangsa dari kekuasaan orang lain. Jadi pergerakan sosial selalu merupakan gerakan kemerdekaan, gerakan yang bertujuan merealisasikan identitas esensial dari kelompok yang kalah atau tertindas. Gerakan modern pada waktu itu sekaligus bersifat kebangsaan sebagaimana gerakan kesukuan atau kemasyarakatan. Mereka adalah gerakan pembebasan yang akan tetap bertahan hingga setiap kelompok suku, masyarakat atau bangsa terbebaskan dari pengendalian oleh semua. Ini berarti, dalam pandangan Qaddafi,” bahwa dunia sekarang sedang melewati suatu periode

revolusi bersejarah yang mncerminkan perjuangan kebangsaan, dan bertujuan mendukung kebangsaan.32

Gerakan revolusioner yang bersifat kesukuan atau kebangsaan adalah gerakan sosial yang tepenting dan terkuat, karena gerakan tersebut bersumber kepada identitas suku dan bangsa. Bagi Qaddafi identitas kesukuan merupakan dasar fundamental bagi kelangsungan keberadaan suatu bangsa. Karena itu, dalam hal ini mungkin berguna untuk menganalisa pandangan Qaddafi yang dinyatakan dalam Buku Hijaunya, yaitu pandangan mengenai qawmiyah (identitas kesukuan) dan umamiyah (nasionalisme multisuku atau internasionalisme).

Sebuah qawm adalah sekelompok orang atau bangsa yang memiliki bahasa, sejarah dan warisan budaya yang sama. Kata ‘qawmiyah’ derivatif dari

qawm yang berarti nasionalisme yang dipahami di Barat. Istilah dan konsep nasionalisme inipun yang dipahami oleh Barat pada dasarnya berasal dari budaya Arab klasik.

Sedangkan kata Ummah berarti komunitas masyarakat yang memiliki tujuan, kepercayaan atau nasib yang sama. Bentuk jamak dari ummah adalah

umam, yang kemudian menjadi umamiyah, umamiyah sebagai ideologi dianggap oleh Qaddafi sebagai alat imperalisme kapitalis dalam usahanya untuk menguasai dunia. Seperti pernyataan yang ada pada Buku Hijau menyatakan bahwa “gagasan tentang internasionalisme (umamiyah) sesungguhnya adalah suatu bentuk baru neo-imperialisme”.33 Ideologi ini tidaklah menghormati kebangsaan, suku dan batas geografi orang lain, dan bersandar pada prinsip ‘kekuatan dan kebenaran’.

32

Muammar Qaddafi, The Green Book, (Tripolli: Mateu Cromo). Hal. 86.

33

Jadi bangsa yang mengadopsi ideologi ini akan menggunakannya untuk merampas kekayaan bangsa lain dengan alasan bahwa bangsa tersebut, secara tekhnologi tidak mampu mengeksploitasi kekayaan alam mereka sendiri, dan karenanya harus mempercayakannya kepada mereka yang bisa melakukannya. Setelah itu di dalam Buku Hijau itupun mengomentari lebih jauh menolak umamiyah atau konsep aturan internasional yang berdasarkan hanya kepada identitas agama umum. Demikian adanya kecenderungan baru dari kelompok keagamaan dan kesukuan yang mengusung internasionalisme sebagai identitas dunia, yang pada akhirnya tak dapat dipungkiri akan membawa kepada “kehancuran peradaban dan penghilangan banyak entitas sosial.”

Dengan demikian Qaddafi menyatakan bahwa bangsa apabila kehilangan identitas kesukuannya akhirnya akan hilang. Paling tidak, bangsa itu akan bertahan sebagai minoritas tertindas. Iapun beranggapan identitas kesukuan dan kesetiaan yang dilahirkannya adalah ibarat gaya gravitasi. Dimana ketika gaya itu hilang, ’galaksi’ yang menghubungkan kelompok-kelompok kesukuan akan hancur. Hal ini karena, kata Qaddafi,”Gaya gravitasi yang mempererat ikatan sosial adalah rahasia dari keberlangsungan eksistensi masyarakat.”

Selanjutnya menurutnya, satu-satunya saingan dari faktor sosial umum adalah faktor agama. Agama dapat memberikan jalan lain untuk mempersatukan rakyat. Ia pun mampu mempersatukan kelompok dengan latar belakang budaya dan suku yang berbeda. Tapi pada akhirnya faktor sosial akan berlaku atas agama. Ia pun menyimpulkan,” bagi setiap masyarakat (qawm), mempunyai agama

mereka sendiri.”ia menambahkan,”ini adalah harmoni sejati yang dibutuhkan masyarakat.

Walaupun ia mempunyai komitmen yang sangat teguh dalam menyebarkan Islam, ia pun tetap menggunakan logikanya dengan menyatakan bahwa prinsip utama adalah setiap orang haruslah memiliki agamanya masing-masing. Hal ini berseberangan yang menciptakan kenyataan sehat dan dapat menimbulkan perselisihan dalam masyarakat yang berlatar berlakang suku sama. Solusi baginya adalah kesetiaan terhadap prinsip alamiah yaitu bagi setiap orang agama meraka. Dengan demikian ada kesesuaian antar faktor sosial dan agama yang menghasilkan keselarasan.aturan dalam kehidupan masyarakat akan tercipta dengan baik, yang memperkenankan agama untuk tumbuh dalam cara yang sehat dan masuk akal.34

Selanjutnya Qaddafi juga menyatakan bahwa salah satu ikatan yang kuat dalam masyarakat adalah perkawinan. Menurutnya perkawinan menjadi prinsip dasar kebebasan manusia, karena di dalam masyarakat dengan latar belakang suku dan agama yang sama, perkawinan membantu menopang kesatuan dan pertumbuhan sosialnya. Karenanya, bagi individu keluarga adalah lebih penting dibandingkan negara.

Setelah keluarga, unit sosial yang penting adalah suku. Sekalipun hampir semua masyarakat modern tidak lagi bersifat kesukuan, Qaddafi yakin bahwa suku menjadi unit utama seluruh masyarakat. Ia pun beranggapan bahwa suku adalah sebuah keluarga yang tumbuh sebagai hasil penciptaan. Lebih jauh lagi dia

34

Ayoub, Mahmoud, Islam dan Teori Dunia Ketiga : Pemikiran Keagamaan Muammar Qadhdhafi, (Bogor : Humaniora Press, 1991). Hal. 87.

menyatakan bahwa sebuah bangsa kenyataanya adalah suku yang tumbuh melalui proses yang juga tumbuh dan terbagi ke dalam banyak cabang. Dimana ikatan yang sama menghubungkan keluarga juga menghubungkan suku, bangsa bahkan dunia.

Di sini ia sedikit menyimpulkan bahwa manusia sebenarnya hidup berdasarkan identitas kesukuan dan kebangsaan. Kebangsaan adalah bentuk kesukuan, dan kesukuan berasal dari ikatan keluarga. Tetapi kekuatan ikatan ini berkurang lambat laun dari unit masyarakat terkecil menuju unit masyarakat terbesar.

Setelah itu dalam pembahasan ini Qaddafi juga mengambil unsur dalam masyarakat untuk memperjelas teorinya. Dalam hal ini ia membahas sifat, hak dan kedudukan perempuan di tengah masyarakat. Ia menganggap bahwa laki-laki dan perempuan keduanya adalah sama-sama manusia dan setiap perbedaan kepada mereka adalah merupakan tindakan penindasan yang tidak bisa dibenarkan. Yang membedakannya yaitu bahwa masing-masing memiliki peran yang berbeda dalam masyarakat.35

Selanjutnya ia pun mengatakan bahwa dengan mengabaikan peran sebagai ibu dan menukar perannya dengan pusat perawatan bayi akan menurunkan derajat kemanusiaan dan media alamiah ekspresi mereka. Sang ibu dan rumahnya adalah tempat perlindungan alamiah bagi seorang anak. Karena itu, dengan mengirim anak ke tempat perawatan anak adalah kekerasan terhadap anak dan menjauhkan anak dari kebebasan alamiahnya.

35

Ayoub, Mahmoud, Islam dan Teori Dunia Ketiga : Pemikiran Keagamaan Muammar Qadhdhafi, (Bogor : Humaniora Press, 1991). Hal. 91.

Pandangan Qaddafi mengenai perempuan terlihat tradisional. Dimana mereka harus terlihat feminim dan cantik. Dengan demikian setiap pekerjaan yang membutuhkan kekuatan fisik atau pekerjaan kotor yang menutupi kecantikan perempuan adalah tindakan penindasan.

Sedangkan ketidakada perbedaan antara laki-laki dan perempuan menurut Qaddafi terletak pada hak dan kebebasannya. Perempuan tidaklah seharusnya dipaksa untuk dinikahi atau bercerai tanpa persetujuan mereka, atau menguasakan melalui otoritas berwenang. dan mereka pun bebas dan mempunyai hak dalam menentukan keduanya. Dan ia pun meramalkan bahwa revolusi dunia akan mengakhiri seluruh keadaan sosial dan ekonomi yang memaksa perempuan melakukan pekerjaan laki-laki, dan supaya mereka memperoleh hak yang sama.

Dokumen terkait