• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilakukan dengan memberikan penyuluhan kesehatan gigi anak usia 8-9 tahun sebanyak 60 orang di SD Negeri Binaan Terpadu 001 Kota Pekanbaru. Tujuannya adalah untuk menganalisis perbedaan penurunan indeks plak pada metode peragaan dan video dalam penyuluhan kesehatan gigi pada anak usia 8-9 tahun dan menganalisis efektifitas penyuluhan kesehatan gigi antara metode peragaan dan video pada anak usia 8-9 pada pemeriksaan kedua yaitu tiga hari setelah pemeriksaan pertama dan pemeriksaan ketiga yaitu seminggu setelah pemeriksaan pertama.

Hasil penelitian pada Tabel 1 memperlihatkan rata-rata indeks plak awal masing-masing kelompok perlakuan pada pemeriksaan pertama, kedua, dan ketiga. Rata-rata indeks plak awal masing-masing kelompok perlakuan pada pemeriksaan pertama yaitu sebelum diberikan penyuluhan, terlihat tidak adanya perbedaan yang bermakna (p=0,92). Hal ini menunjukkan bahwa sampel penelitian cukup homogen dengan memiliki indeks plak awal yang sama.

Hasil penelitian pada Tabel 1 juga memperlihatkan rata-rata indeks plak awal masing-masing kelompok perlakuan pada pemeriksaan kedua yaitu terlihat adanya perbedaan yang bermakna (p=0,01). Melalui tabel tersebut dapat terlihat adanya penurunan rata-rata indeks plak awal pada pemeriksaan kedua bila dibandingkan dengan indeks plak awal pada pemeriksaan pertama. Penurunan rata-rata indeks plak awal pada kelompok peragaan dan video dapat terjadi karena adanya penyuluhan dan pengajaran cara menyikat gigi pada anak sehingga anak mulai menerapkan pesan

penyuluhan dan pengajaran tersebut di rumah, terutama menyikat gigi pagi setelah sarapan. Sedangkan penurunan indeks plak awal pada kelompok kontrol dapat terjadi karena adanya pengaruh pemeriksaan pertama yang telah dilakukan sehingga anak mau menyikat giginya di rumah.

Melalui tabel Post Hoc Tests pada pemeriksaan kedua, terlihat adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok peragaan dengan kelompok kontrol (p=0,00). Begitu pula pada kelompok video, terlihat adanya perbedaan yang bermakna dengan kelompok kontrol (p=0,05). Hal ini menunjukkan bahwa metode peragaan dan video cukup efektif digunakan pada penyuluhan kesehatan gigi anak usia 8-9 tahun sampai pada pemeriksaan kedua yaitu tiga hari setelah pemeriksaan pertama.

Melalui tabel tersebut dapat pula terlihat tidak adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok peragaan dengan kelompok video (p=0,27). Hal ini menunjukkan bahwa penyuluhan yang dilakukan dengan metode peragaan dan video memiliki efektifitas yang sama dalam menurunkan indeks plak awal sampai pada hari ketiga setelah penyuluhan yang diberikan pada pemeriksaan pertama. Namun, melalui Tabel 1 dapat terlihat rata-rata indeks plak awal kelompok peragaan sebesar 2,45 dengan standar deviasi 0,34 lebih rendah dibandingkan rata-rata indeks plak awal kelompok video sebesar 2,57 dengan standar deviasi 0,28. Hal ini menunjukkan bahwa anak pada metode peragaan masih lebih baik menerapkan pesan penyuluhan dan pengajaran yang telah diberikan dibandingkan dengan anak pada metode video.

Tabel 1 juga memperlihatkan penurunan rata-rata indeks plak awal masing- masing perlakuan pada pemeriksaan ketiga dimana terlihat adanya perbedaan yang

bermakna (p=0,00). Rata-rata indeks plak awal pemeriksaan ketiga tersebut terlihat semakin menurun dibandingkan dengan indeks plak awal pemeriksaan pertama dan kedua pada kelompok peragaan dan video. Hal tersebut menunjukkan bahwa anak masih mau menerapkan pesan penyuluhan dan pengajaran yang telah diberikan dengan lebih baik lagi dari sebelumnya, terutama dalam hal menyikat gigi pagi setelah sarapan. Sedangkan penurunan indeks plak pada kelompok kontrol dapat terjadi karena masih adanya pemeriksaan kedua yang dilakukan, sehingga anak masih mau menyikat giginya di rumah.

Melalui tabel Post Hoc Tests pada pemeriksaan ketiga, terlihat adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok peragaan dengan kelompok kontrol (p=0,00) dan antara kelompok video dengan kelompok kontrol (p=0,00). Hal ini menunjukkan bahwa metode peragaan dan video masih cukup efektif digunakan pada penyuluhan kesehatan gigi anak usia 8-9 tahun sampai pada pemeriksaan ketiga yaitu seminggu setelah penyuluhan yang diberikan pada pemeriksaan pertama. Tabel tersebut memperlihatkan pula adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok peragaan dan video (p=0,05) dimana pada Tabel 2 dapat terlihat rata-rata indeks plak awal kelompok peragaan sebesar 1,89 dengan standar deviasi 0,32 lebih rendah dibandingkan rata-rata indeks plak awal kelompok video sebesar 2,13 dengan standar deviasi 0,37. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan metode peragaan lebih efektif digunakan pada penyuluhan kesehatan gigi anak usia 8-9 tahun sampai pada pemeriksaan ketiga yaitu seminggu setelah pemeriksaan pertama.

Hasil yang telah diperoleh di atas menunjukkan bahwa penggunaan metode peragaan lebih efektif bila dibandingkan dengan metode video dapat terjadi karena

metode peragaan lebih menarik dan merangsang perhatian daripada hanya mendengar penjelasan dan pengajaran cara menyikat gigi melalui video. Keberadaan penyuluh yang langsung memberi penyuluhan dan pengajaran juga mempengaruhi daya tangkap anak karena adanya kesempatan pada anak untuk terlibat di dalam proses pengajaran dimana bila ada suatu hal yang anak belum mengerti, anak dapat bertanya kepada penyuluh.

Hasil penelitian pada Tabel 2 memperlihatkan rata-rata indeks plak awal setiap pemeriksaan pada masing-masing kelompok perlakuan dan terlihat adanya perbedaan yang bermakna (p=0,00). Melalui tabel Post Hoc Tests terlihat adanya perbedaan yang bermakna antara pemeriksaan pertama dengan kedua, kedua dengan ketiga, dan pertama dengan ketiga pada kelompok peragaan dan video (p=0,00). Hal ini menunjukkan bahwa anak sudah dapat menerima proses pendidikan dan pengajaran yang dilakukan dan anak sudah mulai mau menerapkan pesan dalam penyuluhan, terutama untuk menyikat gigi pagi setelah sarapan. Hasil tersebut berkaitan dengan berkembangnya daya pikir anak ke arah berpikir konkret dan rasional, anak mampu menerima, mengolah, dan memahami informasi mengenai kesehatan gigi dan cara memeliharanya melalui proses penyuluhan yang telah dilakukan sebelumnya. Melalui penyuluhan tersebut anak mulai menyadari bahwa ada suatu tingkah laku yang baru dan mulai tertarik pada informasi yang disampaikan. Dengan adanya kegiatan menyikat gigi bersama yang dilakukan, anak dapat mencoba proses pembelajaran tersebut dan pada akhirnya anak mulai menganut tingkah laku tersebut serta menerapkannya di rumah.

Melalui tabel Post Hoc Tests juga terlihat adanya perbedaan yang bermakna antara pemeriksaan pertama dengan kedua dan ketiga (p=0,00) pada kelompok kontrol, namun terlihat tidak adanya perbedaan yang bermakna antara pemeriksaan kedua dengan ketiga (p=0,22). Perbedaan yang bermakna antara pemeriksaan pertama dengan kedua menunjukkan bahwa dengan adanya pemeriksaan yang dilakukan dan meskipun anak pada kelompok kontrol tidak mengikuti proses pendidikan dan pengajaran, anak mau mengubah kebiasaannya tidak menyikat gigi menjadi menyikat gigi. Namun hal tersebut ternyata tidak lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang mendapatkan proses pendidikan dan pengajaran, karena penurunan rata-rata indeks plak awal antara pemeriksaan kedua dengan ketiga pada kelompok kontrol terlihat tidak bermakna (p=0,22).

Hasil penelitian pada Tabel 3 memperlihatkan selisih rata-rata indeks plak awal antara pemeriksaan pertama dengan kedua, kedua dengan ketiga, dan pertama dengan ketiga pada masing-masing kelompok perlakuan dan terlihat adanya perbedaan yang bermakna (p=0,00). Melalui tabel Post Hoc Tests terlihat adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok peragaan dengan kelompok kontrol pada selisih indeks plak awal pemeriksaan pertama dengan kedua, kedua dengan ketiga, dan pemeriksaan pertama dengan ketiga (masing-masing p=0,00). Begitu pula pada kelompok video yang memiliki perbedaan yang bermakna dengan kelompok kontrol pada setiap selisih indeks plak awal pemeriksaan pertama dengan kedua, kedua dengan ketiga, dan pertama dengan ketiga (p=0,01, p=0,00, dan p=0,00). Hal ini menunjukkan bahwa metode peragaan dan video efektif digunakan dalam penyuluhan kesehatan

gigi anak usia 8-9 tahun sampai pada hari ketujuh setelah penyuluhan yang diberikan pada hari pertama.

Melalui tabel Post Hoc Tests terlihat tidak adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok peragaan dengan kelompok video pada selisih indeks plak awal pemeriksaan pertama dengan kedua dan kedua dengan ketiga (p=0,20 dan p=0,18). Hal ini menunjukkan bahwa metode peragaan dan video cukup efektif digunakan sampai hari ketiga setelah penyuluhan yang diberikan pada pemeriksaan pertama. Bila dilihat pada Tabel 3, selisih rata-rata indeks plak awal antara pemeriksaan pertama dengan kedua pada kelompok peragaan sebesar 0,76 dengan standar deviasi 0,26 lebih besar dibandingkan kelompok video sebesar 0,62 dengan standar deviasi 0,29. Begitu pula selisih rata-rata indeks plak awal antara pemeriksaan kedua dengan ketiga pada kelompok peragaan sebesar 0,56 dengan standar deviasi 0,35 lebih besar dibandingkan kelompok video sebesar 0,44 dengan standar deviasi 0,31. Hal ini menunjukkan bahwa anak pada metode peragaan sedikit lebih baik dalam memahami, mengingat, dan menerapkan informasi yang diberikan melalui penyuluhan yang telah dilakukan.

Melalui tabel Post Hoc Test terlihat adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok peragaan dengan kelompok video pada selisih indeks plak awal pemeriksaan pertama dengan ketiga (p=0,04). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan metode peragaan lebih efektif dibandingkan metode video sampai hari ketujuh setelah penyuluhan yang diberikan pada pemeriksaan pertama. Hal tersebut menunjukkan bahwa anak pada metode peragaan lebih baik dalam memahami,

mengingat pesan dan informasi dalam penyuluhan, dan menurunkan indeks plak yang terlihat dari selisih rata-rata indeks plak awal dibandingkan anak pada metode video.

Hal tersebut di atas dapat berkaitan dengan penggunaan alat peraga disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap anak dapat diterima atau ditangkap melalui panca indera. Setiap indera ternyata berbeda pengaruhnya terhadap hasil belajar seseorang, yaitu 1% melalui rasa, 2% melalui sentuhan, 3% melalui penciuman, 11% melalui pendengaran, dan 83% melalui penglihatan. Oleh karena itu seseorang dapat mempelajari sesuatu dengan baik apabila ia menggunakan lebih dari satu indera. Sedangkan hal yang mempengaruhi dari apa yang bisa kita ingat adalah 10% dari yang kita baca, 20% dari yang kita dengar, 30% dari yang kita lihat, 50% dari yang kita lihat dan dengar, 80% dari yang kita ucapkan, dan 90% dari yang kita ucapkan dan lakukan.38 Dapat dilihat bahwa penggunaan metode peragaan memiliki nilai pengaruh yang lebih besar terhadap ingatan anak bila dibandingkan dengan metode video.

Hasil penelitian pada Tabel 4 memperlihatkan selisih rata-rata indeks plak awal dan akhir masing-masing kelompok perlakuan pada setiap pemeriksaan dan terlihat adanya perbedaan yang bermakna (p=0,00). Melalui tabel Post Hoc Tests terlihat adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok peragaan dengan kelompok kontrol (p=0,00) pada masing-masing pemeriksaan. Begitu pula pada kelompok video, terlihat adanya perbedaan yang bermakna dengan kelompok kontrol (p=0,00) pada masing-masing pemeriksaan. Hal ini menunjukkan bahwa selisih rata-rata indeks plak awal dan akhir (sebelum dan setelah menyikat gigi) pada anak di kelompok peragaan dan video lebih besar dibandingkan anak yang tidak mendapat

pengajaran cara menyikat gigi di kelompok kontrol. Sedangkan selisih rata-rata indeks plak pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa ada pengaruh menyikat gigi terhadap penurunan indeks plak.

Melalui tabel Post Hoc Tests tersebut dapat terlihat pula adanya perbedaan yang bermakna antara selisih rata-rata indeks plak kelompok peragaan dengan video pada setiap pemeriksaan (p<0,05). Hasil penelitian pada Tabel 1 memperlihatkan selisih rata-rata indeks plak kelompok peragaan lebih besar dibandingkan kelompok video pada setiap pemeriksaan. Hal ini menunjukkan bahwa metode peragaan lebih efektif digunakan dalam memberikan pengajaran cara menyikat gigi dan mengembangkan motorik anak dalam menyikat gigi dibandingkan dengan metode video. Hal ini berkaitan dengan penggunaan alat peraga berupa model gigi yang langsung dapat anak lihat pada metode peragaan, anak dapat melihat detail dari proses menyikat gigi yang disajikan secara sempurna, sedangkan metode video kurang dapat menampilkan detail secara sempurna.

Hasil pada Tabel 4 memperlihatkan selisih indeks plak awal dan akhir pada setiap pemeriksaan terlihat mengalami penurunan. Hal ini sebenarnya bukanlah disebabkan oleh karena daya ingat atau kemampuan motorik anak dalam menyikat gigi yang mulai berkurang, melainkan karena adanya penurunan indeks plak awal pada setiap pemeriksaan yang dilakukan (Tabel 1 dan Tabel 2).

Hasil penelitian berupa penyuluhan kesehatan gigi pada anak usia 8-9 tahun memberikan hasil yang positif dalam menurunkan indeks plak baik setelah menyikat gigi maupun dalam menurunkan indeks plak awal di setiap pemeriksaan. Dengan berkembanganya aspek kognitif, anak menunjukkan proses belajar yang mereka

terima melalui penyuluhan dan pengajaran cara menyikat gigi yang telah dilakukan. Selain pengaruh dari alat peraga yang digunakan, penggunaan metode yang melibatkan anak dalam proses penyuluhan berpengaruh pula terhadap proses belajar anak.

Hasil penelitian tersebut sama dengan penelitian pada anak usia 6-11 tahun di SD Bodhicitta Medan yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada penurunan skor indeks plak antara metode peragaan dengan video pada kelompok anak usia 6-9 tahun dimana metode peragaan lebih efektif digunakan dibandingkan metode video.34 Selain itu, hasil tersebut juga sama dengan penelitian pada siswa- siswi di dua SD Negeri Medan menunjukkan bahwa penyuluhan dan pelatihan menyikat gigi yang dilakukan cukup efektif untuk menurunkan indeks plak gigi- geligi.4 Hasil penelitian pada siswa-siswi kelas I-VI SD Negeri Samarinda Kalimantan Timur juga menunjukkan bahwa penyuluhan dan pelatihan cara menyikat gigi dapat meningkatkan kebersihan gigi dan mulut. Hal ini menunjukkan proses belajar yang mereka dapat melalui program penyuluhan dan pelatihan dapat dimengerti dan dipraktekkan oleh siswa-siswi SD tersebut.5 Begitu pula dengan hasil penelitian pada siswa-siswi SD Islam Terpadu (SDIT) Imam Bukhari Bandung menunjukkan bahwa terjadi perubahan nilai rata-rata indeks plak anak usia 10-12 tahun selama proses pendidikan penyikatan gigi yang dilakukan dalam 4 kali kunjungan.12

Dokumen terkait