• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODELOGI PENELITIAN

4.4. Pembahasan

Dalam Bab bebelumnya peneliti menjabarkan, bahwa penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif secara deskriptif. yang bermaksud untuk menggambarkan suatu kegiatan. judul penelitiannya adalah kegiatan Komunikasi Persuasif Direktorat Reserse Kriminal Polda Banten dalam Mengintrogasi para saksi (Study kasus Subdit Harda – Bangtah Polda Banten).

Komunikasi Persuasi merupakan komunikasi manusia yang dirancang untuk mempengaruhi orang lain dengan usaha mengubah keyakinan, nilai, atau sikap mereka.

4.4.1. Prosedur interogasi

Dari hasil penelitian peneliti dilapangan, persuasif adalah suatu cara berkomunikasi yang digunakan untuk menarik atau menghasut secara halus. Dalam komunikasi persuasi sendiri, diartikan sebagai usaha untuk mengubah keyakinan. Kegiatan persuasif merupakan kegiatan yang positif, tetapi kegiatan ini bisa juga bersifat negatif, bila persuasif ini digunakan untuk menghasut dalam kejahatan, dan mengajak orang lain menjadi buruk.

Memang tak selamanya kegiatan persuasif itu bersifat negatif, seperti dalam kegiatan interogasi yang dilakukan penyidik Polda Banten misalnya. Mereka menggunakan komunikasi persuasif sebagai salah satu standar dalam menginterogasi para saksinya, karena dengan bahasa yang sedikit menyindir halus serta suatu ajakan dengan obrolan – obrolan santai saksi yang berada dalam interogasi biasanya gampang berbaur. seperti yang di terangkan oleh Iptu Harianto Rantesalu, “Kita harus pinter – pinter ngambil hati saksi, supaya mereka mau diajak kerja sama, jadi ga bertele – tele juga jawabnya, ga perlu banyak tanya biasanya mereka sendiri bakal cerita banyak”.

Beberapa alasan lain dikemukakan dari informan penyidik, mengapa penggunaan persuasif ini sering digunakan. Menurut Briptu Ade Wahyudi, SH :

“Masyarakat kita sekarang kan agak sensitif, kalo aparaturnya keras sedikit dilaporin ke pers, atau ke lembaga – lembaga yang bisa narik nama polisi jadi jelek, makanya kalo lagi meriksa / interogasi, penyidik punya metodenya sendiri biar saksi yang di periksa ga ngerasa diintimidasi”.32

Begitu peneliti menanyakan metode yang dimaksud itu seperti apa dia menjawab :

“Ya beda – beda, penyidik satu sama yang lain beda. Kalo saya sih pasti ngelakuin perkenalkan diri dulu terus ngobrol – ngobrol mengenai perkara terus baru di lakukan pemeriksaan dan dituangkan ke dalam Berita Acara Pemeriksaan”.33

Dalam kegiatan interogasi sendiri memang tergantung pada siapa yang bicara dengan siapa, dimana setiap karakter manusia berbeda – beda. yang terpenting memiliki batasan memahami faidah dalam melakukan suatu percakapan dalam kaitannya mengubah suatu dalam diri seseorang, dimana misalnya saksi yang di wawancarai seperti saudara Dwi, yang sudah memiliki stereotype yang negatif terhadap kepolisian, meskipun pada saat pemeriksaan diperlakukan dengan baik dilayani dan diberikan suguhan yang layak. Karena didalam dirinya sosok kepolisian itu identik dengan keras dan kasar. Jadi menurutnya, walaupun di perlakukan bagaimanapun kalo dihatinya sudah

32

Wawancara, Briptu Ade Wahyudi,SH. 15 Pebruari 2012

33

menganggap negatif, tetep saja negatif. Dengan perkataannya yang khas informan Dwi menjelaskan :

“Waktu diinterogasi berasanya lama, padahal pada baik tapi ga tau kenapa bawaannya takut ajah. Kapok ajah jadinya, hehehe...”

Dari hasil penelitian juga peneliti mencoba merasakan bagaimana kegiatan persuasif yang dilakukan penyidik kepada saksi dengan berada disamping penyidik dan mendengarkan setiap apa yang dilontarkan kepada saksi – saksi yang mereka mintai keterangannya. dan dari beberapa penyidik yang peneliti dekati dengan cara seperti itu, memang kegiatan komunikasi secara persuasif digunakan para penyidik. Tetapi pembawaan masing – masing penyidik berbeda – beda, seperti ketika salah seorang penyidik dari keturunan menado dan lampung berbicara, beda dengan mereka yang berasal dari suku jawa. Penyidik dari luar jawa cenderung lebih lantang, keras, terlihat seperti orang marah – marah dalam menyampaikanya, sehingga cenderung kepada karakter bahasa yang koersif.

Sementara penyidik dari sunda atau jawa mereka pembawaannya tenang, membawa alur pembicaraan yang cukup hangat serta lebih menyesuaikan dengan lawan bicaranya. Dalam hal ini saksi yang mereka mintai keterangannya merasakan kedekatan yang cukup baik, karena terlihat saksi tidak merasa tertekan ataupun terintimidasi.

Sejauh pengamatan ini, komunikasi persuasi sesuai dengan apa yang diharapkan. Penyidik berusaha mentaati peraturan yang ada,

prosedur Interogasi di Polda Banten terlebih dalam strategi yang di pajang dalam stuktural pertelaahan kerja Polda Banten tertera bahwa pentingnya “Mengembangkan sistem komunikasi Polri dengan didukung teknologi komunikasi mulai dari kecepatan respon, komunikasi persuasif, sampai pada pengendalian peristiwa kejahatan, dengan perlindungan dan pengayoman, khususnya ditingkat satuan Reskrim Polres dan Unit Reskrim Polsek”. Dari pernyataan tersebut memang membenarkan kegiatan komunikasi persuasi dalam kegiatan interogasi, secara tidak langsung tentunya.

Penelitian yang peneliti amati selama ini, menemukan bahwa bahasa yang digunakan oleh sebagian besar penyidik lebih menyesuaikan dengan siapa mereka bicara. Bahasa persuasif cenderung mempengaruhi, mengajak dengan tujuan merubah keyakinan, dan biasanya bersifat positif.

Dari pandangan peneliti yang di dapat dari pengamatan mengenai bahasa yang digunakan dalam komunikasi persuasif yang para penyidik lakukan kepada para saksi, dibedakan menjadi 2 metode yang berbeda. pertama menggunakan bahasa retorika mereka mencoba membujuk, yang kedua dengan metode untuk menilai logika dan etika suatu tulisan persuasi.

Masing – masing dari informan peneliti ajukan pertanyaan yang sama dalam hal ini mengenai bahasa yang biasa digunakan oleh

penyidik, salah satu penyidik diambil jawabannya, dan Bribda Imbang menjawab :

“Kalo bahasa yang dipake ya tentu bahasa indonesia, tapi gaya bahasanya beda – beda. Ada yang bahasanya jawa saya ikutin jawa, sunda haiyo ikut ajah asal sesuai etika, kadang disesuaiin juga sama saksinya”

Dari pihak saksi memberikan jawaban yang sama, hampir semua menjawab bahasa yang digunakan menyesuaikan dengan saksi. Bapak Widiono pun membedakan jawabannya, “Bahasa yang digunakan penyidik berani, lugas dan sesuai sasaran apa yang dimaksudkan. Penyidik berusaha memahami lawan bicaranya, membujuk dan memaksa tapi dengan bahasa guyonan dan tetap beretika”.

Bahasa tergantung pada apa yang disebut oleh Mead sebagai simbol signifikan(significan symbol), atau simbol-simbol yang memunculkan makna yang sama bagi banyak banyak orang.

Peneliti menyimak kegiatan interogasi berlangsung, dari hal tersebut dihasilkan beberapa hambatan yang menjadi salah satu bahasa persuasif bercampur dengan sedikit kata – kata memaksa, diantaranya :

1. Tingkat pendidikan dari para saksi yang di interogasi,

Pendidikan maksudnya peneliti memandang bahwa saksi yang memiliki pendidikan yang lebih rendah kurang memahami apa yang dimaksudkan oleh penyidik dalam pengolahan kata yang di atur secara persuasif.

2. Tingkat pemahaman bahasa,

Dalam hal pemahaman bahasa, hampir sama dengan hambatan dalam tingkat pendidikan, lebih kepada cepat atau lambat dalam memahami bahasa yang dimaksud, sehingga penyidik aga sedikit emosi dalam menyampaikan pertanyaan yang berulang – ulang.

3. Tingkat usia masing – masing saksi,

Faktor usia, karena dalam masa usia yang sedikit tua cenderung lebih labil dan sedikit kurang dapat mengontrol emosinya. 4. Faktor fisik dan psikis

Fisik dan psikis yang terganggu biasanya membuat tamu tidak memiliki mood baik untuk di interogasi, sehingga mengundang penyidik untuk sedikit lebih keras dalam penginterogasian yang berlangsung.

5. Pekerjaan

Terakhir dalam faktor pekerjaan, biasanya saksi yang memiliki pekerjaan lebih baik cenderung menyepelekan penyidik, justru sebaliknya saksi yang pekerjaannya biasa saja lebih cenderung pendiam tetapi komunikasi cukup berjalan lancar dan lebih baik.

Kegiatan berbahasa bagi masing – masing orang memiliki karakter yang berbeda, persepsi yang di hasilkan pun berbeda – beda, kembali lagi kepada penyampai pesan atau seorang komunikator dia harus mampu membawa komunikannya mengerti apa yang dimaksudkan. 4.4.2. Praktek persuasif

Mencoba menilai bagaimana prosedur interogasi yang dilakukan Polisi penydik kepada saksi sama seperti menilai suatu proses komunikasi yang biasa kita lakukan dengan seseorang. Dalam komunikasi antar pribadi menjelaskan mengenai jalinan hubungan, dimana Jalinan hubungan senantiasa terkait dengan komunikasi dan tak mungkin dapat dipisahkan. Sifat jalinan hubungan ditentukan oleh komunikasi yang berlangsung diantara individu partisipan. Jalinan hubungan biasanya didefinisikan secara lebih implicit (tidak/kurang bersifat eksplisit). Jalinan hubungan berkembang seiring dengan waktu proses negosiasi diantara partisipan. Jalinan hubungan, karena itu bersifat dinamis.

Seperti yang telah di kemukakan sebelumnya dalam hasil penelitian, bahwa setiap kegiatan interogasi terhadap saksi ditentukan dalam Standar Operasional Prosedur. Dimana setiap kegiatannya harus sesuai dengan urutan prosedur yang berlaku, dimulai dari penerimaan pengaduan dari masyarakat yang dibentuk dalam sebuah Laporan Polisi. Sampai pada akhirnya evaluasi dan pelaporan hasil penyidikan / penyelidikan.

Dalam kegiatan interogasi tentunya perlu terdapat Jalinan hubungan untuk ketersesuaian dalam jalannya proses interogasi tersebut.

sejauh ini penyidik memahami apa yang mereka ingin sampaikan dan apa yang mereka ingin capai. Untuk itu peneliti mencoba memberikan suatu gambaran mengenai proses interogasi ini, dengan meminta sample pertanyaan yang biasa menjadi standar pertanyaan dalam proses interogasi tersebut, didapat dari salah satu informan Brigadir Fitara Harianja, diantaranya :

1. Apakah saudara sekarang dalam keadaan sehat jasmani dan rohani?

2. Apakah saudara bersedia untuk diperiksa dengan memberikan keterangan yang benar dann dapat dipertanggungjawabkan?

3. Di dalam pemeriksaan ditingkat penyidikan ini siapa penasehat hukum yang mendampingi saudara?

4. Apakah saudara pernah dihukum?

5. Coba ceritakan secara singkat dan jelas riwayat hidup saudara?

6. Apakah saudara mengerti mengapa dipanggil, yang selanjutnya diperiksa diruang pemeriksaan penyidik serse ini?...dan seterusnya…….

Pertanyaan – pertanyaan diatas merupakan contoh kecil dari pertanyaan yang ditanyakan kepada pihak yang terkait dalam proses interogasi. Peneliti mendapati kegiatan interogasi ini sesuai dengan semestinya. Dimulai dari proses awal ketika penerimaan Laporan Polisi (LP), sampai proses pelaporan dan evaluasi, di lakukan penyidik denga

baik. Karena setiap proses yang dilakukan oleh penyidik perlu diketahui oleh ketua penyidik, dalam hal ini Kasubdit, serta laporan dokumen – dokumen dari proses penyidikan / penyelidikan yang dilakukan.

Iptu Haryanto Rantesalu menunjukan pada peneliti berkas perkara yang telah selesai, didalamnya terdapat dokumen – dokumen dari proses awal sampai proses akhir penyidikan. Terdiri atas berkas surat – surat panggilan, SP2HP (surat perkembangan hasil penyidikan / penyelidikan), Surat penetapan tersangka, Surat keterangan Penyitaan, Surat daftar barang bukti, dan surat penangkapan.

Pada hakikatnya, kegiatan interogasi ini tetap terpaku pada peraturan. Stereotype yang digambarkan masyarakat terhadap fungsi kerja yang dilakukan pihak kepolisian tidak cukup beralasan. Untuk melakukan hal – hal yang di maksudkan dalam tayangan televisi, tidak dapat dengan mudah dilakukan Polisi penyidik, karena setiap kegiatannya harus dilaporkan kepada pejabat dan atasan terkait yang menaunginya.

Setiap kegiatan pepolisian yang dilakukan mendapatkan sorotan kuat dari banyak pihak, jadi tidak perlu takut dalam menghadapi proses interogasi ini. Sebagai saksi, memiliki lembaga yang melindungi yaitu Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Saksi dapat mengajukan perlindungan tersebut selama dalam interogasi, apabila dalam prosesnya mendapat intimidasi, kekerasan fisik atau psikis.

Kegiatan interogasi yang dilakukan oleh penyidik Polda Banten merupakan kegiatan yang intensif. Kegiatan tersebut dilakukan face to face, antara seorang penyidik yang didaulat sebagai komunikator, sementara saksi sebagai komunikan yang mendengar serta sebagai pemberi feed back.

Dalam pelaksanaan kegiatan interogasi, penggunaan teori atribusi cukup banyak berpengaruh. seperti 3 (tiga) asumsi dasar (little john, 1998 : 183), yaitu : orang berusaha untuk menentukan perilaku, orang membagi penyebab – penyebab secara sistematis, dan penyebab yang dihubungkan mempunyai dampak terhadap dampang dan perilaku orang yang memandangnya.

Penjelasan diatas merupakan suatu gambaran bahwa teori atribusi merupakan teori yang berkenaan dengan cara – cara orang menyimpulkan penyebab – penyebab perilaku. Dalam hal ini adalah dimana penyidik sebagai komunikator yang berusaha menyimpulkan saksinya. dimana penyidik mendapati banyaknya kegiatan kecurangan sampai tahap awal proses penginterogasian yang mengorek mengenai sikap perilaku saksinya dalam penyampaian pesan. Sampai pada penyidik dapat menyimpulkan bagaimana perkara yang ditanganinya dapat menentukan siapa yang bertanggungjawab sepenuhnya dalam kejadian di perkara yang ditanganinya tersebut.

Dalam hal ini pengaruh yang di simpulkan dalam penilaian perilaku para saksinya, penyidik membedakan dalam dua factor yang menjadi pengaruh utama saksinya dapat mengakui kesalahan yang diperbuatnya, atau mengungkap kebenaran yang sebenar – benarnya atau justru sebaliknya diam dan hanya membual, yaitu pengaruh yang didapat saksi dari dalam (internal) dan dari pihak luar dalam perkara (eksternal).

Pengaruh besar yang didapat dari dalam lingkungan tempat dimana dia memberikan keterangan, bila saksi tersebut mendapatkan terpaan yang dalam mengenai suatu keterusterangan yang dikemukakan penyidik, dalam hal ini perilaku yang baik saat interogasi berlangsung, maka saksi akan merasakan kenyamanan dalam menjalaniinterogasi tersebut sehingga memudahkan penyidik untuk menggali informasi yang lebih dalam. sementara pengaruh yang didapat saksi dari luar, cukup banyak akan merubah mainset saksi lebih banyak. apa lagi bila kegiatan yang dilakukan dalam mempengaruhi tersebut berupa ancaman dari pihak terlapor, atau perjanjian awal yang dilakukan saksi dengan pihak terlapor yang menjanikan saksi untuk mendapatkan imbalan apa bila dia melakukan hal yang diminta oleh si terlapor.

Hal di atas dijelaskan pula dalam model Heider yang dikutip Brigham (1991 : 69), perilaku seseorang dipandang sebagai akibat dari factor lingkungan ditambah dengan factor personal (termasuk disposisi). dimana factor lingkungan adalah factor – factor dalam situasi yang

menekanpada pemunculan tipe perilaku tersebut. sedangkan factor personal dipandang sebagai hasil dari kemampuan dan usaha yang ditunjukan seseorang. dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3 Model dari Heider

Kegiatan interogasi dapat dinilai dengan 3 (tiga) prinsip, diantaranya :

1. Konsensus (consensus)

Apakah orang yang kita amati bertindak sesuai degan consensus umum? jika tidak maka cenderung bahwa perilaku tersebut disebabkan oleh faktor internal tertentu (penyidik). Di mana bila di jabarkan “ Tidak ada saksi –saksi yang berbicara jujur”

2. Konsistensi (consistency)

Dalam hal ini kita bertanya apakah seseorang berulang – ulang berperilaku yang sama dalam situasi yang serupa. dan jawabannya ya, konsistensinya tinggi dan perilaku di sebabkan motivasi

Perilaku Faktor

Lingkungan

faktor personal =

(kemampuan x usaha yang dilakukan)

internal. sehingga dalam penjabarannya “ saksi ini pernah berbicara jujur di kesempatan yang lain”.

3. Distrinksi (distinctiveness)

Dalam hal ini pengaruh internal lebih rendah dari pengaruh eksternal. sehingga “saksi ini juga berbicara jujur dalam penginterogasian sebelumnya”.

Pengamatan dari sisi penyidik, pengaruh yang menyebabkan penyidik melakukan kegiatan komunkasi persuasi dalam kegiatan interogasi dipengaruhi oleh faktor internal yang mengikat penyidik dengan mainset yang telah di tentukan. pada prinsipnya termasuk pada prinsip konsensus tinggi semenara dintrinksi rendah.

Kegiatan persuasif di lakukan dengan beberapa kegiatan komunikasi, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dengan begitu kegiatan tersebut diantaranya :

a. Koersif / Represif

Koersif merupakan kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk memaksa seseorang, untuk mengakui sesuatu. Sementara represif merupakan kegiatan memaksa seseorang dengan ancaman mendapatkan hukuman. Dalam kegiatan interogasi di polda banten ini kegiatan ini tidak nampak sama sekali, kegiatan introgasi berjalan sesuai dengan jalur yang telah ditentukan. Tanpa kerasan,

ancaman atau paksaan guna mendapatkan keterangan yang diinginkan. Kegiatan komunikasi ini tidak begitu ditonjolkan, sebagian besar penyidik/penyelidik mencoba sehati – hati mungkin mengutarakan maksud dan tujuannya, agar dapat diterima oleh komunikannya sebagai komunikasi yang baik – baik saja.

b. Persuasif

Persuasif merupakan kegiatan untuk mengubah atau memengaruhi kepercayaan, sikap dan perilaku seseorang sehingga bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan komunikator. Dalam hal ini bermaksud mengubah tataran afektif dan behavioral

c. Provokasi / Propaganda

Provokasi merupakan perbuatan untuk membangkitkan kemarahan tindakan menghasut, dan pancingan. Propaganda sendiri merupakan kegiatan untuk mempengaruhi khalayak dengan menggunakan saluran komunikasi untuk penyampaian gagasannya, dan cenderung memiliki konotasi negatif

d. Edukatif

Edukatif merupakan suatu kegiatan yang disampaikan untuk memberikan pendidikan kepada komunikan.

e. Informatif

informatif bermaksud memberikan informasi yang menyangkut apa yang ingin disampaikan komunikator pada komunikan. jadi tujuan

utamanya memberikan informasi melakukan perubahan pada tataran kognitif.

f. Evaluatif

Evaluatif adalah proses mereview semua kegiatan komunikasi yang dilakukan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan komunikasi yang dilakukan adalah komunikasi persuasif. Selain memang ata aturan yang diharuskan penggunaan komunikasi persuasi ini, seluruh kegiatan interogasi ini telah diamati oleh peneliti dan memang sesuai dengan tiga tujuan pesan komunikasi persuasif, yaitu (1) membentuk tanggapan, (2) memperkuat tanggapan, dan (3) mengubah tanggapan. Untuk kegiatan evaluasi dan laporan terhadap saksi tentang perkembangan kasus, serta laporan kemajuan yang diberikan kepada pimpinan terkait, merupakan suatu kegiatan yang memang di haruskan dalam prosedur, sejauh ini penyidik dapat melakukan kewajibannya dengan cuku baik.

Dalam penelitian ini pemaknaan telah menciptakan persamaan makna, mengenai kegiatan interogasi yang dilakukan dengan komunikasi persuasif. Dengan bahasa yang telah disesuaikan oleh penyidik terhadap saksinya. Sehingga menimbulkan pengambilan peranan serta pengambilan perspektif yang masing – masing telah dipahami oleh komunikator dan komunikannya.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Pada hasil penelitian yang peneliti jabarkan di Bab sebelumnya, maka kesimpulan yang didapat adalah :

5.1.1. Prosedur Interogasi

Secara prosedural kegiatan interogasi cukup menyesuaikan dengan kapasitas prosedur yang ditetapkan. Penyidik mampu menjadi jembatan bagi saksi yang kurang memahami pula. proses awal sampai pada interogasi dilakukan dengan matang, dimulai dari mempelajari kasus perkara, pembuatan daftar saksi yang akan dipanggil, membuat surat panggilan yang telah sesuai prosedur surat panggilan, memberikan pertanyaan yang dilaporkan dalam berupa bukti Berita Acara Pemeriksaan (BAP), selanjutnya mencoba melaporkan kegiatan tersebut apakah perlu dilanjutkan atau dihentikan tertuang dalam Surat Pelaporan Hasil Penyidikan / Penyelidikan (SP2HP) A1 (dilanjutkan) atau A2 (dihentikan).

5.1.2. Teknik komunikasi persuasi

Kegiatan komunikasi persuasif dijalankan dalam kegiatan interogasi para saksi, Penyidik cukup memahami kegiatan yang semestinya dilakukan dalam interogasi karena terikat pada KUHAP (Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana ) dan SOP (Standar Operasional Prosedur) serta undang – undang yag telah diatur dalam lembaga maupun istansi yang melindungi saksi dan korban.

5.2. Saran

dari kesimpulan yang telah diterangkan diatas, dan dari semua hasil penelitian dan pembahasan yang telah dibahas sebelumnya, peneliti merangkup saran, diantaranya :

1. penyidik harus lebih banyak belajar dalam komunikasi persuasif, jangan sampai salah mengartikan antara propaganda, persuasif, koersif, dan represif.

2. mengutamakan transparansi dalam kegiatannya, implementasi dengan laporan yang dibuat terdapat kesesuaian. sehingga memberikan kesan yang lebih apa adanya.

DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Onong Uchjana. 2007. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2004, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Cet. 4. Bandung: Remaja Rosdakarya.

____________. 2004, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Cet. 4. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Yuwono, Dwi Ismantoro. 2012, Cerdas dan Percaya diri Hadapi Polisi : Panduan

Menjalani Pemeriksaan. Yogyakarta : Pustaka Yustisia.

_____________. 2012, Cerdas dan Percaya diri Hadapi Polisi : Panduan Menjalani

Pemeriksaan. Yogyakarta: Pustaka Yustisia

Pawito,Phd. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif, Jogjakarta: PT.LKS Aksara.

Malik, Dedy Djamaluddin, Yosal Iriantara. 1993. , komunikasi Persuasif,. Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya.

Venus, Antar. 2004. Menagemen Kampanye. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

(SOP) terhadap penanganan para saksi, yang mengacu pada Undang – undang RI Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP,

Undang – undang RI Nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban,

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap) No: 3 tahun 2008 tentang Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi dan atau Korban Tindak Pidana,

DAFTAR PERTANYAAN TERHADAP SAKSI Tanggal : 12 Pebruari 2012

Jam : 12.00 s/d Selesai

Tempat : Polda Banten Subdit Harda Bangtah Informan : Saksi

4. Dalam Interogasi yang dilakukan apakah terdapat paksaan dari pihak penyidik?

5. Bagaimana sikap penyidik dalam melakukan interogasi?

6. Apa saja yang ditanyakan penyidik selama interogasi berlangsung? 7. Apa yang Anda rasakan selama interogasi berlangsung?

8. Dalam menjalankan tugasnya, penyidik membutuhkan berapa lama dalam satu kali pemeriksaan/

9. Berapa banyak pertanyaan yang diajukan penyidik kepada Anda? 10.Apakah ada hal – hal yang membuat anda merasa tertekan atau

malah merasa kapok untuk diinterogasi lagi?

11.Sebagai penyidik yang baik, apakah sudah sesuai dengan standar prosedur yang anda harapkan?

12.Apa saja yang Anda dapat selama masa interogasi/

13.Menurut Anda kegiatan interogasi ini terlalu bertele – tele, atau mlah menyenangkan?

14.Dapatkah anda simpulkan bagaimana kegiatan interogasi ini berlangsung?

Transkip Wawancara Tanggal : Pebruari 2012

Jam : 12.00 s/d Selesai

Tempat : Polda Banten Subdit Harda Bangtah Informan : Saksi

Q : Dalam Interogasi yang dilakukan apakah terdapat paksaan dari pihak penyidik? Lia Widiono Dwi Leny Wawan : : : : :

Semua saksi menjawab : bahwa kegiatan interogasi ini tidak ada tindak kekerasan maupun paksaan yang membuat mereka merasa tertekan.

Saat interogasi berlangsung biasa saja, semua penyidiknya baik, sesuai dengan prosedur. Semua dari mereka ramah dan santun gak ada paksaan dan santai ajah jadinya. malah ditawarin makan dan minum segala

Tidak ada hal – hal seperti itu yang saya rasakan mereka berusaha akrab dan menunjukan keprofesionalanya sebagai penyidik dalam melakukan interogasi yang sesuai prosedur

biasa ajah sih, Ga da Paksaan ko,

Saya rasa bukan paksaan kata – kata yang tepat, lebih dibilang bahasa halus yang membawa kita harus menceritakan apa yang kita ketahui.

A : Lia : semuanya baik ko, suka dibecandain terus

Dokumen terkait