• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitan ini merupakan jenis penelitian eksperimental dengan desain penelitian postest only control group design. Penelitian eksperimental merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat konklusif dan terjadi manipulasi variabel bebas di dalamnya. Postest only control group design artinya sampel setiap kelompok benar- benar dipilih secara random dan diberi perlakuan serta ada kelompok pengontrolnya.31 Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah gigi premolar mandibula dengan menetapkan beberapa kriteria yaitu, panjang gigi dan ukuran mahkota gigi yang tidak berbeda secara ekstrim, tidak ada fraktur mahkota dan belum pernah direstorasi,dan mahkota masih utuh dan tidak karies. Jumlah gigi yang digunakan adalah sebanyak 30 yang dibagi secara random ke dalam tiga kelompok perlakuan yaitu kelompok stress decreasing resin (SDR) sebagai intermediate layer, kelompok resin komposit flowable konvensional sebagai intermediate layer dan kelompok tanpa intermediate layer.

Fraktur sering terjadi pada gigi posterior yang direstorasi dengan bahan resin komposit. Hal ini dikarenakan gigi posterior merupakan daerah dengan tekanan pengunyahan yang lebih besar dibandingkan gigi anterior. Pada penelitian ini gigi yang digunakan adalah gigi premolar bawah karena relatif mudah diperoleh. Sesuai dengan penelitian sebelumnya, larutan saline digunakan untuk merendam seluruh sampel agar gigi tetap lembab seperti kondisi dalam rongga mulut.11 Kemudian gigi ditanam dalam balok gips, lalu dipreparasi kavitas klas I . Kavitas klas I memiliki c- factor yang tinggi yaitu 5:1. Motaz (2011) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa

c- factor sangat mempengaruhi polimerisasi resin komposit. Kavitas dengan c-factor

yang tinggi memiliki resiko terjadinya shrinkage yang lebih tinggi juga, sehingga memicu terbentuknya gap atau celah yang akan berpropagansi menjadi crack, lalu menjadi fraktur.9

Seluruh gigi yang telah dipreparasi dan direstorasi sesuai dengan masing- masing kelompok perlakuan kemudian dilakukan proses thermocycling sebanyak 200 kali putaran. Setelah itusampel ditanam ke balok self curing acrylic 90° dan 2 mm di bawah cemento enamel junction untuk menyerupai kedudukan gigi pada tulang alveolar.6 Lalu gigi yang sudah ditanam tersebut diberikan compressive load - menggunakan alat universaltesting machine dengan kecepatan 0,5 mm/menit sampai terjadi fraktur.11

Dari hasil yang diperoleh setelah dilakukan proses uji tekan pada ketiga kelompok, didapat bahwa rata-rata kekuatan kelompok perlakuan restorasi dengan

Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer lebih besar yaitu 1128,3 N dibandingkan kelompok perlakuan restorasi dengan flowable konvensional sebagai

intermediate layer yaitu 948,2 N dan kelompok perlakuan restorasi tanpa

intermediate layer yaitu 941,8 N. Tetapi perbedaan ini tidak bermakna secara statistik, ini dapat dilihat dari hasil uji one way ANOVA pada ketiga kelompok perlakuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan yang ditunjukkan dengan p>0,05. Pengolahan data statistik menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan dengan penggunaan resin komposit Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai

intermediate layer restorasi klas I dengan sistem adhesif total-etch two-step terhadap ketahanan fraktur.

Kontraksi pada saat polimerisasi resin komposit menghasilkan shrinkage stress yang menimbulkan gap atau celah antara bahan restorasi dengan gigi, sehingga mengakibatkan crack yang kemudian dapat berpropagansi menjadi fraktur. Shrinkage

tetap menjadi kelemahan dari restorasi resin komposit sampai saat ini. Sehingga resin komposit terus dikembangkan untuk meningkatkan sifat fisik dan mekanik bahan yang diharapkan mampu mengurangi shrinkage akibat polimerisasi. Cara yang digunakan untuk mengurangi pengerutan resin komposit adalah teknik insersi

incremental, restorasi secara berlapis, pemberian lapisan stress-breaking dan soft- start polimerisasi.20 Pada penelitian ini cara yang digunakan adalah dengan penggunaan intermediate layer sebagai lapisan stress-breaking yang diharapkan

mampu meningkatkan ketahanan fraktur gigi yang telah direstorasi dalam menahan tekanan oklusal yang sifatnya dinamis.

Papadogannis (2007) menyatakan kadar filler yang meningkat dapat menurunkan terjadinya shrinkage, sehingga meningkatkan kekuatan tekan dan kekerasan bahan restorasi resin komposit.7 Hal ini didukung juga oleh penelitian Hidehiko (2008) yang menemukan bahwa ukuran partikel filler menentukan ketahanan fraktur bahan restorasi resin komposit. Semakin besar ukuran partikel filler, semakin besar kekuatan bahan restorasi resin komposit dalam menahan fraktur. Dalam hal ini, SDR memiliki ukuran partikel yang lebih besar yaitu 4,2 µm dibandingkan resin komposit flowable konvensional yaitu 3,5 µm.32

Stress Decreasing Resin (SDR) merupakan resin komposit yang memiliki volume shrinkage SDR yang lebih rendah, yaitu sekitar 3,6% serta stress polimerisasi yang rendah sekitar 1,4 MPa jika dibandingkan dengan resin komposit flowable

konvensional yaitu sekitar 4 MPa. Bahan yang terdapat pada SDR memiliki keunggulan karena memiliki kadar filler yang tinggi (68% berat dan 45% volume) dimana bahan ini mengurangi shrinkage polimerisasi maupun meningkatkan kekuatan bahan.29 Shrinkage polimerisasi yang rendah meminimalisasi terbentuknya celah atau gap sehingga mengurangi terjadinya crack yang dapat menimbulkan fraktur.4,16,20

Qingshan et al (2006) menyatakan bahwa resin komposit flowable dengan viskositas yang rendah dapat digunakan sebagai basis atau liner dikarenakan penggunaan resin komposit flowable ini akan menghasilkan adaptasi yang lebih baik sepanjang dinding kavitas dan karena modulus elastisitas yang rendah, efek shrinkage

akibat polimerisasi juga dapat dikurangi.16 Farah et al (2005) menyatakan modulus elastisitas yang rendah meningkatkan ketahanan fraktur.33 SDR memiliki modulus elastisitas yang lebih rendah dan mendekati modulus elastisitas dentin dibandingkan resin komposit flowable konvensional dan packable.29

Beberapa penelitian menyatakan bahwa pada kavitas kelas I perlekatan resin komposit low shrinking lebih tinggi terhadap dentin daripada resin komposit high shrinking.Restorasi resin komposit klas I mempunyai nilai C-factor tertinggi, yaitu

5:1 yang menunjukkan hanya satu permukaan yang berperan sebagai reservoir.Sebab itu, dinyatakan bahwa kavitas dengan C-factor yang tinggi lebih baik direstorasi dengan menggunakan komposit dengan derajat polimerisasi yang rendah. Dalam hal ini SDR dan resin komposit flowable konvensional dapat digunakan.3,9,16

Sifat SDR dan resin komposit flowable konvensional yang memiliki modulus elastisitas yang rendah membuat bahan ini dapat menjadi stress breaker dalam menyerap stress pada saat polimerisasi.4,10,16,23 Viskositas yang rendah juga dapat menghasilkan adaptasi yang lebih baik pada dasar kavitas dan juga margin kavitas dibandingkan resin komposit dengan viskositas yang tinggi sehingga dapat meningkatkan retensi melalui micromechanical interlocking.20 Kim et al (2014) menyatakan SDR memiliki shrinkage yang lebih rendah dan kemampuan adaptasi yang lebih baik dibandingkan resin komposit flowable konvensional.34

Melalui hasil deskriptif, dapat dilihat bahwa SDR memiliki ketahanan fraktur yang lebih tinggi dibandingkan dengan flowable konvensional dan packable. Pola fraktur yang dapat diperbaiki juga lebih tinggi pada SDR dibandingkan resin komposit flowable konvensional dan packable. Meskipun analisis one way anova

tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini sesuai dengan penelitian secara in

vivo yang dilakukan Nasheet (2011), bahwa SDR, resin komposit flowable

konvensional dan resin komposit packable tidak memiliki perbedaan yang signifikan ketika dilakukan uji klinis secara berkala.23 Perbedaan yang tidak signifikan ini mungkin terjadi akibat beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi.

Pada penelitian ini sistem adhesif yang digunakan untuk seluruh sampel adalah total etch. Matthias et al (2011) menemukan dalam penelitiannya bahwa penggunaan sistem adhesif total etch menghasilkan kekuatan perlekatan yang lebih tinggi dibanding sistem adhesif self-etch.35 Penyimpanan dan perlakuan terhadap bahan adhesif selama proses pengiriman dan pendistribusian yang tidak dapat kita kendalikan dapat menyebabkan terjadi perubahan struktur pada bahan adhesif sehingga menyebabkan kerapatan perlekatan antara bahan restorasi dengan dinding kavitas berkurang.10 Karthick (2011) menyatakan bahwa interaksi antara suatu bahan sistem adhesif dan teknik pengaplikasian resin komposit dalam kavitas dapat

mempengaruhi kekuatan perlekatan. Pengaplikasian resin komposit kedalam kavitas juga berpengaruh, dimana kondensasi yang tidak adekuat diantara sampel perlakuan juga dapat mempengaruhi perlekatan restorasi. 8 Pada penelitian ini, penyimpanan bahan adhesif dan teknik pengaplikasian bahan adhesif juga tidak dikendalikan dan tidak sama pada semua sampel.

Costa (2014) menyatakan bahwa dalam meneliti ketahanan fraktur digunakan elastomer sebagai simulasi dari ligament periodontal. Dalam penelitian ini, elastomer tidak digunakan, hal ini mengakibatkan sampel menjadi lebih rigid pada saat uji tekan yang akan mempengaruhi ketahanan fraktur .36

Jefferson et al (2013) melakukan penelitian ketahanan fraktur gigi premolar dengan mengontrol semua bentuk dan variasi gigi yang menjadi sampel. Gigi yang menjadi sampel diamati dibawah mikroskop untuk memastikan sampel bebas karies dan crack. Pada penelitian ini, variasi cusp premolar bawah yang menjadi sampel juga tidak dikontrol. Sebelum dilakukan penelitian, sampel yang digunakan tidak diamati di bawah mikroskop untuk memastikan tidak adanya karies dan crack. Hal ini mungkin menyebabkan hasil yang tidak signifikan.37

Dari proses uji tekan juga bisa menyebabkan perbedaan yang tidak signifikan ini. Pada penelitian ini alat uji tekan yang digunakan adalah Universal Testing Machine yang memberikan static load dan hanya menggambarkan tekanan oklusal saat oklusi intrinsik. Untuk menganalisis kemampuan material dari sistem restorasi sepanjang proses penggunaannya dengan lebih dibutuhkan fatigue and thermomechanical cycling test workstation yang memberikan dinamic load sehingga didapat simulasi tekanan pengunyahan yang lebih baik. Selain itu mesin uji ini juga disertai saliva buatan dengan suhu 37ºC yang memberikan simulasi rongga mulut relatif sempurna. Bentuk load zig yang digunakan pada penelitian ini memilki penampang yang besar, sedangkan untuk memusatkan stress pada satu area dibutuhkan zig yang bulat dan tajam.6

Gigi yang digunakan sebagai sampel sebisa mungkin disimulasikan seperti keadaan di rongga mulut. Pada penelitian ini proses thermocycling dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Beberapa

penelitian melakukan proses thermocycling diatas 1000 putaran untuk membuat simulasi suhu sesuai dengan kondisi rongga mulut. Akan tetapi karena keterbatasan alat thermocycling yang tersedia maka pada penelitian ini dilakukan proses

thermocycling sebanyak 200 putaran. Suhu yang digunakan yaitu 550 ± 50 dengan waktu rendam 15 detik setiap wadah dan waktu transfer 5 detik. Nihan (2014) dalam penelitiannya tidak menemukan adanya pengaruh beberapa putaran proses

thermocycling terhadap pembentukan gap atau celah pada restorasi resin komposit

flowable pada kelas V.38

Matthias et al (2011) menyatakan bahwa kelembaban gigi perlu diperhatikan dalam meneliti sifat fisik dan mekanis bahan restorasi. Pada penelitiannya alat yang digunakan adalah Quasimodo Chewing Simulator yang memberikan thermo- mechanical loading. Kondisi gigi yang dijadikan sampel tetap dalam keadaan seperti di rongga mulut ketika diberikan tekanan dinamis.35 Untuk mengatasi keterbatasan alat yang tersedia, gigi yang sudah dilakukan proses thermocycling seharusnya langsung segera dilakukan uji tekan. Pada penelitian ini, jarak waktu proses

thermocycling dan proses uji tekan tidak cepat. Hal ini dapat menyebabkan gigi kering dan mengurangi kelembabannya.

Stress Decreasing Resin (SDR) merupakan resin komposit bulk fill yang dapat diaplikasikan sampai kedalaman kavitas 4mm. Sedangkan resin komposit flowable

konvensional hanya dapat diaplikasikan tidak lebih dari 2mm. Sehingga pada penelitian ini keefektifan SDR dan flowable konvensional sebagai intermediate layer

dalam meningkatkan ketahanan fraktur gigi yang direstorasi tidak berbeda dalam pengaplikasiannya 2 mm dalam kavitas.29 Penelitian selanjutnya dapat dipertimbangkan untuk melihat perbedaan kedua bahan ini dalam pengaplikasian lebih dari 2 mm.

Jika dilihat dari hasil deskriptif, ketahanan fraktur SDR lebih besar dibandingkan flowable konvensional dan packable. Akan tetapi setelah diuji dengan

one way ANOVA, dihasilkan nilai p>0,05 yang berarti tidak ada perbedaan yang signifikan pada setiap kelompok. Jumlah sampel yang semakin banyak mempengaruhi keakuratan hasil penelitian jika diuji secara analisis one way ANOVA.

Pada penelitian ini sampel yang digunakan sebanyak 10 setiap kelompoknya. Hal ini dapat menyebabkan kemungkinan tidak ada perbedaan ketahanan fraktur yang signifikan pada ketiga bahan.31

Dokumen terkait