• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

5.2. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Nanopartikel Artesunat- Artesunat-KM kitosan

5.2.5. Pemeriksaan Kandungan Artesunat dan Perolehan Kembali Nanopartikel Artesunat-KM kitosan

5.2.6.2. Penentuan Perolehan Kembali Artesunat

Hasil perhitungan perolehan kembali artesunat dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel V.5 Perolehan kembali nanopartikel artesunat-KM kitosan

sampel replikasi (%b/b) Kadar Perolehan Kembali (%) Rata-rata ± Sd FD1 1 2 4,86 4,32 42,50 37,80 41,99 ± 3,96 3 5,22 45,68 FD2 1 2 8,57 8,19 59,99 57,33 58,82 ± 1,35 3 8,45 59,15 FD3 1 2 10,44 7,74 62,64 46,44 56,32 ± 8,66 3 9,98 59,88 FD4 1 2 14,93 13,49 78,91 71,30 73,15 ± 5,09 3 13,10 69,24

Berdasarkan data pada tabel diatas, dilakukan analisis statistic Analysis of Variance (ANOVA) dan jenis rancangan Completely randomized Design (CRD) terhadap data efisiensi penjerapan nanopartikel dengan derajat kepercayaan 95% (α = 0,05).

5.3. Analisis Data

Berdasarkan hasil analisis spektrum dengan metode ANOVA satu arah,diperoleh nilai F hitung sebesar 16,469

dari F tabel sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan bermakna antar formula nanopartikel artesunat-KM kitosan. Selanjutnya dilakukan uji HSD untuk mengetahui formula mana yang berbeda bermakna. Hasil uji HSD menunjukkan hanya formula FD2 dengan FD3 yang memiliki sig > 0,05 yang tidak memiliki perbedaan bermakna . Hasil uji HSD dapat dilihat pada tabel V.6.

Tabel V.6 Hasil uji HSD Perolehan Kembali

*Terdapat perbedaan bermakna Harga sig. tiap formula FD1 FD2 FD3 FD4 FD1 0,022 * 0,049 * 0,001 * FD2 0,022 * 0,940 0,049 * FD3 0,049 * 0,940 0,022 * FD4 0,001 * 0,049 * 0,022 *

BAB VI PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jumlah artesunat terhadap karakteristik fisik nanopartikel artesunat-karboksimetil kitosan (KM kitosan) yang dibuat dengan metode gelasi ionik dalam larutan biner etanol:air dan dikeringkan dengan pengeringan semprot. Pada awal penelitian diakukan identifikasi bahan baku yaitu KM kitosan dan artesunat secara kualitatif untuk memastikan bahwa bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian sesuai dengan keterangan di sertifikat bahan maupun pustaka.

Pemeriksaan KM kitosan meliputi pemeriksaan organoleptis, viskositas, spektra inframerah dan titik lebur. Pemeriksaan organoleptis menunjukkan KM kitosan sudah sesuai dengan pustaka serbuk berwarna kuning muda. Hasil pemeriksaan viskositas menunjukkan viskositas KM kitosan sebesar 6mpa.s , hal ini sesuai dengan sertifikat analisis KM kitosan yang menunjukkan bahwa viskositas 1% KM kitosan adalah ≤22 mpa.s. Identifikasi inframerah KM kitosan menunjukkan adanya pita spesifik yaitu serapan pada daerah 3467,31 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus O-H, daerah 2927 cm-1 menunjukkan gugus C-H, daerah 1574 cm-1 menunjukkan gugus COO asimetrik, daerah 1415 cm-1 menunjukkan gugus COO simetrik, daerah 1574,52 menunjukkan gugus NH3+ dan daerah 1071 menunjukkan adanya gugus C-OH. Pemeriksaan titik lebur menunjukkan KM kitosan melebur pada 162,9°C.

Pemeriksaan artesunat meliputi pemeriksaan organoleptis, spektra inframerah dan titik lebur Pemeriksaan organoleptis menunjukkan artesunat sudah sesuai dengan pustaka yaitu berupa serbuk halus berwarna putih, tidak berbau dan hampir tidak berasa. Untuk pemeriksaan spektra inframerah artesunat menunjukkan serapan pada daerah 1372 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=O, pada 1053 cm-1 menunjukkan gugus C-H, pada 1756 cm-1 menunjukkan gugus C-C dan pada 1230 cm-1 menunjukkan gugus C-O. Pemeriksaan titik lebur didapatkan titik lebur artesunat adalah142,2°C.

Pembuatan nanopartikel dimulai dengan metode gelasi ionik dengan meneteskan campuran KM kitosan-artesunat kedalam larutan CaCl2 dalam etanol air. Saat proses penetesan terjadi perubahan pada larutan CaCl2 yang semula bening menjadi berkabut dan membentuk koloid kasar seiring dengan penambahan tetesan clarutan artesunat dan KM kitosan. Seharusnya penetesan campuran artesunat dan KM kitosan dilakukan dengan kecepatan konstan, tetapi sulit untuk mengatur kecepatan penetesan karena campuran artesunat dan KM kitosan merupakan cairan kental sehingga dapat membuntu lubang buret. Kecepatan penetesan yang tidak konstan mengakibatkan koloid yang terbentuk berukuran heterogen. Setelah proses gelasi ionik, pengadukan tetap dilakukan selama 1 jam untuk menyempurnakan pembentukan nanopartikel. Setelah pengeringan didapatkan serbuk putih dan halus. Serbuk yang dihasilkan dikumpulkan dan kemudian dilakukan evaluasi.

Evaluasi yang dilakukan meliputi pemeriksaan spektra inframerah, titik lebur, difraksi sinar X, kadar dan efisiensi

penjerapan. Pemeriksaan spektra inframerah nanopartikel dilakukan untuk memastikan ikatan sambung silang antara gugus COO- dari KM kitosan dan Ca2+ dari CaCl2 telah terjadi. Spektra inframerah sistem nanopartikel tampak berbeda dengan spektra infrmerah KM kitosan, terutama pada pita serapan –OH/-NH di daerah 3400 cm-1. Pada spektra inframerah KM kitosan pita serapan –OH/-NH muncul sebagai pita serapan yang lebar pada bilangan gelombang 3467,31 cm-1 sedangkan pada nanopartikel kosong maupun nanopartikel artesunat pita serapan –OH/-NH nampak sebagai pita serapan yang lebih tajam pada bilangan gelombang 3432,11 – 3434,41 cm-1. Perbedaan ini disebabkan oleh adanya ikatan antara COO- dan Ca2+

yang mengubah ikatan hidrogen pada KM kitosan sehingga mengubah posisi dan penampakan pita serapan inframerah dari KM kitosan (Fessenden and Fessenden,1986). Adanya ikatan antara KM kitosan dan CaCl2 juga nampak dari pergeseran gugus COO simetrik yang bergeser ke bilangan gelombang yang lebih tinggi (Cai et al., 2009). Serapan gugus COO simetrik dan asimetrik KM kitosan nampak sebagai pita serapan yang melebar pada bilangan gelombang 1574,52 dan 1415,56 cm-1. Sedangkan pita serapan gugus COO simetrik dan asimetrik sistem nanopartikel kosong maupun naopartikel artesunat nampak lebih runcing dan mengalami pergeseran pita serapan yang terlihat pada panjang gelombang 140,41-1445,62 cm-1 untuk COO simetrik dan 1553,20 – 1558,52 cm-1untuk COO asimetrik. Pergeseran bilangan gelombang gugus-gugus tersebut menunjukkan bahwa gugus-gugus –OH, -NH dan COO berpartisipasi terhadap interaksi antara molekul KM kitosan dengan

Pemeriksan jarak lebur nanopartikel menggunakan DTA menunjukan adanya perbedaan antara termogram nanopartikel dengan artesunat dan KM kitosan. Artesunat memiliki puncak endotermik dengan titik lebur sebesar 142,2°C dan puncak eksotermik pada 166,9°C dan KM kitosan memiliki jarak lebur 151,2°C-182°C. Nanopartikel KM kitosan tanpa bahan obat dan nanopartikel artesunat-KM kitosan menunjukkan termogram dengan jarak lebur yang lebih sempit dan puncak endotermik yang lebih tajam dibandingkan KM kitosan, hal ini menunjukkan adanya perubahan struktur pda KM kitosan akibat proses gelasi ionik. Ikatan sambung silang antara KM kitosan dan CaCl2 lebih kuat dibandingkan dengan ikatan intramolekular KM kitosan,sehingga puncak endotermik dari termogram sistem nanopartikel nampak lebih tajam. Hasil analisis termal pada gambar 5.2 menunjukkan termogram nanopartikel artesunat-KM kitosan FD1 dengan perbandingan 4:20 (D) tidak memiliki puncak endotermik dan eksotermik dari artesunat, hal ini menunjukkan bahwa artesunat telah terjerap dalam sistem nanopartikel, sedangkan formula FD2,FD3 dan FD4 (termogram E,F,G) masih menunjukkan adanya puncak dari artesunat yang berarti masih ada artesunat yang tidak terjerap dalam sistem nanopartikel. Adanya artesunat yang tidak terjerap dalam sistem nanopartikel dapat disebabkan karena ikatan pada sistem nanopartikel yang belum sempurna dan peningkatan jumlah artesunat yang tidak sesuai dengan jumlah polimer (Patil et al., 2012).

Pada pemeriksaan difraksi sinar X, pada gambar 5.3 terlihat artesunat memiliki puncak-puncak spesifik dengan intensitas tinggi

menunjukkan derajat kristalinitas yang tinggi sedangkan KM kitosan tidak memiliki puncak dengan intensitas tinggi yang menunjukkan struktur KM kitosan adalah amorf dan CaCl2 memiliki satu puncak yang menunjukkan struktur kristalin. Pada difraktogram sistem nanopartikel kosong puncak kristalin CaCl2 sudah tidak nampak, hal ini menunjukkan telah terjadi ikatan antara KM kitosan dan CaCl2

sehingga mengubah struktur dari kedua bahan tersebut. Pada nanopartikel artesunat-KM kitosan sudah tidak terlihat lagi puncak-puncak dengan intensitas tinggi dari artesunat, hal ini menunjukkan bahwa artesunat telah terjerap dalam sistem nanopartikel dan mengalami perubahan struktur kristalin. Namun pada sistem nanopartikel artesunat-KM kitosan terlihat puncak baru pada sekitar 2 θ 31°. Puncak baru tersebut terjadi karena adanya ikatan sambung silang antara KM kitosan dan CaCl2. Ikatan sambung silang antara KM kitosan dan CaCl2 menghasilkan susunan molekul teratur yang dapat terdeteksi oleh sinar X sehingga muncul puncak baru pada sistem nanopartikel.

Pada pemeriksaan nanopartikel menggunakan SEM, pada gambar 5.4 dan 5.5 terlihat partikel berbentuk bulat, kasar dan tidak berongga, ukuran partikel masih heterogen dengan rentang 840,0 nm – 10,640 µm . Ukuran partikel yang heterogen dapat terjadi karena kecepatan penetesan yang tidak konstan pada proses gelasi ionik. Selain itu proses pengeringan dengan pengeringan semprot juga mempengaruhi ukuran nanopartikel antara lain, ukuran noozle dan laju aliran udara (He et al., 1999). Pada gambar SEM masih terlihat partikel-partikel yang bentuknya belum bulat sempurna dan pada

menempel di permukaan partikel. Hal ini sesuai dengan hasil pemeriksaan temogram nanopartikel menggunakan DTA yang menunjukkan bahwa pada formula FD1,FD2 dan FD4 penjerapan artesunat ke dalam nanopartikel belum sempurna. Penyempurnaan pembentukan partikel pada gelasi ionik dapat dilakukan dengan cara melakukan optimasi waktu kontak antara KM kitosan dan CaCl2 . Waktu kontak dengan penyambung silang yang lama akan mengakibatkan peningkatan kandungan bahan obat dalam nanopartikel karena sempurnanya reaksi penyambung silang (Ko et al., 2002).

Penetapan kandungan artesunat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri UV. Artesunat memiliki gugus peroksida yang sulit teramati dengan metode spektrofotometri UV. Oleh karena itu perlu proses reaksi untuk merusak gugus peroksida dan menghasilkan ikatan rangkap dalam molekul artesunat sehingga dapat teramati pada spektrofotometri UV (Okwelogu et al., 2011). Panjang gelombang maksimum didapatkan dari pemeriksaan serapan maksimum baku kerja konsentrasi 7,5 ppm, 12,5 ppm dan 25,0 ppm. Serapan maksimum pada ketiga baku kerja tersebut diperoleh pada panjang gelombang 230,99 nm. Pada pengamatan pengaruh bahan tambahan, didapatkan spektra nanopartikel kosong yang ditambahkan artesunat 25 ppm berhimpit dengan spektra artesunat murni,sehingga dapat disimpulkan bahan tambahan tidak mempengaruhi serapan artesunat. Kurva baku yang diperoleh memiliki persamaan regresi Y= 0.01135 X – 0.00963 dan r= 0.99899.

Dari hasil penetapan kandungan didapatkan kandungan artesunat dalam nanopartikel pada FD1, FD2, FD3, FD4 berturut-turut adalah 4,80%, 8,40%, 9,3867% dan 13,84%. Perolehan kembali dihitung berdasarkan hasil penetapan kandungan artesunat dalam nanopartikel, dan didapatkan perolehan kembali artesunat FD1, FD2, FD3 dan FD4 berturut-turut adalah 41,99%, 58,82%, 56,32% dan 73,15%. Dari hasil tersebut diketahui bahwa semakin tinggi jumlah artesunat dalam nanopartikel, kandungan bahan obat dan perolehan kembali artesunat semakin meningkat.

Selanjutnnya perolehan kembali artesunat dianalisis secara statistik dengan ANOVA satu arah untuk mengetahui apakah ada perbedaan bermakna perolehan kembali antar formula dengan bahan obat yang berbeda. Dari hasil analisis diketahui bahawa perbedaan tersebut bermakna antar formula, karena nilai F hitung (16,469) lebih besar dibandingkan F tabel (8,85). Untuk mengetahui formula mana saja yang berbeda bermakna, dilakukan uji HSD. Dari uji HSD diketahui FD1 berbeda bermakna denga FD2,FD3 dan FD4, FD2 berbeda berbeda bermakna dengan FD1 dan FD4, FD3 berbeda bermakna dengan FD1 dan FD4, FD4 berbeda bermakna dengan FD1, FD2 dan FD3. Hasil uji HSD tersebut menunjukkan bahwa jumlah artesunat yang berbeda dapat mempengaruhi perolehan kembali artesunat dalam nanopartikel, semakin meningkat jumlah artesunat yang ditambahkan dapat meningkatkan perolehan kembali artesunat dalam nanopartikel artesunat-Km kitosan.

Pada penelitian ini masih belum didapatkan nanopartikel seperti yang diharapkan. Ukuran nanopartikel masih heterogen, dan

karena itu perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah perolehan kembali artesunat pada sistem nanopartikel masih bisa ditingkatkan. Selain itu perlu optimasi lebih lanjut mengenai kondisi dan alat yang tepat saat penetesan dan pengadukan serta kondisi pengeringan yang optimal untuk mendapatkan nanopartikel yang lebih baik.

BAB VII

Dokumen terkait