• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh jenis susu (susu berkalsium tinggi, susu segar) dan volume susu terhadap kadar kalsium darah dan kepadatan tulang remaja pria. Jenis susu yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis susu komersial yang sudah beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang dilakukan di Indonesia.

Tingkat konsumsi zat gizi pada umumnya terjadi peningkatan setelah perlakuan dilakukan. Hal ini karena selain dari makanan sehari-hari yang dikonsumsi, juga karena adanya kontribusi dari susu yang diberikan dan adanya pemberian makanan tambahan. Peningkatan terjadi pada kelompok energi, protein, kalsium dan vitamin D. Pada kelompok vitamin C, sebagian besar masih di bawah normal (<70%) dan pada kelompok zat besi, rataan tingkat konsumsi seluruh kelompok perlakuan juga masih di bawah normal. Kondisi ini dapat terjadi karena susu ataupun makanan tambahan yang diberikan bukan merupakan sumber vitamin C dan zat besi. Peningkatan yang lebih tinggi terdapat pada kelompok protein, kalsium dan vitamin D karena adanya kontribusi yang cukup tinggi dar susu yang diberikan. Hal ini perlu mendapat perhatian, karena kekurangan vitamin C maupun zat besi dalam waktu lama dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga lebih mudah terserang penyakit khususnya yang berhubungan denga tulang.

Vitamin C berfungsi untuk stabilitas kolagen dan pembentukan tulang. Defisiensi vitamin C dihubungkan dengan terganggunya hubungan antar jaringan tubuh (Peterkofsky 1991). Serum asam askorbat (vitamin C) pada pria berhubungan nyata dengan kepadatan tulang. Pada wanita pasca menopause dengan sejarah merokok dan penggunaan esterogen, peningkatan 1 standar deviasi (SD) kadar serum asam askorbat dapat dihubungkan dengan penurunan prevalensi patah tulang sebesar 45% (Tucker 2003). Defisiensi zat besi dapat menyebabkan menurunnya kemampuan untuk beraktivitas, kelelahan, dan muka pucat. Keberadaan zat besi besi dalam tubuh dapat dilihat dari keberadaan hemoglobin (Hb), ferritin dan transferin. Dari hasil penelitian yang dilakukan, terdapat

hubungan antara massa tulang dengan ferritin. Terdapat suatu kecenderungan hubungan yang positif antara kepadatan tulang ldan ferritin serum (Ilich et al.

1998). Studi-studi berikutnya sangat diperlukan untuk menjelaskan kecenderungan tersebut, khususnya pada masyarakat yang menderita defisiensi zat besi (Ilich dan Kerstetter 2000).

Penemuan utama dari penelitian ini adalah bahwa pemberian susu berkalsium tinggi sebanyak 750 ml sehari selama 4 bulan berpengaruh positif terhadap kepadatan tulang pinggang dan punggung remaja pria. Penemuan ini sesuai dengan hasil penelitian Teegarden et al. (1999) bahwa kalsium dari susu dapat meningkatkan kepadatan tulang khususnya pada saat remaja. Susu merupakan bahan pangan kaya gizi, selain kalsium, susu juga mengandung zat gizi lain yang berhubungan dengan kepadatan tulang seperti vitamin D, vitamin C, fosfor, dan zat besi. Menurut Whiting et al. (2002), banyak faktor yang dapat mempengaruhi kepadatan tulang yaitu seperti usia, Indeks Massa Tubuh (IMT) dan aktivitas fisik. Dalam penelitian ini, usia bukan merupakan faktor pengganggu, karena unit percobaan yang digunakan adalah remaja dengan usia yang tidak jauh berbeda (17-19 tahun). IMT awal pada hasil penelitian ini tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap kepadatan tulang (p>0,05), sedangkan aktivitas fisik (olahraga) berpengaruh terhadap kepadatan tulang kaki (p<0,01). Pengaruh aktivitas fisik (olahraga) terhadap kepadatan tulang kaki dihubungkan dengan fungsi kaki sebagai bagian tubuh yang menyangga berat tubuh dan selalu aktif bergerak. Menurut Guyton dan Hall (1997), tulang mengalami pengendapan sesuai dengan beban yang diterimanya. Tekanan (stress) fisik yang terus menerus dapat menstimulasi proses kalsifikasi dan pengendapan osteoblastik pada tulang, sehingga tulang menjadi lebih padat. Selain fa ktor-faktor tersebut di atas, menurut Eastwood (2003), kepadatan tulang sebesar 70-80 % dipengaruhi oleh faktor genetis. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis model linier, bahwa kepadatan tulang akhir dari seluruh bagian tubuh yang diukur (pinggang, punggung, kepala, lengan, rusuk, panggul dan kaki) selalu dipengaruhi oleh kepadatan tulang awal unit percobaan.

Penemuan lain dari hasil penelitian ini mendapatkan bahwa kadar kalsium darah tidak dipengaruhi oleh jenis dan volume susu yang diberikan (p>0,05).

Kondisi ini dapat terjadi karena kadar kalsium unit percobaan pada awal penelitian masih dalam kisaran normal (9,18-9,91 mg/dl). Menurut Wardlaw (1992), salah satu pendukung penyerapan kalsium dalam tubuh adalah apabila tubuh kekurangan atau memerlukan lebih banyak kalsium. Dalam hal ini karena kadar kalsium darah unit percobaan masih dalam kisaran normal sehingga asupan kalsium khususnya dari susu yang diberikan belum dapat mempengaruhi kadar kalsium darah. Selanjutnya dari penelitian juga diketahui bahwa tulang kepala mempunyai kepadatan yang lebih tinggi daripada kepadatan tulang bagian tubuh lainnya (1,550-1,668 g/cm2), sedangkan bagian tulang rusuk mempunyai kepadatan tulang yang paling rendah (0,593-0,613 g/cm2). Kondisi ini secara ilmiah belum ditemukan penyebabnya, akan tetapi diduga dihubungkan dengan fungsi dari masing-masing tulang bagian tubuh tersebut. Tulang kepala berfungsi sebagai pelindung bagian tubuh yang penting dan lunak, sehingga memilikki kepadatan tulang yang paling tinggi. Tulang rusuk terletak pada bagian dada yang berhubungan dengan gerakan sewaktu bernafas, sehingga berbentuk lebih pipih dan ringan sehingga tidak menganggu pernafasan.

Pemberian susu berkalsium tinggi berpengaruh postif terhadap kepadatan tulang pinggang dan punggung. Hasil ini menegaskan kembali bahwa konsumsi susu yang cukup yaitu sebanyak 750 ml sehari dapat memberikan manfaat positif bagi kesehatan tulang khususnya pada tulang pinggang dan punggung sehingga dapat menekan risiko osteoporosis saat usia lanj ut. Menurut Bonjour (2001), tulang pinggang dan punggung merupakan bagian tulang yang mudah terkena risiko osteoporosis pada saat usia lanjut. Dengan demikian, konsumsi susu sangat dibutuhkan oleh remaja khususnya untuk menekan terjadinya osteoporosis saat usia lanjut. Walaupun dalam penelitian ini yang terbukti nyata secara statistika berpengaruh positif terhadap kepadatan tulang (tulang pinggang dan punggung) hanya pemberian susu berkalsium tinggi, akan tetapi secara umum pemberian susu yang dilakukan dapat meningkatkan kepadatan tulang.

Pada penelitian ini belum dapat diungkapkan berapa jumlah kalsium yang dikonsumsi dapat diserap oleh tubuh, karena tidak dilakukannya pengukuran jumlah kalsium yang keluar bersama urin dan feses. Selain itu dalam penelitian ini juga tidak dapat dilakukan kontrol konsumsi makanan di luar perlakuan

(konsumsi susu perlakuan) dan screening terhadap kepadatan tulang awal sebelum penelitian. Dengan demikian dalam penelitian ini juga belum dapat diungkap dengan lebih akurat jumlah makanan yang dikonsumsi oleh unit percobaan khususnya yang mengandung kalsium dan zat gizi lain yang berpengaruh terhadap kepadatan tulang serta berapa peningkatan kepadatan tulang yang terjadi apabila kepadatan tulang awal unit percobaan lebih seragam.

Dokumen terkait