• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Dari sidik ragam diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman 2 mst sampai 7 mst, jumlah daun 2 mst, jumlah daun 3 mst, jumlah daun 5 mst, jumlah daun 6 mst, jumlah daun 7 mst, jumlah daun di atas tongkol, umur berbunga jantan, umur berbunga betina, umur panen, laju pengisian biji, jumlah biji per tongkol, bobot 100 biji dan produksi per plot. Pupuk berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman 4 mst sampai 7 mst, jumlah daun 4 mst sampai 6 mst, jumlah daun di atas tongkol, umur berbunga jantan, umur berbunga betina, umur panen, laju pengisian biji, jumlah biji per tongkol, bobot 100 biji dan produksi per plot. Interaksi antara varietas dengan pupuk berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman 6 mst, tinggi tanaman 7 mst, jumlah daun 5 mst, jumlah daun 6 mst, laju pengisian biji dan produksi per plot. Nilai duga heritabilitas dari setiap parameter bernilai rendah sampai tinggi.

Tinggi Tanaman (cm)

Dari sidik ragam (lampiran 4 – 15) dapat diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada 2 mst sampai 7 mst, pupuk berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada 4 mst, 5 mst, 6 mst dan 7 mst, sedangkan interaksi antara varietas dengan pupuk berbeda nyata terhadap tinggi tanaman 6 mst dan 7 mst.

Perbedaan tinggi tanaman dari varietas dan pupuk dari 2 mst sampai 7 mst dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan Perbedaan Tinggi Tanaman (cm) dari Varietas dan Pupuk

Perlakuan Minggu Setelah Tanam

2 3 4 5 6 7 V1 = P12 49,56 a 103,74 ab 128,22 a 160,91 a 184,47 a 190,25 a V2 = BISI 2 33,95 c 75,77 c 99,00 b 130,68 bc 157,39 bc 173,48 ab V3 = NK 22 43,57 ab 93,30 b 118,36 a 150,45 ab 173,53 ab 179,53 a V4 = DK 3 35,97 bc 71,38 c 94,46 b 124,71 c 149,28 c 157,42 b V5 = JAYA 1 51,27 a 109,43 a 134,01 a 166,34 a 187,60 a 188,64 a BNJ.05 8,39 13,01 16,78 21,27 21,83 17,21 P0 = Pupuk Biasa 42,79 92,44 122,30 a 161,43 a 189,62 a 196,80 a P1 = Pupuk 42,94 89,00 107,32 b 131,80 b 151,28 b 158,92 b ABG BNJ.05 - - 7,37 9,33 9,59 7,54

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %

Dari Tabel 2. dapat dilihat bahwa varietas menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman mulai dari 2 mst sampai 7 mst. Rataan tinggi tanaman tertinggi pada varietas P12 (190,25 cm) dan terendah pada DK3 (157,42 cm).

Pupuk berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada 4 mst sampai 7 mst dengan rataan tinggi tanaman tertinggi pada pupuk biasa (196,80 cm) dan terendah pada pupuk ABG (158,92 cm).

Interaksi dari varietas dengan pupuk berbeda nyata pada 6 mst dan 7 mst. Rataan tinggi tanaman 7 mst dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Rataan Tinggi Tanaman (cm) dari Interaksi Varietas dengan Pupuk pada 7 mst

Pupuk Varietas BNJ.05

V1 V2 V3 V4 V5

P0 202,78 a 190,13 b 200,50 ab 171,61 b 219,00 a 24,31 P1 177,72 a 156,83 ab 158,56 a 143,22 b 158,28 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %

Dari Tabel 3. diketahui bahwa varietas yang paling responsif terhadap pemberian pupuk biasa adalah varietas JAYA 1, sedangkan varietas P12 paling responsif terhadap pemberian pupuk ABG.

Diagram perbedaan tinggi tanaman dari varietas dan pupuk pada 7 mst terdapat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Tinggi Tanaman dari Varietas dan Pupuk pada 7 mst Jumlah Daun (helai)

Dari sidik ragam (lampiran 16 – 27) diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap jumlah daun pada 2 mst, 3 mst, 5 mst, 6 mst dan 7 mst, pupuk berbeda nyata terhadap jumlah daun pada pengamatan 4 mst sampai 6 mst. Sedangkan interaksi antara varietas dengan pupuk berbeda nyata terhadap jumlah daun pada pengamatan 5 mst dan 6 mst.

Perbedaan jumlah daun dari varietas dan pupuk dari 2 mst sampai 7 mst dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Perbedaan Jumlah Daun (helai) dari Varietas dan Pupuk

Perlakuan Minggu Setelah Tanam

2 3 4 5 6 7 V1 = P12 4,73 a 6,28 a 6,99 8,61 a 10,83 ab 14,17 a V2 = BISI 2 4,00 b 6,06 ab 7,06 7,95 ab 9,17 c 12,56 b V3 = NK 22 4,22 ab 6,28 a 7,00 8,33 a 9,95 bc 14,17 a V4 = DK 3 3,84 b 5,44 b 6,49 7,89 b 9,78 c 13,67 ab V5 = JAYA 1 4,72 a 6,06 ab 6,94 8,89 a 11,44 a 14,95 a BNJ.05 0,65 0,73 - 0.94 1,03 2,18 P0 = Pupuk Biasa 4,38 6,13 7,20 a 8,60 a 10,91 a 14,09 P1 = Pupuk 4,22 5,91 6,59 b 8,07 b 9,56 b 13,71 ABG BNJ.05 - - 0,39 0,42 0,45 -

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %

Dari Tabel 4. dapat dilihat bahwa varietas menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap jumlah daun mulai dari 2 mst - 6 mst. Rataan jumlah daun tertinggi pada varietas JAYA 1 (14,95 helai) dan terendah pada BISI 2 (12,56 helai).

Pupuk berbeda nyata terhadap jumlah daun pada 4 mst sampai 6 mst dengan rataan jumlah daun tertinggi pada 7 mst adalah pupuk biasa (14,09 helai) dan terendah pada pupuk ABG (13,71 helai).

Interaksi dari varietas dengan pupuk berbeda nyata pada 5 mst dan 6 mst. Rataan jumlah daun 6 mst dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Rataan Jumlah Daun (helai) dari Interaksi Varietas dengan Pupuk pada 6 mst

Pupuk Varietas BNJ.05

V1 V2 V3 V4 V5

P0 11,78 ab 9,33 c 10,67 bc 10,00 c 12,78 a 1,50 P1 9,89 a 9,00 a 9,22 a 9,56 a 10,11 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %

Dari Tabel 5. diketahui bahwa untuk parameter jumlah daun varietas yang paling responsif terhadap pemberian pupuk biasa dan pupuk ABG adalah varietas JAYA 1.

Diagram perbedaan jumlah daun dari varietas dan pupuk pada 6 mst terdapat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Jumlah Daun dari Varietas dan Pupuk pada 6 mst Jumlah Daun di Atas Tongkol (helai)

Dari sidik ragam (lampiran 28 – 29) dapat diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap jumlah daun di atas tongkol, pupuk berbeda nyata terhadap jumlah daun di atas tongkol, sedangkan interaksi antara varietas dengan pupuk belum berbeda nyata terhadap jumlah daun di atas tongkol.

Rataan jumlah daun di atas tongkol dari varietas dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Jumlah Daun di atas Tongkol (helai) dari Varietas dan Pupuk

Perlakuan P0 = Pupuk Biasa P1= Pupuk ABG Rata - rata BNJ.05 = 0,59

V1 = P12 5,78 5,65 5,73 ab V2 = BISI 2 5,33 4,67 5,00 c V3 = NK 22 5,67 5,44 5,56 bc V4 = DK 3 6,44 5,89 6,17 a V5 = JAYA 1 6,00 5,89 5,95 a Rata - rata 5,85 a 5,51 b BNJ.05 = 0,27

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %

Dari Tabel 6. dapat dilihat bahwa rataan jumlah daun di atas tongkol tertinggi pada perlakuan varietas terdapat pada varietas DK 3 (6,17 helai) dan terendah pada BISI 2 (5,00 helai).

Rataan jumlah daun di atas tongkol tertinggi pada perlakuan pupuk adalah pada pupuk biasa (5,85 helai) dan terendah pada pupuk ABG (5,51 helai).

Umur Berbunga Jantan (hari)

Dari sidik ragam (lampiran 30 – 31) dapat diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap umur berbunga jantan, pupuk berbeda nyata terhadap umur berbunga jantan, sedangkan interaksi antara varietas dengan pupuk belum berbeda nyata terhadap umur berbunga jantan.

Rataan umur berbunga jantan dari varietas dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Umur Berbunga Jantan (hari) dari Varietas dan Pupuk

Perlakuan P0 = Pupuk Biasa P1= Pupuk ABG Rata - rata BNJ.05 = 2,39

V1 = P12 48,33 51,89 50,11 ab V2 = BISI 2 52,56 52,22 52,39 a V3 = NK 22 47,56 50,33 48,95 bc V4 = DK 3 50,55 50,11 50,33 a V5 = JAYA 1 46,22 49,00 47,61 c Rata - rata 49,04 b 50,71 a BNJ.05 = 1,04

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %

Dari Tabel 7. dapat dilihat bahwa rataan umur berbunga jantan tertinggi pada perlakuan varietas terdapat pada varietas BISI 2 (52,39 hari) dan terendah pada JAYA 1 (47,61 hari).

Rataan umur berbunga jantan tertinggi pada perlakuan pupuk adalah pada pupuk ABG (50,71 hari) dan terendah pada pupuk biasa (49,04 hari).

Umur Berbunga Betina (hari)

Dari sidik ragam (lampiran 32 – 33) dapat diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap umur berbunga betina, pupuk berbeda nyata terhadap umur berbunga betina, sedangkan interaksi antara varietas dengan pupuk belum berbeda nyata terhadap umur berbunga betina.

Rataan umur berbunga betina dari varietas dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan Umur Berbunga Betina (hari) dari Varietas dan Pupuk

Perlakuan P0 = Pupuk Biasa P1= Pupuk ABG Rata - rata BNJ.05 = 2,35

V1 = P12 50,33 54,78 52,56 b V2 = BISI 2 54,78 56,11 55,44 a V3 = NK 22 49,55 52,67 51,11 bc V4 = DK 3 53,33 53,56 53,45 ab V5 = JAYA 1 48,89 52,67 50,78 c Rata - rata 51,38 b 53,96 a BNJ.05 = 1,04

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %

Dari Tabel 8. dapat dilihat bahwa rataan umur berbunga betina tertinggi pada perlakuan varietas terdapat pada varietas BISI 2 (55,44 hari) dan terendah pada JAYA 1 (50,78 hari).

Rataan umur berbunga betina tertinggi pada perlakuan pupuk adalah pada pupuk ABG (53,96 hari) dan terendah pada pupuk biasa (51,38 hari).

Umur Panen (hari)

Dari sidik ragam (lampiran 34 – 35) dapat diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap umur panen, pupuk berbeda nyata terhadap umur panen, sedangkan interaksi antara varietas dengan pupuk belum berbeda nyata terhadap umur panen.

Rataan umur panen dari varietas dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Umur Panen (hari) dari Varietas dan Pupuk

Perlakuan P0 = Pupuk Biasa P1= Pupuk ABG Rata - rata BNJ.05 = 2,05

V1 = P12 80,67 83,56 82,11 bc V2 = BISI 2 83,56 85,44 84,50 a V3 = NK 22 82,78 83,11 82,94 ab V4 = DK 3 83,22 84,11 83,67 a V5 = JAYA 1 80,50 81,22 80,86 c Rata - rata 82,14 b 83,49 a BNJ.05 = 0,89

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %

Dari Tabel 9. dapat dilihat bahwa rataan umur panen tertinggi pada perlakuan varietas terdapat pada varietas BISI 2 (84,50 hari) dan terendah pada JAYA 1 (80,86 hari).

Rataan umur panen tertinggi pada perlakuan pupuk adalah pada pupuk ABG (83,49 hari) dan terendah pada pupuk biasa (82,14 hari).

Laju Pengisian Biji (gr/hari)

Dari sidik ragam (lampiran 36 – 37) diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap laju pengisian biji, pupuk berbeda nyata terhadap laju pengisian biji. Sedangkan interaksi antara varietas dengan pupuk berbeda nyata terhadap laju pengisian biji.

Rataan laju pengisian biji dari varietas dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan Laju Pengisian Biji (gr/hari) dari Varietas dan Pupuk

Perlakuan P0 = Pupuk Biasa P1= Pupuk ABG Rata - rata

V1 = P12 5,02 ab 2,67 ab 3,85 ab V2 = BISI 2 4,46 b 2,40 b 3,43 b V3 = NK 22 6,09 a 3,08 a 4,59 a V4 = DK 3 4,25 b 3,79 a 4,02 a V5 = JAYA 1 5,16 a 3,30 a 4,23 a Rata - rata 5,00 a 3,05 b BNJ.05 = 1,24

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %

Dari Tabel 10. dapat diketahui bahwa rataan laju pengisian biji tertinggi pada perlakuan varietas terdapat pada varietas NK 22 (4,59 gr/hari) dan terendah pada BISI 2 (3,43 gr/hari).

Rataan laju pengisian biji tertinggi pada perlakuan pupuk adalah pada pupuk biasa (5,00 gr/hari) dan terendah pada pupuk ABG (3,05 gr/hari).

Untuk parameter laju pengisian biji varietas yang paling responsif terhadap pemberian pupuk biasa adalah varietas NK 22, sedangkan varietas DK 3 paling responsif terhadap pemberian pupuk ABG.

Diagram perbedaan laju pengisian biji dari varietas dan pupuk terdapat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram Laju Pengisian Biji dari Varietas dan Pupuk Jumlah Biji per Tongkol

Dari sidik ragam (lampiran 38 – 39) dapat diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap jumlah biji per tongkol, pupuk berbeda nyata terhadap jumlah biji per tongkol, sedangkan interaksi antara varietas dengan pupuk belum berbeda nyata terhadap jumlah biji per tongkol.

Rataan jumlah biji per tongkol dari varietas dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan Jumlah Biji per Tongkol (biji) dari Varietas dan Pupuk

Perlakuan P0 = Pupuk Biasa P1= Pupuk ABG Rata – rata BNJ.05 = 98,05

V1 = P12 537,89 329,00 433,44 ab V2 = BISI 2 440,22 265,89 353,06 b V3 = NK 22 458,56 290,56 374,56 b V4 = DK 3 465,67 404,22 434,94 a V5 = JAYA 1 590,59 356,33 473,46 a Rata - rata 498,58 a 329,20 b BNJ.05 = 43,04

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %

Dari Tabel 11. dapat dilihat bahwa rataan jumlah biji per tongkol tertinggi pada perlakuan varietas terdapat pada varietas JAYA 1 (473,46 biji) dan terendah pada BISI 2 (353,06 biji).

Rataan jumlah biji per tongkol tertinggi pada perlakuan pupuk adalah pada pupuk biasa (498,58 biji) dan terendah pada pupuk ABG (329,20 biji).

Bobot 100 biji (gr)

Dari sidik ragam (lampiran 40 – 41) dapat diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap bobot 100 biji, pupuk berbeda nyata terhadap bobot 100 biji, sedangkan interaksi antara varietas dengan pupuk belum berbeda nyata terhadap bobot 100 biji.

Rataan bobot 100 biji dari varietas dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan 100 Biji (gr) dari Varietas dan Pupuk

Perlakuan P0 = Pupuk Biasa P1= Pupuk ABG Rata – rata BNJ.05 = 5,05

V1 = P12 30,57 23,58 27,07 b V2 = BISI 2 30,27 25,46 27,86 b V3 = NK 22 39,17 32,58 35,87 a V4 = DK 3 28,17 29,70 28,93 b V5 = JAYA 1 29,57 25,94 27,76 b Rata - rata 31,55 a 27,45 b BNJ.05 = 2,20

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %

Dari Tabel 12. dapat dilihat bahwa rataan bobot 100 biji tertinggi pada perlakuan varietas terdapat pada varietas NK 22 (35,87 gr) dan terendah pada P12 (27,07 gr).

Rataan bobot 100 biji tertinggi pada perlakuan pupuk adalah pada pupuk biasa (31,55 gr) dan terendah pada pupuk ABG (27,45 gr).

Produksi per Plot (gr)

Dari sidik ragam (lampiran 42 – 43) diketahui bahwa varietas berbeda nyata terhadap produksi per plot, pupuk berbeda nyata terhadap produksi per plot. Sedangkan interaksi antara varietas dengan pupuk berbeda nyata terhadap produksi per plot.

Rataan produksi per plot dari varietas dan pupuk dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan Produksi per Plot (gr) dari Varietas dan Pupuk

Perlakuan P0 = Pupuk Biasa P1 = Pupuk ABG Rata – rata

V1 = P12 1841,67 ab 1246,58 a 1544,13 ab V2 = BISI 2 1748,32 b 1065,31 b 1406,81 b V3 = NK 22 2288,79 a 1338,95 a 1813,87 a V4 = DK 3 1644,34 b 1570,15 a 1607,24 a V5 = JAYA 1 2001,21 a 1185,66 ab 1593,44 a Rata – rata 1904,87 a 1281,33 b BNJ.05 = 483

Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5 %

Dari Tabel 13. dapat dilihat bahwa rataan produksi per plot tertinggi pada perlakuan varietas terdapat pada varietas NK 22 (1813,87 gr) dan terendah pada BISI 2 (1406,81 gr).

Rataan produksi per plot tertinggi pada perlakuan pupuk adalah pada pupuk biasa (1904,87 gr) dan terendah pada pupuk ABG (1281,33 gr).

Untuk parameter produksi per plot varietas yang paling responsif terhadap pemberian pupuk biasa adalah varietas NK 22, sedangkan varietas DK 3 paling responsif terhadap pemberian pupuk ABG.

Diagram perbedaan produksi per plot dari varietas dan pupuk terdapat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram Produksi per Plot dari Varietas dan Pupuk

Perbandingan antara rataan produksi jagung hasil penelitian dengan produksi menurut deskripsi dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Perbandingan Antara Rataan Produksi Jagung Hasil Penelitian Dengan Produksi Menurut Deskripsi

Perlakuan Hasil Penelitian Dari Deskripsi S2 dbE t hitung t.05

V1P0 1841,67 2430,01 38203,85 18 3,69 2,31 V1P1 1246,58 2430,01 7,42 V2P0 1748,32 2670,02 5,78 V2P1 1065,31 2670,02 10,06 V3P0 2288,79 2610,02 2,01 V3P1 1338,95 2610,02 7,96 V4P0 1644,34 2775,02 7,08 V3P1 1570,15 2775,02 7,55 V5P0 2001,21 2700,02 4,38 V5P1 1185,66 2700,02 9,49

Dari Tabel 14. dapat dilihat bahwa hasil yang diperoleh dalam penelitian belum mencapai rataan produksi yang tertera pada deskripsi.

Heritabilitas

Nilai heritabilitas (h2) untuk masing – masing parameter yang diamati dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Nilai Heritabilitas Pada Masing-Masing Parameter

Parameter Nilai Heritabilitas Kriteria

Tinggi Tanaman (cm) 0,57 Tinggi

Jumlah daun (helai) 0,26 Sedang

Jumlah daun di Atas Tongkol (helai) 0,61 Tinggi

Umur Berbunga Jantan (hari) 0,54 Tinggi

Umur Berbunga Betina (hari) 0,61 Tinggi

Umur Panen (hari) 0,55 Tinggi

Laju Pengisian Biji (gr/hari) 0,00 Rendah

Jumlah Biji per Tongkol 0,29 Sedang

Bobot 100 Biji (gr) 0,55 Tinggi

Produksi per Plot (gr) 0,00 Rendah

Dari Tabel 15. dapat dilihat bahwa parameter yang memiliki nilai heritabilitas rendah yaitu Laju Pengisian Biji dan Produksi per Plot yang artinya lebih dipengaruhi oleh lingkungan. Parameter yang memiliki nilai heritabilitas sedang yaitu Jumlah Daun dan Jumlah Biji per Tongkol yang artinya dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan. Parameter yang memiliki nilai heritabilitas tinggi yaitu Tinggi Tanaman, Jumlah daun di Atas Tongkol, Umur Berbunga Jantan, Umur Berbunga Betina, Umur Panen dan Bobot 100 Biji yang artinya lebih dipengaruhi oleh genetik tanaman.

Pembahasan

Perbedaan Pola Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Jagung

Dari analisis statistik diperoleh bahwa perlakuan varietas berbeda nyata terhadap semua parameter kecuali jumlah daun 4 mst. Dengan demikian penampilan karakter setiap varietas sangat ditentukan oleh faktor genetik dari varietas tersebut. Dalam hal ini faktor genetik menyebabkan perbedaan yang beragam seperti penampilan fenotip tanaman dengan menampilkan ciri dan sifat khusus yang berbeda antara satu sama lain. Nilai duga heritabilitas yang tinggi

pada parameter tinggi tanaman, jumlah daun di atas tongkol, umur berbunga jantan, umur berbunga betina, umur panen dan bobot 100 biji menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperan daripada faktor lingkungan.

Karakter nilai duga heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperan dalam menunjukkan variasi fenotip antar genotip dibandingkan dengan faktor lingkungan. Seleksi untuk karakter yang demikian akan memiliki kemajuan genetik yang lebih tinggi, karena sifat yang dikendalikan secara kuat dikendalikan oleh faktor genetik (Moedjiono dan mejaya, 1994)

Varietas JAYA 1 memiliki tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah biji per tongkol yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan varietas lain, selain itu memiliki umur berbunga jantan dan betina serta umur panen yang lebih cepat dari varietas lain. Varietas DK 3 memiliki jumlah daun di atas tongkol yang lebih banyak dibandingkan varietas lain. Varietas NK 22 memiliki laju pengisian biji, bobot 100 biji dan produksi per plot tertinggi dibandingkan dengan varietas lain.

Menurut Sitompul dan Guritno (1995) perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada suatu fase pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun tanaman yang digunakan berasal dari jenis yang sama.

Dari hasil uji t pada taraf 5 % diketahui bahwa rataan produksi per plot pada setiap varietasnya menunjukkan perbedaan yang nyata dengan rataan

produksi per plot yang lebih kecil dari rataan produksi yang ada di deskripsi. Hal ini jelas karena in put yang mungkin belum mencukupi untuk mencapai produktivitas tanaman yang tinggi, seperti unsur hara yang tersedia misalnya saja tanah tempat melakukan penelitian yang kurang subur, selain itu lingkungan juga mempengaruhi produktivitas tanaman, terutama penyinaran matahari yang kurang dari 50% dalam sebulan dan curah hujan yang tinggi pada saat tanaman jagung mencapai masa generatif dapat menghambat pembentukan biji yang akhirnya berpengaruh pada produksi tanaman. Menurut Nasir (2002) hasil maksimum dapat dicapai bila kultivar unggul menerima respons terhadap kombinasi optimum dari air, pupuk dan praktek budidaya lainnya. Semua kombinasi in put ini penting dalam mencapai produktivitas tinggi.

Tanaman jagung menghendaki penyinaran matahari penuh. Di tempat-tempat yang teduh, pertumbuhan tanaman jagung akan merana dan tidak mampu membentuk buah (Najiyanti dan Danarti, 1999).

Respons Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung Terhadap Pupuk Organik

Dari analisis statistik diperoleh bahwa perlakuan pupuk organik berbeda nyata terhadap tinggi tanaman 4 mst, 5 mst, 6 mst dan 7 mst, jumlah daun 4 mst, 5 mst dan 6 mst, jumlah daun di atas tongkol, umur berbunga jantan, umur berbunga betina, umur panen, laju pengisian biji, jumlah biji per tongkol, bobot 100 biji dan produksi per plot.

Pertumbuhan jagung yang diberi pupuk organik menunjukkan pertumbuhan yang tidak sebaik tanaman yang diberi pupuk biasa terhadap semua parameter. Hal ini dapat dilihat bahwa tanaman yang diberi pupuk organik

menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah daun di atas tongkol, laju pengisian biji, jumlah biji per tongkol, bobot 100 biji dan produksi per plot yang lebih rendah, serta umur berbunga jantan, umur berbunga betina dan umur panen yang lebih lama. Hal ini karena pupuk organik memiliki kandungan unsur N, P, K yang rendah, sedangkan hasil analisis tanah (lampiran 44) juga menunjukkan ketersediaan N yang rendah, P yang rendah dan unsur K yang sedang di dalam tanah, sehingga kebutuhan unsur hara tanaman mungkin belum tercukupi.

Menurut Sutanto (2002) pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dan alami dari pada bahan pembenah buatan/sintesis. Pada umumnya pupuk organik mengandung hara makro N, P, K rendah, tetapi mengandung hara mikro dalam jumlah cukup yang sangat diperlukan tanaman. Sebagai bahan pembenah tanah, pupuk organik mencegah terjadinya erosi, pengerakan permukaan tanah (crusting) dan retakan tanah, mempertahankan kelengasan tanah serta memperbaiki pengatusan dakhil (internal drainage). Sedangkan pupuk anorganik adalah pupuk yang mempunyai senyawa kimia anorganik. Kebanyakan pupuk ini terdiri dari pupuk-pupuk buatan dengan kandungan hara yang tinggi (Hasibuan, 2008).

Interaksi Varietas dan Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Produksi tanaman Jagung

Dari analisis statistik diketahui bahwa interaksi antara perlakuan varietas dan pupuk organik berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman 6 mst dan 7 mst, jumlah daun 5 dan 6 mst, laju pengisian biji dan produksi per plot.

Pada parameter tinggi tanaman varietas JAYA 1 paling responsif terhadap pemberian pupuk biasa sedangkan varietas P 12 adalah varietas yang paling responsif terhadap pemberian pupuk ABG. Pada parameter jumlah daun varietas JAYA 1 adalah varietas yang paling responsif terhadap pemberian pupuk biasa dan pupuk ABG. Pada parameter laju pengisian biji dan produksi per plot varietas NK 22 paling responsif terhadap pemberian pupuk biasa sedangkan varietas DK 3 adalah varietas yang paling responsif terhadap pemberian pupuk ABG. Hal ini menunjukkan bahwa setiap varietas memiliki respons yang berbeda terhadap masukan dari lingkungan, dimana fenotipe dari suatu tanaman adalah hasil dari interaksi antara genetik dari tanaman tersebut dengan lingkungan, sehingga hasil dari suatu tanaman ditentukan oleh perbedaan genetik maupun perbedaan masukan dari lingkungan yang diberikan kepada tanaman tersebut.

Ada dua macam perbedaan antara individu organisme : (I) Perbedaan yang ditentukan oleh keadaan luar, yaitu yang dapat ditelusuri dari lingkungan dan (II) Perbedaan yang dibawa sejak lahir, yaitu yang dapat ditelusuri dari kebakaan. Suatu fenotip (penampilan dan cara berfungsinya) individu merupakan hasil interaksi antara genotip (warisan alami) dan lingkungannya. Walaupun sifat khas suatu fenotip tertentu tidak dapat selamanya ditentukan oleh perbedaan fenotip atau oleh lingkungan, ada kemungkinan perbedaan fenotip antara individu yang terpisahkan itu disebabkan oleh perbedaan lingkungan atau perbedaan keduanya. (Lovelles, 1989). Hasil maksimum dapat dicapai bila kultivar unggul menerima respons terhadap kombinasi optimum dari air, pupuk dan praktek budidaya

lainnya. Semua kombinasi in put ini penting dalam mencapai produktivitas tinggi (Nasir, 2002).

Dokumen terkait