• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Pembahasan

4.2.1 Analisa Persentase fraksi berat montmorillonite terhadap Kekuatan Tarik Semakin tinggi persentase fraksi berat MMT, maka kekuatan tariknya semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh adanya penguatan dari partikel MMT dan serat kenaf meskipun nilai kekuatan tarik komposit fraksi berat 10%, 20% dan 30% masih berada dibawah kekuatan komposit fraksi berat 0% (tanpa aditif MMT). Partikel montmorillonite bekerja dengan baik pada penambahan fraksi berat sebesar 40%. Pada fraksi berat 40% inilah, ikatan antara penguat dan pengikat melebihi dari kekuatan komposit tanpa aditif MMT.

27

Meskipun perlakuan dalam hal proses pembuatan sampel sama, komposit uji mengalami pembasahan (wetting) yang kurang sempurna pada fraksi berat 10%, 20% dan 30% antara partikel MMT dengan resinnya. Hal ini dikarenakan pada saat proses pembuatan sampel, pengadukan campuran terlalu tergesa-gesa sehingga reaksi yang seharusnya berjalan lebih lambat. Sehingga proses pembasahan pada komposit kurang sempurna.

Berdasarkan hipotesis penulis tentang peningkatan pengaruh persentase fraksi berat MMT yaitu semakin tinggi kandungan montmorillonite maka kekuatan tarik menurun akibat material yang semakin getas, hasil penelitian ini menunjukkan hal yang berbeda. Penambahan 40% aditif MMT meningkatkan kekuatan tarik komposit sebesar 50% dibandingkan dengan komposit tanpa tambahan aditif MMT pada suhu ruang. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Sreenivasan, dkk., 2012), bahwa penambahan partikel MMT tanpa modifikasi meningkatkan kekuatan tarik dibandingkan dengan penambahan MMT yang disertai modifikasi.

4.2.2 Analisa Variasi suhu terhadap Kekuatan Tarik

Pengujian termal pada komposit ini hanya dilakukan pada salah satu sisi permukaan komposit dengan luasan permukaan kontak yang dilekatkan pada konduksi panas sebesar 75 mm x 25 mm. Secara umum, peningkatan suhu menyebabkan penurunan kekuatan tarik komposit (lihat Gambar 4.3). Hal ini diakibatkan oleh fenomena pelunakan pada komposit polimer berpenguat serat pada suhu yang lebih rendah diantara 100o-200oC mengalami pelunakan (Yousif, 2013) sehingga matrik komposit yang berasal dari bahan organik (termasuk polyester) tidak dapat bekerja pada paparan suhu diatas 200oC (Tran Doang Hung, 2011). Ketika pengujian tarik, resin dan penguat pada sampel uji tidak dapat menahan gaya tarik disebabkan komposit yang mengalami pelunakan.

28

Menurut (Mouritz, dkk., 2006), Kekuatan terendah komposit saat uji termal-mekanis terjadi pada batas arang dan meningkat pada permukaan yang tidak terkena panas. Dengan kata lain, kekuatan tarik setelah uji termal ditentukan oleh permukaan atau volume komposit yang belum terkena panas (virgin). Semakin banyak luasan permukaan virgin, maka semakin besar kekuatan komposit tersebut untuk menahan gaya tarik yang diberikan kepadanya. Dari penjelasan diatas, komposit polyester-kenaf aditif MMT dengan fraksi berat sebesar 40% mampu menahan panas dan kekuatan tariknya melebihi komposit polyester-kenaf tanpa MMT akibat banyaknya luas permukaan virgin. Daerah batas arang dapat ditunjukkan pada gambar dibawah ini:

Gambar 4.5 Foto makro patahan sampel uji komposit polyester-kenaf dengan aditif MMT 40% (% wt) pada suhu 150 oC, 200 oC dan 250 oC. Garis merah menunjukkan letak dimana batas arang.

4.2.3 Kondisi Morfologi Komposit setelah Uji termal-mekanis

Setelah Pengujian termal-mekanis, kondisi morfologi komposit meliputi berbagai bentuk patahannya serta efek dari pemanasan itu seperti terbentuknya lapisan arang pada komposit penting untuk dikaji. Karena melalui kondisi morfologi tersebut dapat menjelaskan mengenai fenomena termal-mekanis yang terjadi pada komposit. Selama pengujian yang dilakukan

29

oleh penulis, bentuk patahan dari komposit kurang lebih sama dengan bentuk patahan dari ASTM D 3039 seperti dibawah ini :

Gambar 4.6 Bentuk patahan yang sering terjadi pada pengujian komposit polimer .

Dari gambar diatas, terdapat berbagai macam kode huruf yang perlu kita pahami. Huruf pertama menunjukkan tipe kegagalan dari komposit polimer, huruf kedua menunjukkan letak area kegagalan dari material tersebut sedangkan huruf yang ketiga menjelaskan tentang posisi kegagalan (lihat tabel 2.5). Dari kiri dapat kita lihat bahwa pada gambar terdapat kode LGM yang berarti komposit mengalami kegagalan tipe lateral dengan luasan di sekitar gage dan lokasinya berada di tengahl. Sedangkan untuk kode AIT berarti kompsit mengalami tipe kegagalan sudut dengan luasan di dalam cekam terletak di lokasi atas. Kode LAT menunjukkan bahwa komposit gagal secara lateral pada cekam dan terletak pada lokasi atas. Kode XGM berarti bahwa komposit mengalami kegagalan explosive dengan luasan di sekitar gage dan posisinya berada di tengah. Kode DGM merupakan bentuk kegagalan komposit tipe delaminasi di sekitar gage dan posisinya terletak di tengah.

Faktor- faktor yang mempengaruhi kegagalan diatas meliputi: (a) Kondisi pencekam jika konsentrasi tegangan berada pada pecekam dapat

30

dipastikan letak patahannya berada di sekitar pencekam, (b) Seberapa banyak rongga udara (void) pada komposit. Semakin banyak rongga udara maka kekuatan komposit semakin turun. (c) Besar Suhu Termal. Saat suhu berada di atas daya tahan termal komposit, komposit akan melunak saat pengujian tarik menyebabkan letak patahan berada di tengah. Hal ini dikarenakan penempatan pemanas (heater) pada posisi tengah sampel uji. Selain kegagalan patahan pada komposit yang dapat diindentifikasi melalui ASTM D 3039, kegagalan pada morfologi juga perlu diperhatikan secara seksama. Berikut ini merupakan salah satu bentuk kegagalan komposit setelah diberi perlakuan uji:

Gambar 4.7 Foto makro sampel uji komposit polyester-kenaf dengan aditif MMT 0% (%wt) setelah perlakuan suhu uji (dari kiri) 150 oC, 200 oC dan 250

o

C.

Fiber pull out

31

(a) Penampang patahan

(b) Letak patahan.

Gambar 4.8 Foto makro sampel uji komposit polyester-kenaf dengan aditif MMT 20% (%wt) setelah perlakuan suhu uji (dari kiri) 150 oC, 200 oC dan 250 oC.

Fiber Pull Out Delaminasi

Fiber pull out

32

(a) Penampang patahan (dari kiri) pada suhu ruang, 50 oC, 100 oC, 150 oC

(b) Bentuk patahan pada (dari kiri) 150 oC, 200 oC dan 250 oC

Gambar 4.9 Foto makro sampel uji komposit polyester-kenaf dengan aditif MMT 40% (%wt) setelah perlakuan suhu uji termal-mekanis.

Kegagalan panas mengakibatkan laminate menjadi bentuk arang, melunak dan degradasi pada matriks dan fiber organik, delaminasi dan pecahnya matriks (Mouritz, dkk., 2006). Komposit saat pengujian termal-mekanis pada penelitian ini umumnya mengalami pelunakan, degradasi

Fiber break

33

matriks dan fiber organik, delaminasi serta pecahnya matrik saat dilakukannya pengujian termal-mekanis. Kegagalan panas pada morfologi komposit menyebabkan permukaannya menjadi arang setelah material dalam kondisi dingin.

34

BAB 5. PENUTUP

Dokumen terkait