• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan bakteri endofit untuk mengendalikan penyakit darah pada tanaman pisang merupakan salah satu alternatif pengendalian hayati yang dapat dikembangkan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri endofit dapat menginduksi ketahanan tanaman pisang terhadap penyakit

Banana Bunchy Top Virus (Harish et al. 2008) dan layu Fusarium (Lian et al.

2008). Untuk mendapat bakteri endofit yang potensial sebagai agens pengendalian hayati penyakit darah, diperlukan serangkaian penelitian dan kajian.

Hasil isolasi bakteri endofit dari akar tanaman pisang diperoleh 90 isolat

dengan kerapatan populasi bakteri berkisar antara 6.1 x 103 – 4.2 x

105

Pendekatan seleksi bakteri endofit pada tanaman yang dilakukan selama ini adalah dengan mengaplikasi isolat yang menunjukkan kemampuan antibiosis dan

kompetisi tinggi terhadap patogen secara in vitro, seperti pada seleksi terhadap

bakteri rizosfer. Hal ini perlu dikaji karena adanya perbedaan ekologi dan mekanisme pengendalian penyakit tanaman antara bakteri endofit dan rizosfer. Bakteri endofit di dalam jaringan tanaman mempunyai jumlah yang lebih sedikit cfu/berat basah akar. Isolat bakteri endofit diisolasi dari pisang ‘Kepok’ (33 isolat), pisang ‘Raja’ (31 isolat), dan pisang ‘Ambon’ (26 isolat). Isolat dikelompokkan menjadi 3 kelompok berdasarkan sifat-sifat dan ciri-ciri, yaitu : isolat yang menunjukkan kemampuan antibiosis terhadap BDB, isolat yang dominan dalam satu komunitas/sampel, dan isolat yang tidak menunjukkan kemampuan antibiosis dan tidak dominan dalam komunitasnya.

Pada penelitian ini, seleksi kemampuan bakteri endofit untuk mengendalikan penyakit darah pada tanaman pisang dilakukan terhadap 30 isolat yang terdiri dari 22 isolat mempunyai kemampuan antibiosis terhadap BDB, 4 isolat dominan dalam komunitasnya tetapi tidak mempunyai kemampuan antibiosis terhadap BDB, dan 4 isolat mempunyai kemampuan antibiosis terhadap BDB serta dominan dalam komunitasnya. Penggunaan isolat dominan yang tidak menunjukkan kemampuan antibiosis dalam penelitian ini merupakan pendekatan baru yang digunakan untuk menyeleksi kemampuan bakteri endofit dalam mengendalikan penyakit tanaman.

dibandingkan bakteri patogen dan umumnya tidak melakukan kontak langsung dengan patogen. Pengaruh pengendalian bakteri endofit terhadap patogen tanaman (bakteri patogen) disebabkan oleh kemampuan bakteri endofit mengaktifkan serangkaian respon pertahanan tanaman inangnya.

Isolat-isolat bakteri endofit yang telah diinokulasikan ke bibit pisang ‘Cavendish’ hasil perbanyakan kultur jaringan diamati pertumbuhannya dengan mengukur pertambahan tinggi dan jumlah daun tanaman. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh inokulasi bakteri endofit terhadap pertumbuhan tanaman pisang dan potensi bakteri endofit sebagai agens pemacu pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 10 isolat bakteri endofit berpotensi sebagai agens pemacu pertumbuhan tanaman pisang karena mampu meningkatkan pertambahan tinggi dan jumlah daun tanaman pisang secara signifikan, sedangkan 20 isolat lainnya tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman pisang. Semua isolat bakteri endofit dengan zone hambatan sangat luas, tidak mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Isolat EKK07, EKT05, ERB04, ERB10, ERN05 dan ERU06 cenderung menekan pertambahan tinggi tanaman.

Inokulasi bakteri endofit pada bibit pisang mempengaruhi aktivitas enzim pertahanan pada tanaman. Beberapa isolat bakteri endofit mampu meningkatkan aktivitas peroksidase dan polifenol oksidase pada akar tanaman pisang ‘Cavendish’. Semua isolat bakteri endofit yang menunjukkan kemampuan meningkatkan aktivitas polifenol oksidase pada penelitian ini, juga mampu meningkatkan aktivitas peroksidase. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri endofit mampu menginduksi respon pertahanan tanaman pisang, karena peningkatan aktivitas peroksidase dan polifenol oksidase merupakan salah satu indikator terjadinya induksi ketahanan.

Bibit pisang yang telah dikolonisasi oleh bakteri endofit selama 8 minggu, diinokulasi dengan BDB menggunakan 2 metode inokulasi (Rustam 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode inokulasi BDB pada tanaman pisang dapat mempengaruhi aktivitas pengendalian bakteri endofit terhadap BDB pada tanaman pisang ‘Cavendish’. Metode inokulasi BDB dengan pelukaan akar dan penyiraman suspensi bakteri lebih cocok digunakan untuk menyeleksi bakteri

92 endofit karena metode ini menimbulkan infeksi lebih alami dibandingkan dengan penginjeksian suspensi pada bonggol pisang. BDB yang disiramkan disekitar perakaran tanaman, masuk ke dalam jaringan akar melalui luka yang ada pada akar.

Berdasarkan pada kemampuan dalam menekan kejadian penyakit darah, diketahui bahwa isolat EAL15, EKK10, EKK20 dan EKK22 mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai agens pengendalian hayati penyakit darah pada tanaman pisang dengan tingkat penekanan kejadian penyakit sebesar 66.67%- 83.33 %. Hasil sekuensing parsial 16S rRNA menggunakan primer 27F dan 1492R pada isolat EAL15, EKK10, EKK20 dan EKK22 menunjukkan kemiripan

77%, 73%, 98% dan 99% dengan bakteri Serratia liquefaciens, Bacillus

megaterium, Enterobacter cloacae dan Pectobacterium cypripedii. Isolat-isolat ini belum pernah dilaporkan sebagai agens pengandalian hayati penyakit pada tanaman pisang, khususnya terhadap penyakit darah.

Analisis mekanisme kerja bakteri endofit dalam mengendalikan penyakit darah pada tanaman pisang menunjukkan bahwa isolat bakteri endofit EAL15, EKK10, EKK20 dan EKK22 mampu menginduksi ketahanan tanaman dengan meningkatkan aktivitas peroksidase (POD) dan polifenol oksidase (PPO) pada akar tanaman pisang. Peningkatan aktivitas POD dan PPO pada tanaman yang diberi perlakuan bakteri endofit lebih tinggi dibandingkan tanaman kontrol. Agrios (2005) menyatakan bahwa mikroorganisme patogen atau kerusakan mekanis dan kimia dapat merangsang tanaman untuk menghasilkan senyawa toksin terhadap patogen (fitoaleksin). Peroksidase dan polifenol oksidase merupakan enzim yang berperan dalam oksidasi senyawa fenol yang beracun bagi mikroorganisme.

Aktivitas peroksidase pada tanaman dapat menghambat proses infeksi patogen, karena aktivitas peroksidase berhubungan dengan proses lignifikasi dan pembentukan hidrogen peroksida yang menghambat patogen secara langsung atau pembentukan radikal bebas yang mempunyai efek anti mikroba. Menurut Huang (2001), induksi ketahanan diekspesikan setelah adanya serangan mikroba dalam bentuk penguatan dinding sel, biosintesis fitoaleksin, dan akumulasi protein PR (pathogenesis-related protein).

Bakteri patogen (BDB) berada di ruang antar sel tanaman dan memanfaatkan nutrisi yang ada di dalam sel tanaman untuk pertumbuhannya. Sel bakteri patogen yang melakukan kontak dengan sel tanaman inang menghasilkan senyawa yang dapat merusak membran plasma sel tanaman sehingga membebaskan elektrolit dari dalam sel dan menyebabkan kematian sel tanaman

(Habazar & Rivai 2004). Alvares et al. (2010) menyatakan bahwa pada fase

awal proses infeksi, bakteri patogen tanaman (Ralstonia solanacearum)

menghasilkan enzim untuk menghidrolisis komponen dinding sel tanaman untuk mendapatkan nutrisi dan energi. Proses lignifikasi dapat meningkatkan kekuatan mekanik terhadap penetrasi patogen karena meningkatnya ketahanan dinding sel tanaman terhadap degradasi oleh enzim-enzim patogen dan membentuk

impermeability barriers terhadap aliran nutrisi dan toksin (Strange 2003).

Peningkatan ketahanan tanaman oleh bakteri endofit juga diamati dari kandungan asam salisilat pada akar tanaman pisang. Tanaman dengan perlakuan

isolat EAL15 dan EKK10 menunjukkan kandungan asam salisilat lebih tinggi

dibandingkan tanaman kontrol (tanpa perlakuan bakteri endofit). Rumahlewang

et al. (2002) melaporkan bahwa induksi ketahanan tanaman pisang ambon kuning

terhadap layu bakteri R. solanacerum menggunakan bakteri Pseudomonas cepacia

dapat dilihat dengan meningkatnya asam salisilat pada tanaman.

Asam salisilat berperan penting dalam jalur sinyal yang memicu terjadinya induksi ketahanan sistemik (Cameron 2000) dan mengaktifkan respon pertahanan

tanaman terhadap serangan patogen (Klessig et al. 2000). Setelah infeksi tanaman

oleh patogen, kandungan asam salisilat akan meningkat secara lokal dan sistemik. Peningkatan kandungan asam salisilat diamati pada jaringan phloem tanaman

sebelum terjadinya induksi ketahanan sistemik (Rasmussen

Perlakuan bakteri endofit tidak menunjukkan peningkatan kandungan asam salisilat pada semua tanaman pisang, meskipun tanaman tersebut menunjukkan reaksi tahan terhadap penyakit darah. Perlakuan isolat bakteri endofit EKK20 dan EKK22 menunjukkan kandungan asam salisilat lebih rendah dibandingkan tanaman kontrol yang menunjukkan gejala penyakit darah. Hal ini dapat disebabkan oleh tidak terjadinya infeksi BDB pada tanaman pisang, sehingga tanaman tidak menunjukkan respon pertahanan. Peningkatan kandungan

94 asam salisilat pada tanaman yang terinfeksi patogen lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tidak terinfeksi. Heil & Bostock (2002) menyatakan bahwa infeksi patogen menyebabkan terjadinya sintesis asam salisilat dalam konsentrasi

tinggi, tetapi kemudian menghalangi tahap pensinyalan (signalling) untuk respon

pertahanan tanaman. Hal ini menyebabkan kandungan asam salisilat pada tanaman yang rentan dalam fase tertentu dapat lebih tinggi dari tanaman yang menunjukkan reaksi tahan.

Faktor lain yang dapat menyebabkan rendahnya kandungan asam salisilat pada tanaman yang diinokulasi dengan bakteri endofit EKK20 dan EKK22 adalah induksi ketahanan sistemik (ISR) pada tanaman pisang oleh isolat ini tidak berhubungan dengan jalur sintetis asam salisilat. Jalur sinyal ISR yang dipicu oleh bakteri endofit berbeda-beda pada masing-masing strain bakteri patogen

(Kloepper & Ryu 2006). Hasil penelitian Ryu et al. (2003) menunjukkan bahwa

ISR bakteri endofit Bacillus pamilus SE34 yang diuji pada Arabidopsis terhadap

dua patovar Pseudomonas syringae (pv. tomato dan macilucola) mempunyai jalur

sintesis yang berbeda. ISR terhadap patovar P. syringae pv. macilucola

berhubungan dengan jalur sintesis asam salisilat, sedangkan ISR terhadap

P. syringae pv. tomato tidak berhubungan dengan jalur sintesis asam salisilat, tetapi berhubungan dengan sintesis asam jasmonat.

Meskipun bakteri endofit menunjukkan kemampuan menghambat

pertumbuhan patogen secara langsung (bersifat antibiosis) secara in vitro, tetapi

inokulasi bakteri endofit ke tanaman dapat memberikan hasil yang berbeda, dan tidak selalu efektif untuk mengendalikan patogen (Chanway 2002). Bakteri endofit berperan dalam mengaktifkan mekanisme pertahanan alami tanaman,

sebelum patogen kontak dengan tanaman (Hallmann et al. 1997). Ketahanan

tanaman terinduksi karena adanya senyawa elicitor dari bakteri endofit, seperti

membran lipopolisakarida (Hallmann et al. 1997), antibiotik, siderofor (van Loon

et al. 1998), dan asam salisilat ekstra seluler (Lyon, 2007). Hasil analisis karakter

fisiologis bakteri endofit menunjukkan bahwa isolat EAL15 dan EKK20

menghasilkan siderofor yang diduga dapat berperan sebagai elicitor untuk

Kemampuan mengkolonisasi jaringan tanaman merupakan salah satu faktor penting yang menentukan kemampuan bakteri endofit dalam menginduksi ketahanan tanaman pisang terhadap penyakit darah. Bakteri endofit EAL15-Rif dapat mengkolonisasi rizosfer, permukaan akar, bagian dalam jaringan akar dan bonggol tanaman pisang. Bakteri EAL15-Rif telah terdeteksi di dalam jaringan akar pada 3 hari setelah inokulasi, sedangkan di dalam jaringan bonggol terdeteksi pada 4 minggu setelah inokulasi. Populasi bakteri EAL15-Rif di dalam jaringan akar meningkat mulai 3 hari sampai 3 minggu setelah inokulasi dan stabil sampai 8 minggu setelah inokulasi. Pengamatan koloni bakteri endofit EAL15-Rif dalam

jaringan tanaman pisang menggunakan Scanning Elelctron Microcopy (SEM)

membuktikan bahwa bakteri ini mengkolonisasi jaringan akar dan bonggol tanaman pisang (Gambar 8).

Kemampuan bakteri endofit melakukan kolonisasi di rizosfer dan permukaan akar tanaman pisang akan meningkatkan kapasitas pengendalian terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT) pisang lainnya, terutama OPT yang menular melalui tanah seperti nematoda parasit tanaman. Nematoda parasit tanaman bersifat parasit terhadap tanaman secara langsung dan/atau mempercepat penetrasi BDB ke dalam akar tanaman pisang karena kerusakan akar tanaman oleh stilet nematoda. Subandiyah et al. (2005) melaporkan beberapa genus nematoda ditemukan pada pisang yang terinfeksi BDB, seperti Pratylenchus sp. Meloidogyne sp., Haplolaimus sp., dan Rhadopholus sp. Bakteri endofit yang mengkolonisasi rizosfer dan permukaan akar tanaman diharapkan juga berperan melindungi tanaman dari infeksi patogen lain (nematoda parasit) di rizosfer tanaman. Siddiqui & Shaukat (2003) melaporkan bahwa aplikasi bakteri endofit

Pseudomonas fluorescens pada tanaman tomat mampu menekan perkembangan

puru akar yang disebabkan oleh nematoda Meloidogyne javanica. Meusinger &

Pocasangre (2008) juga melaporkan bahwa 2 isolat bakteri endofit Pseudomonas

(F1-P8, F3-P2) dan 5 isolat Bacillus spp. (F.O-10, F.O-33, F1-B7, F7-B2,

F9-B62) mampu menekan populasi nematoda Radopolus similis pada tanaman

pisang. Hal ini memerlukan kajian lebih lanjut dengan menguji keefektifan isolat-isolat yang telah diseleksi di lapangan.

96 Bakteri endofit memerlukan waktu untuk berinteraksi dan mengkolonisasi jaringan tanaman pisang, sehingga keefektifan pengendaliannya terhadap penyakit darah dapat berlangsung secara optimal. Periode kolonisasi bakteri endofit selama 8 minggu menunjukkan penekanan penyakit paling tinggi dibandingkan periode kolonisasi 0 dan 4 minggu. Hal ini diduga berhubungan dengan jumlah populasi yang diperlukan oleh bakteri untuk mengaktifkan mekanisme pertahanan tanaman. Bakteri endofit memerlukan jumlah populasi tertentu (kuorum) untuk mengatur ekspresi gen yang berhubungan dengan stres lingkungan dan aktivitas biokontrol (produksi senyawa antimikroba dan memicu induksi ketahanan

sistemik tanaman inang). Liu et al. (2011) melaporkan bahwa quorum sensing

dari bakteri endofit Serratia plymuticha berperan positif dalam mengatur aktivitas

antifungal dan produksi eksoenzim.

Peningkatan keefektifan pengendalian bakteri endofit terhadap penyakit darah dapat dilakukan dengan mengkaji cara aplikasi yang efektif dan efisien serta mengaplikasikan isolat bakteri endofit potensial beserta komunitasnya. Aplikasi bakteri endofit dengan perendaman akar dapat mempercepat proses kolonisasi bakteri dan meningkatkan aktivitas bakteri dalam jaringan tanaman untuk menstimulasi gen-gen berhubungan dengan pertumbuhan tanaman pisang. Rosenblueth & Esperanza (2006) menyatakan bahwa gen-gen tanaman dapat dimodulasi oleh keberadaan bakteri dan gen-gen yang diekspresikan menyediakan kode mengenai pengaruh dari bakteri endofit pada tanaman.

Aplikasi komunitas bakteri endofit tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman pisang ‘Kepok kuning’ dan ‘Cavendish’ dibandingkan dengan isolat tunggalnya. Komunitas bakteri endofit K-AL3 dan K-RB1 menunjukkan penekanan terhadap kejadian penyakit lebih tinggi pada pisang ‘Kepok kuning’ dibandingkan dibandingkan dengan isolat tunggalnya. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi komunitas bakteri endofit dapat meningkatkan keefektifan isolat tunggal dalam mengendalian penyakit darah pada tanaman pisang.

Jaringan tanaman di huni oleh banyak jenis mikroba, baik yang dapat di kulturkan maupun yang tidak dapat dikulturkan. Aplikasi bakteri endofit bersama

komunitas bakteri terhadap tekanan ekologi dari mikroba yang telah berada di dalam jaringan tanaman. Kondisi ini akan memberikan efek pengendalian lebih stabil pada kondisi lapangan karena kemampuan sebagai agens pengendalian hayati dari suatu spesies bakteri endofit terlindungi oleh anggota komunitasnya. Bakteri yang diinokulasikan pada tanaman akan bertahan dan berkembang biak dalam tanaman, dan akan memicu pergantian komunitas bakteri dari komunitas

alami sebelumnya (Andreote et al. 2009). Hal ini mendorong kemungkinan untuk

melakukan seleksi bakteri endofit sebagai agens pengendalian hayati penyakit tanaman pada tingkat komunitas. Keanekaragaman dalam komunitas bakteri endofit yang lebih rendah dibandingkan dengan bakteri rizosfer memungkinkan bakteri endofit diaplikasikan dalam suatu formulasi komunitasnya.

Pengembangan isolat bakteri endofit EAL15, EKK10, EKK20 dan EKK22 sebagai agens pengendalian hayati terhadap penyakit darah pada tanaman pisang memerlukan beberapa kajian lebih lanjut. Kemampuan isolat EAL15, EKK10, EKK20 dan EKK22 untuk mengendalikan penyakit darah pada penelitian ini diseleksi melalui metode inokulasi BDB pada akar tanaman pisang, sehingga diperlukan kajian untuk mengetahui kemampuan isolat ini untuk mengendalikan penyakit darah yang ditularkan melalui serangga vektor pengunjung bunga.

Mekanisme induksi ketahanan tanaman oleh bakteri endofit dapat terjadi secara sistemik pada semua jaringan tanaman dan dapat mempengaruhi berbagai respon pertahanan tanaman. Selain itu, kemampuan bakteri endofit melakukan kolonisasi pada bonggol tanaman pisang, memungkin bakteri ini menyebar sampai ke tandan buah pisang dan mengaktifkan mekanisme pertahanan tanaman pisang apabila patogen menginfeksi melalui bunga pisang. Penelitian-penelitian sebelumnya melaporkan bahwa beberapa bakteri endofit dapat memicu induksi ketahanan sistemik pada tanaman terhadap penyakit tanaman dan menghasilkan

senyawa yang racun bagi serangga vektor. Zender et al. (1997) melaporkan bahwa

aplikasi bakteri endofit Bacillus pamilus INR7 pada bibit mentimun menurunkan

jumlah kumbang mentimun yang merupakan vektor penularan bakteri Erwinia

trachiephila, karena meningkatnya senyawa cucurbitacin yang bersifat racun

terhadap serangga ini. Murphy et al. (2000) juga melaporkan bahwa aplikasi B.

98

Tomato mottle virus (ToMoV) dan jumlah nimfa Bremisia argentifolii yang merupakan serangga vektor dari ToMoV.

Pemanfaatan bakteri endofit untuk mengendalikan penyakit darah pada tanaman pisang, perlu didukung oleh tersedianya bibit yang pisang. Penggunaan bibit pisang hasil perbanyakan kultur jaringan dapat meningkatkan keefektifan pengendalian oleh bakteri endofit. Proses perbanyakan bibit pisang melalui kultur jaringan menghasilkan bibit yang bebas dari patogen tanaman (bakteri dan cendawan patogen) dan mikroorganisme lain yang bisa ditumbuhkan pada media

buatan (bersifat culturable). Aplikasi bakteri endofit pada bibit pisang kultur

jaringan memberikan beberapa keuntungan, yaitu : (1) Bakteri endofit dapat melakukan kolonisasi lebih awal di dalam jaringan tanaman pisang sebelum proses infeksi patogen; (2) Aplikasi bakteri endofit pada bibit pisang kultur jaringan memerlukan jumlah inokulum yang lebih sedikit karena ukuran bibit yang lebih kecil; (3) Aplikasi bakteri endofit pada bibit pisang kultur jaringan dapat mengatasi masalah formulasi agens pengendalian hayati yang sering menyebabkan penurunan kemampuan pengendaliannya proses formulasi dan penyimpanan formulasi.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan :

1. Sembilan puluh isolat bakteri endofit yang berhasil diisolasi dari akar tanaman

pisang dengan kerapatan populasi bakteri endofit berkisar antara 6.0 x 103-

4.2 x 105

2. Isolat bakteri endofit EAL15, EKK10, EKK20 dan EKK22 mampu menekan

kejadian penyakit darah pada tanaman pisang sebesar 66.67%-83.33%. cfu/g berat basah akar.

3. Bakteri endofit menekan kejadian penyakit darah pada tanaman pisang melalui mekanisme induksi ketahanan tanaman pisang dengan meningkatkan aktivitas peroksidase, polifenol oksidase, kandungan asam salisilat dan hormon auksin pada tanaman pisang.

4. Bakteri endofit EAL15-Rif mampu mengkolonisasi bagian dalam jaringan akar dan bonggol pisang ‘Cavendish’ 4 minggu setelah inokulasi.

5. Pengamatan dengan Scanning Electron Microscopy menunjukkan adanya

koloni EAL15-Rif di dalam jaringan akar dan bonggol tanaman pisang.

6. Periode kolonisasi bakteri endofit EAL15, EKK10, EKK20 dan EKK22 selama 8 minggu menunjukkan persentase penekanan penyakit darah sebesar 83.33%, 75%, 66.67% dan 75% .

7. Cara aplikasi dengan perendaman akar bibit pisang menunjukkan penekanan kejadian penyakit sebesar 91.67% dengan isolat EAL15 dan 66.67% dengan isolat EKK10 dan EKK20.

8. Aplikasi komunitas bakteri endofit K-AL3 dan K-RB1 mampu menekan kejadian penyakit darah sebesar 75% dan 83.33% pada tanaman pisang ‘Kepok kuning’.

Saran

Untuk mengaplikasikan bakteri endofit yang telah diseleksi dari penelitian ini di lapangan, perlu dilakukan kajian-kajian lebih lanjut tentang :

100

1. Keefektifan induksi ketahanan tanaman ini dalam menekan kejadian

penyakit darah yang ditularkan melalui serangga vektor pengunjung bunga.

2. Pengaruh inokulasi bakteri endofit terhadap nematoda-nematoda parasit

akar yang dapat mempengaruhi infeksi BDB melalui akar tanaman pisang dan penyakit layu Fusarium yang sering ditemukan pada areal pertanaman pisang yang terserang penyakit darah.

3. Keefektifan pengendalian bakteri endofit terhadap penyakit darah melalui

aplikasi pada bibit pisang hasil perbanyakan vegetatif.

4. Keamanan hayati dari bakteri endofit terhadap lingkungan dan kesehatan

Adeline SYT, Sariah M, Jugah K, Son R, Gurmit S. 2008. Endophytic

microorganisms as potential growth promoters of banana. Biocontrol 53 :

541-553.

Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 5th ed. Academic Press. New York.

Alvarez B, Biosca EG, Lopez MM. 2010. On the life of Ralstonia solanacearum,

a destructive bacterial plant pathogen. Appl Microbiol and Microbial

Biotech 1: 267-279.

Andreote FD, Welington LA, Joao LA et al. 2009. Endophytic colonization of

potato (Solanum tuberosum) by a novel competent bacterial

endophyte, Pseudomonas putida strain P9, and its effect on associated

bacterial communities. Appl Environ Microb. 75

Baharuddin. 1994. Pathological, biochemical and serological characterization of

the blood disease bacterium affecting banana and plantain (Musa spp.) in

Indonesia. Gottingen : Cuvillier Verlag.

: 3396–3406.

Bashan Y, de-Bashan LE. 2005. Bacteria, plant growth-promoting. In :

Ensyclopedia of Soil in The Environment. (Editor-in-chief) D. Hiller, Elsevier Oxford UK. Pp. 103-115.

Benhamou N, Kloepper JW, Quadt-Hallmann A, Tuzun S. 1996. Induction of defense-related ultra-structural modifications in pea root tissues inoculated

with endophytic bacteria. Plant Physiol 112: 919–929.

Buddenhagen IW, Elssaser TA. 1962. An insect-spread bacterial wilt epiphytotic of bluggue banana. Natur e 194 (4824):164-165.

Buddenhagen IW. 1961. Bacterial wilt of bananas: history and known distribution. Tropic Agricult Trinidad 38:107-121.

[CPC] Crop Protection Compendium. 2005. Crop Protection Compendium Global

Module. Wallingford. CAB International.

Cameron RK. 2000. Salicylic acid and its role in plant defense responses: what do

we really know? Physiol and Mol Plant Pathol. 56: 91-

Chanway CP. 2002. Bacterial endophytes : Encyclopedia of Pest Management.

Marcel Dekker, Inc. pp. 43-46.

93.

Compant S, Reiter B, Sessitsch A et al. 2005. Endophytic colonization of Vitis

vinifera L. by a plant growth promoting bacterium, Burkhoderia sp. strain

102 [Ditlinhorti] Direktorat Perlindungan Hortikultura .2011. Penyakit Layu bakteri

(Penyakit Darah/Moko Desease): Ralstonia (Pseudomonas) solanacearum

E.F. Smith pv. celebensis.

2011].

Eden-Green SJ, Sasraatmadja H. 1990. Blood disease in Indonesia. FAO Plant

Protection (Bulletin) 38:49-50.

Eden-Green SJ, Supriadi, Hastati SY. 1998. Characteristics of Pseudomonas celebensis, the cause of blood disease of banana in Indonesia.

In: Proceedings of the 5thInternational Congress of Plant Pathology,

August 20- 27, 1988 Kyoto, Japan, p:389. (Abs tr.).

Eden-Green SJ. 1994. Diversity of Pseudomonas solanacearum and Related

Bacteria in South East Asia : New Direction for Moko disease. pp. 25-34. Cab. Internasional, Walingford.

Fegan M, Prior P. 2005. How complex is the “Ralstonia solanacearum species

complex? In : C Allen, P Prior & AC Hayward. Editor. Bacterial Wilt

Disease and the Ralstonia solanacearum Species Complex. APS

Press Minnesota. pp.449-462.

Germida JJ, Siciliano SD, De Freitas JR, Seib AM. 1998. Diversity of

root-associated bacteria root-associated with field-grown canola (Brassica napus L.)

and wheat (Triticum aestivum L.). FEMS Microbiol Ecol 26:43-50.

Gooodman RN, Kiraly Z, Wood KR. 1986. The Biochemistry and Physiology of

Plant Disease. University of Missouri Press, Columbia.

Habazar T, Rivai F. 2004. Bakteri Patogenik Tumbuhan. Andalas University

Press. Padang.

Hadiwiyono. 2010. Penyakit darah pada tanaman pisang : Infeksi dan keanekaragaman genetika pathogen. [Disertasi]. Jogjakarta : Universitas Gadjah Mada.

Hallmannn J, Quadt-Hallmannn A, Mahaffee WF, Kloepper JW. 1997. Bacterial

endophytes in agricultural crops. Can J Microbiol 43:895-914.

Hallmannn J. 2001. Plant Interaction with Endophytic Bacteria. In : Jeger MJ,

Spencer NJ. editor. Biotic Interaction in Plant-Pathogen Associations.

Dokumen terkait