• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan jenis kelamin, pada penelitian ini penderita laki-laki lebih banyak dari perempun yaitu 83,43% penderita laki-laki dan 16,57% perempuan. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Umar dkk, yang melakukan penelitian tentang akurasi diagnostik kanker paru dengan prosedur diagnosis invasif menggunakan bronkoskopi serat optik lentur di RSUD Pekan baru dari tahun 1998 sampai tahun 2002 dan menemukan penderita laki-laki 88,72% dan perempuan 11,28%.6 Hal ini kemungkinan disebabkan karena diagnosis penderita terbanyak adalah kanker paru yang berhubungan erat dengan kebiasaan merokok yang banyak dijumpai pada laki-laki daripada perempuan.

Peningkatan insiden kanker paru sejalan dengan bertambahnya umur penderita. 23 Pada penelitian ini dijumpai umur penderita terbanyak diatas 40 tahun (81,98%), sesuai dengan penelitian Umar dkk yang menemukan umur penderita kurang dari 40 tahun hanya 0,02%, sedangkan umur 40-65 tahun 69,93% dan umur diatas 40-65 tahun 24,06%. 6

Pada penelitian ini dari 344 penderita seluruhnya (100%) pengambilan sampel dilakukan dengan cara bronchoalveolar lavage (BAL) dan sebanyak 125 penderita (36,34%) pengambilan sampel dengan cara sikatan bronkus. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Umar dkk, dimana dari 123 kasus yang dilakukan bronkoskopi, pengambilan sampel dilakukan dengan cara sikatan bronkus sebanyak 119 penderita (89,50%), sedangkan biopsi pada massa intrabronkial dilakukan pada 45 penderita (10,50%). 6 Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rasmin dkk tentang efikasi prosedur diagnosis dan akurasi diagnosis sitologi prabedah kanker paru pada RS Persahabatan Jakarta sejak tahun 1993 sampai tahun 2001, dimana pengambilan spesimen terbanyak dengan cara sikatan/bilasan bronkus yaitu 51,8%, trsnsthoracal needle aspirastion (TTNA) 42,4%, transbronchial lung biopsy 4,7%. 24 Berdasarkan prosedur diagnosis penelitian yang dilakukan Baba et al (2002) mendapatkan pengambilan sampel dengan sikatan bronkus sebanyak 43,7%, sitologi

biopsi porsep intrabronkus sebanyak 62,9%, transbronchial fine needle aspiration (TBNA) sebanyak 66,6%, biopsi jarum halus sebanyak 85,0%. 25

Berdasarkan penampakan hasil bronkoskopi, penelitian ini menemukan adanya massa intrabronkial adalah yang terbanyak yaitu sebesar 28,20%. Penelitian Umar dkk juga menemukan penampakan tumor/massa intrabronkial yang terbanyak yaitu 32,53%. 6 Hasil ini sesuai dengan diagnosis penderita sebelum dilakukan tindakan bronkoskopi yang terbanyak adalah tumor paru, tetapi dengan persentase lebih besar yaitu 63,66%.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Profil penderita yang dilakukan tindakan bronkoskopi serat optik lentur di Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT) RSUP H. Adam Malik Medan memiliki karakteristik adalah sebagai berikut:

- Jenis kelamin penderita terbanyak adalah laki-laki yaitu 83,43%. - Umur terbanyak yaitu diatas 40 tahun 81,98%.

- Indikasi diagnostik dilakukan tindakan bronkoskopi dijumpai hampir pada seluruhnya penderita (99,10%).

- Cara pengambilan sampel terbanyak adalah bronchoalveolar lavage (BAL) pada seluruh penderita atau 100%.

- Diagnosis sebelum tindakan bronkoskopi terbanyak adalah tumor paru yaitu 63,66%. - Kriteria penampakan bronkoskopi terbanyak adalah massa intrabronkial yaitu 28,20%.

5.2. SARAN

Dari hasil penelitian ini dimana didapat diagnosis sebelum tindakan bronkoskopi terbanyak adalah tumor paru dan penampakan bronkoskopi yang banyak dijumpai adalah massa intrabronkial, stenosis infiltratif dan mukosa infiltratif yang merupakan tanda-tanda proses keganasan. Oleh karena itu disarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan tentang akurasi bronkoskopi serat optik lentur dalam menegakkan diagnosa tumor paru dibandingkan dengan pemeriksaan foto toraks serta CT scan toraks.

DAFTAR PUSTAKA

1. Osmon SB, Mayse M. Bronchoscopy. In : Shiffren A, Lin TL. The Washington Manual Subspecialty Consult-Pulmonary Medicine Subspecialty Consult; Lippincott Williams & Wilkins, Washington USA; 4: 28-34.

2. Stanzel F, Haussinger K. Fluorescence Bronchoscopy. In : Beamis JF, Mehta AC, Mathur PN. Interventional Pulmonary Medicine; Marcel Dekker Inc; New York-USA; 2004 (18): 355-84.

3. Prakash UB. Current Indication for Bronchoscopy. Contemp Intern Med 1992; 4 (10): 13-18 4. Heart FJF, Beamis JF, Earnist A. History Of Rigid Bronchoscopy. In : Earnist A, Mathur PN,

Mehta AC. International Pulmonary Medicine; Marcell Dekker Inc; New York-USA; 2004 (1): 1-12.

5. Baughman RP, Keith FM. Bronchoscopy, Lung Biopsi, and other diagnosic procedure. In: Nadel JA, Murray JF. Texbook of Respiratory Medicine. Saunders WB Company, Philadelphia-USA; 2000 (3): 725-80.

6. Umar M, Syahruddin E, Rasmin M, Munir SM. Akurasi Diagnostik Kanker Paru Dengan Prosedur Diagnosis Invasif Menggunakan Bronkoskopi Serat Optik Lentur. Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK UI/RS Persahabatan Jakarta/SMF Pulmonologi RSUD Tk.I Pekan Baru. Dalam: Jurnal Respirologi Indonesia, 2006;26(4): 180-84.

7. Becker HD, Marsh BR. History of Rigid Bronchoscopy. In : Bollinger CT, Mathur PN. Intervention Bronchoscopy, Basil Kargel, 2000: 2-15.

8. Prakash UBS, Offord KP, Stubbs SE. Bronchoscopy in North America. Chest. 1991; 100: 1668-75.

9. Marsh BR. Historic development of bronchoesophagology. Otolaryngol Head Neck Surg. 1996: 689-716.

10.Prakash UBS, Cavaliere S. Bronchoscopy. In: Gold WM, Murray JF, Nadel JA. Atlas of Procedures in Respiratory Medicine. Saunders WB Company, Philadelphia-USA; 2002 (6): 241-65.

11.Ayers ML, Beamis JF. Rigid bronchoscopy in the twenty-fisrt century. Clin Chest Med. 2001; 22 (2): 355-63.

12.Miyajawa T. History of Flexible Bronchoscopy. In: Bolliger CT, Mathur PN. Interventional Bronchoscopy; Kargel-Basel Switzerland; 2000 (30): 16-21.

13.Ovassapian A. The Flexible Bronchoscope: a tool for anesthesiologists. Clin Chest Med 2001; 22(2); 281-99.

14.Freitag L, Macha HN. Interventional bronchoscopic procedures. In: Lung cancer. Eur Respir. 2001: 272-304.

15.Suratt PM, Smiddy JF, Gruber B. Deaths and complication associated with fiber optic bronchoscopy. Chest 2000: 747-51.

16.O’Brien JD, Ettinger NA, Shevlin D, Kollef MH. Safety and yield of transbronchial biopsy in mechanically ventilated patients. Crit Care Med 1997; 25 (3) : 440-46.

17.Colt HG. Functional Evalation Before and After Interventional . Bronchoscopy. In: Bolliger CT, Mathur PN. Interventional Bronchoscopy; Kargel-Basel Switzerland; 2000 (30): 55-64. 18.Erns A, Silvestri GA, Johnstone D. Interventional Pulmonary Procedures. Chest 2003; 123:

1693-1717.

19.Jaggar SI, Haxby E. Sedation, Anaesthesia and monitoring for bronchoscopy. J Respir 2002; 3 (4): 321-27.

20.Matot I, Kramer MR,. Sedation in output patient bronchoscopy. Respir Med 2000: 1145-53. 21.Gronnebech H, Johansson G, Smedebol M. Glycopyrrolate and atropine during anaesthesia

22.Dalal DD, Vyas JJ. Diagnostic Bronchoscopy. Tata Memorial Hospital Parel Mumbai: 400-12.

23.Jusuf A, Harryanto A, Syahruddin E. Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil. Pedoman Nasional Untuk Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. PDPI. Jakarta. 2005. 24.Rasmin M, Syahruddin E, Jusuf A, Burhan E. Efikasi Prosedur Diagnosis dan Akurasi

Diagnosis Sitologi Prabedah Kanker Paru. Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK UI. Dalam: Jurnal Respirologi Indonesia, 2006;26(4): 185-89.

25.Baba M, Iyoda A, Yasufuku K, Haga Y, Hoshino H, Sekine Y. Preoperative Cytogiagnosis of Verry small-sized Pripheral-Type Primary Lung Cancer. Lung Cancer 2002; 37(3):277-80.

Dokumen terkait