• Tidak ada hasil yang ditemukan

Shear bond strength suatu bahan tumpatan terhadap jaringan keras gigi dapat diukur dengan uji shear bond strength yaitu dengan cara menggeser bahan tersebut terhadap permukaan jaringan gigi. Nilai yang diperoleh akan memberikan gambaran bagaimana kekuatan geser perlekatan itu terhadap jaringan keras gigi. Untuk menganalisa kekuatan perlekatan suatu bahan adhesif, harus diamati di daerah mana terjadinya fraktur/patah atau lepasnya perlekatan. Jika bagian yang patah berada antara gigi dan resin komposit, disebut adhesive failure, sedangkan jika bagian yang patah berada pada gigi atau resin komposit, disebut cohesive failure.2

Pada penelitian ini, digunakan 30 sampel gigi premolar atas yang telah diekstraksi. Gigi-gigi ini direndam dalam larutan saline sampai diberikan perlakuan, kemudian sampel ini dibagi ke dalam 3 kelompok secara random. Masing-masing kelompok terdiri dari 10 sampel. Pada kelompok I, digunakan waktu pengeringan 5 detik terhadap bahan adhesif. Pada kelompok II, digunakan waktu pengeringan 10 detik terhadap bahan adhesif. Pada kelompok III, digunakan waktu pengeringan 15 detik terhadap bahan adhesif. Bahan adhesif yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan adhesif one-step self-etching (Tokuyama Bond Force, Japan) dan bahan restorasi resin komposit yang digunakan adalah resin komposit packable (Filtek P60,

3M, ESPE).

Bond Force (Tokuyama Dental Product) merupakan bahan primer adhesif,

Dengan monomer SR (self-reinforcing), Bond Force membentuk ikatan 3-D pada gigi dan menghasilkan perlekatan yang sangat kuat pada enamel dan dentin (Gambar 25). Monomer SR merupakan kelompok asam fosfat ganda yang dapat berpolimerisasi yang akan bereaksi silang dengan apatit dari permukaan gigi dan ion kalsium yang berasal dari substrat gigi sebelum disinar, kemudian berpolimerisasi bersama-sama membentuk lapisan bonding yang kuat ketika disinar.38

Gambar 27 : 3D self-reinforcing technology38

Sewaktu pengaplikasian, bahan primer tersebut masuk ke dalam tubulus dentin yang terbuka dan ke sekitar serabut kolagen yang terekspos, resin akan berpenetrasi ke dalam jaringan kolagen menghasilkan psikokimia interlocking dengan

dentin untuk membentuk hybrid layer yang penting untuk membentuk ikatan yang kuat antara resin dan dentin (Gambar 26).18

Gambar 28 : Permukaan dentin setelah pengaplikasian Tokuyama Bond Force38

Pada tabel 2 terlihat bahwa keseluruhan sampel mengalami patah pada perlekatan antara resin komposit dan gigi (adhesive failure) dan tidak ada yang mengalami cohesive failure. Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan hal ini terjadi.

Pertama, pengeringan permukaan dentin sebelum aplikasi bahan adhesif yang tidak terkontrol sehingga kemungkinan ada permukaan dentin yang terlalu kering. Pada permukaan dentin yang kering, kolagen yang terdapat dalam tubulus dentin menjadi kolaps sehingga mikroporositas tidak terbentuk dan resin tidak dapat berpenetrasi ke dalam kolagen. Hal ini menyebabkan perlekatan bahan adhesif ke permukaan dentin menjadi kurang baik.

Kedua, resin komposit yang digunakan merupakan resin komposit jenis

packable yang memiliki daya alir yang lebih rendah sehingga pada saat diaplikasikan ke gigi, resin komposit tersebut kurang melekat pada dinding kavitas.

Ketiga, arah penyinaran resin komposit yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan arah penyinaran dari oklusal. Pada saat penyinaran, pengkerutan polimerisasi terjadi ke arah sumber sinar sehingga terjadi celah antara resin komposit dan gigi. Arah penyinaran yang benar adalah dari semua arah. Selain itu, resin komposit pada bagian dalam seharusnya disinar lebih lama agar didapatkan polimerisasi resin komposit bagian dalam lebih sempurna.

Keempat, tekanan pengeringan udara yang digunakan untuk menghilangkan

solvent pada bahan adhesif terlalu kuat sehingga kemungkinan komponen resin juga

dihilangkan. Solvent harus diuapkan sepenuhnya dengan pengeringan udara yang lemah. Bahan adhesif yang mengandung aseton dan etanol dapat segera kering, sedangkan pengeringan pada bahan adhesif yang mengandung air membutuhkan beberapa detik.28

Kelima, penyimpanan bahan adhesif one-step self-etching yang lama atau pada suhu yang terlalu tinggi bisa menurunkan sifat mekanis bahan adhesif itu. Terdapat bukti bahwa bahan adhesif ini memiliki shelf-life yang buruk. Okazaki cit.

Nishiyama et al menyatakan bahwa perubahan komposisi dari bahan adhesif one-step

self-etching pada temperatur penyimpanan yang tinggi atau pada waktu penyimpanan

yang lama menghasilkan kekuatan perlekatan yang berkurang. Nishiyama et al

menyatakan bahwa karena bahan adhesif one-step self-etching memiliki pH antara 1 dan 2, air harus dipisahkan dari monomer asam dan metakrilat hidrofilik, karena air

yang asam mengganggu ikatan ester pada monomer ini, menyebabkan hidrolisis selama penyimpanan. Kazantsev et al cit. Nishiyama et al menyatakan bahwa tingkat hidrolisis 2-hidroksil metakrilat (HEMA) dalam larutan asam meningkat dengan meningkatnya suhu.39

Tabel 3 menunjukkan data hasil pengukuran shear bond strength dari tiap kelompok. Dari hasil yang diperoleh terlihat beberapa hasil uji berbeda jauh dengan yang lainnya. Pada kelompok I sampel nomor 9 didapatkan nilai yang rendah bila dibandingkan dengan sampel yang lain pada kelompok I, yaitu 16.08. Pada kelompok II sampel nomor 5 didapatkan nilai terendah dalam kelompok II, yaitu 19.91. Dan pada kelompok III sampel nomor 8 (12.45) merupakan sampel dengan nilai terendah. Oleh sebab itu, penulis mengelompokkan hasil penelitian dengan nilai yang berdekatan menjadi dua kelompok yaitu kelompok dengan nilai yang tinggi dan kelompok dengan nilai yang rendah, kemudian dilakukan uji analisis statistik pada kedua kelompok tersebut untuk melihat apakah terdapat perbedaan signifikan antara ketiga waktu pengeringan setelah dikelompokkan. Setelah penulis melakukan uji analisis ulang, ternyata tidak ada perbedaan signifikan pada ketiga waktu pengeringan tersebut. Maka, penulis menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pengaruh waktu pengeringan bahan adhesif yang berbeda terhadap shear bond strength resin komposit terhadap gigi.

Ada beberapa faktor yang mungkin menyebabkan hasil penelitian ini tidak didapatkan perbedaan yang signifikan. Faktor pertama yaitu pada saat pemotongan gigi dimana bais yang menjepit gigi tidak terfiksasi dengan sempurna sehingga

menimbulkan getaran yang tidak dapat dikendalikan antara satu gigi dengan lainnya. Hal ini dapat mempengaruhi kekuatan perlekatan yang dihasilkan.

Faktor kedua yaitu kurangnya ketelitian dalam pengaplikasian bahan adhesif. Bahan adhesif yang terlalu lama dibiarkan di udara terbuka ketika aplikasi memungkinkan struktur bahan adhesif berubah, tebalnya bahan adhesif dan tekanan kuas aplikator saat mengaplikasikan bahan adhesif ke gigi yang tidak dapat dikendalikan antara satu gigi dengan lainnya menyebabkan kekuatan perlekatan yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Faktor lainnya yaitu kurangnya pengolesan vaseline pada permukaan akrilik di cetakan sampel bawah sehingga cetakan sampel antagonis lebih melekat pada cetakan sampel bawah. Oleh sebab itu, yang terukur bukan perlekatan resin komposit dengan gigi melainkan perlekatan antara akrilik sampel bawah dan sampel antagonis.

Pada tabel 4 terlihat nilai rata-rata kelompok dengan waktu pengeringan 15 detik (53.08) paling tinggi dibandingkan dengan kelompok dengan waktu pengeringan 5 detik (46.76) dan 10 detik (49.81). Walaupun secara uji statistik didapatkan nilai p = 0.872 (p > 0.05), yang berarti secara signifikan tidak ada perbedaan (sama) pada seluruh kelompok perlakuan.

Pada tabel 5 terlihat nilai uji statistik LSD dengan p > 0.05 yang berarti tidak ada perbedaan bermakna antara masing-masing waktu pengeringan 5 detik, 10 detik, dan 15 detik. Hal ini kemungkinan disebabkan interval waktu pengeringan antara satu kelompok dengan lainnya yang singkat sehingga tidak terlihat adanya perbedaan yang berarti. Kemungkinan lain adalah sampel yang terlalu sedikit menyebabkan data yang diperoleh kurang akurat sehingga nilai shear bond strength tidak nyata berbeda.

Selain itu, alat uji Torse’s Electronic System Universal Testing Machine yang dipakai pada penelitian ini mungkin kurang sensitif bagi bahan kedokteran gigi yang ukuran sampelnya lebih kecil daripada sampel yang biasa diuji dengan alat tersebut, sehingga hasil yang diperoleh tidak berbeda.

Secara keseluruhan, waktu pengeringan 15 detik yang digunakan untuk menguapkan solvent yang terkandung dalam bahan adhesif memiliki nilai shear bond

strength yang paling besar. Hal ini kemungkinan disebabkan makin lama waktu

pengeringan terhadap bahan adhesif, makin banyak solvent yang diuapkan sehingga tidak mengganggu polimerisasi resin dan dihasilkan kekuatan perlekatan yang lebih tinggi.

Chiba et al dalam penelitiannya mengevaluasi pengaruh waktu pengeringan terhadap bahan adhesif one-step self-etching dan menyatakan bahwa pengeringan penting untuk mendapatkan kekuatan perlekatan yang adekuat, tetapi bertambahnya waktu pengeringan tidak mempengaruhi kekuatan perlekatan secara signifikan. Dengan demikian, perlekatan yang adekuat tergantung pada sifat mekanis bahan adhesif serta penetrasi bahan.14

Dokumen terkait