• Tidak ada hasil yang ditemukan

Polimerisasi sodium chloroacetate

Sodium chlorocetate merupakan salah satu

halogenoacetate yang dapat mengalami polimerisasi ketika dipanaskan. Suhu polimerisasi sodium chloroacetate diketahui dengan menggunakan differential scanning calorimentry (DSC).

Hasil DSC menunjukkan suhu polimersasi sodium chloroacetate yang digunakan sebesar 191,5 0C (gambar 3). Puncak eksoterm pada suhu 191,5 0C merupakan tanda bahwa sodium chloroacetate mengalami reaksi polimerisasi. Polimer yang terbentuk dari hasil reaksi polimerisasi adalah polyglycolide (PGA) dan hasil reaksi sampingnya adalah garam (NaCl).

Hasil FTIR (gambar 4) menunjukkan bahwa polyglycolide (PGA) terbentuk ketika sodium chloroacetate dipanaskan pada suhu 191,5 0C ditunjukan dengan adanya puncak milik polygycolide (PGA). Tabel 5 memperlihatkan perbandingan bilangan

gelombang milik sodium chloroacetate dengan

polyglycolide (PGA).

Penelusuran literatur dan penyediaan alat dan bahan

Siap?

Pembuatan matriks Karakterisasi DSC

Karakterisasi FTIR

Berhasil?

Presipitasi komposit kalsium fosfat karbonat

Karakterisasi FTIR, UV-Vis dan AAS

Berhasil?

Pengambilan data dan analisis

Penulisan laporan

Tidak Tidak

Tidak

Tidak ditemukan pada spektum FTIR bilangan gelombang milik sodium chlroacetate hal ini menunjukkan bahwa sodium chlroacetate telah mengalami reaksi polimerisasi membentuk

polyglycolide (PGA) dan NaCl. Polyglycolide

(PGA) berpori (porous polyglycolide) didapatkan dengan cara mencuci Polyglycolide

menggunakan aquadest

sebanyak tiga kali. NaCl pada PGA akan larut di dalam air dan meninggalkan lubang berupa pori. Tabel 6 menyajikan berat PGA hasil pencucian.

Tabel 6 memperlihatkan bahwa setiap matriks rata-rata massanya berkurang sekitar 0,045 gram atau 1/11 berat awal. Sedikitnya berat NaCl yang larut disebabkan oleh permukaan matriks yang menutupi NaCl bagian dalam sehingga NaCl di bagian dalam matriks sulit untuk larut dan hanya NaCl yang berada pada bagian permukaan matriks saja yang larut di dalam air.

Kelarutan NaCl yang kecil akan menambah kadar Na dalam presipitat. Hasil AAS memperlihatkan rata-rata setiap presipitat masih mengandung kadar Na yang cukup besar ditunjukkan dengan % berat Na dalam presipitat yang lebih besar dari pada Ca dan P (tabel 7).

Kelarutan NaCl dalam air yang kecil akan menghasilkan jumlah dan distribusi pori pada matriks tidak merata. Pembentukan jumlah pori yang sedikit akan menghambat masuknya molekul-molekul prekursor ke dalam matriks. Waktu pencucian yang lama merupakan salah satu cara untuk menghasilkan jumlah pori yang besar, tetapi karena polyglycolide (PGA) merupakan polimer yang hidrofilik maka lamanya waktu pencucian akan menyebabkan kerusakan pada struktur matriks.

Analisis kandungan Ca2+, Na+ dan P5+

menggunakan AAS dan spektrometer UV-Vis

Spektrometer AAS digunakan untuk mengidentifikasi kation-kation yang berada pada komposit polimer kalsium fosfat karbonat. Ion – ion tersebut adalah Na+ dan Ca2+, sedangkan spektrometer UV-Vis digunakan untuk mengidentifikasi ion PP

5+

. Telah dilakukan tiga metode untuk menghasilkan komposit polimer kalsium fosfat karbonat yaitu: metode tetes vakum (A), (B) metode tetes non vakum (B) dan (C) metode perbandingan massa matriks - mineral (C). Tabel 7 memperlihatkan hasil pengukuran AAS dan UV-Vis terhadap Ca2+, Na+ dan P5+P .

7

Gambar 3 Hasil DSC sodium chloroacetate.

Ulangan Massa sampel (gram)

s.a s.b s.c s.d 0 0,50 0,50 0,50 0,50 1 0,49 0,47 0,49 0,49 2 0,47 0,46 0,48 0,48 3 0,46 0,45 0,47 0,47 4 0,46 0,45 0,46 0,46 5 0,46 0,44 0,45 0,46 6 0,46 0,44 0,45 0,46

Tabel 5 Perbandingan bilangan gelombang polyglycolide (PGA) dengan sodium chloroacetat

Gugus Bilangan gelombang (cm-1)

Polyglycolide (PGA)[21] Sodium chlorocetate Polyglycolide (PGA)

Tabel 6 Perubahan massa polyglycolide

Gambar 4 Spektra FTIR polyglycolide.

C – H 2962/2991 3008/2972 2962/2995 C = O dalam ester 1749 1601 1749 = O gugus acetate 1633 1633 O, C – H 1420 1421 1420 OH 1094 1094 975, 904, 809, 628, 594 933, 771, 674, 578. 975, 904, 809, 628, 594 C – O 1249 1210 C CO C –

8

Tabel 7 Kadar Ca, Na dan P dalam presipitat

Kode sampel Ca (% berat) P (% berat) Na (% berat)

A1 0,450 0,000 15,02 A2 0,210 0,000 14,34 A3 0,810 0,000 14,23 A4 0,310 0,000 16,44 BB1 1,470 0,000 14,75 BB2 0,340 0,000 15,59 BB3 0,850 0,000 16,61 BB4 0,850 0,000 17,16 BBa 2,110 0,070 9,820 BBb 0,970 0,029 7,140 BBc 2,810 0,043 9,140 BBd 2,620 0,032 5,750 C1 32,55 0,029 4,230 C2 34,48 0,160 4,450 C3 32,15 8,010 3,330 C4 30,52 0,122 3,960

Tabel 8 Nilai Ca/P

Kode sampel Jumlah partikel x 1020

Ca P Ca/P A1 6,67 0,000 A2 3,16 0,000 A3 1,22 0,000 A4 4,66 0,000 BB1 22,0 0,000 BB2 5,11 0,000 BB3 12,7 0,000 BB4 12,7 0,000 BBa 31,7 1,40 22,30 BBb 14,6 0,58 25,07 BBc 42,3 0,86 49,00 BBd 39,4 0,64 54,00 C1 1660 2,03 818,4 C2 1760 11,19 157,28 C3 1770 589 3,00 C4 1560 8,30 187,90

9

Hasil pengukuran spektrometer AAS (tabel 7) terlihat bahwa pada sampel A1 – A4, BB1 - B4 dan Ba – Bd kadar ion terbesar yang terkandung dalam sampel adalah Na . Sumber Na di dalam sampel berasal dari NaHCO

+ +

3 ,

Na2HPO4.2H2O dan matriks. Pada metode tetes kadar Na yang terlalu besar pada matriks akan menghambat proses pembentukan komposit polimer kalsium fosfat karbonat, karena saat larutan prekursor diteteskan di atas matriks, Na akan menghambat masuknya Ca dan PO

+ 2+

43- ke dalam pori matriks.

Sampel A1 – A4 merupakan komposit yang dibuat dengan metode tetes vakum dengan tujuan mengeliminasi kadar air dalam presipitat. Perbedaan antara sampel A1 – A4

dengan sampel B1 – B4 terletak pada kadar Ca2+ di dalam presipitat. Kadar Ca2+ dalam A1 – A4

lebih sedikit dibanding dengan B1 – B4, hal ini disebabkan saat preoses vakum, terdapat ion-ion Ca2+ tertarik ke luar tabung vakum (tabel 7).

Kadar P5+ dalam sampel A1 – A4 dan B1 – BB4 adalah nol, hal ini disebabkan oleh kelarutan P yang cukup besar dalam larutan NaCl saat preparasi sampel uji UV-Vis. Kadar Na yang besar di dalam sampel A

5+

1 – A4 dan B1 – B4

menandakan bahwa masih banyak NaCl di dalam presipitat (tabel 7). Peluang keberadaan P dalam presipitat dapat diperbesar dengan meningkatkan volume prekursor P . Volume prekursor yang digunakan pada sampel B

5+

5+

a – Bd

adalah lebih besar dibandingkan dengan sampel A1 – A4 dan B1 – B4, sehingga peluang kadar P dalam presipitat B5+ a – Bd lebih besar dari pada A1 – A4 dan B1 – B4 (tabel 7).

Rasio konsentrasi CO32- terhadap konsentrasi PO43- dapat mempengaruhi kadar P5+ dalam presipitat. Semakin besar perbedaan konsentrasi CO32- terhadap konsentrasi PO43-, maka semakin banyak PO43- yang digantikan oleh CO32-. Rasio konsentrasi CO32- tehadap PO43- pada sampel Ba lebih kecil dari pada sampel Bb sehingga kadar PP

5+

dalam sampel B lebih sedikit dibandingkan dengan sampel B , hal yang sama terjadi juga pada sampel B dan

Bd 3

b a c

B, rasio konsentrasi CO2- terhadap PO43-

sampel Bc

, sehingga kadar P

lebih kecil dibanding dengan sampel BdB

5+

dalam sampel B lebih kecil dibanding sampel B (tabel 7).

d c

Rasio konsentrasi prekursor Ca2+ dan PP

5+

pada sampel B dan B adalah sama tetapi tidak menghasilkan nilai Ca/P yang sama, hal ini terjadi karena adanya pengaruh karbonat yang dapat mengantikan gugus fosfat dalam presipitat. Pengaruh ion karbonat juga telihat pada sampel Bc dan B , meskipun perbandingan Ca/P telah dikondisikan sebesar

1,67 namun tetap nilai Ca/P hasil presipitasi berbeda (tabel 8).

a b

d

Kadar Ca2+ dan P5+ pada sampel C1 – C4

(tabel 7) bervariasi sesuai dengan variasi konsentrasi setiap prekursor. Sampel C1, C2

dan C4 memiliki nilai Ca/P yang sangat besar dari pada sampel . Nilai Ca/P yang besar pada sampel C1, C2 dan C4 dapat disebabkan larutnya PO43- pada saat pencucian komposit dalam air untuk menghilangkan NaCl dari presipitat, hal ini disebabkan PO43- memiliki kelarutan yang cukup besar di dalam larutan yang mengandung garam[22]. Sampel C3

menghasilkan nilai Ca/P sebesar 3,1 hal ini terjadi karena selain dikondisikan konsentrasi prekursor mendekati Ca/P = 1,6 juga disebabkan oleh kandungan Na dalam sampel yang paling kecil dibanding dengan semua sampel. Komposit polimer kalsium fosfat karbonat yang terbentuk pada sampel C3

bersifat amorf dan memilki karakter apatit karbonat tipe B, karena nilai Ca/P nya lebih dari 1,67.

Analisis gugus CO32- dan PO4

3-menggunakan spektrometer FTIR

Hasil spektra FTIR (gambar 5) tidak menunjukkan puncak milik gugus CO32-

dan

PO43- pada setiap sampel. Puncak yang muncul didominasi oleh puncak gugus-gugus yang dimiliki oleh polyglycolide dan hidroksil.

Polyglycolide terletak pada bilangan gelombang : 2992/2961 cm-1 (C-H), 1744 cm-1 (C=O), 1096 cm-1 (C-OH), 1420 cm-1 (COO,C-O), 1229 cm-1 (C-O), 1630 cm-1 (C=O), (974, 904, 808, 628 dan 594) cm-1. Hidroksil (O-H) terletak pada bilangan gelombang (3600-3200) cm-1. Gugus PO43-

dan

CO32- tidak ditemukan pada spektra FTIR. Faktor penyebabnya antara lain:

1.Jumlah pori pada matriks sangat kecil dan penyebarannya tidak merata, sehingga menyebabkan molekul pembentuk HAP terhambat untuk masuk ke dalam pori-pori matriks.

2. Jumlah pori yang sedikit menyebabkan pertumbuhan HAP terjadi di atas permukaan matriks , sehingga pada saat divakum banyak molekul-molekul HAP yang tertarik oleh udara ke luar tabung vakum.

3. Distribusi pori yang tidak merata menyebabkan pertumbuhan HAP di dalam matriks tidak homogen, sehingga sample yang diambil untuk uji optik (FTIR) kemungkinan bukan bagian matriks yang ditumbuhi oleh HAP.

Sampel A1, A2, A3 dan A4 (gambar 5) memiliki pola spektrum FTIR dengan bilangan

10

gelombang yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa variasi konsentrasi prekursor yang digunakan tidak menimbulkan pengaruh yang

signifikan terhadap pertumbuhan apatit karbonat di atas matriks.

A1

A2

A3

A4

11

Hasil spektra FTIR komposit menunjukkan PO43- tidak ditemukan pada sampel B1 – B4

kecuali pada sampel B2 terdapat vibrasi bending ( 2) milik PO43- pada bilangan gelombang (433,6 – 468,6) cm-1. Intensitas 2

PO43- pada sampel B2 menunjukkan rendahnya kadar PO43- pada sampel, hal ini sesuai dengan hasil UV-Vis (tabel 7).

Secara umum bilangan gelombang yang muncul pada sampel B1 – BB4 sama dengan bilangan gelombang yang ada pada komposit

dengan metode tetes vakum (A1-A4). Bentuk spektra dan bilangan gelombang yang sama antara metode tetes vakum (A1-A4) dengan metode tetes non vakum (B1B – B4) disebabkan oleh konsentrasi dan volume prekursor yang digunakan pada ke dua metode ini sama. Spektra FTIR komposit menunjukkan baik CO32- dan PO43- tidak ditemukan pada sampel BBa - Bd kecuali pada sampel Ba terdapat vibrasi bending ( 2) milik PO43- pada bilangan gelombang ( 435,89 cm ). -1

B4 B3 B2 B1

12

Ba

Bd

Bc

Bb

Tabel 9 menunjukkan bahwa hampir semua bilangan gelombang yang muncul didominasi oleh bilangan gelombang milik gugus

polyglycolide (PGA), kecuali pada bilangan gelombang di sekitar 1417 – 1420 cm-1 memungkinkan dapat dimiliki oleh gugus (COO, C-H) dan CO32-. Hal ini disebabkan gugus CO32- memiliki spektra di sekitar bilangan 1412 – 1475 cm-1. Kadar COO, C-H yang besar dalam presipitat memungkinkan

spektra FTIR COO, C-H menutupi spektra FTIR CO32-. Tidak adanya gugus fosfat pada spektra FTIR menunjukkan bahwa pembentukan komposit polimer kalsium fosfat karbonat dengan metode tetes vakum dan tetes non vakum tidak terjadi secara merata ke seluruh bagian martiks.

13

Tabel 9 Bilangan gelombang spektrum FTIR

Kode sampel Gugus Bilangan gelombang (cm-1)

A1

(O-H), (C-H), (CH2), (C=O gugus ester), (C=O ujung gugus asetat), (COO,C-H/ CO32-), (C-O dalam ester),

(C-OH) (3429-3512), (2993/2961), (2885), (1745), (1626), (1417), (1203), (1095), (974, 904, 810, 628, 594) A2

(O-H), (C-H), (CH2), (C=O gugus ester),

(C=O ujung gugus asetat), (C=O), (COO,C-H/ CO32-), (C-O dalam ester),

(C-OH) (3429-3512), (2992/2961), (2885), (1745), (1626), (1585) (1417), (1203), (1095), (974, 904, 810, 628, 594) A3

(O-H), (C-H), (CH2), (C=O gugus ester),

(C=O ujung gugus asetat), (C=O), (COO,C-H / CO32-), (C-O dalam ester),

(C-OH) (3435), (2993/2961), (2885), (1745), (1629), (1585) (1419), (1205), (1094), (973, 903, 809,, 628, 594). A4

O-H), (C-H), (CH2), (C=O gugus ester),

(C=O ujung gugus asetat), (C=O), (COO,C-H/ CO32-), (C-O dalam ester),

(C-OH) (3437), (2993/2961), (2885), (1747), (1629), (1585) (1419), (1211), (1094), (973, 903, 809,, 628, 594). B1

(O-H), (C-H), (CH2), (C=O gugus ester),

(C=O ujung gugus asetat), (C=O), (COO,C-H/ CO32-), (C-O dalam ester),

(C-OH) (3414), (2993/2961), (2885), (1745), (1629), (1585) (1419), (1209), (1094), (973, 903, 809,, 628, 594). B2

(O-H), (C-H), CH2), (C=O gugus ester), (C=O ujung gugus asetat),

(COO,C-H/ CO32-),

(C-O dalam ester), (C-OH,), ( 2) PO4

3-(3433 -3512), (2993/2961), (2885), (1747), 1625), (1417), (1203), (1094), (973), 903, 810, 628, 594, (433,9 – 468.6)

B3

(O-H), (C-H), (CH2), (C=O gugus ester), (C=O ujung gugus asetat), (COO,C-H/ CO32-), (C-O dalam ester),

(C-OH) (3435), (2992/2961), (2885), (1747), (1624), (1419), (1205), (1094), (973, 904, 809, 712, 628, 594) B4

(O-H), (C-H), (CH2), (PH), (C=O gugus ester), (C=O ujung gugus asetat), (COO,C-H/ CO32-), (C-O dalam ester),

(C-OH) (3435), (2992/2961), (2925, 2885),(2360-234,37), (1747), (1624), (1419), (1202), (1094), (973, 903, 809, 669, 628, 594) Ba

(O-H), (C-H), (CH2), (C=O gugus ester),

(C=O ujung gugus asetat), (COO,C-H/ CO32-), (C-H) (C-O dalam ester), (C-OH), (( 2) PO43-)

(3448), (2992/2961), (2885, 2985), (1747), (1629), (1417), (1384), (1211), (1094), (973, 903, 809, 628, 594), (435,89) Bb

(O-H), (C-H), (CH2), (C=O gugus ester), (C=O ujung gugus asetat), (COO,C-H/ CO32-), (C-O dalam ester),

(C-OH) (3436), (2992/2961), (2885), (1745), (1629), (1417), (1203), (1095), (974, 904, 810, 628, 594) Bc

(O-H), (C-H), (CH2), (C=O gugus ester), (C=O ujung gugus asetat), (COO,C-H/ CO32-), (C-O dalam ester),

(C-OH)

(3431-3510), (2993/2961), (2985, 2885), (1745), (1627), (1419), (1203), (1095), (973, 904, 810, 628, 594) Bd (O-H), (C-H), (CH2), (C=O gugus ester),

(C=O ujung gugus asetat), (COO,C-H/ CO32-), (C-O dalam ester),

(C-OH)

(3435), (2992/2962), (2925 - 2885), (1745), (1629), (1419), (1203), (1094), (973, 904, 810, 628, 594)

14

Sampel C1 - C4 dibuat dengan mencampurkan 30 % b/b matriks dan 70 % b/b mineral. Hasil spektra FTIR (gambar 8) menunjukkan bahwa semua sampel memiliki gugus fosfat dan karbonat. Bilangan gelombang fosfat dan karbonat setiap sampel disajikan pada tabel 10.

Pola spektra FTIR menunjukkan bahwa pita serapan fosfat 3 sampel C2 lebih asimetri dibandingkan dengan pita serapan fosfat 3

sampel C1 dan daya belah pita serapan fosfat 4

sampel C2 lebih besar dari pada sampel C1, hal ini menunjukkan bahwa sampel C2 lebih kristal dari pada sampel C1. Sifat kristal sampel C2

disebabkan oleh sedikitnya gugus fosfat yang digantikan oleh gugus karbonat. Bilangan gelombang 1215,08 cm-1 muncul pada sampel C2 berasal dari polyglycolide yaitu milik C – O.

C1

C4 C2

C3

15

Pita serapan fosfat 3 sampel C3 lebih asimetri dibanding pita serapan fosfat 3 sampel C4 dan daya belah pita serapan 4 sampel C3

lebih besar dari pada sampel C4, hal ini menunjukkan bahwa sampel C3 lebih kristal dibanding dengan sampel C4. Derajat kekeristalan C3 lebih besar dibanding sampel C4 disebabkan oleh rasio konsentrasi karbonat terhadap fosfat sampel C3 lebih kecil dari pada sampel C4, sehingga lebih sedikit gugus fosfat pada sampel C3 yang digantikan oleh gugus karbonat Pada sampel C3 bilangan gelombang 1215,8 cm -1 muncul berasal dari gugus C – O milik polyglycolide.

Pita serapan ( 2) dan ( 3) karbonat disekitar 871,77 cm-1 dan 1465,8 cm-1 pada sampel (gambar 14) memperlihatkan bahwa pada peresipitat yang terbentuk adalah apatit karbonat tipe B. Semua hasil karakterisasi AAS/UV-Vis dan FTIR menunjukkan bahwa pembentukan komposit polimer kalsium fosfat karbonat melalui metode tetes vakum, tetes non vakum dan metode perbandingan massa matriks-mineral kurang menghasilkan bentuk yang optimal. Hambatan utama dalam membentuk komposit melalui metode tetes vakum dan tetes non vakum adalah sedikitnya

jumlah pori yang terbentuk pada matriks, sehingga menyebabkan proses penumbuhan apatit karbonat dalam matriks tidak merata ke seluruh bagian atau hanya sebagian kecil saja dari bagian matriks yang ditumbuhi oleh apatit karbonat.

Jumlah cuplikan yang diambil pada saat analisis AAS/UV-Vis dan FTIR hanya sebagian kecil dari presipitat yang ada, hal ini memungkinkan bagian yang diambil untuk dianalisis bukan bagian yang ditumbuhi oleh apatit karbonat. SEM (scanning electron microscopy) dan XRD (X-ray difraction) merupakan alat untuk menganalisis struktur bahan. Bagian bahan yang dianalisis oleh SEM dan XRD adalah seluruh bagian bahan.

Hasil SEM (gambar 9) sampel B2

menunjukkan terdapat apatit karbonat yang diperlihatkan dengan hadirnya campuran amorf dan kristal-kristal kecil yang tajam. Hal ini didukung oleh hasil spektra FTIR yaitu terdapat vibrasi bending 2 pada bilangan gelombang fosfat (435,9 cm-1 – 459,03 cm-1). Hasil XRD sampel B2 memperlihatkan bahwa apatit karbonat tumbuh terdapat pada pada 2θ = 31,959 dengan ukuran kristal pada bidang (002) sebesar 21,11 nm (gambar 10).

Tabel 10 Pita serapan fosfat dan karbonat

Kode sampel Pita serapan fosfat (cm-1) Pita serapan karbonat (cm-1)

ν

2

ν

3

ν

4

ν

2

ν

3 C1 420,46 1035,71 565 871,77 1465,8 459,03 1095,5 603,7 C2 470 1033,78 565,11 871,77 1473,3 1095,57 603,7 C3 435,9 1035,71 567,04 871,77 1473,53 466,75 603,68 C4 468,67 1035,71 871,77 871,77 1473,53 605,61

Gambar 9 Hasil SEM sampel B2. Gambar 10 Hasil XRD sampel B2.

16

Hambatan pada metode perbandingan massa matriks-mineral terletak pada saat pencucian presipitat untuk menghilangkan NaCl. Proses pencucian akan melarutkan NaCl dari presipitat, sehingga aquadest yang digunakan pada saat pencucian berubah menjadi larutan garam (NaCl). Larutan garam yang terbentuk berfungsi sebagai pelarut bagi fosfat, sehingga menyebabkan kadar fosfat dalam presipitat akan berkurang. Kelemahan dari metode tersebut menyebabkan kadar fosfat yang terdeteksi oleh alat sangat kecil.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil DSC, sodium chloroacetate mengalami polimerisasi pada suhu 191,5 0C dan hasil FTIR juga menunjukkan bahwa tidak ada bilangan gelombang milik sodium sodium chloroacetate. Preparasi sampel untuk uji UV-Vis mempengaruhi kadar P5+ dalam presipitat.

Jumlah pori yang sedikit dan distribusinya yang tidak merata menyebabkan pertumbuhan apatit karbonat di dalam matriks tidak homogen. Kecilnya cuplikan sampel yang diambil untuk uji FTIR menyebabkan pola spektra FTIR gugus fosfat dan karbonat sulit ditemukan. Hasil FTIR menunjukan bahwa, komposit yang dibuat dengan perbandingan massa menghasilkan HAP tipe B ditunjukkan oleh bilangan gelombang gugus karbonat disekitar

ν

2 = 871, 7 cm-1 dan

ν

3 = 1465,8 cm-1.

Dokumen terkait