• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Sifat Kimia Tanah

Hasil analisis sifat kimia tanah ultisol asal Simalingkar B menunjukkan bahwa jenis tanah ultisol yang digunakan sebagai media tanam bibit suren termasuk kedalam kriteria tanah kurang subur. Hal ini dapat dilihat dari sifat kimia tanah untuk pH sebesar 5,46. Kandungan unsur hara dalam tanah ini untuk C-organik sebesar 0,16% dan kandungan unsur hara P hanya 9 ppm, sehingga peranan mikoriza akan berpengaruh terhadap jenis tanah yang termasuk kategori kurang subur.

Tabel 1. Analisis kimia tanah ultisol asal Simalingkar B

Parameter Satuan Kisaran Nilai Keterangan

pH (H2O) --- 5,46 Kemasaman Sedang

C-Organik % 0,16 Sangat Rendah

P-Tersedia ppm 9 Rendah

Keterangan : Penilaian sifat-sifat tanah didasarkan pada Kriteria Penilaian Sifat-Sifat Tanah (Pusat Penelitian Tanah Bogor 1983).

Tinggi Tanaman

Salah satu parameter pada pertumbuhan tanaman yang biasa digunakan adalah tinggi tanaman. Parameter ini digunakan untuk melihat respon tanaman dari perlakuan yang diberikan. Hasil analisis sidik ragam untuk tinggi tanaman, menunjukkan bahwa interaksi dari inokulasi mikoriza dan interval penyiraman serta faktor tunggal dari inokulasi mikoriza tidak berpengaruh nyata, namun pada faktor tunggal interval penyiraman menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata

(Lampiran 1). Nilai rata-rata pertambahan tinggi bibit suren dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata pertambahan tinggi bibit suren 12 mst.

Dosis Mikoriza Interval Penyiraman Rata-rata

1 hari sekali 3 hari sekali 5 hari sekali 7 hari sekali

0 g 24,000 21,070 17,200 16,100 19,593

5 g 24,267 23,767 21,700 18,133 21,967

10 g 22,533 30,333 22,533 18,000 23,350

15 g 21,433 24,367 21,333 18,500 21,408

Rata-rata 23,058bc 24,884c 20,692ab 17,683a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Tabel 2 di atas menunjukkan rataan pertambahan tinggi bibit suren dengan interval penyiraman 3 hari sekali (P3) tidak berbeda nyata dengan interval penyiraman 1 hari sekali (P1) namun berbeda nyata dengan interval penyiraman 5 hari sekali (P5) dan 7 hari sekali (P7). Rataan pertambahan tinggi bibit suren pada interval penyiraman 1 hari sekali (P1) tidak berbeda nyata dengan interval penyiraman 5 hari sekali (P5) tetapi berbeda nyata dengan interval penyiraman 7 hari sekali.(P7). Rataan pertambahan tinggi interval penyiraman 5 hari sekali (P5) tidak berbeda nyata dengan interval penyiraman 7 hari sekali (P7).

Pertambahan Diameter Tanaman

Diameter tanaman merupakan salah satu parameter dalam pertumbuhan tanaman. Parameter diameter tanaman ini juga memberikan informasi atas respon tanaman terhadap perlakuan yang diberikan. Hasil analisis sidik ragam terhadap nilai rata-rata penambahan diameter tanaman menunjukkan bahwa interaksi dari perlakuan inokulasi mikoriza dan interval penyiraman tidak berpengaruh nyata, sama halnya dengan faktor tunggal inokulasi mikoriza. Faktor tunggal interval

penyiraman berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit suren (Lampiran 2). Nilai rata-rata pertambahan diameter bibit suren dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata pertambahan diameter bibit suren 12 mst.

Dosis Mikoriza Interval Penyiraman Rata-rata

1 hari sekali 3 hari sekali 5 hari sekali 7 hari sekali

0 g 0.377 0.373 0.347 0.307 0.351

5 g 0.403 0.393 0.380 0.340 0,379

10 g 0.437 0.433 0.377 0.347 0.399

15 g 0.387 0.417 0.373 0.323 0.375

Rata-rata 0.401b 0.404b 0.369ab 0.329a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Tabel 3 menunjukkan rataan pertambahan diameter bibit suren dengan interval penyiraman 3 hari sekali (P3) tidak berbeda nyata dengan rataan pertambahan diameter dengan interval penyiraman 1 hari sekali (P1) dan 5 hari sekali (P5), namun berbeda nyata dengan rataan pertambahan diameter bibit dengan interval penyiraman 7 hari sekali (P7). Rataan pertambahan diameter interval penyiraman 5 hari sekali (P5) tidak berbeda nyata dengan rataan pertambahan diameter untuk interval penyiraman 7 hari sekali (P7).

Total Luas Daun

Hasil analisis sidik ragam peubah luas daun total (Lampiran 3) menunjukkan perlakuan masing-masing dari inokulasi mikoriza dan interval penyiraman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap luas daun total bibit suren, serta interaksi kedua perlakuan juga tidak berpengaruh nyata terhadap total luas daun bibit suren. Nilai rataan total luas daun dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan total luas daun bibit suren 12 mst.

Dosis Mikoriza Interval Penyiraman Rata-rata

1 hari sekali 3 hari sekali 5 hari sekali 7 hari sekali

0 g 529,076 507,359 511,464 447,307 498,801 5 g 514,841 609,519 672,244 449,228 536,458 10 g 550,196 618,060 534,438 485,179 546,968 15 g 565,689 513,384 458,232 513,019 513,831 Rata-rata 540,950 562,081 519,094 474,933

Rasio Tajuk Akar

Hasil sidik ragam untuk peubah rasio tajuk akar bibit suren (Lampiran 4) menunjukkan bahwa inokulasi mikoriza tidak memberikan pangaruh nyata terhadap rataan rasio tajuk akar bibit suren, sedangkan interval penyiraman memberikan pengaruh yang nyata terhadap rataan rasio tajuk akar bibit suren. Interaksi antara inokulasi mikoriza dan interval penyiraman tidak berpengaruh nyata terhadap rataan rasio tajuk akar bibit suren. Nilai rataan dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan rasio tajuk akar bibit suren saat panen

Dosis Mikoriza Interval Penyiraman Rata-rata

1 hari sekali 3 hari sekali 5 hari sekali 7 hari sekali

0 g 0,976 0,940 0,890 0,810 0,904

5 g 0.996 1,021 0,960 0,812 0,947

10 g 0.962 1,025 0,860 0,982 0,957

15 g 1,002 0,989 0,907 0,870 0,942

Rata-rata 0.984b 0,994b 0,904ab 0,875a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Tabel 5 di atas menunjukkan rataan rasio tajuk akar dengan interval penyiraman 3 hari sekali (P3) tidak berbeda nyata dengan rataan rasio tajuk akar dengan interval 1 hari sekali (P1) dan 5 hari sekali (P5) namun berbeda nyata dengan rataan rasio tajuk akar dengan interval penyiraman 7 hari sekali (P7).

Rataan rasio tajuk akar dengan interval penyiraman 5 hari sekali (P5) tidak berbeda nyata dengan rataan rasio tajuk akar dengan interval penyiraman 7 hari sekali (P7).

Bobot Kering Total Bibit

Hasil sidik ragam untuk peubah bobot kering total bibit suren menunjukkan bahwa interaksi inokulasi mikoriza dan interval penyiraman serta faktor tunggal inokulasi mikoriza tidak berpengaruh nyata, namun pada faktor tunggal interval penyiraman menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata (Lampiran 5).

Tabel 6. Rataan bobot kering total bibit suren saat panen

Dosis Mikoriza Interval Penyiraman Rata-rata

1 hari sekali 3 hari sekali 5 hari sekali 7 hari sekali

0 g 10,800 10,667 9,533 8,667 9,917

5 g 10,633 13,000 10,533 10,500 11,167

10 g 11,567 13,300 10,700 10,133 11,425

15 g 10,400 11,600 9,367 8,867 10,058

Rata-rata 10,850ab 12,142b 10,033a 9,367a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Tabel 6 di atas menunjukkan rataan bobot kering total bibit suren dengan interval penyiraman 3 hari sekali (P3) tidak berbeda nyata dengan rataan bobot kering total bibit suren dengan interval penyiraman 1 hari sekali (P1) namun berbeda nyata dengan interval penyiraman 5 hari sekali (P5) dan 7 hari sekali (P7). Rataan bobot kering total dengan interval penyiraman 1 hari sekali tidak berbeda nyata dengan rataan interval penyiraman 5 hari sekali (P5) dan 7 hari sekali (P7). Serapan P Tanaman

serapan P tanaman sedangkan interval penyiraman tidak memberikan pengaruh nyata terhadap serapan P tanaman. Interaksi antara inokulasi mikoriza dan interval penyiraman tidak berpengaruh nyata terhadap serapan P tanaman bibit suren. Nilai rata-rata serapan P tanaman dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan serapan P tanaman bibit suren

Dosis Mikoriza Interval Penyiraman Rata-rata

1 hari sekali 3 hari sekali 5 hari sekali 7 hari sekali

0 g 3,731 3,417 2,858 2,803 3,211a

5 g 4,227 4,724 4,652 4,744 4,588b

10 g 4,667 4,713 5,181 5,285 4,961b

15 g 4,798 4,901 5,182 5,387 5,067b

Rata-rata 4,356 4,439 4,468 4,563

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Tabel 7 menunjukkan rataan serapan P tanaman bibit suren dengan dosis mikoriza 15 gr/bibit (M15) tidak berbeda nyata dengan dosis mikoriza 10 gr/bibit (M10) dan dosis mikoriza 5 gr/bibit (M5) namun berbeda nyata dengan dosis mikoriza 0 gr/bibit.

Persentase Kolonisasi Akar

Hasil sidik ragam untuk rataan persentase kolonisasi akar bibit suren (Lampiran 7) menunjukkan bahwa inokulasi mikoriza dan interval penyiraman serta interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap rataan persentase kolonisasi akar bibit suren. Selain itu, ditemukan adanya infeksi mikoriza pada bibit yang tidak diberi perlakuan inokulasi mikoriza walaupun jumlahnya sedikit. Bibit suren yang mendapat perlakuan inokulasi mikoriza pada berbagai taraf penyiraman, rata-rata derajat infeksi diatas 50%). Nilai rata-rata persentase kolonisasi mikoriza dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan persentase kolonisasi akar dari setiap perlakuan

Dosis Mikoriza Interval Penyiraman Rata-rata

1 hari sekali 3 hari sekali 5 hari sekali 7 hari sekali

0 g 7,000ab 3,333a 9,000ab 11,667ab 7,750 5 g 30,000c 47,333d 49,333de 58,333def 53,833 10 g 22,000bc 66,667ef 58,333def 55,000def 46,167 15 g 49,333de 54,333def 56,667def 71,333f 54,667

Rata-rata 27,083 44,000 42,250 49,083

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza 15 gr/bibit (M15) dan interval penyiraman 7 hari sekali (P7) merupakan interaksi dengan persentase kolonisasi akar tertinggi yaitu 71,333 %. Dosis mikoriza 0 gr/bibit (M0) dengan interval penyiraman 3 hari sekali (P3) merupakan interaksi dengan persentase kolonisasi terendah 3,333 %.

Pembahasan

Pengaruh Inokulasi Mikoriza Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren

Tanah ultisol pada umumnya mempunyai potensi kandungan Al tinggi dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan peka terhadap erosi (Subowo et al., 1990). Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah untuk tanah ultisol asal Simalingkar B, pada Tabel 1 menunjukkan bahwa tanah memiliki pH dengan kemasaman sedang, kandungan C-organik tanah sangat rendah, dan P-tersedia rendah. Ini menunjukkan bahwa tanah ultisol asal Simalingkar B termasuk tanah yang kurang subur. Penambahan mikoriza pada tanah yang kurang subur dapat membantu pertumbuhan tanaman pada tanah yang mengalami cekaman kekeringan dan

miskin hara. Sebagaimana menurut Russell (1973) bahwa mikoriza akan berkembang dengan baik jika kondisi tanah memiliki ketersedian hara yang sedikit, sehingga mikoriza sangat berperan dalam kehidupan tanaman untuk dapat menaikkan luas permukaan pengisapan sistem perakaran.

Pertumbuhan didefinisikan sebagai pembelahan sel (peningkatan jumlah) dan pembesaran sel (peningkatan ukuran) yang meliputi peningkatan berat kering, tinggi tanaman, volume, dan luas daun. Sedangkan perkembangan merupakan proses lanjutan dari pertumbuhan dimana tanaman membentuk bunga dan membentuk buah serta biji (Gardner, 1991). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7) menunjukkan bahwa inokulasi mikoriza berpengaruh nyata terhadap serapan P tanaman dan persen kolonisasi akar. Sedangkan inokulasi mikoriza tidak berpengaruh nyata terhadap peetambahan tinggi, diameter, total luas daun, rasio tajuk akar dan bobot kering total bibit.

Inokulasi mikoriza berpengaruh nyata terhadap serapan P tanaman. Dosis mikoriza 15 gr/bibit memberikan rataan serapan P tanaman tertinggi akan tetapi dari hasil uji lanjut jarak berganda Duncan, dosis 15 gr/bibit tidak berbeda nyata dengan dosis lainnya yaitu 10 gr/bibit dan 5 gr/bibit. Dosis terendah merupakan yang tidak diberikan mikoriza sama sekali yakni dosis mikoriza 0 gr/bibit. Hal ini sesuai dengan Bolan (1991) yang menyatakan bahwa pelarutan fosfor tanah dapat ditingkatkan dengan adanya mikoriza karena mikoriza mampu melepaskan asam-asam organik dan enzim fosfatase.

Inokulasi mikoriza berpengaruh terhadap peningkatan serapan P tanaman. Meningkatnya P tersedia tanah akibat pengaruh mikoriza, disebabkan oleh P terbebas dari fiksasi Al maupun akibat terlarutnya ikatan Ca-P dikarenakan

peranan mikoriza dalam penyediaan hara P. Ini juga senada dengan pernyataan Tinker (1975) bahwa pemberian mikoriza membuat hifa dalam tanah mengabsorpsi P dan mengangkutnya ke akar-akar yang dikolonisasi, dimana P ditransfer ke inang bermikoriza, sehingga meningkatnya volume tanah yang dapat dijangkau oleh sistem perakaran tanaman. Dengan meningkatnya unsur hara P di dalam tanah, diharapkan tanaman mampu menyerap lebih banyak, sehingga keragaan tanaman menjadi lebih baik dan diharapkan tanaman menjadi lebih tahan terhadap serangan patogen akar. Mikoriza selain juga mampu meningkatkan penyerapan unsur hara lainnya seperti Ca, Mg, K, Zn, dan Cu, meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan dan melindungi tanaman dari keracunan logam-logam berat, sehingga tanaman mampu hidup pada kondisi yang tidak menguntungkan tersebut.

Beberapa unsur organik tanah berperan dalam peningkatan keberadaan mikoriza. Inokulasi mikoriza pada penelitian ini juga berpengaruh terhadap rataan persen kolonisasi. Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa P-tersedia dalam tanah ultisol yang digunakan sebagai media tanam tergolong rendah, sehingga keberadaan P-tersedia yang rendah dapat menyebabkan peningkatan terbentuknya kolonisasi mikoriza. Menurut Nusantara et al., (2012) sekalipun unsur P dapat dipastikan berpengaruh besar terhadap pembentukan dan perkembangan FMA. Namun, fakta juga menunjukkan bahwa unsur P bukan satu-satunya faktor yang mengendalikan kolonisasi dan sporulasi FMA. Ketersediaan P yang tinggi di tanah secara langsung menurunkan aktivitas mikoriza, sehingga keberadaan mikoriza di tanah mengalami pengurangan, sebaliknya rendahnya P tersedia di tanah meningkatkan terbentuknya mikoriza pada tanaman karena kondisi yang

seperti ini tumbuhan cenderung memanfaatkan mikoriza sebagai salah satu cara untuk mendapat unsur hara dari dalam tanah.

Berdasarkan teori, seharusnya mikoriza mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung melalui peningkatan penyerapan hara dan air, sedangkan secara tidak langsung melalui perbaikan sifat fisika tanah. Sehingga pertumbuhan tanaman dapat meningkat lebih baik dan terlihat dari setiap parameter pertumbuhan. Hal ini dapat disebabkan oleh karena terjadinya kompetisi antar mikroorganisme pada media tanam karena tanah yang digunakan tidak disterilkan terlebih dahulu. Seperti hasil penelitian Wachjar et al. (1998) infeksi pada tanaman yang tidak diberi inokulum cendawan (kontrol) menunjukkan adanya pengaruh spora cendawan yang mampu menginfeksi akar bibit kopi. Terjadinya kolonisasi oleh cendawan mikoriza yang asli di dalam tanah dimungkinkan karena tanah yang digunakan tidak disterilkan terlebih dahulu. Fakuara (1988) dalam Muis et al., (2013) menyatakan percobaan dalam pot tanah yang tidak disteril memungkinkan adanya cendawan mikoriza vesikula arbuskula asli yang ada di dalamnya. Sehingga adanya mikoriza lokal pada tanah yang digunakan itu lebih adaptif terhadap pertumbuhan bibit suren daripada mikoriza yang diaplikasikan pada perlakuan. Pada penelitian Fitriyah (2012) pemberian FMA pada tanaman padi, perlakuan tanpa inokulan FMA juga terlihat adanya infeksi akar, dengan pemberian inokulan mikoriza ke dalam tanah maka akan semakin banyak akar-akar yang terinfeksi, dan kemungkinan infeksi terjadi pada tanaman yang tidak diberi inokulan merupakan akibat dari infeksi mikoriza indigenous.

Pengaruh Interval Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren Hasil sidik ragam menunjukkan interval penyiraman berpengaruh nyata terhadap rataan pertambahan tinggi, diameter batang, rasio tajuk akar, bobot kering total dan persen kolonisasi akar (Lampiran 1,2,4,5,6,7). Interval penyiraman tidak berpengaruh nyata terhadap total luas daun dan serapan P tanaman bibit suren.

Air mempunyai fungsi yang sangat penting bagi tanaman. Salah satu fungsi air bagi tanaman adalah untuk mengatur suhu tubuh tanaman melalui proses transpirasi. Ketika menerima sinar matahari, tanaman dapat membuat makanan melalui proses fotosintesis. Namun, demikian selain memberikan manfaat bagi tanaman melalui proses fotosintesis, air juga berperan dalam penyerapan unsur hara melalui penyerapan akar. Unsur hara yang dibutuhkan oleh bibit suren terlarut dalam larutan tanah dan bergerak bersama air yang kemudian diserap oleh akar dan ditransfer keseluruh bagian tanaman. Menurut Kramer (1980) air yang dapat diserap oleh tanaman adalah air yang terletak antara keadaan kapasitas lapangan dan keadaan layu permanen. Kandungan air pada keadaan tersebut disebut air tersedia bagi tanaman.

Hasil dari uji jarak berganda Duncan pada parameter pertumbuhan tinggi, diameter, rasio tajuk akar, dan total bobot kering menunjukkan bahwa perlakuan penyiraman bibit suren dengan interval 3 hari sekali (P3) merupakan interval penyiraman dengan hasil tertinggi akan tetapi tidak berbeda nyata dengan interval penyiraman 1 hari sekali (P1). Peningkatan interval penyiraman dari setiap hari menjadi 3 hari sekali dan 5 hari sekali tidak menunjukkan perbedaan nyata akan tetapi berbeda nyata dengan penyiraman 7 hari sekali. Dalam hal ini diduga

karena meskipun dalam kondisi kekurangan air akar masih dapat berkembang dengan baik. Saat mengalami kekurangan air, akar akan berusaha menjangkau air dan unsur hara yang ada di dalam tanah sehingga akar dapat mengalami pemanjangan dan perluasan. Levitt (1980) dalam Muis etal., (2013) menjelaskan bahwa pemanjangan akar pada kondisi cekaman kekeringan dimungkinkan karena tanaman memiliki mekanisme pengaturan perbandingan pertumbuhan tajuk akar (root and shoot ratio). Pada kondisi cekaman kekeringan tanaman akan meningkatkan laju pertumbuhan akar. Mekanisme ini dilakukan untuk mencegah besarnya kehilangan air dari tanaman, sebab untuk perpanjangan akar diperlukan lebih sedikit air dibandingkan pemanjangan pucuk yang akan memperbesar proses respirasi dengan pembentukan daun.

Rataan pertambahan tinggi, diameter, dan total luas daun bibit suren yang mengalami cekaman kekeringan lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak mengalami cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan yang terjadi pada bibit suren dengan penyiraman 5 hari sekali (P5) dan 7 hari sekali (P7) menghasilkan rataan pertambahan total luas daun lebih kecil dibanding yang lain. Hal ini disebabkan tanaman harus beradaptasi dengan lingkungan yang kering dengan cara menggugurkan daunnya untuk mengurangi penguapan pada tanaman.

Sewaktu terjadi cekaman kekeringan, tanaman akan mengalami perubahan morfologi pada akar dan tajuk. Pada interval penyiraman 7 hari sekali (P7) akar akan mengalami pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan tajuk. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan unsur hara maupun air agar tanaman tersebut mampu bertahan hidup hingga 7 hari berikutnya.

Rataan rasio tajuk akar bibit suren mengalami penurunan. Semakin besar interval penyiraman semakin kecil rasio tajuk akar yang dihasilkan. Hal ini menurut Sitompul dan Guritno (1995) jika tanaman dalam kondisi kekurangan air dan unsur hara, tanaman akan membentuk akar lebih banyak yang bertujuan untuk meningkatkan serapan air, sehingga menghasilkan rasio tajuk akar yang rendah. Dalam hal ini bobot kering akar lebih besar dibandingkan dengan bobot kering tajuk. Bobot kering akar meningkat seiring dengan semakin luas pertumbuhan akar untuk menyerap unsur hara maupun air pada kondisi lingkungan yang kekurangan air. Hal inilah yang menyebabkan bobot kering akar semakin meningkat dan bobot kering tajuk menurun pada interval penyiraman 7 hari sekali.

Pengaruh Inokulasi Mikoriza Dan Interval Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren

Interaksi antara inokulasi mikoriza dan interval penyiraman pada penelitian ini tidak memberikan pengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan. Hal ini terlihat dari hasil sidik ragam yang menunjukkan tidak terjadi interaksi yang nyata antara inokulasi mikoriza dengan interval penyiraman terhadap rataan untuk parameter pertumbahan tanaman. Interaksi kedua perlakuan hanya berpengaruh nyata terhadap persentase kolonisasi akar bibit suren.

Hasil sidik ragam rataan persentase kolonisasi akar (Lampiran 7) menunjukkan bahwa interaksi M15P7 yaitu antara dosis mikoriza 15 gr/bibit dan interval penyiraman 7 hari sekali merupakan persen kolonisasi akar yang tertinggi yakni 71.333%. sedangkan persen kolonisasi akar terendah yaitu pada perlakuan

M0P3, dengan dosis 0 gr/bibit dan interval penyiraman 3 hari sekali sebesar 3,333%.

Tingkat kolonisasi akar merupakan prasyarat cendawan mikoriza arbuskula pada tanaman inang. Tingkat kolonisasi di lapangan tergantung pada tanaman inang, kondisi tanah serta spesies cendawan mikoriza arbuskula (CMA). Persentase kolonisasi juga tergantung kepada kepadatan akar tanaman. Lebih jauh dikatakan bahwa tingkat kolonisasi memberikan gambaran seberapa besar pengaruh luar terhadap hubungan akar dan CMA (Zarate dan de La Cruz, 1995).

Interaksi mikoriza dan interval penyiraman (M15P7) memberikan pengaruh nyata terhadap persen kolonisasi akar bibit suren, dari data sidik ragam (Lampiran 7) dapat dilihat bahwa rataan persen kolonisasi untuk dosis mikoriza 15 gr/bibit berbeda nyata dengan pemberian dosis 0 gr/bibit, juga pada rataan interval penyiraman 7 hari sekali berbeda nyata dengan persen kolonisasi pada interval penyiraman 1 hari sekali, ini menunjukkan karena media tumbuh yang kurang subur serta adanya cekaman kekeringan yang terjadi yang membuat pertumbuhan mikoriza meningkat. Hal ini sesuai dengan Gianinazzi Pearson dan Diem (1982) dalam Nurhayati (2012) bahwa faktor lingkungan tanah yang mempengaruhi CMA terutama bahan organik dan residu akar, unsur hara, pH, suhu, serta kadar air tanah. Hal senada juga yang dikemukakan Becerra et al., (2005) dalam Muis et al., (2013) bahwa kandungan C(>2%) dan P yang tinggi akan menghambat pertumbuhan hifa propagul, perkecambahan spora, dan inisiasi kolonisasi akar.

Berdasarkan nilai persentase infeksi yang diperoleh yaitu rata-rata 50%, Setiadi et al. (1992) menyatakan nilai persentase akar yang berada pada kisaran

51-75% berada pada kategori persentase infeksi tinggi, pada kisaran 26-50% berada pada kategori persentase sedang. Widiastuti et al., (2005) menyatakan semakin tinggi jumlah spora yang tumbuh. Maka kesempatan untuk menginfeksi akar akan semakin besar. Selanjutnya Sanders dan Sheikh (1983) dalam

Sukmawati (2011) menjelaskan bahwa infeksi akar dipengaruhi oleh kerapatan propagul, perkecambahan spora, kecepatan pertumbuhan hifa di media, dan kecepatan pertumbuhan akar tanaman.

Gambar 10 menunjukkan adanya infeksi mikoriza dan ditemukannya spora di akar bibit suren, sehingga akar bibit suren yang mengalami cekaman kekeringan menghasilkan spora yang lebih banyak dibandingkan yang tidak mengalami cekaman kekeringan.

Spora Hifa

(a) (b)

Gambar 10. Infeksi pada akar bibit suren, (a) terinfeksi spora (b) terinfeksi hifa Menurut Setiadi (1989) gangguan terhadap perakaran akibat cekaman kekeringan ini pengaruhnya tidak akan permanen pada akar yang bermikoriza. Killham (1994) menambahkan jaringan hifa eksternal dari mikoriza akan memperluas bidang serapan air dan hara, ukuran dari bulu-bulu halus akar

memungkinkan hifa menyusup ke pori-pori tanah yang paling kecil (mikro). Sehingga hifa mampu menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah. Pengaruh positif inokulasi mikoriza diterima oleh bibit hingga mampu bertahan hidup meskipun terjadi cekaman kekeringan hingga 5 hari bahkan 7 hari lamanya.

Infeksi akar yang tinggi tidak selalu berpengaruh nyata terhadap efektifitas penggunaan mikoriza terhadap pertumbuhan bibit. Tidak terdapatnya kompatibilitas antara mikoriza dengan tanaman inang dan adanya mikoriza asal yang lebih adaptif (indigenous) menyebabkan keefektifan mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bibit suren, sehingga persentase kolonisasi akar yang tinggi belum mampu memberikan pengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan bibit suren. Seperti pada hasil penelitian Nurhayati (2012) bahwa perlakuan sumber spora yang berasal dari rizosfer tanaman yang sama dengan jenis tanaman inangnya cenderung lebih baik dari

Dokumen terkait