• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada dasarnya semua nyamuk Anopheles, baik yang vektor maupun bukan vektor lebih menyukai darah hewan. Pada daerah pedesaan yang memiliki ternak, di malam hari aktivitas nyamuk tersebut sebagian besar berada di dalam kandang dan sekitarnya. Hanya dalam keadaan tertentu, baru mereka mencari darah di tempat manusia.

Pada lokasi yang tidak terdapatda sapi dan kerbau, kemungkinan besar semua nyamuk vektor menggigit orang. Sedangkan pada daerah dengan ternak di kandang seperti di Pulau Jawa, jumlah nyamuk yang menggigit orang umumnya rendah berkisar 0,23% – 31,60% (Barodji 2002).

Sebelumnya, hal yang sama juga dilaporkan Kirnowardoyo (1984) setelah melakukan uji presipitin terhadap darah yang dihisap oleh A. aconitus dari beberapa lokasi di Jawa Tengah. Hasilnya menunjukkan 93,5% berasal dari darah hewan dan hanya 6,5% berasal dari manusia. Analisis darah hewan menunjukkan, ternyata darah bovidae (kerbau dan sapi) merupakan sumber utama, lebih dari 90%. D i beberapa lokasi lain, yang jumlah ternak sangat sedikit atau tidak ada sama sekali, indeks nilai darah yang berasal dari manusia (human blood index ) naik menjadi 54,3%.

Di Indonesia, Soedir (1985) dan Boewono (1986) juga telah melakukan riset efektifitas zooprofilaksis. Dari hasil riset tersebut, Soedir merekomendasikan sapi dan domba sebagai media zooprofilaksis, karena mampu menarik perhatian nyamuk lebih besar dibandingkan manusia sebagai pembanding.

Sedangkan riset Boewono menunjukkan tidak ada perbedaan yang berarti antara sapi dan kerbau dalam menarik perhatian nyamuk. Keduanya dapat dimanfaatkan sebagai barrier, namun untuk efektifitas penggunaannya masih perlu diteliti jarak yang tepat antara ka ndang kedua hewan tersebut dengan rumah penduduk.

Ide zooprofilaksis kemudian mengalami perkembangan lebih lanjut dengan pemanfaatan insektisida untuk lebih meningkatkan efektifitas zooprofilaksis. Sejauh ini, ada dua riset yang dilaporkan menggunakan kombinasi insektisida dan zooprofilaksis.

Pertama penyemprotan kandang ternak yang menjadi zooprofilaksis. Program tersebut menurut Barodji (2002) dapat menghemat penggunaan insektisida sebesar 83% bila dibandingkan penyemprotan dalam rumah (indoor spraying). Selain itu dapat menekan SPR (Slide Positive Rate) penderita malaria sebesar 91,9% dari 3,22% menjadi 0,26 %.

Metode kedua adalah paparan insektisida langsung ke tubuh ternak. Rowland et al. (2001) melaporkan insektisida deltametrin yang dipaparkan la ngsung ke tubuh sapi milik pengungsi Afganistan di Pakistan dengan cara di balur dengan alat spons (sponge), dapat menurunkan insiden malaria falciparum dan vivax sebesar 56% dan 31%. Bila dibandingkan dengan penyemprotan dalam rumah, metode ini lebih efisien karena insektisida dapat dihemat sampai 80%.

Hasil penelitian tersebut juga mencatat terjadi penurunan kelimpahan nisbi A. stephensi dan A. culicifaes masing-masing sebesar 47% dan 46%, sedangkan parous rate (PR) kedua nyamuk tersebut juga masing-masing menurun menjadi 27% dan 22%.

Dari segi produktivitas, terjadi peningkatan berat badan ternak secara signifikan. Untuk ternak unggul dari 223 kg menjadi 241 kg sedangkan ternak lokal dari 147 kg menjadi 184 kg dalam kurun waktu empat bulan. Rata-rata kenaikan tersebut berkisar 22 kg untuk ternak unggul dan 20 kg untuk ternak lokal. Keuntungan lainnya, investasi kutu ternak dapat dihilangkan dalam kurun waktu tiga hari setelah perlakuan.

Pengamatan populasi nyamuk Anopheles antara pra dan pasca perlakuan menunjukkan adanya penurunan signifikan kepadatan populasi khusus nyamuk A. vagus. Sedangkan untuk spesies Anopheles lainnya tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. Kemungkinan hal tersebut terjadi karena jumlah populasi ke tujuh spesies Anopheles tersebut sangat sedikit sewaktu dilaksanakan penelitian.

Selama sembilan kali paparan yang dilaksanakan pasca perlakuan, terjadi penurunan angka gigitan nyamuk A. vagus dari 1,37 pada awal pengamatan menurun

hingga 0,31 pada akhir paparan. Jauh lebih rendah dibanding angka gigitan A. vagus pada pengamatan pra pelakuan yang berkisar 1,14 sampai 1,15.

Penurunan angka gigitan nyamuk A. vagus yang cukup signifikan terjadi pada pengamatan hari pertama sampai hari ke 15 (Ho – H+12) selama lima kali pemapa ran insektisida pada kerbau. Pengamatan pada periode berikutnya dari hari ke 18 sampai hari 27 (H+15 – H+24) tidak lagi menunjukkan penurunan yang berarti. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa pemaparan insektisida deltametrin pada kerbau di lokasi penelitian selama lima kali perlakuan dengan selang waktu tiga hari per perlakuan sudah cukup untuk menurunkan populasi A. vagus yang dominan.

Untuk efektifitas penggunaan insektisida, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan insektisida yang daya kerjanya bersifat sistemik dalam pelaksanaan zooprofilaksis. Informasi hasil pemaparan insektisida sistemik pada hewan ternak diharapkan dapat dibandingkan dengan pemaparan insektisida yang bersifat kontak. Sehingga dapat diperoleh efektifitas penggunaan insektisida yang lebih baik pada program zooprofilaksis di masa mendatang.

Selain itu, perlu juga dipikirkan penggunaan ternak yang berukuran kecil seperti kambing dan domba. dalam program zooprofilaksis dengan pemaparan insektisida. Terutama pada daerah endemis malaria yang tidak dapat memelihara ternak berbadan besar karena keterbatasan pakan ternak di tempat tersebut. Terutama pada pesisir pantai dan pada daerah-daerah yang kurang subur. Menurut Soedir (1985), domba mempunyai daya tarik yang cukup besar terhadap nyamuk, sehingga cukup layak untuk menjadi barrier antara nyamuk dengan manusia.

Keuntungan lain adalah investasi kutu dan ektoparasit lainnya pada kerbau pasca perlakuan menjadi jauh berkurang dibanding pra perlakuan. Kerbau tampak sehat dan bersih walaupun ada efek samping lainnya, yaitu bulu-bulu pada permukaan tubuh kerbau menjadi rontok dan berkurang akibat terpapar insektisida.

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi instansi kesehatan dan peternakan untuk saling bahu-membahu bekerjasama menanggulangi permasalahan tersebut. Dari segi kesehatan manusia, pengadaan dan penyebaran ternak tersebut dapat menjadi tameng yang mengalihkan gigitan nyamuk dari manusia ke hewan. Dengan demikian diharapkan angka gigitan nyamuk pada manusia akan jauh menurun. Sehingga kemungkinan penularan parasit dari orang sakit ke orang sehat diharapkan akan semakin kecil peluangnya (Sigit dan Kesumawati 1988).

Dari segi kesehatan ternak keuntungan yang diperoleh adalah dapat mengurangi investasi nyamuk serta serangga hama lainnya. Dengan demikian produktivitas berupa bobot badan serta produksi susu hewan tersebut semakin meningkat (Rowland et al. 2001).

Untuk mencegah kemungkinan timbulnya toleransi nyamuk Anopheles terhadap insektisida yang digunakan, perlu diadakan seleksi ketat terhadap daerah tempat pelaksanaan paparan insektisida terhadap ternak. Tempat tersebut harus merupakan daerah endemis malaria atau pernah terjadi kejadian luar biasa .

KESIMPULAN

1. Paparan insektisida deltametrin pada ternak kerbau dapat dijadikan alternatif pemberantasan nyamuk Anopheles selain cara penyemprotan insektisida pada dinding rumah dan penyemprotan insektisida pada kandang ternak.

2. Lokasi penelitian di desa Cikarawang perlu diwaspadai sebagai daerah reseptif malaria (terdapat vektor A. aconitus walaupun belum dilaporkan adanya penderita malaria ), mengingat adanya A. aconitus yang merupakan vektor utama penyakit Malaria di Pulau Jawa serta A. vagus yang telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria di Propinsi Nusa Tenggara Timur.

S A R A N

1. Perlu dilakukan uji efikasi lebih lanjut untuk membandingkan residu insektisida yang berbentuk WP ( Wettable Powder) dengan EC (Emulsilible Concentrate) pada kerbau yang tidak digunakan sebagai pekerja, serta pada ternak lainnya yang dipelihara disekeliling rumah, terutama di daerah endemis malaria

2. Perlu dilakukan paparan insektisida non residual (sistemik) pada kerbau dan hewan ternak lainnya untuk membandingkan hasilnya dengan insektisida yang bersifat residual.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang perilaku menggigit nyamuk Anopheles yang bersifat zoofilik dalam setiap musim, untuk mendapatkan informasi perilaku menggigit pada musim hujan dan musim kemarau.

Lampiran 1. Bagian thorax dan kepala, sayap serta kaki Anopheles vagus

a

b

c.

Keterangan: a) Gambar seluruh bagian tubuh A. vagus ; b) Thorax dan kepala A. vagus ;

gelang pucat diujung palpi panjangnya 3 x panjang gelang gelap di bawahnya; c) Sayap A. vagus, pada costa dan urat satu ada empat atau lebih noda pucat.

Lampiran 2.

Pemberian deltametrin pada sapi di kamp pengungsi Afganistan, Pakistan (Sumber foto. Lancet).

Lampiran 3.

Pengamatan Populasi A. kochi Pra dan Pasca Perlakuan

Hasil Penangkapan UOD UOL Total (UOD +UOL) Penga Matan Jumlah (ekor) MBR Jumlah (ekor) M BR Jumlah (ekor) MBR H -9 0 0 1 0 1 0.0125 H -6 1 0.0125 1 0 2 0.0250 H -3 1 0.0125 3 0.0375 4 0.05 Ho 0 0 0 0 0 0 H+3 0 0 0 0 0 0 H+6 1 0.0125 3 0.0375 4 0.05 H+9 0 0 0 0 0 0 H+12 0 0 0 0 0 0 H+15 0 0 0 0 0 0 H+18 0 0 0 0 0 0 H+21 0 0 0 0 0 0 H+24 0 0 0 0 0 0 Keterangan:

H-9 – H-3 = Pengamatan Populasi Nyamuk Anopheles Pra Perlakuan Ho – H+24 = Pengamatan Populasi Nyamuk Anopheles Pasca Perlakuan

Lampiran 4.

. Pengamatan Populasi A. nigerimu s Pra dan Pasca Perlakuan

Hasil Penangkapan UOD UOL Total (UOD +UOL) Penga Matan H -9 1 0.0125 0 0 1 0.0125 H -6 1 0.0125 1 0.0125 2 0.025 H -3 0 0 0 0 0 0 Ho 0 0 0 0 0 0 H+3 0 0 0 0 0 0 H+6 0 0 1 0.0125 1 0.0125 H+9 0 0 0 0 0 0 H+12 0 0 0 0 0 0 H+15 1 0.0125 0 0 1 0.0125 H+18 1 0.0125 0 0 1 0.0125 H+21 0 0 2 0.0250 2 0.0250 H+24 0 0 4 0.05 4 0.05 Keterangan:

H-9 – H-3 = Pengamatan Populasi Nyamuk Anopheles Pra Perlakuan Ho – H+24 = Pengamatan Populasi Nyamuk Anopheles Pasca Perlakuan

Lampiran 5.

Pengamatan Populasi A. tesselatus Pra dan Pasca Perlakuan

Hasil Penangkapan UOD UOL Total (UOD +UOL) Penga Matan Jumlah (ekor) MBR Jumlah (ekor) MBR Jumlah (ekor) MBR H -9 0 0 0 0 0 0 H -6 1 0.0125 0 0 1 0.0125 H -3 0 0 0 0 0 0 Ho 0 0 0 0 0 0 H+3 0 0 0 0 0 0 H+6 0 0 0 0 0 0 H+9 0 0 0 0 0 0 H+12 0 0 0 0 0 0 H+15 0 0 0 0 0 0 H+18 0 0 0 0 0 0 H+21 0 0 0 0 0 0 H+24 0 0 0 0 0 0 Keterangan:

H-9 – H-3 = Pengamatan Populasi Nyamuk Anopheles Pra Perlakuan Ho – H+24 = Pengamatan Populasi Nyamuk Anopheles Pasca Perlakuan

Lampiran 6.

Pengamatan Populasi A. annularis Pra dan Pasca Perlakuan

Hasil Penangkapan UOD UOL Total (UOD +UOL) Penga Matan Jumlah (ekor) MBR Jumlah (ekor) MBR Jumlah (ekor) MBR H -9 0 0 0 0 0 0 H -6 0 0 1 0.0125 1 0.0125 H -3 0 0 0 0 0 0 Ho 0 0 0 0 0 0 H+3 0 0 0 0 0 0 H+6 0 0 0 0 0 0 H+9 0 0 0 0 0 0 H+12 0 0 1 0.0125 1 0.0125 H+15 0 0 0 0 0 0 H+18 0 0 0 0 0 0 H+21 0 0 0 0 0 0 H+24 0 0 0 0 0 0 Keterangan:

H-9 – H-3 = Pengamatan Populasi Nyamuk Anopheles Pra Perlakuan Ho – H+24 = Pengamatan Populasi Nyamuk Anopheles Pasca Perlakuan

Lampiran 7.

. Pengamatan Populasi A. barbirostris Pra dan Pasca Perlakuan

Hasil Penangkapan UOD UOL Total (UOD +UOL) Penga matan Jumlah (ekor) MBR Jumlah (ekor) MBR Jumlah (ekor) MBR H -9 2 0.025 0 0 2 0.025 H -6 0 0 1 0.0125 1 0.0125 H -3 1 0.0125 0 0 1 0.0125 Ho 0 0 0 0 0 0 H+3 0 0 1 0.0125 1 0.0125 H+6 0 0 3 0.0375 3 0.0375 H+9 0 0 1 0.0125 1 0.0125 H+12 0 0 0 0 0 0 H+15 1 0.0125 0 0 1 0.0125 H+18 1 0.0125 0 0 1 0.0125 H+21 0 0 1 0.0125 1 0.0125 H+24 0 0 3 0.0375 3 0.0375 Keterangan:

H-9 – H-3 = Pengamatan Populasi Nyamuk Anopheles Pra Perlakuan Ho – H+24 = Pengamatan Populasi Nyamuk Anopheles Pasca Perlakuan

Lampiran 8.

Angka Gigitan Nyamuk Anopheles Pra dan Pasca Perlakuan Insektisida

Keterangan

H-9 – H-3 = Pengamatan Populasi Nyamuk Anopheles Pra Perlakuan Ho – H+24 = Pengamatan Populasi Nyamuk Anopheles Pasca Perlakuan

A. A. A. A. A. A. A. A.

aconitus annularis barbirostris indefinitus kochi nigerimus tesselatus vagus

H-9 0.0375 0 0.025 0.05 0.0125 0.0125 0 1.1375 H-6 0 0.0125 0.0125 0.125 0.025 0.025 0.0125 1.15 H-3 0.0125 0 0.0125 0.5 0.05 0 0 1.1375 Ho 0 0 0 0.1 0 0 0 1.3375 H+3 0 0 0.0125 0.075 0 0 0 1.2625 H+6 0.0125 0.0375 0.15 0.05 0.0125 0 0.675 H+9 0 0 0.0125 0.125 0 0 0 0.6375 H+12 0.0125 0.0125 0 0.05 0 0 0 0.475 H+15 0 0 0.0125 0.0625 0 0.0125 0 0.4 H+18 0.0125 0 0.0125 0.075 0 0.0125 0 0.4125 H+21 0.025 0 0.0125 0.075 0 0.025 0 0.375 H+24 0.025 0 0.0375 0.075 0 0.05 0 0.2875 Hari Paparan

ABSTRAK

Telah dilaksanakan penelitian tentang efek paparan insektisida deltametrin pada kerbau terhadap angka gigitan nyamuk Anopheles vagus pada manusia di Cikarawang Bogor dari bulan September sampai November 2004. Metode yang digunakan adalah paparan insektisida deltametrin pada badan kerbau dengan cara pembaluran (sponging), serta penangkapan nyamuk dengan umpan orang luar (OUL) dan umpan orang dalam (UOD).Teknik tersebut dilakukan untuk mengetahui angka gig itan nyamuk (Man Biting Rate) Anopheles yang dijadikan indikator dalam mengetahui efek paparan insektisida pada tubuh kerbau tersebut. Sebelumnya dilakukan uji efikasi sebagai pendahuluan untuk mengetahui sampai berapa lama efek residu insektisida dapat bertahan pada tubuh kerbau.Diperoleh hasil delapan spesies nyamuk Anopheles yaitu A. vagus, A. indefinitus, A. aconitus, A. nigerimus, A. asnnularis, A. barbirostris, dan A. tesselatus. A. vagus merupakan spesies Anopheles yang dominan dengan hasil penangkapan sebanyak 743 ekor (84,82%) dari populasi keseluruhan. Efek residual deltametrin hanya bertahan kurang lebih tiga hari pada tingkat kematian 95%. Efek paparan deltametrin hanya dapat menurunkan MBR A. vagus, sedangkan pada jenis spesies Anopheles lainnya tidak menimbulkan efek penurunan MBR.

Di masa depan perlu dilakukan riset yang sama dengan menggunakan insektisida sistemik pada kerbau dan hewan lainnya. Prioritas riset hendaknya ditujukan pada daerah endemis malaria atau daerah yang sering dilanda kejadian luar biasa malaria.

PADA KERBAU TERHADAP ANGKA GIGITAN NYAMUK Anopheles vagus PADA MANUSIA

MUHAMMAD HASAN

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Dokumen terkait