• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1. Karakteristik Responden terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B di Puskesmas Bagan Batu Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir

Responden dalam penelitian ini adalah Seluruh ibu yang mempunyai bayi > 6-12 bulan di Puskesmas Bagan Batu Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 74 orang.

Berdasarkan Tabel 4.1. di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden (ibu) berumur 21 - 34 tahun yaitu sebanyak 57 responden (77,0%), Hasil penelitian menunjukkan bahwa batasan – batasan usia dewasa dapat dikelompokkan yaitu masa dewasa berusia antara 19 – 25 tahun, kedewasaan dan masa tua > 25 tahun, jadi dalam penelitian ini ibu yang mempunyai bayi paling banyak berumur 21 – 34 tahun. Umur merupakan salah satu sifat karakteristik tentang orang yang sangat utama.Umur mempunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan, besarnya resiko serta sifat resistensi. Perbedaan pengalaman terhadap masalah kesehatan/penyakit dan pengambilan keputusan dipengaruhi oleh umur individu tersebut (Noor,N.N,2000). Beberapa studi menemukan bahwa usia ibu, ras, pendidikan, dan status sosial ekonomi berhubungan dengan cakupan imunisasi dan opini orang tua tentang vaksin berhubungan dengan status imunisasi anak mereka ( Ali, Muhammad, 2002).

Berdasarkan Tabel 4.1. dapat diketahui bahwa mayoritas umur bayi berumur > 6-12 bulan yaitu sebanyak 74 bayi (100%). Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa bayi mendapatkan imunisasi Hepatitis B. Hal ini sesuai dengan pendapat Markum (1997) Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering pada bayi dan anak (25-45,9 %) resiko untuk menjadi kronis, menurun dengan bertambahnya umur dimana pada anak bayi 90 % akan menjadi kronis, pada anak usia sekolah 23 -46 % dan pada orang dewasa 3-10%.

Berdasarkan Tabel 4.1. dapat diketahui bahwa mayoritas ibu berpendidikan menengah sebanyak 43 responden (58,1%), Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu mau membawa anaknya untuk mendapatkan imunisasi dan ibu mengerti tentang imunisasi. Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting. Karenanya suatu pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut. Pemahaman ibu atau pengetahuan ibu terhadap imunisasi sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu. Menurut Azwar (1996), merupakan suatu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan seseorang serta berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat. Slamet (1999), menyebutkan semakin tinggi tingkat pendidikan atau pengetahuan seseorang maka semakin membutuhkan pusat-pusat pelayanan kesehatan sebagai tempat berobat bagi dirinya dan keluarganya. Dengan berpendidikan tinggi, maka wawasan pengetahuan semakin bertambah dan semakin menyadari bahwa begitu penting kesehatan bagi kehidupan sehingga termotivasi untuk melakukan kunjungan ke pusat-pusat pelayanan kesehatan yang lebih baik. Sejalan dengan pendapat Idwar (2001) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu maka makin besar peluang untuk mengimunisasikan bayinya yaitu 2,215

kali untuk pendidikan tamat SLTA/ke atas dan 0,961 kali untuk pendidikan tamat SLTP/sederajat. Ibu yang berpendidikan mempunyai pengertian lebih baik tentang pencegahan penyakit dan kesadaran lebih tinggi terhadap masalah-masalah kesehatan yang sedikit banyak telah diajarkan di sekolah.

Berdasarkan Tabel 4.1. dapat diketahui mayoritas pekerjaan responden yaitu ibu rumah tangga (IRT) sebanyak 49 responden (66,2%) Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang tidak bekerja cenderung membawa anaknya rutin untuk melakukan imunisasi dan rendahnya tingkat ekonomi yang dimiliki ibu ini dapat berpengaruh terhadap kemampuan responden dalam membawa anaknya untuk diimunisasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Setia (2010) bahwa tingkat ekonomi seseorang juga saat ini dapat berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam memiliki anak. Banyak orang tua yang takut jika banyak anak dapat menimbulkan masalah ekonomi yang baru dalam kehidupan rumah tangga mereka, sehingga mereka memilih salah satu kontrasepsi yang dianggap dapat mencegah kehamilan.

Berdasarkan Tabel 4.6. dapat diketahui bahwa jumlah anak mayoritasnya > 2 anak yaitu 71 responden (95,9%). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa semakin banyak jumlah anak, semakin besar kemungkinan seorang ibu tidak mengimunisasikan anaknya dengan lengkap di Kabupaten Rokan Hilir. Hal ini disebabkan karena tidak adanya waktu untuk membawa bayinya ke pelayanan kesehatan dikarenakan sibuk dalam mengurus rumah tangga. Hubungan antara jumlah anak dengan keikutsertaan suami dalam KB memiliki hubungan yang erat

program KB. Data yang ditunjukan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011 penduduk Indonesia yang tinggal di area perkumuhan perkotaan berjumlah 10,95 juta orang. Pada umumnya jumlah anak yang dimiliki mereka antara 3 anak sampai 6 anak. Hasil penelitian ini tidak didukung pernyataan Siswosudarmo bahwa sesuai dengan Program Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) menganjurkan setiap pasangan keluarga hanya mempunyai dua anak saja (catur warga).

5.2. Analisis Bivariat

Analisis data dilakukan dengan uji Chi Square (X2) untuk menguji hubungan variabel bebas dan variabel terikat pada keenam variabel sikap, fasilitas, peran petugas kesehatan dan dukungan tokoh masyarakat menunjukkan berhubungan secara signifikan, sikap berhubungan dengan pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi (pvalue = 0,01 < 0,05), fasilitas berhubungan dengan pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi (pvalue = 0,0001 < 0,05), peran petugas kesehatan berhubungan dengan pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi (pvalue = 0,0005 < 0,05), dan dukungan tokoh masyarakat berhubungan dengan pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi (pvalue = 0,01 < 0,05)

5.3. Hubungan Pengetahuan Responden terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B di Puskesmas Bagan Batu Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir

Berdasarkan Penelitian bahwa pengetahuan responden terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi yaitu 36 orang (76,5%) terdapat pada responden dengan pengetahuan kategori cukup dibandingkan dengan pengetahuan yang baik

yaitu 4 orang (26,7%). hasil uji chi square menunjukkan tidak terdapat hubungan

pengetahuan responden terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi ( p=0.00) dengan taraf signifikan (p=0,073).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan responden yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 36 orang (76,5%). Responden yang berpengetahuan cukup mencerminkan Informasi kesehatan yang disampaikan pada masyarakat khususnya ibu terkait dengan konsep penyakit hepatitis B meliputi: pengertian hepatitis, penyebab hepatitis, jadwal pemberian imunisasi hepatitis B, manfaat, dan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyakit hepatitis tersebut kepada masyarakat puskesmas bagan sinembah Kabupaten Rokan Hilir cukup didapatkan. Hal ini menandakan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka semakin tinggi keinginan untuk membawa bayinya diimunisasi. Rendahnya pengetahuan tersebut, dapat dilihat dari beberapa pertanyaan yang dijawab salah oleh responden diantaranya pada hal manfaat dan pencegahan imunisasi hepatitis B . Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa sebanyak 4 orang (26,7%) tidak mengetahui bahwa Imunisasi hepatitis B mencegah tertularnya penyakit Hepatitis B. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan responden dalam imunisasi Hepatitis B.

Sejalan dengan hasil penelitian Idwar (2000) yang menyimpulkan secara statistik bahwa pengetahuan mempunyai hubungan yang bermakna dengan status imunisasi hepatitis B 0 - 11 bulan. Ediyana (2005) dan Herawati (2007) juga

menjelaskan dalam penelitiannya bahwa pengetahuan keluarga mempunyai hubungan yang kuat terhadap kelengkapan status imunisasi hepatitis B pada bayi.

Menurut Green LW, perubahan perilaku sebagai suatu konsep dapat terjadi secara terencana dan menetap melalui kerangka perubahan dimensinya secara bertahap, yaitu mulai dari perubahan pengetahuan sebagai immediate impact, upaya mengubah sikap sebagai intermediate impact dan kemudian upaya mengubah tindakan sebagai long-tem impact.

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Rogers (1974) menguraikan, seseorang yang berperilaku baru melalui tahapan-tahapan kesadaran, tertarik, menilai, mencoba, dan mengadopsi perilaku tersebut sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya.

5.4. Hubungan Sikap Responden terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B di Puskesmas Bagan Batu Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir

Berdasarkan Penelitian bahwa sikap responden terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi yaitu 41 orang (80,3%) terdapat pada responden dengan sikap positip dibandingkan dengan sikap yang negatif yaitu 6 orang (26,1%). hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan sikap responden terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi ( p=0.00) dengan taraf signifikan (p=0,01).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan seluruh responden yang membawa bayinya untuk mendapatkan imunisasi hepatitis B dengan sikap yang positip.

Responden yang memiliki sikap yang negatif adalah responden yang tidak membawa bayinya untuk diimunisasi. Hasil penelitian didapat dari pertanyaan yang diajukan kepada responden yang terdiri dari pertanyaan setuju dan tidak setuju. Masih adanya sikap responden yang tidak baik terhadap imunisasi dapat dikarenakan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi. Salah satunya adalah kepercayaan akan imunisasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Allport menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu : Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, kecenderungan untuk bertindak. Komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh.

Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan tindakan, tetapi merupakan salah satu factor mempermudah untuk terjadi tindakan. Sikap ibu yang baik akan menumbuhkan perilaku yang baik dalam memberikan imunisasi Hepatitis B pada bayinya. Dari analisis data penelitian menunjukkan bahwa pembentukan sikap responden yang positif terhadap jalannya program imunisasi Hepatitis B masih perlu ditingkatkan. Upaya yang dapat dilakukan untuk membentuk sikap tersebut adalah dengan peningkatan pemberdayaan tenaga kesehatan untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya imunisasi hepatitis B kepada masyarakat. Sikap yang positif akan menghasilkan perilaku ibu yang baik dalam pemberian imunisasi Hepatitis B. Secara rinci, kegiatan-kegiatan yang mungkin bisa dilaksanakan oleh tenaga kesehatan untuk memenuhi upaya tersebut adalah dengan membentuk kerja sama yang baik dengan

tempat yang mudah dijangkau, dan menyeberluaskan informasi kesehatan kepada masyarakat melalui promosi kesehatan secara berkala, serta berupaya dengan optimal untuk terbentuknya sikap yang positif pada ibu tentang pelaksanaan imunisasi Hepatitis B Sikap yang positif itu pula dapat diwujud melalui usaha tenaga kesehatan untuk menanam keyakinan pada ibu terhadap pelaknsaan pelayanan imunisasi Hepatitis B, seperti menyampaikan pada ibu agar segera lapor jika mereka ragu terhadap efek samping yang ditimbulkan setelah pemberian imunisasi, memberikan dorongan agar ibu mau mengajak teman-teman yang lain untuk membawa bayinya ke pelayanan kesehatan untuk diimunisasi Hepatitis B, dan meyakinkan ibu bahwa usaha mensosialisasi imunisasi Hepatitis B merupakan hal yang sangat perlu.

Menurut Azwar (2009), adanya informasi baru mengenai suatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

5.5. Hubungan Kepercayaan Responden terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B di Puskesmas Bagan Batu Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir

Berdasarkan Peneltian bahwa kepercayaan responden terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi yaitu 24 orang (85,7%) terdapat pada responden dengan kepercayaan kategori cukup dibandingkan dengan kurang percaya yaitu 2 orang (13,3%). Hasil uji chi square menunjukkan tidak terdapat hubungan

kepercayaan responden terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi ( p=0.00) dengan taraf signifikan (p=0,54).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan seluruh responden yang membawa bayinya untuk diimunisasi mempunyai sikap ibu yang percaya dalam imunisasi dikarenakan pemberian imunisasi sangat penting. Hal ini berarti ada hubungan yang bermakna antara kepercayaan dalam pemberian imunisasi Hepatitis B. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian survei yang dilakukan Syamsuddin (2007), yang menyatakan dari hasil uji beda yang dilakukan memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan antara kepercayaan dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi. Perbedaan hasil seperti yang dikemukakan itu dapat terjadi sesuai dengan pandangan Krech dalam Sarwono (1997), yaitu kepercayaan dapat tumbuh jika orang berulang-ulang mendapat informasi.

Kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu juga hal yang penting, karena penggunaan sarana kesehatan oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan ibu tentang kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi. Masalah pengertian dan keikutsertaan orang tua dalam program imunisasi tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan kesehatan yang memadai tentang hal itu diberikan. Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting. Karenanya suatu pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut (Ali,Muhammad,2002).

Sedangkan menurut Notoatmodjo (2007) persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman dan sebagainya, setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda meskipun obyeknya sama.

5.6. Hubungan Pelayanan Kesehatan terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B di Puskesmas Bagan Batu Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir

Berdasarkan Penelitian bahwa pelayanan kesehatan terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi yaitu 30 orang (83,3%) terdapat pada responden dengan pelayanan kesehatan yang baik dibandingkan dengan pelayanan kesehatan yang kurang baik yaitu 1 orang (6,7%). Hasil uji chi square menunjukkan tidak terdapat hubungan pelayanan kesehatan terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi ( p=0.00) dengan taraf signifikan (p=0,060).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pelayanan di puskesmas Bagan Batu sudah memadai. Adanya jadwal yang sudah ditentukan dalam pemberian imunisasi sehingga banyak ibu yang membawa bayinya untuk diimunisasi. Bayi yang tidak mendapatkan imunisasi di Puskesmas Rokan Hilir bisa mendapatkannya di posyandu. Pada saat melakukan imunisasi di Puskesmas masih banyak tenaga kesehatan yang lama datang sehingga ibu menunggu lama dan sedikitnya tenaga kesehatan yang berada diruangan imunisasi tersebut sehingga tenaga kesehatan kurang memberikan pelayanan yang baik. Alasan lain juga dikarenakan bayi sedang sakit sehingga tenaga kesehatan menunda dalam pemberian imunisasi Hepatitis B jika bayi sedang sakit. Tenaga kesehatan adalah seseorang yang bertanggung jawab dalam

memberikan pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga dan masyarakat . Tenaga kesehatan berdasarkan pekerjaanya adalah tenaga medis, dan tenaga paramedis seperti tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga penunjang medis dan lain sebagainya. (Muninjaya, 2004). Sebagai pelaksana pelayanan kesehatan tenaga kesehatan dapat berperan sebagai customer (pemberi pelayanan kepada masyarakat), komunikator (memberikan informasi kesehatan), motivator (memberikan motivsai atau dukungan), fasilitator (memberikan fasilitas pelayanan kesehatan, dan konselor (memberikan bantuan pasien dalam memecahkan masalah atau membuat keputusan). Sejalan dengan pendapat Helmi (2008) dalam penelitiannya menyebutkan ada hubungan antara faktor internal (pengetahuan, tingkat pendidikan) dan faktor eksternal (peran tenaga kesehatan) dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi Hepatitis B sedangkan faktor internal (kepercayaan) dan faktor eksternal (pendapatan) secara statistik tidak terdapat adanya hubungan.

5.7. Hubungan Fasilitas terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B di Puskesmas Bagan Batu Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir

Berdasarkan Penelitian bahwa fasilitas terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi yaitu 46 orang (95,8%) terdapat pada responden dengan fasilitas yang tidak tersedia dibandingkan dengan fasilitas yang tidak tersedia baik yaitu 1 orang (3,8%).Hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan fasilitas terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi ( p=0.0001) dengan taraf signifikan (p=0,005).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan fasilitas (transportasi,jarak dan biaya) sangat berpengaruh terhadap terlaksananya imunisasi. Ibu mau membawa bayinya untuk diimunisasi walau fasilitasnya sangat terjangkau. Jarak yang jauh ini ikut mengakibatkan rendahnya pemberian imunisasi bagi masyarakat. Berbagai alasan yang dikemukakan oleh responden seperti alasan bahwa petugas kesehatan jarang datang atau masyarakat yang jarang mengakses pusat pelayanan kesehatan tersebut. Biasanya petugas kesehatan yang menolong persalinan lupa membawa vaksin imunisasi Hepatitis B sehingga tidak memberikan imunisasi Hepatitis B sesaat setelah proses kelahiran anak serta kurangnya frekuensi pertemuan antara mayarakat dengan petugas kesehatan ini menyebabkan anak tidak mendapatkan imunisasi Hepatitis B.

Hasil penelitian Ramli, M. R (1988) menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian lengkap atau tidak lengkapnya status imunisasi bayi diantaranya adalah : faktor jarak rumah ke tempat pelayanan imunisasi. Jarak antara rumah responden dengan pusat pelayanan kesehatan terdekat, adalah kurang dari 1 km. Jarak kurang dari 1 km ini masih tergolong dekat. Dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari pusat pelayanan kesehatan,diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya untuk kesehatan keluarganya. Sejalan dengan Ramli,kesimpulan penelitian Idwar (2001) juga menyebutkan ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan jarak dekat dibandingkan yang jauh. Sedangkan untuk jarak sedang dibandingkan dengan jarak jauh tidak terlihat adanya hubungan yang bermakna. Ibu akan mencari pelayanan kesehatan yang terdekat dengan rumahnya karena pertimbangan aktivitas lain yang harus diselesaikan yang terpaksa ditunda.

5.8. Hubungan Peran Petugas Kesehatan terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B di Puskesmas Bagan Batu Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir

Berdasarkan Penelitian bahwa peran petugas kesehatan terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi yaitu 37 orang (72,6%) terdapat pada peran petugas kesehatan yang cukup dibandingkan dengan kurangnya peran petugas kesehatan yaitu 4 orang (19,1%). Hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan peran petugas kesehatan terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi ( p=0.0005) dengan taraf signifikan (p=0,05).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa petugas kesehatan sangat berperan dalam pemberian imunisasi Hepatis B, hal ini dilihat bahwa banyak ibu yang mau membawa bayinya ke Puskesmas Bagan Batu untuk mendapatkan imunisasi. Petugas Kesehatan berperan aktif dalam memberikan informasi dan melakukan penyuluhan – penyuluhan ke masyarakat bersama kader – kader sehingga masyarakat itu dapat mengerti dan mau membawa bayinya untuk diimunisasi.

Menurut Ediyana (2005) yang menyatakan bahwa peran petugas kesehatan mempunyai hubungan yang kuat terhadap perilaku ibu dalam pemberian imunisasi hepatitis. Pada penelitian Yusuf (2007) di Kabupaten Bireuen juga memperkuat hasil penelitian ini, yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara peran petugas kesehatan di kecamatan kasus maupun kecamatan kontrol dengan imunisasi polio. Peran petugas kesehatan dalam rangka membentuk perilaku ibu yang baik dalam pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi di Kabupaten Rokan Hilir adalah

variabel ini. Petugas kesehatan harus mampu menggali segala faktor penghambat dan mampu pula mendorong masyarakat yakni ibu-ibu supaya program imunisasi Hepatitis B akan berjalan dengan maksimal. Untuk memenuhi maksud tersebut, petugas kesehatan harus meningkatkan frekwensi pertemuan dan penyuluhan kesehatan tentang imunisasi Hepatitis B secara berkala di desa. Demikian juga halnya apabila ibu yang memiliki bayi datang ke puskesmas, maka petugas imunisasi di puskesmas wajib mengajak ibu tersebut untuk berdiskusi tentang pelayanan imunisasi Hepatitis B yang telah mereka berikan. Petugas kesehatan beserta kader juga diharuskan untuk meninjau langsung ke rumah ibu yang memiliki bayi setelah diberikan imunisasi Hepatitis B di Puskesmas.

Hal ini sesuai dengan teori Lawrence Green yang menyebutkan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang untuk berperilaku yaitu faktor predisposisi yang salah satunya adalah pengetahuan, faktor pendukung yaitu lingkungan dan sarana kesehatan serta faktor pendorong yaitu sikap dan perilaku petugas kesehatan.

5.9. Hubungan Dukungan Tokoh Masyarakat terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B di Puskesmas Bagan Batu Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir

Berdasarkan Penelitian bahwa dukungan tokoh masyarakat terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi yaitu 30 orang (76,9%) terdapat pada responden dengan dukungan tokoh masyarakat yang baik dibandingkan dengan dukungan tokoh masyarakat yang kurang yaitu 1 orang (7,7%). Hasil uji chi square

menunjukkan terdapat hubungan dukungan tokoh masyarakat terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi ( p=0.00) dengan taraf signifikan (p=0,015).

Hasil penelitian ini sejalan penelitian Muchlis dan Kristiani (2006) di Aceh Timur yang menyatakan bahwa ada hubungan antara dukungan tokoh masyarakat dengan status imunisasi pada bayi. Khatab (2006) juga mendukung hasil itu, yang menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa faktor pendorong/dukungan yang dalam hal ini termasuk dukungan tokoh masyarakat cenderung berhubungan erat dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi. Adanya kontribusi dukungan tokoh masyarakat untuk membentuk perilaku ibu yang baik dalam pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi di Kabupaten Rokan Hilir merupakan suatu hal yang diinginkan. Bila suatu program kesehatan yang ingin dijalankan telah didukung oleh tokoh masyarakat, maka program itu akan berjalan dengan baik. Oleh karenanya, agar tujuan tersebut dapat berjalan maka tokoh masyarakat di desa harus mengutamakan kepentingan masyarakatnya seperti: hadir selalu saat tenaga kesehatan datang untuk membuat pertemuan, mampu membuat pertemuan secara berkala dengan anggota masyarakat untuk membicarakan tentang kelancaran program imunisasi, dan wajib membuat pertemuan dengan anggota masyarakat jika mereka mengikuti pertemuan tentang imunisasi Hepatitis B di tingkat kecamatan. Hal lain yang harus diperhatikan oleh tokoh masyarakat adalah tentang pelaksanaan dan sosialisasi imunisasi Hepatitis B, dimana pada saat pelaksanaan imunisasi Hepatitis B berlangsung di desa seperti kepala desa atau sekretaris desa saat-saat tertentu juga

kegiatan tersebut berjalan. Untuk sosialisasi imunisasi Hepatitis B, tokoh masyarakat layaknya juga ikut mensosialisasi akan pentingnya imunisasi Hepatitis B pada kegiatan-kegiatan pengajian rutin di desa dalam hal ini khususnya imam desa sehingga program itu akan berjalan dengan baik pula.

5.10. Faktor yang Paling Berpengaruh terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B di Puskesmas Bagan Batu Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir

Analisis multivariat dilakukan terhadap beberapa variabel yang memenuhi persyaratan berdasarkan analisis bivariat (p value < 0,05). Variabel yang memenuhi syarat ada 4 yaitu sikap, fasilitas, peran petugas kesehatan dan dukungan tokoh masyarakat. Dari hasil analisis multivariat yang dilakukan didapat pula bahwa variabel fasilitas adalah merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam pemberian imunisasi Hepatitis B. Selanjutnya karena nilai fasilitas (B=0,666) menunjukkan angka yang paling besar, maka fasilitas dalam penelitian ini dinyatakan sebagai variabel yang paling bepengaruh dalam pemberian imunisasi Hepatitis B. Sejala dengan penelitian Idwar (2001) juga menyebutkan ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan jarak dekat dibandingkan yang jauh. Sedangkan untuk jarak sedang dibandingkan dengan jarak jauh tidak terlihat adanya hubungan yang bermakna. Ibu akan mencari pelayanan kesehatan yang terdekat dengan rumahnya karena pertimbangan aktivitas lain yang harus diselesaikan yang terpaksa ditunda.

Dokumen terkait