• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Produk

Komposisi produk minuman susu UHT asam yang digunakan adalah air, susu segar, gula pasir, susu bubuk skim, susu bubuk full cream, pemantap (Natrium Karboksimetil Selulosa), pengatur keasaman (asam fosfat, asam sitrat, kalsium karbonat, natrium sitrat), perisa stroberi, premix vitamin, pemanis buatan (asesulfam, aspartam), dan konsentrat stroberi. Susu ini diolah dengan teknologi UHT dan dikemas dalam botol plastik HDPE ukuran 100 ml dengan tutup aluminium. Diagram proses pembuatan produk dapat dilihat pada Gambar 2. Produk ini memiliki kandungan lemak sekitar 0.3%, protein sekitar 1%, dan gula sekitar 7.8%. Produk memiliki warna putih kekuningan dari penambahan premix vitamin dengan konsistensi encer dan aroma buah stroberi.Kondisi asam dan pengolahan teknologi UHT pada produk menyebabkan produk lebih aman dari kerusakan mikrobiologi dibandingkan kerusakan mutu fisik dan kimia.

11

Uji Pendahuluan Penentuan Parameter Pengujian

Penentuan Waktu dan Kecepatan untuk Uji Sedimentasi

Hasil uji sedimentasi yang telah diperoleh (Tabel 2) diolah dengan uji statisik t-student untuk mengetahui parameter yang berpengaruh terhadap hasil sedimen.Hasil pengolahan yang dilakukan (Lampiran 2) menunjukkan bahwa parameter waktu, kecepatan, dan gabungan antara waktu dan kecepatan ternyata menunjukkan bahwa tidak ada parameter yang berpengaruh nyata terhadap jumlah sedimen yang dihasilkan.Hasil uji statistik tersebut menunjukkan bahwa 9 perlakuan kombinasi waktu dan kecepatan sentrifus yang dilakukan tidak memberikan jumlah sedimen yang berbeda pada taraf kepercayaan 95%, sehingga perlakuan manapun bisa dipilih untuk uji sedimentasi selanjutnya.

Selain dari jumlah sedimen, penentuan kombinasi waktu dan kecepatan juga dipertimbangkan dari kemudahan pemisahan filtrat dengan sedimen yang diamati secara visual oleh peneliti. Dari hasil pengamatan tersebut, diperoleh bahwa kecepatan dibawah 3000 RPM pada semua waktu, menghasilkan endapan yang kurang padat sehingga menyulitkan dalam pemisahan endapan dengan filtratnya. Kecepatan 3000 RPM 10 menit menghasilkan endapan yang padat namun saat pemisahan masih banyak endapan yang ikut mengalir dengan filtrat.Kecepatan 3000 RPM waktu 15 menit dan 20 menit menghasilkan endapan yang padat dan pemisahan yang baik. Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa pada foto endapan 3000 RPM 10 menit masih ada filtrat yang tertinggal bersama endapan sedangkan foto endapan 3000 RPM 15 menit dan 20 menit terlihat bahwa endapan yang dihasilkan lebih padat dan tidak menyisakan filtrat. Berdasarkan

3 000 RPM 10 menit 3 000 RPM 15 menit 3 000 RPM 20 menit Gambar 3 Foto hasil uji sedimentasi

Tabel 2 Nilai rata-rata uji sedimentasi Kecepatan (RPM) Waktu (Menit) Bobot Sedimen (Gram) Sedimen (%) 2 000 10 0.2684 0.026 15 0.1899 0.019 20 0.2359 0.023 2 500 10 0.2110 0.021 15 0.2623 0.026 20 0.3518 0.035 3 000 10 0.2799 0.027 15 0.2377 0.023 20 0.2970 0.029

12

Gambar 2 Proses pembuatan produk minuman susu UHT asam Pencampuran asam

dan kalsium

Pencampuran susu segar, gula pasir, susu bubuk skim, susu bubuk

full cream, CMC, perisa buah, pemanis, konsentrat buah, dan air

Proses sirkulasi selama 30 menit

Pendinginan

Pemanasan UHT (Ultra High Temperature)

Homogenisasi

Non Aseptik Filling dengan Cold Filling

Pasteurisasi dan pendinginan

Pemberian Label

Pengepakan

Minuman susu UHT asam

Minuman susu dalam botol Botol HDPE

Produk Minuman susu UHT asam

13 jumlah sedimen dan hasil pengamatan visual terhadap hasil endapan serta kemudahan pemisahan endapan maka peneliti memutuskan untuk memilih kombinasi kecepatan 3000 RPM selama 15 menit untuk pengujian sedimen selanjutnya.

Penentuan Tingkat Pengenceran dan Panjang Gelombang Maksimum untuk Uji Warna dengan Spektrofotometer

Dasar pengukuran warna dengan spektrofotometer ini adalah adanyapeningkatan intensitas warna pada sampel akibat reaksi pencoklatan non enzimatis Maillard. Produk minuman susu ini memiliki warna kekuning-kuningan karena adanya penambahan premix vitamin pada produk. Warna kuning pada produk semakin lama akan semakin pudar karena terjadinya degradasi vitamin B2 (riboflavin). Perubahan warna produk menjadi kecoklatan selama penyimpanan karena adanya kandungan gula pereduksi dan protein serta suhu tinggi yang menginduksi terjadinya reaksi Maillard.Berdasarkan asumsi tersebut maka pencarian panjang gelombang untuk perubahan warna produk dilakukan pada panjang gelombang 410-570 nm yaitu panjang gelombang yang memantulkan warna coklat.

Pengenceran sampel dengan perbandingan sampel:air (10:0, 8:2, 6:4, 4:6, dan 1:9)

Penambahan gula sampai kadar gula larutan stock 20% (kadar gula awal 7%) Sampel minuman susu UHT asam

Pemanasan pada suhu 100oC selama 3 jam

Pengukuran dengan spektrofotometer double beam pada panjang gelombang 410 – 570 nm (blanko air)

Pencatatan nilai Absobansi semua sampel

Pembuatan kurva hubungan antara panjang gelombang dan absorbansi pada tingkat pengenceran yang sama dan kurva hubungan tingkat pengenceran dan absorbansi pada

panjang gelombang yang sama

14

Panjang gelombang maksimum adalah panjang gelombang yang memberikan serapan atau nilai absorbansi maksimum. Panjang gelombang maksimum dipilih karena beberapa alasan, yaitu :

1. Pada panjang gelombang maksimal, memberikan kepekaan yang maksimal sehingga memberikan perubahan absorbansi yang paling besar untuk setiap satuan konsentrasi. 2. Disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan

padakondisi tersebut hukum lambert-beer akan terpenuhi.

3. Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil ketika digunakan panjang gelombang maksimal (Rohman 2007).

Pencarian panjang gelombang maksimum dimulai dengan melakukan pengenceran dan proses pemanasan serta penambahan sedikit gula pada sampel. Perlakuan pemanasan dan penambahan gula bertujuan untuk mempercepat reaksi pencoklatan. Alur proses pencarian panjang gelombang dapat dilihat pada Gambar 4. Setelah semua sampel diukur absorbansinya pada panjang gelombang 410-570 nm selanjutnya dilakukan pembuatan kurva absorbansi.

Berdasarkan kurva yang telah dibuat, terlihat bahwa tingkat pengenceran dibawah 100 memberikan nilai absorbansi yang sama atau lebih rendah untuk sampel dengan pemanasan dibandingkan tanpa pemanasan. Sampel dengan perlakuan pemanasan seharusnya memiliki nilai absorbansi yang lebih tinggi akibat reaksi Maillard yang menyebabkan warna menjadi lebih coklat.Terjadinya hal ini mengindikasikan warna coklat yang dihasilkan dari reaksi Maillard merupakan warna coklat yang lemah (tidak pekat).Pengenceran sampel menyebabkan warna coklat memudar dan terlihat sama dengan warna sampel tanpa perlakuan pemanasan.Berdasarkan hal tersebut tingkat pengenceran 100 dipilih untuk pengukuran selanjutnya.

Berdasarkan kurva absorbansi dari masing-masing tingkat pegenceran, diperoleh tiga panjang gelombang yang menghasilkan nilai absorbansi maksimum yaitu panjang gelombang 410, 420, dan 430 nm. Dari ketiga panjang gelombang yang terpilih selanjutnya dibuat kurva hubungan antara tingkat pengenceran dengan absorbansi pada masing-masing panjang gelombang.Dari kurva-kurva tersebut (Gambar 5) terlihat bahwa panjang gelombang 420 memiliki trend kurva yang baik sedangkan panjang gelombang 410 dan 430 nm memiliki trend kurva yang tidak konsisten untuk semua perlakuan. Berdasarkan hasil tersebut peneliti memutuskan panjang gelombang 420 sebagai panjang gelombang maksimum yang akan digunakan pada tahap pengujian selanjutnya. Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan Deborah and Erica (2012) bahwa pengukuran reaksi Maillard pada produk makanan dilakukan secara spektrofotometri pada panjang gelombang 420 nm.

Penentuan Parameter Pengukuran Warna

Pengukuran perubahan warna produk selama penyimpanan dilakukan pada beberapa parameter pengukuran yaitu nilai absorbansi dengan spektrofotometer, nilai L*a*b, Y*x*y, dan Chroma*Hue dengan Chromameter.Hal ini bertujuan untuk memperoleh parameter yang sesuai untuk mengukur perubahan warna produk uji selama penyimpanan.Parameter yang sesuai ditentukan berdasarkan trend pengukuran yang dihasilkan dan nilai R2 yang tinggi. Jenis trend dan nilai R2 dari masing-masing parameter pengukuran warna dapat dilihat pada Tabel 3.

15 Berdasarkan Tabel 3, parameter nilai L memberikan trend perubahan yang sama (turun) pada ketiga suhu pengujian. Hal yang sama untuk parameter nilai absorbansi dengan perubahan trend naik dan nilai koefisien korelasi yang cukup tinggi. Parameter nilai a, b, chroma, dan huetidak memberikan trend perubahan yang konsisten pada setiap suhu, parameter Y memberikan nilai koefisien korelasi yang kecil,dan parameter nilai x dan y menunjukkan nilai perubahan yang kecil atau dapat dianggap konstan sehingga parameter-parameter tersebut tidak sesuai untuk dipilih sebagai parameter pengukuran pada produk susu UHT asam ini.

2.5 3 3.5 4 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 Absorbansi

λ 420 nm

Absorbansi Tanpa panas Absorbansi dengan panas 2.5 3 3.5 4 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 Absorbansi

λ 410 nm

Absorbansi Tanpa panas Absorbansi Dengan Panas

2.5 3 3.5 4 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 Absorbansi Pengenceran

λ 430 nm

Absorbansi Tanpa Panas Absorbansi Dengan Panas

16

Parameter nilai a (negatif) menunjukkan perubahan warna hijau pada produk dan parameter nilai b (positif) menunjukkan perubahan warna kuning pada produk.Nilai a dan b ini juga dapat diwakili dengan pengukuran pada parameter hue.Hue merupakan parameter yang menunjukkan warna dari suatu produk dengan nilai derajat sudut dari 0 sampai 360.Warna produk terletak pada nilai hue antara 60 (kuning) sampai 120 (kuning kehijauan).Parameter chroma merupakan parameter yang menunjukkan tingkat kemurnian dari suatu warna, semakin pekat warna semakin tinggi nilai chroma dan sebaliknya (Fondriest 2003).

Berdasarkan hasil pengukuran pada nilai a, b, dan hue terjadi peningkatan warna hijau dan penurunan warna kuning pada sampel minuman susu yang disimpan pada suhu 35o dan 40oC, sedangkan sampel yang disimpan pada suhu 45oC menunjukkan penurunan warna hijau dan peningkatan warna kuning. Sampel yang disimpan pada suhu 30o dan 45oC mengalami perubahan warna akibat terjadinya degradasi vitamin B2 sehingga warna kuning produk berkurang dan warna hijau produk semakin meningkat.Pada suhu 45oC juga terjadi degradasi vitamin B2 namun pada suhu ini reaksi Maillardberlangsung lebih cepat dibandingkan kedua suhu yang lebih rendah.Oleh sebab itu warna yang teramati pada suhu 45oC adalah warna kuning kecoklatan yang menunjukkan terjadinya peningkatan warna kuning dan penurunan untuk warna hijau. Penjelasan yang sama untuk parameter chroma yang menunjukkan penurunan nilai chroma untuk sampel yang disimpan pada suhu 35o dan 40oC dan peningkatan nilai chroma untuk sampel pada suhu 45oC.

Parameter nilai Yxy merupakan nilai pengukuran untuk metode CIE XYZ yang merupakan dasar dari metode pengukuran warna. Warna pada parameter ini ditunjukkan dengan nilai positif (koordinat x,y) dengan Y menunjukkan kecerahan warna (Ford dan Robert 1998). Pengukuran dengan parameter x dan y menunjukkanperubahan nilai yang cenderung konstan karena penentuan warna pada sistem ini menggunakan chromacity diagramRed-Green-Blue (RGB) sehingga perubahan warna yang terjadi tidak menimbulkan perbedaan yang signifikan pada nilai koordinat x dan y. Pada nilai Y diperoleh trend penurunan nilai kecerahan produk namun nilai koefisien korelasinya kecil sehingga kurang sesuai untuk digunakan pada pengukuran selanjutnya.

Berdasarkan hasil tersebut, peneliti memutuskan parameter yang sesuai untuk mengukur perubahan warna pada produk susu UHT selama penyimpanan adalah parameter nilai L (lightness) dan nilai absorbansi.

Tabel 1 Hasil trend data dan nilai koefisien korelasi parameter pengukuran warna Parameter

pengukurana

Trend data Nilai Koefisien korelasi (R2)

35 40 45 35 40 45

L Naik turun Turun Turun 0.0725 0.6686 0.8990

a Turun naik Naik Naik turun 0.0348 0.9116 0.6323 b Naik turun Naik turun Turun naik 0.0415 0.0037 0.4812 Y Naik turun Naik turun Turun 0.0961 0.1409 0.3215

x Konstan Konstan Konstan 0.4731 0.8589 0.8965

y Konstan Konstan Konstan 0.6089 0.2547 0.7298

Hue Naik turun Turun Turun naik 0.0125 0.9964 0.5985

Chroma Turun Turun Turun naik 0.8322 0.8879 0.2986

Absorbansi Naik Naik Naik 0.4358 0.6423 0.2701

a

17

Penentuan Ordo Reaksi Penurunan Mutu

Laju penurunan mutu tiap parameter pada produk minuman susu ini berbeda-beda. Jika laju penurunan mutu terjadi secara linier maka penurunan mutu ini mengikuti kinetika reaksi ordo 0 dan jika laju penurunan mutu terjadi secara logaritmik maka penurunan mutu ini mengikuti kinetika reaksi ordo 1. Kurva ordo reaksi 0 dibuat dengan membuat plot hubungan nilai masing-masing parameter mutu dengan waktu penyimpanan (minggu) sedangkan kurva ordo reaksi 1 dibuat dengan membuat plot hubungan nilai logaritma natural (ln) dari nilai masing-masing parameter mutu dengan waktu penyimpanan (minggu). Ordo reaksi yang terpilih adalah ordo reaksi dengan nilai koefisien korelasi (R2) yang lebih besar.Ordo reaksi yang terpilih untuk masing-masing parameter dapat dilihat pada Tabel 4.Ordo reaksi yang terpilih digunakan dalam penentuan nilai konstanta reaksi dari masing-masing parameter.

Penentuan Parameter Pengujian Utama dalam Menduga Umur Simpan Produk

Parameter Warna

Uji sensori beda dari kontrol yang telah dilakukan menunjukkan bahwa warna produk yang disimpan pada suhu 45oC telah berbeda nyata dengan produk kontrol (p<0.05) pada penyimpanan 5 minggu sedangkan produk yang disimpan pada suhu 35oC dan 40oC belum dinyatakan berbeda oleh panelis (p>0.05) (Lampiran 7). Gambar 6 menunjukkan nilai perbedaan masing-masing sampel dengan kontrol.Perbedaan warna yang teramati pada produk adalah warna kuning menjadi kuning kecoklatan dengan tingkatkecerahan yang semakin menurun.

Selain pengamatan sensori, perubahan warna juga diukur dengan chromameterpada parameter L (kecerahan) dan spektrofotometer pada parameter nilai Tabel 3 Nilai Koefisien korelasi dan grafik penurunan mutu berdasarkan ordo reaksi 0

dan ordo reaksi 1

Parameter Suhu penyimpanan (oC)

Koefisien korelasi (R2) Ordo reaksi terpilih

Ordo reaksi 0 Ordo reaksi 1 Warna (Lightness) 35 0.0725 0.0725 0 40 0.8590 0.6695 45 0.8990 0.8980 Warna Absorbansi 35 0.4358 0.4449 1 40 0.6423 0.6403 45 0.2701 0.2823 Jumlah endapan 35 0.5430 0.5460 1 40 0.8150 0.8520 45 0.9650 0.9540 pH 35 0.2710 0.2720 1 40 0.1780 0.1790 45 0.3010 0.3020 Total Asam Tertitrasi 35 0.6920 0.6940 1 40 0.6040 0.6070 45 0.5030 0.5020

18

absorbansi.Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa selama penyimpanan terjadi penurunan nilai L (kecerahan) yang mengindikasikan bahwa semakin lama penyimpanan warna produk menjadi semakin gelap.Selain itu, selama penyimpanan juga terjadi kenaikan nilai absorbansi yang mengindikasikan terjadinya peningkatan intensitas warna kecoklatan pada produk.Berdasarkan hasil uji sensori dan hasil pengukuran warna dengan spektrofotometer dan chromameter, dapat diketahui perubahan warna yang terjadi pada produk adalah warna kuning cerah menjadi warna kuning kecoklatan.

Perubahan warna produk disebabkan reaksi Maillardakibat adanya kandungan protein dan gula pereduksi pada produk.Maillard didefinisikan sebagai reaksi yang menghasilkan warna kecoklatan karena dilakukan pemanasan secara terus-menerus pada larutan yang mengandung gula dan asam amino (Maillard (1912) diacu dalam Deborah and Erica 2012).Dalam Deborah and Erica (2012) juga disebutkan bahwa reaksi Maillard dipengaruhi oleh beberapa parameter yaitu suhu, aktivitas air (Aw), pH, dan komposisi kimia. Secara umum reaksi pencoklatan maksimum terjadi pada Aw antara 0.60 dan 0.85 dan kecepatan reaksi meningkat dengan adanya peningkatan pH dan peningkatan suhu.Dalam penelitian ini diketahui bahwa perubahan warna yang terjadi pada produk dengan suhu penyimpanan 45oC lebih cepat dibandingkan produk yang disimpan pada suhu 35oC dan 40oC.

Penentuan kesesuaian parameter warna sebagai [arameter pengujian umur simpan didekati dengan model Arrhenius. Data nilai L dan absorbansi yang diperoleh diplotkan pada grafik ordo reaksi 0 dan ordo reaksi 1 untuk menentukan ordo reaksi penurunan mutu yang sesuai.Berdasarkan nilai koefisien korelasi (R2) yang lebih tinggi, ordo reaksi 0 terpilih untuk parameter kecerahan warna dan ordo reaksi 1 terpilih parameter nilai absorbansi. Dari persamaan garis pada ketiga suhu yang berbeda, diperoleh nilai konstanta laju reaksi (k) untuk masing-masing suhu dimulai dari suhu yang terendah yaitu 0.143, 0.671, dan 0.927 untuk parameter kecerahan dan 0.0260, 0.0340, dan 0.0340 untuk parameter absorbansi. Nilai k yang semakin besar pada kedua parameter menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu, laju penurunan mutu terjadi semakin cepat.Trend peningkatan nilai k akan memberikan nilai koefisien korelasi yang tinggi pada model Arrhenius sehingga kedua parameter tersebut dapat digunakan untuk menduga umur simpan produk dengan model Arrhenius.

Gambar 6 Hasil Uji Sensori Beda dari Kontrol Parameter Warna

0 1 2 3 4

suhu 35 suhu 40 suhu 45

Respon

Suhu

19

Parameter Rasa

Uji beda dari kontrol pada parameter rasa menunjukkan bahwa rasa produk yang disimpan pada suhu 45oC berbeda nyata dengan kontrol (p<0.05) setelah 4 minggu penyimpanan sedangkan produk yang disimpan pada suhu 35oC dan 40oC dinyatakan masih belum berbeda dengan kontrol (p>0.05) sampai penyimpanan pada minggu ke-5 (Lampiran 8). Nilai perbedaan produk uji dengan kontrol dapat dilihat pada Gambar 8.Perubahan rasa yang terdeteksi secara sensori adalah penurunan rasa asam produk.

Perubahan rasa produk selama penyimpanan juga diukur dengan parameter nilai Total Asam Tertitrasi (TAT). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, nilai TAT produk semakin menurun selama penyimpanan.Hal ini mengindikasikan rasa asam produk semakin menurun. Berdasarkan hasil uji sensori dan pengujian nilai TAT, diketahui bahwa selama penyimpanan rasa asam produk akan semakin menurun.

Rasa asam produk disebabkan penambahan asam sitrat, asam fosfat, kalsium karbonat, dan natrium sitrat pada produk.Penurunan rasa asam yang terjadi disebabkan adanya interaksi antara asam-asam dengan kation-kation logam (Ca2+, Na+) pada produk sehingga kation hidrogen produk digantikan oleh kation logam yang lain (Boulton 1980).Sensasi rasa asam dipengaruhi oleh konsentrasi ion (H+) dalam larutan sehingga penggantian ion (H+) menyebabkan rasa menjadi tidak asam.

Selain itu, Penggantian ion (H+) dengan kation logam yang lainmenyebabkan asam-asam dalam produk tidak terdeteksi saat dilakukan titrasi sehingga nilai TAT

Keterangan : k = konstanta reaksi T = suhu (kelvin) y = -17807x + 56.07 R² = 0.863 ‐2.5 ‐2 ‐1.5 ‐1 ‐0.5 0 0.5 0.003 0.0032 0.0034 0.0036 0.0038 0.004 Ln K

Kurva Arrhenius warna (L)

Ln K Linear (Ln K) y = -2486.x + 4.494 R² = 0.757 ‐3.7000 ‐3.6000 ‐3.5000 ‐3.4000 ‐3.3000 0.003 0.0032 0.0034 0.0036 0.0038 0.004 Ln K 1/T (1/K)

Kurva Arrhenius warna (Absorbansi)

Ln K Linear (Ln K)

20

menurun. Kesesuaian parameter TAT untuk menduga umur simpan produk ditentukan dengan pendekatan model Arrhenius. Data nilai TAT yang diperoleh diplotkan pada grafik ordo reaksi 0 dan ordo reaksi 1 untuk memperoleh ordo reaksi yang sesuai.Berdasarkan nilai koefisien korelasi (R2) yang lebih tinggi, ordo reaksi yang terpilih untuk penurunan mutu parameter TAT adalah ordo reaksi 1.Dari ketiga persamaan garis pada ordo reaksi 1, diperoleh nilai konstanta laju reaksi (k) untuk masing-masing suhu dimulai dari suhu yang terendah yaitu 0.0157, 0.0219, dan 0.0161.Nilai k yang diperoleh memiliki trend naik turun yang menunjukkan bahwa perubahan nilai TAT tidak dipengaruhi oleh perubahan suhu.Trend perubahan yang tidak konsisten akan memberikan nilai koefisien korelasi yang kecil pada kurva Arrhenius (Lampiran 9) sehingga parameter TAT dinyatakan tidak sesuai digunakan untuk menduga umur simpan produk dengan pendekatan model Arrhenius

Parameter pH

Pengukuran nilai pH dilakukan setiap minggu pada produk yang disimpan pada suhu 35oC, 40oC, dan 45oC.Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa selama penyimpanan pH produk relatif konstan.pH merupakan parameter pengukuran tingkat keasaman produk berdasarkan kandungan ion-ion hidronium atau hidroksida. Penyimpanan produk pada suhu tinggi tidak menyebabkan terjadinya perubahan pada jumlah ion-ion (H+ dan OH-) sehingga nilai pH produk akan relatif konstan sampai akhir penyimpanan.

Data nilai pH yang diperoleh dari pengukuran diplotkan pada grafik ordo reaksi 0 dan ordo reaksi 1 untuk memperoleh ordo reaksi yang sesuai.Berdasarkan nilai koefisien korelasi (R2) yang lebih tinggi, ordo reaksi terpilih untuk penurunan mutu parameter pH adalah ordo reaksi 1.Dari ketiga persamaan garis pada grafik ordo reaksi 1, diperoleh nilai konstanta laju reaksi (k) untuk masing-masing suhu dimulai dari suhu yang terendah yaitu 0.02, 0.05, dan 0.01. Nilai k yang diperoleh sangat kecil dan menunjukkan trend yang tidak konsisten sehingga parameter ini akan memberikan koefisien korelasi yang kecil pada kurva Arrhenius (Lampiran 10). Berdasarkan hasil tersebut diputuskan bahwa parameter pH merupakan parameter yang tidak sesuai untuk menduga umur simpan produk dengan pendekatan model Arrhenius.

Gambar 8 Hasil Uji Sensori Beda dari Kontrol untuk Parameter Rasa

0 1 2 3 4 5

suhu 35 suhu 40 suhu 45

Respon

Suhu

21

Parameter Sedimen

Pengukuransedimen yang dilakukan selama 5 minggu menunjukkan terjadinya peningkatan pada jumlah sedimen.Peningkatan jumlah sedimen produk disebabkan adanya interaksi antara komponen protein dengan hidrokoloid CMC yang digunakan sebagai penstabil produk.CMC merupakan polimer ionik yang dapat membentuk kompleks dengan protein larut seperti kasein.Pembentukan kompleks ini dipengaruhi oleh pH, komposisi dan jumlah protein, suhu, konsentrasi dan tipe CMC.Pada pH rendah CMC bereaksi dengan protein membentuk kompleks yang dapat dibuang dari produk dalam bentuk endapan (Phillips dan Williams 2009).Telah dilaporkan juga bahwa pada pH rendah lapisan CMC yang teradsorbi pada permukaan misel kasein dapat meningkatkan interaksi antar misel kasein (Hidalgo et al 2010).Penurunan pH akan menyebabkan peningkatan jumlah sedimen pada produk akibat meningkatnya interaksi antar misel kasein.

Data nilai persen sedimen untuk masing-masing suhu diplotkan pada grafik ordo reaksi 0 dan ordo reaksi 1 untuk menentukan ordo reaksi yang sesuai.Berdasarkan nilai koefisien korelasi (R2) yang lebih tinggi, ordo reaksi 1 terpilih untuk penurunan mutu jumlah sedimen.Dari ketiga persamaan garis pada ketiga suhu penyimpanan, diperoleh nilai konstanta laju reaksi (k) untuk masing-masing suhu dimulai dari suhu yang terendah yaitu 0.1477, 0.1861, 0.3553.Nilai k yang semakin besar menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu, laju pembentukan sedimen juga semakin cepat.

Parameter Aroma

Uji beda dari kontrol untuk parameter mutu aroma menunjukkan hasil bahwa produk yang disimpan pada suhu 45oC telah dinyatakan berbeda oleh panelis (p<0.05) setelah penyimpanan selama 5 minggu dan produk yang disimpan pada suhu 35oC dan 40oC masih belum dinyatakan berbeda oleh panelis (p>0.05) sampai penyimpanan 5 minggu (Lampiran 9). Perubahan aroma yang teramati secara sensori adalah penurunan aroma dari produk dan mulai terdeteksi adanya aroma plastik.Penurunan aroma pada produk disebabkan menguapnya komponen flavor yang selanjutnya komponen ini akan bertansmisi ke luar kemasan. Kemasan produk yang terbuat dari plastik HDPE merupakan plastik yang memiliki permeabilitas yang rendah terhadap air, uap air, dan gas namun kemasan ini memiliki kemampuan transmisi gas yang tinggi sehingga tidak cocok untuk pengemasan produk yang beraroma (Miltz 1992).Selain itu, proses penguapan aroma ini dipercepat dengan penyimpanan yang dilakukan pada suhu tinggi.

Gambar 9 Kurva Arrhenius parameter sedimen

y = ‐13269x + 40.84 R² = 0.764 ‐3 ‐2 ‐1 0 0.0031 0.00314 0.00318 0.00322 Ln k 1/T (1/K)

Kurva Arrhenius sedimen

22

Parameter Kekentalan

Berbeda dengan parameter warna, aroma, dan rasa, parameter kekentalan dinyatakan tidak berbeda oleh panelis pada semua suhu penyimpanan selama 5 minggu (p>0.05) (Lampiran 10).Produk minuman susu ini ditambahkan dengan penstabil CMC yang berkontribusi terhadap pembentukan viskositas produk. Hasil analisis sensori ini didukung oleh Phillips dan Williams (2009) yang menyatakan bahwaberdasarkan kapasitas ioniknya CMC dapat bereaksi dengan protein larut membentuk kompleks disekitar titik isoelektrik protein. Pada susu asam dengan pH sekitar 3.8 sampai 5, CMC

Dokumen terkait