• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil pemeriksaan nursing caries yang dilakukan pada anak-anak 2-5 tahun di BKIA Kecamatan Medan Denai, diperoleh prevalensi nursing caries yang tinggi yaitu 75%. Tingginya prevalensi nursing caries yang terjadi ini mungkin karena dalam hal ini white spot telah digolongkan sebagai karies.

Tingginya prevalensi nursing caries yang terjadi ini mungkin juga karena ditemukannya prevalensi cara pemberian susu yang salah juga cukup tinggi, 67% anak minum ASI maupun susu botol hingga berumur lebih dari 2 tahun, seharusnya dilakukan penghentian susu begitu anak mampu minum dari cangkir, dan 70% anak memiliki kebiasaan minum susu sambil tidur, sehingga kemungkinan anak untuk tertidur juga besar, yang nantinya akan menyebabkan cairan susu stagnasi cukup lama didalam rongga mulut dan terjadi penurunan saliva sehingga kesempatan bakteri untuk memfermentasikan karbohidrat dalam cairan tersebut lebih besar, hal ini pemicu untuk terjadinya karies.8,13

Tingginya prevalensi nursing caries, mungkin juga dapat didukung oleh faktor seperti sangat sedikitnya ibu yang mempunyai kebiasaan selalu membersihkan gigi anaknya setelah anak meminum susu hanya 10% dan bahkan 65% ibu sama sekali tidak pernah membersihkan gigi anaknya setelah anak meminum susu, padahal pembersihan rongga mulut sesudah pemberian susu pada anak sangat perlu dilakukan untuk membantu menyingkirkan subsrat bagi bakteri yang berasal dari susu. pembersihan dapat dilakukan dengan menggunakan kain kasa, kapas, dan kain

lembab, serta pemberian air putih setelah meminum susu juga dapat membantu menyingkirkan sisa-sisa subsrat yang berasal dari susu.30

Hanya sedikit ibu yang sudah mulai membersihkan gigi anaknya begitu gigi pertama anaknya sudah erupsi (14,29%), hal ini terjadi mungkin karena ibu merasa anak yang masih terlalu kecil dan giginya belum tumbuh seluruhnya tidak terlalu penting untuk dilakukan pembersihan gigi. Ini juga mungkin termasuk faktor penting yang berperan terhadap tingginya prevalensi nursing caries yang terjadi.

Telah ditemukan nursing caries pada anak umur 2 dan 3 tahun, tetapi prevalensi tingkat perluasaan nursing caries yang tertinggi masih berada pada tipe I (minimal) yaitu hanya mengenai dua permukaan gigi insisivus atas saja, tetapi pada anak 4 dan 5 tahun prevalensi tingkat perluasaan nursing caries yang tertinggi telah berada pada tipe IV (severe), hal ini mungkin terjadi karena semakin lama kebiasaan pemberian susu yang salah tetap dibiarkan, maka semakin meningkat pula perluasan karies yang terjadi, yang tadinya nursing caries masih mengenai dua permukaan tetapi karena tidak ada dilakukan perawatan dan tidak ada perubahan kebiasaan pemberian susu yang salah maka karies yang terjadi terus meluas.

Prevalensi nursing caries berdasarkan jenis susu, bila dikaitkan dengan lamanya pemberian air susu, prevalensi nursing caries pada anak yang meminum ASI dijumpai pada anak yang minum ASI hingga berusia lebih dari dua tahun 53,70% dan hingga berusia lebih 1-2 tahun 46,30%, terlihat ada kecenderungan meningkatnya prevalensi nursing caries seiring dengan semakin lamanya anak meminum ASI, begitu juga pada anak yang minum susu botol dan kombinasi antara keduanya, terlihat semakin lama anak meminum susu semakin meningkat prevalensi nursing

caries. Hal ini didukung oleh teori Lawrence A. Kotlow yang menyatakan pada

umumnya sebagian besar penderita nursing caries dijumpai pada anak yang meminum ASI sampai berusia lebih dari dua atau tiga tahun dan meminum susu melalui dot hingga waktu yang cukup lama.12,13 Bila dikaitkan dengan frekuensi pemberian air susu dalam satu hari, prevalensi nursing caries pada anak yang meminum ASI lebih dari 9 kali sehari sebesar 44,44%, 7-9 kali 31,48% dan 4-6 kali sehari sebesar 24,08%, terlihat kecenderungan meningkatnya prevalensi nursing

caries seiring dengan seringnya meminum ASI. Hal ini didukung teori yang

menyatakan karies yang dipengaruhi oleh pemberian air susu berhubungan dengan frekuensi meminum setiap harinya, lama menyusui dan terutama seberapa sering bayi menyusui pada malam hari.2 Tetapi hasil yang ditemukan pada anak yang minum susu botol dan kombinasinya tidak sesuai dengan teori diatas, pada susu botol prevalensi

nursing caries lebih banyak ditemukan pada anak yang meminum susu botol dibawah

sembilan kali sehari (92,86%) dari pada yang lebih dari sembilan kali sehari (1,42%), begitu juga pada kombinasinya, ini terjadi mungkin seberapa seringpun anak minum susu pada satu hari tetapi jika dia tidak tertidur ketika meminum susu tidak terlalu berpengaruh terhadap terjadinya nursing caries. Bila dikaitkan dengan posisi anak ketika meminum susu, prevalensi nursing caries pada anak yang meminum ASI, paling tinggi dijumpai pada anak yang minum sambil tidur sebesar 72,22% dan tidak ditemukan pada anak yang duduk ketika meminum susu, prevalensi nursing caries pada anak yang minum susu botol sambil tidur sebesar 64,29% dan yang minum susu botol sambil duduk sebesar 14,29%, serta pada anak yang minum susu kombinasi sambil tidur sebesar 81,08% dan yang minum sambil duduk sebesar 2,7%, hal ini

menggambarkan bahwa anak yang cara minum susu dengan posisi tidur, prevalensi

nursing caries yang terjadi cendurung lebih tinggi, karena jika anak minum susu

sambil tidur kemungkinan anak untuk tertidur lebih besar, bila anak tertidur terjadi penurunan aktivitas penelanan dan aliran saliva, cairan yang mengandung karbohidrat akan mengalami stagnasi cukup lama pada permukaan gigi hal ini merupakan pemicu terhadap terjadinya proses karies.8,13

Pola karies menurut elemen dan permukaan gigi yang terkena nursing caries, yang paling banyak terserang adalah gigi insisivus sentralis rahang atas pada permukaan proksimalnya yaitu lebih dari 75%, semakin ke lateral jumlahnya semakin berkurang sekitar 51%-74%, pada gigi molar satu rahang bawah sekitar 26%-50%, kemudian diikut i oleh gigi-gigi molar lainnya dan insisivus anterior rahang bawah yaitu kurang dari 25%. Nursing caries di insisivus sentalis paling banyak terjadi pada permukaan proksimal bukan pada palatalnya, padahal menurut terjadinya, air susu tergenang pada palatal gigi. Hal ini terjadi, mungkin karena pada gigi susu permukaan proksimalnya memiliki kontak bidang berbeda dengan gigi tetap yaitu kontak titik, sehingga subsrat lebih besar kemungkinannya untuk menumpuk di permukaan proksimal gigi susu dari pada palatalnya sehingga kesempatan untuk terjadinya karies lebih dahulu pada bagian proksimal bukan pada bagian palatalnya.

Dokumen terkait