• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan Pada Perubahan Ketiga

KEMENTERIAN NEGARA

D. Pembahasan Pada Perubahan Ketiga

Rancangan Materi Perubahan UUD hasil BP MPR RI tahun 1999-2000 Pasal 17 UUD 1945 yang terlampir dalam

1513 Ibid., hlm. 16.

1514 Risalah Rapat Ke-51 PAH I BP MPR, 29 Juli 2000, hlm. 10.

1515 Sekretariat Jenderal MPR RI, Risalah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: 1999-2002 Tahun Sidang 2000, Buku Enam, (Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2008), hlm. 469.

Ketetapan MPR No. IX/MPR/2000 adalah sebagai berikut. Bab V Kementerian Negara Pasal 17 (1) Tetap. (2) Tetap. (3) Tetap.

Pembahasan kementerian negara kembali dibahas pada perubahan ketiga tahun 2001 oleh PAH I BP MPR. Pada Rapat PAH I BP MPR ke-7, 23 Januari 2001, yang dipimpin oleh Jakob Tobing, dengan agenda pendapat fraksi terhadap program kerja PAH I. F-PPP melalui Zain Badjeber menyatakan bahwa bab mengenai Kementerian Negara yang telah diubah pada perubahan pertama dan perubahan kedua masih relevan untuk saat ini dan mendatang. Pernyataan tersebut sebagai berikut.

Kemudian, bab-bab mengenai Kementerian Negara, Pemerintahan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat, Wilayah Negara, Warga Negara dan Penduduk, HAM dan Pertahanan Keamanan Negara telah dirubah dalam perubahan pertama dan kedua, dan bagi kami relevan untuk saat ini dan mendatang.1517

Selanjutnya Gregorius Seto Harianto dari F-PDKB mengusulkan agar kementerian negara masuk dalam pembahasan rapat karena merupakan salah satu penentu di dalam sistem pemerintahan dan kenegaraan. Berikut ini pernyataannya.

Kami dari Fraksi PDKB mengusulkan agar pembahasan kita pertama-tama diarahkan kepada hal-hal justru yang mendasar, yang merupakan satu penentu di dalam sistem pemerintahan dan kenegaraan kita...

Oleh karena itu, saya mengusulkan agar pertama, yang kita prioritaskan adalah membahas pemilu sebagai awal daripada kehidupan bernegara...

1517 Sekretariat Jenderal MPR RI, Risalah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: 1999-2002 Tahun Sidang 2001, Buku Satu, (Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2009), hlm. 221.

Kedua ... Ketiga ...

Kemudian keempat ... Keenam...

Ketujuh, tentang kementerian negara ...1518

Selanjutnya, pada Rapat Pleno PAH I BP MPR ke-11, 20 Maret 2001, yang dipimpin oleh Jakob Tobing, dihadirkan tim ahli yang sebelumnya ditugasi untuk mengkaji dan meninjau materi rancangan perubahan yang dirumuskan oleh BP MPR. Dalam rapat kali ini, tim ahli memaparkan hasil kajiannya. Dalam paparannya, Sri Soemantri Martosuwignyo dari tim ahli menyampaikan rumusan mengenai struktur kabinet yang disusun oleh tim. Rumusan itu terdiri atas ayat sebagai berikut.

(1) Struktur kabinet harus mendapat persetujuan, mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, karena kabinet itu dibentuk lima tahun sekali. Jadi, setiap kali ada penyusunan kabinet strukturnya itun harus dapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Dalam mengangkat dan memberhentikan menteri, Presiden harus memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Stuktur departemen diatur dengan Undang-undang, ini kesatuan pendapat yang sudah kita capai dalam bidang hukum.1519

Sementara itu dalam Rapat PAH I BP MPR ke-13, 24 April 2001, yang dipimpin oleh Jakob Tobing, dengan agenda penjelasan tim ahli atas pertanyaan anggota PAH I, anggota tim

ahli Afan Gafar mengusulkan agar semua rekruitmen pejabat

yang dilakukan oleh Presiden harus melalui persetujuan DPR.

Afan mengatakan sebagai berikut.

...Hal itu dapat dilihat dari konteks berikut ini : “DPR atau MPR dipilih untuk masa kerja lima tahun, berhak mengajukan rancangan undang-undang, rencana anggaran, meratiikasi perjanjian internasional dan memberikan

1518 Ibid., hlm. 229. 1519 Ibid.,hlm. 306.

persetujuan atau tidak menyetujui semua recruitment yang dilakukan oleh Presiden, seperti pengangkatan menteri atau yang setingkat dengan menteri, duta besar, dirjen, panglima TNI, kepala-kepala staf dan kapolri “.

Jadi, untuk masa yang akan datang kami mengusulkan “agar semua recruitment dilakukan oleh Presiden, pengangkatan menteri, pengangkatan Dirjen, duta besar, Panglima TNI, Kepala-kepala badan, itu harus mendapat persetujuan dari DPR. Dan DPR itu cukup melalui komisi, katakanlah untuk masalah Menteri Dalam Negeri itu Komisi II, Menteri Pertahanan itu Komisi I, dari komisi kemudian dibawa ke Rapat Pleno untuk disahkan oleh Pleno. Dan kalau sudah disahkan oleh komisi, seharusnya memang sudah bisa disahkan oleh Pleno.1520

Tujuan dari ini semua, menurut Afan Gafar, adalah

demi terciptanya suatu good goverment dan meningkatnya

profesionalitas para pejabat. Berikut penjelasan Afan. Ini dalam rangka menciptakan mekanisme yang menghasilkan good governance, melahirkan orang-orang yang betul-betul memiliki kapasitas dalam rangka menjalankan pemerintahan, mencegah terjadinya nepotisme dan lain sebagainya. Jadi, checks yang dilakukan oleh DPR dalam rangka recruitment ini merupakan sesuatu yang sangat diperlukan, kalau kita berbicara tentang good governance.1521

Pada Rapat PAH I BP MPR ke-14, 10 Mei 2001, yang dipimpin oleh Jakob Tobing, dengan agenda pembahasan perubahan UUD 1945 bidang politik-hukum, anggota tim ahli Bidang Hukum Jimly Asshiddiqie menyampaikan rumusan Bab V Pasal 17 tentang Kementerian Negara versi tim ahli. Berikut ini rumusan Pasal 17 sebagaimana disampaikan Jimly.

Kemudian Bab V Kementerian Negara. Dalam konsep rancangan PAH I, ini tidak ada masalah mengenai Kementerian Negara ini, tetapi Tim Hukum dan Politik berpendapat ada dua hal yang perlu ditambahkan di sini.

Ayat (1):

“Presiden dibantu oleh Menteri-menteri Negara”. Hasil Perubahan Pertama itu tidak ada masalah, tetap.

1520 Ibid.,hlm. 392.

Ayat (2):

“Presiden mengangkat Menteri-menteri setelah mempertimbangkan pendapat DPR”. Ada usul dari kami supaya ada pertimbangan-pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat sebelum menteri-menteri itu diangkat oleh Presiden.

Ayat (3) tetap.

Lalu yang terakhir, pembentukan perubahan susunan dan pembubaran organisasi Departemen Pemerintahan ditetapkan dengan undang-undang.1522

Selanjutnya, Jimly menjelaskan rumusan Ayat (4) sebagai berikut.

Ini perlu dipertegas dalam Undang-Undang Dasar. Kalau personalia menteri itu ditetapkan oleh Presiden setelah mendapatkan pertimbangan, sedangkan untuk organisasinya karena ini menyangkut anggaran, menyangkut soal struktur organisasi sampai ke bawah maka ini harus dengan undang-undang, artinya harus mendapat persetujuan DPR. Sehingga dengan demikian, Presiden siapapun di kemudian hari nanti tidak seenaknya membentuk, membubarkan organisasi-organisasi departemen. Ini kementerian negara.1523

Dalam sesi tanya jawab, Lukman Hakim Saifuddin dari F-PPP mempertanyakan perihal usulan tim ahli agar Presiden meminta pertimbangan DPR dalam pengangkatan menteri. Lukman mengatakan sebagai berikut.

Berikutnya berkaitan dengan Pasal 17 ini hanya pertanyaan sederhana saja. Pasal 17 Ayat (2) di situ dinyatakan Presiden mengangkat Menteri-menteri setelah mempertimbangkan pendapat DPR. Jadi ini kenapa harus diperlukan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat ini. Jadi apakah ini justru nanti tidak malah menyulitkan karena kriteria pertimbangan itu pun juga sangat abstrak sekali. Saya khawatir ini kemudian menjadi polemik yang kemudian tidak berkesudahan, toh kita sudah menganut Presidensiil itu. Dan ini dasarnya apa, urgensinya apa ini dicantumkan pertimbangan DPR.1524

Senada dengan Lukman Hakim Saifuddin, anggota F-KB

1522 Ibid., hlm. 462.

1523 Ibid.

Erman Suparno juga mempersoalkan urgensi pertimbangan DPR dalam mengangkat menteri. Erman mengatakan sebagai berikut.

...mungkin ada pertanyaan untuk klariikasi. Pendekatan yang saya ampaikan terutama dalam masalah yang berkaitan dengan manajemen penyelenggaraan negara. Kalau kita tentunya kita tahu mau paham semua bahwa berkaitan dengan how to manage the country, tentunya harus ada pemisahan atau garis tegas hubungan antara kelembagaan. Saya melihat bahwa konsep yang disampaikan kepada kita dari Tim Ahli, masih banyak hal yang di dalam konteks manajemen ini rancu. Karena dalam lembaga satu atau ke lembaga yang lain masih ada satu fungsi yang bersifat intervensi.

Yang pertama adalah masalah pendapat kami tentang Kementerian Negara itu Bab V. Pengangkatan Menteri merupakan hak konstitusi Presiden tentunya. Karena ini bagian daripada implementasi pelaksanaan pemerintahan. Agar hak itu tidak disalah gunakan harus ada pedoman yang jelas. pedoman itu dapat ditetapkan dalam undang-undang yang dibuat atau diusulkan oleh DPR. Inilah bentuk pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap penggunaan hak Presiden mengangkat Menteri.

Kemudian yang kedua, tentunya pengangkatan dan pemberhentian Menteri itu menjadi bagian hak yang harus dilindungi oleh undang-undang bagi Presiden. Karena kalau kita berbicara masalah managemen, proses managemen pelaksanaan pemerintahan, kalau mau mengangkat Menteri sebagai pembantu di dalam operation

itu tidak diberi wewenang atau hak yang jelas, saya pikir ini menghambat justru akan menjadi penghambat pelaksanaan pemerintahan itu sendiri. Itu mengenai masalah kementerian.1525

Afandi dari F-TNI/Polri menanggapi usulan tim ahli

sebagai berikut.

Selanjutnya tentang Bab V Kementerian Negara. Tadi ini menyambung

Pak Erman juga, kebetulan mengikat. Pada Pasal 17 Ayat (2):

“Presiden mengangkat menteri-menteri setelah mempertimbangkan pendapat DPR”.

Ini akan menimbulkan masalah menurut hemat kami, Pak. Ini pemahaman yang dangkal, mungkin juga salah, mudah-mudahan tidak. Saya berpendapat ini bisa menghambat, mengapa? Pengalaman apa yang terjadi sekarang, misalnya.

Kemudian saya berpendapat bahwa dengan demikian maka Presiden ini harus berasal dari partai yang absolute majority. Kalau tidak alangkah sulitnya menyusun kabinet. Sungguh tidak gampang, akan sulit sekali.

Pengalaman untuk ke arah polarisasi partai yang jumlahnya sedikit dan

memungkinkan absolute majority itu mungkin juga tidak mudah untuk negara-negara yang dalam rangka menuju negara yang maju, yang berkembang, ini mohon dipertimbangkan.1526

F-KB melalui Ali Masykur Musa menyoroti usulan tim ahli sebagai berikut.

Pertama bersifat himbauan atau permintaan. Saya ingin menggarisbawahi. Ada kesan kekurangkonsistenan terhadap bagaimana kita merumuskan sistem Undang Undang Dasar kita itu secara komprehensif dan holistik. Apakah kita memang secara khusus memproklamirkan diri dalam sistem pemerintahan Presidensiil? Atau kita memang semi yang masih seperti sekarang? Quasi seperti ini, karena proklamasi kita terhadap pemilihan itu mempunyai konsekuensi logis terhadap hak dan kewajiban serta otoritas dari lembaga-lembaga yang ada.

Katakan misalkan, kaitannya kekuasaan pemerintahan negara hubungannya dengan Dewan Perwakilan Rakyat dalam membuat undang-undang. Di sini juga tidak disebutkan sama sekali bagaimana hubungan dua itu dirumuskan. Di satu sisi Pemerintah mempunyai hak berinisiatif, tetapi di sisi yang lain, apa yang teredaksikan di dalam rumusan dari Tim Ahli menyebutkan undang-undang itu hanya dibahas atau disetujui oleh dua lembaga itu.1527

Mengenai hak-hak Presiden, Ali Masykur mengatakan sebagai berikut.

1526 Ibid., hlm. 496. 1527 Ibid., hlm. 508.

Belum lagi kalau kita lihat hak-hak Presiden, yang seyogyanya itu memang menjadi hak konstitusinya Presiden. Misalkan mengangkat dan memberhentikan Menteri. Tetapi, ini juga dibatasi dengan rambu-rambu mempertimbangkan pendapat dari DPR. Ini apakah tidak menimbulkan sebuah pertanyaan hierarki antara Presiden dan DPR itu kembali menjadi atas-bawah. Kalau dulu Presiden terhadap DPR, kecenderungan sekarang ini DPR terhadap Presiden.

Barangkali ini harus kita hilangkan sebuah nuansa kekinian yang melihat situasi sekarang. Ke depan kita harus menghilangkan sebuah personiikasi terhadap individu siapapun Presidennya. Dan kita harus merumuskan itu secara baik. Bolehlah kalau misalnya katakan terhadap struktur, nama departemen dan sebagainya itu, mendapat persetujuan paling tidak berkaitan dengan DPR, karena menyangkut anggaran. Tetapi, menyangkut orang itu juga menjadi wewenang dari Presiden. Kita bisa bayangkan apabila Presiden dan Wakil Presiden sudah terpilih, kemudian terjadi konlik antara Presiden dengan DPR apapun plus DPD kaitannya dengan menyangkut orang,

lha ini pemerintahan eksekutif itu harus segera berjalan nanti menteri-menteri tidak akan bisa diangkat karena perbedaan itu padahal pemerintahan harus jalan. Dan di mana-mana pemerintahan itu tidak boleh ada kekosongan terhadap kekuasaan itu. Ini yang pertama himbauan saya, sehingga dengan demikian kita akan merevisi atau mentisimatisir lagi terhadap rumusan-rumusan yang telah disampaikan oleh Tim Ahli dan untuk kita bahas bersama dan ini sangat baik sebagai pegangan kita.1528

Sejumlah pertanyaan anggota Majelis dijawab oleh Tim Ahli pada Rapat PAH I BP MPR ke-15, 15 Mei 2001, yang dipimpin oleh Harun Kamil, dengan agenda yang sama dari rapat sebelumnya. Anggota tim ahli, Riswanda Imawan, menjelaskan sejumlah pertanyaan dari anggota PAH I sebagai berikut.

Saya dengan kawan saya Bachtiar itu disuruh menjelaskan mengenai Pasal 17, Kementerian Negara. Berdasarkan atas catatan yang diberikan kepada kami, itu setidaknya ada enam penanya, yaitu Pak Lukman Hakim, Pak Zain

Badjeber, Pak Erman Suparno, Pak Afandi, Pak Sutjipno dan Pak Ali Masykur Musa. Dari enam anggota dewan yang terhormat ini, sebetulnya persoalannya ada tiga. Persoalan pertama disampaikan oleh Pak Zain Badjeber mengenai judul Bab Kementerian Negara, apakah ini nama fungsi atau bukan? Nanti akan dijelaskan oleh al mukarom Bachtiar Efendi. Kemudian pertanyaan Pak Lukman, Pak Erman, Pak Afandi, Pak Sutjipno dan Pak Ali Masykur Musa sebenarnya sebuah pertanyaan yang sebuah kelangsungan logika. Pak Lukman mempertanyakan mengenai esensi atau pentingnya mempertimbangkan pendapat DPR dalam pengusulan menteri.

Pertimbangan ini yang oleh Pak Sutjipno dan Pak Ali Masykur Musa dianggap sebagai wilayah kabur dan dipertanyakan oleh Pak Ali Masykur Musa apakah bisa dibenarkan dalam konteks, sistem pemerintahan yang presidensiil itu. Pak Erman Suparno, itu mengatakan bahwa kalau itu terjadi, itu bisa mengganggu proses

operasionalisasi pemerintahan, sebab pengangkatan menteri adalah hak Presiden. Dan juga lebih tegas lagi oleh Pak Afandi dikatakan bahwa pertimbangan DPR itu bisa menghambat pembentukan kabinet. Sehingga dari rangkaian itu sebetulnya ada tiga masalah yang dipersoalkan oleh anggota Dewan yang terhormat. Yaitu

yang pertama adalah apakah nama kementerian negara itu fungsional atau tidak itu persoalan pertama. Yang kedua, apakah bisa diterima sistem pengangkatan menteri melalui pertimbangan DPR ini dalam prinsip presidensiil. Dan yang ketiga, apakah tidak mengganggu personalisasi pemerintahan. Saya akan berusaha menjawab yang kedua dan ketiga.1529

Anggota tim ahli Riswanda Imawan selanjutnya menjelaskan pertanyaan anggota PAH I terkait dengan personalisasi pemerintahan sebagai berikut.

Begini Pak, sebetulnya Pak! Semangat kita adalah, semangat tim adalah supaya politik itu dimainkan sedapat mungkin dengan rasionalitas. Jadi, itu semangat yang ingin kita ciptakan. Dan yang kedua semangat yang ingin diciptakan adalah supaya kita tidak terombang ambing antara dua kutub executive heavy atau legislative heavy yang sekarang

kritik yang terbanyak adalah karena kita swinging dari

executive heavy ke legislative heavy. Karena itu Pak, posisi kami, posisi tim adalah kita tidak usah terjebak dengan situasi saat ini, Pak.

Jadi, jawaban kami sama sekali tidak dipengaruhi dengan konteks saat ini.Jawaban kami sangat dipengaruhi dengan konteks-konteks yang menurut Pak Ismail Suny tadi in the future. Ke depan seperti apa? Dan ke depan seperti apa adalah kita membayangkan sebuah trend modernisasi yang tidak terhindarkan, sebuah trend globalisasi yang tidak terhindarkan, sehingga kita membayangkan sebuah masyarakat modern yang akan tercipta dan per deinisi dalam politik. Masyarakat yang modern dalam politik adalah setiap keputusannya didiskusikan dan pelaksanaan dari keputusan itu didelegasikan.1530

Mengenai pertanyaan Ali Masykur Musa soal apakah sistem pengangkatan menteri dengan pertimbangan DPR tidak menyalahi kaidah sistem presidensiil, Rismawan Imawan menerangkan sebagai berikut.

Menjawab pertanyaan yang kedua, apakah sistem pengangkatan ini tidak bertentangan dengan sistem Presidensiil. Menurut ilmu politik, yang disebut dengan sistem Presidensiil adalah mekanisme kerja dimana seluruh proses pelaksanaan tugas di bawah kendali Presiden dan karena itu, tanggung jawabnya ada pada Presiden. Itu Presidensiil.

Sedangkan yang kami usulkan adalah recruitmentnya yaitu cara mengisi menterinya, bukan menunjuk kepada mekanisme kerjanya. Jadi, bagaimana mengisinya. Cara mengusulkan ini Pak, bisa sangat subyektif. Bukan rahasia lagi yaitu semenjak kabinet ini ada, banyak menteri-menteri yang sebenarnya tidak cocok menempati posisinya. Tidak usah disebutkan nanti malu orangnya, karena itu kawan-kawan saya sendiri. Jadi, subyektiitasnya sangat tinggi.1531

Lebih lanjut, Riswanda menambahkan jawabannya sebagai berikut.

Pak Ismail Suny jadi Presiden kemungkinan saya akan menjadi Menteri Pertahanan. Ini contoh, karena yang

1530 Ibid., hlm. 554-555. 1531 Ibid., hlm. 555.

diperlukan Pak Ismail yang menjadi Menteri Pertahanan adalah orang Madura. Subyektiitas ini yang bisa membuat kinerja Pemerintahan tidak efektif dan lebih parah lagi akan mengurangi akuntabilitas pemerintahan di mata rakyatnya. Oleh karena itu Bapak-Bapak dan Ibu sekalian, sebetulnya cara meminta pertimbangan kepada Dewan itu sama sekali tidak mengganggu sistem kabinet presidensiil. Kita hanya mengusulkan cara recruitmentnya, tidak mengusulkan bekerjanya sistem itu. Ini Pak Ali Masykur, kita sebagai kawan bisa berbicara di luar, saya catat. Usulan pertimbangan ini, Bapak dan Ibu sekalian, sebenarnya tidak lepas dari usulan-usulan yang lain terutama usulan mengenai pemilihan Presiden secara langsung. Karena seperti tadi dijelaskan, yang dijual dalam pemilu adalah kandidat dan program. Jadi, pemilu yang akan datang adalah menjual kandidat sekaligus programnya. Sehingga kembali kepada asumsi kami yang tadi, sehingga rakyat itu bisa memilih secara rasional, betul-betul rasional. Apakah program yang ditawarkan itu sesuai dengan situasinya? Dan apakah kandidat yang ditawarkan bisa melaksanakan programnya? Itu yang future look, yang ke depan.1532

Riswanda Imawan menjelaskan lebih detail perbandingan antara hak Presiden yang berkaitan dengan menteri dan GBHN. Riswanda mengatakan sebagai berikut.

Otomatis Bapak dan Ibu sekalian, implikasinya seperti tadi yang telah digambarkan, yang tidak ada GBHN, GBHN itu programnya Presiden. Kalau sampai Menteri-menteri itu programnya betul-betul hak prerogatif Presiden, bisa-bisa yang namanya kabinet itu betul-betul menjadi alat politik Presiden, untuk mempertahankan kekuasaan, misalnya. Jadi, Bapak dan Ibu sekalian, yang kita kejar di sini adalah sebuah produk yang demokratis, sebuah produk dimana orang terbuka untuk menjadi menteri semua.1533

Mengenai dampak pertimbangan pengangkatan menteri oleh DPR terhadap efektivitas pemerintahan, Riswanda Imawan menguatkan pandangannya sebagai berikut.

Pertimbangan DPR itu dibutuhkan dalam empat hal. Ada empat alasan kenapa pertimbangan DPR dibutuhkan.

1532 Ibid. 1533 Ibid.

Pertama, sebagai peringatan dini agar kabinet tidak menjadi alat politik Presiden. Agar tidak terjadi KKN di sana, karena per deinisi yang namanya KKN itu adalah domain publik yang dimainkan di ranah privat. Seharusnya itu publik di privat, itu KKN. Sehingga kalau misalnya programnya sudah Presiden, kemudian menterinya tidak atas pertimbangan Dewan, bisa-bisa kabinet itu super KKN. Kedua Bapak dan Ibu sekalian, sejalan dengan itu, kita berusaha membuat yang namanya Menteri itu kompetitif, dipilih yang terbaik. Sehingga membuka partisifasi bagi rakyat, sehingga secara tidak langsung akuntabilitas kabinet itu di depan mata rakyatnya, tinggi.

Yang ketiga Bapak dan Ibu sekalian, menjamin adanya kualiikasi kualitas dan akuntabilitas menteri, sehingga otomatis menjamin pula kualitas dan akuntabilitas kabinet. Jadi, Bapak dan Ibu sekalian, mungkin Bapak Presidennya tidak bisa melihat karena kedekatannya secara pribadi terhadap calon yang diajukan. Tapi, mungkin orang lain bisa melihat apa kelemahan orang itu. Apa jeleknya kita bertanya.

Kemudian yang terakhir, sebelum al-mukarom kita bicara, pertimbangan kepada DPR itu menjamin kualitas minimal dari fungsi negara yang harus diperankan terhadap masyarakatnya. Jadi, jangan sampai kualitas minimal pun tidak bisa diberikan oleh negara melalui menteri-menterinya, dan itu merupakan malapetaka bagi Indonesia, kalau itu terjadi 50 tahun yang ke depan, dimana pada saat itu mungkin Bachtiar Efendy yang menjadi Presiden. Jadi, itu jawaban nomor 3, sehingga cepat dan tepat tanpa mengurangi honor.1534

Sementara itu, anggota tim ahli Bachtiar Effendy memberikan penjelasan lebih lanjut terkait dengan Bab V tentang Kementerian Negara sebagai berikut.

Saya kira kalau kita lihat kembali Bab V tentang Kementerian Negara Pasal 17 Ayat (2). Itu dahulu sebetulnya usulan dari Tim Politik bahkan lebih keras lagi dari ini. Jadi, bukan bertanya sekedar pertimbangan, tapi, persetujuan. Ini sudah diturunkan, dilunakkan dan saya kira kalau Presidennya benar di dalam memilih pembantu-pembantunya, DPR juga tidak akan mencari-cari execuse

untuk menolak atau memperlambat.

Kemudian yang kedua berkenaan dengan tugas saya, memang komitmen kita memberi judul-judul yang berdasarkan fungsi. Memang di sana-sini saya kira ada masalah. Memang Kementerian Negara ini betul kata Pak Zain Badjeber, ini bukan fungsi, tapi ini memang struktur. Juga di sana-sini saya kira masih harus diperbaiki. Fungsi legislatif tidak ada di situ, hanya..., fungsi eksekutif yang ada, tapi mungkin istilah itu masih harus kita perbaiki lagi. Tetapi, kalau kita lihat Bab VII, dari empat pasal ini, sebetulnya hanya Ayat (3) saja yang menyatakan soal menteri, dan selebihnya itu berbicara tentang hak-hak Presiden. Jadi, tadi atau kemarin kita mengambil kesepakatan dari Tim Politik, bahwa bab ini mungkin bisa kita pindahkan dalam Bab III, yaitu masuk di dalam fungsi Kepemerintahan.

Saya kira itu Kekuasaan Pemerintahan Negara. Jadi, nanti bisa digabungkan disitu, jadi Bab V tentang Kementerian

Dokumen terkait