• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Berdasarkan hasil sidik ragam yang diperoleh diketahui bahwa pemberian isoflavon berpengaruh nyata pada pengamatan parameter tinggi tanaman 2, 3 dan 4 MST, berat kering tajuk 6 MST, jumlah biji per plot dan jumlah biji per sampel. Pemberian FMA berpengaruh nyata pada pengamatan parameter tinggi tanaman 2 dan 3 MST, derajat infeksi FMA, jumlah polong per sampel, jumlah polong berisi, jumlah biji per plot dan jumlah biji per sampel. Pemberian Bradyrhizhobium berpengaruh nyata pada parameter derajat infeksi FMA. Interaksi antara isoflavon dengan FMA berpengaruh nyata pada pengamatan parameter derajat infeksi FMA. Interaksi antara Bradyrhizobium dengan FMA berpengaruh nyata pada pengamatan parameter barat kering tajuk dan akar pada 6 MST, sedangkan interaksi isoflavon dengan Bradyrhizobium belum berpengaruh nyata terhadap semua peubah parameter yang diamati. Interaksi antara pemberian isoflavon, FMA dan Bradyrhizobium berpengaruh nyata pada pengamatan berat kering tajuk 6 MST, jumlah bintil akar, jumlah bintil akar efektif dan derajat infeksi FMA. Pemberian isoflavon, FMA dan Bradyrhizobium berpengaruh tidak nyata pada pengamatan diameter batang, bobot kering tajuk dan akar pada 4 MST dan serta bobot 100 biji. Tinggi Tanaman (cm)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari tinggi tanaman pada 2-6 MST dapat dilihat pada Lampiran 6 hingga 15.

Data rataan tinggi tanaman 6 MST dengan kombinasi perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tinggi kedelai (cm) 6 MST dengan kombinasi perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium Isoflavon (µM) FMA (g/tanaman) Bradyrhizobium (R) Rataan R0 R1 R2 R3 I0 = 0 M0 = 0 62,33 59,18 61,35 58,83 60,42 M1 = 25 55,61 59,33 62,64 68,00 61,39 M2 = 50 59,22 63,21 59,28 62,89 61,15 I1 = 50 M0 = 0 60,20 60,28 61,22 56,03 59,43 M1 = 25 54,64 54,31 66,33 57,67 58,24 M2 = 50 63,90 58,35 61,69 55,67 59,90 Rataan 59,39 59,11 62,08 59,85

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman 6 MST, dengan rataan tertinggi terdapat pada kombinai perlakuan tanpa isoflavon, FMA 25 g/tanaman dan Bradyrhizobium R3 (68 cm) dan

yang terendah pada perlakuan isoflavon 50 µM, FMA 25 g/tanaman dan Bradyrhizobium R1 (54,31 cm).

Bobot Kering Tajuk (g)

Dari hasil sidik ragam bobot kering tajuk 6 MST dengan interaksi perlakuan isoflavon, fungi mikoriza arbuskular dan dengan Bradyrhizobium dapat dilihat pada Lampiran 21. Interaksi pemberian isoflavon, fungi mikoriza arbuskular dan dengan Bradyrhizobium berpengaruh nyata terhadap berat kering atajuk 6 MST. Rataan tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa isoflavon, FMA 50 g/tanaman dan Bradyrhizobium R2 yaitu sebesar 25,4 g dan yang terendah yaitu pada perlakuan tanpa isoflavon, FMA 0 g/tanaman dan Bradyrhizobium R2 yaitu 13,9 g. Rataan berat kering tajuk dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Bobot Kering tajuk (g) 6 MST dengan perlakuan isoflavon, fungi mikoriza arbuskular dan dengan Bradyrhizobium

Isoflavon (µM) FMA (g/tanaman) Bradyrhizobium (R) Rataan R0 R1 R2 R3 I0 = 0 M0 = 0 21,23abc 21,53abc 13,90c 16,07bc 18,18 M1 = 25 21,73ab 16,73bc 20,13abc 14,57c 18,29 M2 = 50 17,20bc 21,67ab 25,40a 17,67abc 20,48 I1 = 50 M0 = 0 17,00bc 18,37abc 18,8abc 23,13ab 19,32 M1 = 25 17,93abc 17,47abc 20,57abc 19,73abc 18,92 M2 = 50 16,77bc 21,23abc 20abc 18,17abc 19,04

Rataan 18,64 19,50 19,80 18,22

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Grafik rataan bobot kering tajuk dengan perlakuan isoflavon, FMA dan Bradyrhizobium dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Hubungan antara bobot kering tajuk dengan dosis FMA untuk berbagai perlakuan Bradyrhizobium pada perlakuan tanpa isoflavon

Gambar 2. Hubungan antara bobot kering tajuk dengan dosis FMA untuk berbagai perlakuan Bradyrhizobium pada perlakuan isoflavon 50 µM

Bobot kering akar (g)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari bobot kering akar 4 dan 6 MST dapat dilihat pada Lampiran 18 hingga 23.

Dari hasil uji beda rataan bobot kering akar 6 MST pada interaksi Bradyrhizobium dengan mikoriza dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Bobot kering akar kedelai (g) 6 MST dengan perlakuan Bradyrhizobium dan mikoriza

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Bradyrhizobium (R) FMA (g/tanaman) Rataan M0 = 0 M1 = 25 M2 = 50 R0 3,62b 4,12ab 3,45b 3,73 R1 3,82b 3,33b 3,80b 3,65 R2 3,23b 3,30b 5,30a 3,94 R3 3,88b 2,82b 3,53b 3,41 Rataan 3,64 3,39 4,02

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa pemberian Bradyrhizobium dan FMA berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar kedelai 6 MST, dengan rataan tertinggi terdapat pada interaksi perlakuan Bradyrhizobium R2 dengan FMA 50 g/tanaman yaitu 5,30 g dan yang terendah adalah dengan perlakuan Bradyrhizobium R3 dengan FMA 25 g/tanaman yaitu sebesar 2,82 g.

Grafik rataan bobot kering akar pada perlakuan Bradyrhizobium dengan mikoriza dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Bobot kering akar 6 MST pada perlakuan Bradyrhizobium dengan FMA

Diameter batang (cm)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari diameter batang dapat dilihat pada Lampiran 24 hingga 25.

Data rataan diameter batang 6 MST pada perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Dimeter batang kedelai (cm) 6 MST dengan perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium Isoflavon (µM) FMA (g/tanaman) Bradyrhizobium (R) Rataan R0 R1 R2 R3 I0 = 0 M0 = 0 0,66 0,66 0,39 0,49 0,55 M1 = 25 0,53 0,48 0,41 0,32 0,44 M2 = 50 0,62 0,33 0,52 0,52 0,49 I1 = 50 M0 = 0 0,52 0,48 0,65 0,52 0,54 M1 = 25 0,63 0,71 0,62 0,58 0,64 M2 = 50 0,49 0,49 0,61 0,48 0,52 Rataan 0,58 0,53 0,53 0,49

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium berpengaruh tidak nyata terhadap parameter diameter batang 6 MST, dengan rataan tertinggi pada perlakuan isoflavon 50 µM, FMA 25 g/tanaman dan Bradyrhizobium R1 (0,71 cm) dan yang terendah pada perlakuan tanpa isoflavon, FMA 25 g/tanaman dan Bradyrhizobium R3 (0,32 cm).

Jumlah bintil akar (bintil)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari jumlah bintil akar pada 6 MST dapat dilihat pada Lampiran 26 hingga 27.

Dari hasil uji beda rataan jumlah bintil akar 6 MST pada perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah bintil akar kedelai (bintil) 6 MST dengan interaksi perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium

Isoflavon (µM) FMA (g/tanaman) Bradyrhizobium (R) Rataan R0 R1 R2 R3 I0 = 0 M0 = 0 45,00b 130,00a 64,33ab 51,33b 72.67 M1 = 25 80,00ab 54,00b 92,33ab 64,33ab 72.67 M2 = 50 66,67ab 56,33ab 33,33b 70,33ab 56.67 I1 = 50 M0 = 0 68.00ab 48,00b 46,33b 54,67b 54.25 M1 = 25 64,60ab 91,33ab 62,33ab 112,00ab 82.58 M2 = 50 73,33ab 94,00ab 96,00ab 45,67b 77.25

Rataan 66,28 78,94 65,78 66,39

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa interaksi antara isoflavon, mikoriza dan Bradyrhozobium berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar, dengan rataan tertinggi pada kombinasi tanpa isoflavon, tanpa FMA dan Brdyrhizobium R1 (130 bintil) dan yang terendah

pada kombinasi perlakuan tanpa isoflavon, FMA 50 g/tanaman dan Bradyrhizobium R2 (33,3 bintil).

Grafik rataan jumlah bintil akar pada perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.

Gambar 4. Hubungan antara jumlah bintil akar dengan dosis FMA untuk berbagai perlakuan Bradyrhizobium pada perlakuan tanpa isoflavon

Gambar 5. Hubungan antara jumlah bintil akar dengan dosis FMA untuk berbagai perlakuan Bradyrhizobium pada perlakuan isoflavon 50 µM

Jumlah bintil akar efektif (bintil)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari jumlah bintil akar efektif dapat dilihat pada Lampiran 28 hingga 29.

Data hasil uji beda rataan jumlah bintil akar efektif 6 MST pada interaksi isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah bintil akar efektif kedelai (bintil) 6 MST dengan perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium Isoflavon (µM) FMA (g/tanaman) Bradyrhizobium (R) Rataan R0 R1 R2 R3 I0 = 0 M0 = 0 18,00b 58,00a 19,67b 26,00ab 30,42

M1 = 25 29,67ab 34,67ab 49,00ab 15,67b 32,25 M2 = 50 29,00ab 23,33ab 14,67b 32,00ab 24,75

I1 = 50 M0 = 0 20,33ab 24,33ab 29,33ab 22,67ab 24,17

M1 = 25 28,67ab 47,00ab 27,00ab 56,33ab 39,75 M2 = 50 25,67ab 57,67a 40,00ab 20,67ab 36,00

Rataan 25,22 40,83 29,94 28,88

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa interaksi antara isoflavon, mikoriza dan Bradirhizobium berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar efektif kedelai 6 MST dengan rataan tertinggi

terdapat pada kombinasi perlakuan tanpa isoflavon, tanpa FMA dan Bradyrhizobium R1 (58 bintil) dan yang terendah pada perlakuan tanpa isoflavon, tanpa FMA, dan tanpa

Bradyrhizobium (18 bintil).

Grafik interaksi antara isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7.

Gambar 6. Hubungan antara jumlah bintil akar efektif dengan dosis FMA untuk berbagai perlakuan Bradyrhizobium pada perlakuan tanpa isoflavon

Gambar 7. Hubungan antara jumlah bintil akar efektif dengan dosis FMA untuk berbagai perlakuan Bradyrhizobium pada perlakuan isoflavon 50 µM

Derajat infeksi mikoriza (%)

Dari hasil pengamatan dan sidik ragam dari derajat infeksi mikoriza dapat dilihat pada Lampiran 30 hingga 31.

Data hasil uji beda rataan derajat infeksi mikoriza 6 MST pada interaksi perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Derajat infeksi mikoriza (%) 6 MST pada perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium Isoflavon (µM) FMA (g/tanaman) Bradyrhizobium (R) Rataan R0 R1 R2 R3

I0 = 0 M0 = 0 13,33e 23,33de 26,67d 13,33e 19,17

M1 = 25 76,67a 63,33bc 70,00ab 73,33ab 70,83 M2 = 50 53,33c 60,00bc 63,33bc 60,00bc 59,17 I1 = 50 M0 = 0 16,66de 16,67de 16,67de 16,67de 16,67 M1 = 25 53,33c 60,00bc 76,67a 66,67ab 64,17 M2 = 50 60,00bc 70,00ab 66,67ab 73,33ab 67,50

Rataan 45,55 48,89 53,33 50,55

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa interaksi perlakuan isoflavon, mikoriza, dan Bradyrhizobium berpengaruh nyata terhadap derajat infeksi mikoriza kedelai 6 MST, dengan rataan tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan isoflavon 50 µM, FMA 25 g/tanaman dengan Bradyrhizobium R2 dan kombinasi tanpa isoflavon, FMA 25 g/tanaman tanpa Bradyrhizobium (76,67 %) dan yang terendah pada kombinasi perlakuan tanpa isoflavon, tanpa FMA tanpa Bradyrhizobium (13,33 %). Perlakuan isoflavon, FMA dan Bradyrhizobium dapat meningkatkan derajat infeksi mikoriza.

Grafik derajat infeksi mikoriza 6 MST dengan perlakuan interaksi isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.

Gambar 8. Hubungan antara derajat infeksi mikoriza dengan dosis FMA untuk berbagai perlakuan Bradyrhizobium pada perlakuan tanpa isoflavon

Gambar 9. Hubungan antara derajat infeksi mikoriza dengan dosis FMA untuk berbagai perlakuan Bradyrhizobium pada perlakuan isoflavon 50 µM

Jumlah polong per sampel (polong)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari jumlah polong per sampel dapat dilihat pada Lampiran 32 hingga 33.

Dari hasil uji beda rataan jumlah polong per sampel pada perlakuan mikoriza dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah polong kedelai (polong) 6 MST pada perlakuan mikoriza Isoflavon (µM) FMA (g/tanaman) Rataan M0 = 0 M1 = 25 M2 = 50 I0 = 0 40,93 75,06 60,94 58,98 I1 = 50 54,05 74,49 52,89 60,48 Rataan 47,49b 74,77a 56,92b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan mikoriza berpengaruh nyata terhadap jumlah polong per sampel kedelai dengan rataan tertinggi terdapat pada perlakuan FMA 25 g/tanaman (74,77 polong) dan terendah pada perlakuan tanpa FMA (47,49 polong). Pemberian FMA dapat meningkatkan jumlah polong tanaman kedelai.

Grafik jumlah polong kedelai pada perlakuan mikoriza dapat dilihat pada Gambar 10.

Dari grafik diketahui bahwa hubungan FMA dengan jumlah polong per sampel membentuk model grafik kuadratik positif. Dari grafik dapat dilihat bahwa dosis optimum FMA adalah 27,68 g/tanaman dengan jumlah polong per sampel optimum yaitu 75,07 polong.

Jumlah polong berisi (polong)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari jumlah polong berisi dapat dilihat pada Lampiran 34 hingga 35.

Data hasil uji beda rataan jumlah polong berisi pada perlakuan mikoriza dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Jumlah polong berisi kedelai (polong) pada perlakuan mikoriza Isoflavon (µM) FMA (g/tanaman) Rataan M0 = 0 M1 = 25 M2 = 50 I0 = 0 39,57 74,53 60,22 58,11 I1 = 50 50,22 73,88 52,16 58,75 Rataan 44,89b 74,20a 56,19b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan mikoriza berpengaruh nyata terhadap polong berisi kedelai dengan rataan tertinggi terdapat pada perlakuan FMA 25 g/tanaman (74,20 polong) dan terendah pada perlakuan tanpa FMA (44,89 polong). Pemberian mikoriza dapat meningkatkan jumlah polong berisi tanaman.

Grafik jumlah polong berisi kedelai dengan perlakuan mikoriza dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Hubungan jumlah polong berisi dengan perlakuan FMA

Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa hubungan FMA dengan jumlah polong berisi membentuk model grafik kuadratik. Pada grafik dapat dilihat bahwa pemberian FMA optimum pada 28,62 g dengan jumlah polong berisi optimum yaitu 75,19 polong.

Bobot biji per plot (g)

Data dan hasil pengamatan sidik ragam dari jumlah biji per plot dapat dilihat pada Lampiran 36 hingga 37.

Data hasil rataan bobot biji per plot pada perlakuan isoflavon dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. bobot biji kedelai (g) per plot pada perlakuan isoflavon dan mikoriza

Isoflavon (µM) FMA (g/tanaman) Rataan M0 = 0 M1 = 25 M2 = 50 I0 = 0 38,47 62,79 65,15 55,47b I1 = 50 59,94 73,91 67,39 67,08a

Rataan 49,21b 68,35a 66,27a

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan isoflavon berpengaruh nyata terhadap bobot kedelai per plot dengan rataan tertinggi pada perlakuan isoflavon 50 µM (67,08 g) dan yang terendah pada perlakuan tanpa isoflavon (54,47 g). Pemberian isoflavon pada tanaman kedelai dapat menambah bobot biji per plot kedelai.

Grafik bobot biji kedelai per plot dengan perlakuan isoflavon dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Hubungan bobot biji per plot dengan perlakuan isoflavon

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan mikoriza berpengaruh nyata terhadap bobot biji kedelai per plot dengan rataan tertinggi dengan perlakuan FMA 25 g/tanaman (68,35 g) dan terendah tanpa perlakuan FMA (49,21 g). Pemberian FMA dapat meningkatkan bobot biji kedelai per plot.

Gambar 13. Hubungan bobot biji per plot dengan perlakuan FMA

Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa hubungan FMA dengan bobot biji per plot membentuk model grafik kuadratik. Pada grafik dapat dilihat bahwa dosis FMA optimum adalah 35 g dengan bobot biji per plot optimum adalah 70,03 g.

Bobot biji per sampel (g)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari bobot biji per plot dapat dilihat pada Lampiran 36 hingga 37.

Data hasil uji beda rataan bobot biji per sampel dengan perlakuan isoflavon dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Bobot biji kedelai (g) per sampel dengan perlakuan isoflavon dan mikoriza Isoflavon (µM) FMA (g/tanaman) Rataan M0 = 0 M1 = 25 M2 = 50 I0 = 0 13,24 20,93 21,66 18,61b I1 = 50 19,98 25,48 22,68 22,71a

Rataan 16,61b 23,21a 22,17a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan isoflavon berpengaruh nyata terhadap

jumlah biji per sampel dengan rataan tertinggi terdapat pada perlakuan isoflavon 50 µ M (22,71 g) dan rataan terendah pada perlakuan tanpa isoflavon (18,61 g). Pemberian isoflavon

dapat meningkatkan bobot biji per sampel kedelai.

Grafik bobot biji per sampel dengan perlakuan isoflavon dapat dilihat pada Gambar 14.

Dari Tabel 11 dilihat bahwa pemberian FMA berpengaruh nyata terhadap bobot biji per sampel dengan rataan tertinggi pada perlakuan FMA 25 g/tanaman (23,21 g) dan terendah pada perlakuan tanpa FMA (16,61 g). Pemberian FMA dapat meningkatkan bobot biji per sampel.

Grafik bobot biji per sampel dengan perlakuan mikoriza dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Hubungan antara bobot biji per sampel dengan perlakuan FMA

Bobot 100 biji (g)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari bobot 100 biji dapat dilihat pada Lampiran 40 hingga 41.

Data rataan bobot 100 biji pada perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrizobium dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Bobot 100 biji kedelai (g) pada perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium

Isoflavon (µM)

FMA

(g/tanaman) Bradyrhizobium (R) Rataan

R0 R1 R2 R3 I0 = 0 M0 = 0 16,66 17,78 17,20 16,95 17,15 M1 = 25 19,39 16,72 16,59 15,38 17,02 M2 = 50 20,89 16,70 15,96 19,02 18,14 I1 = 50 M0 = 0 15,75 16,68 16,72 19,56 17,18 M1 = 25 16,16 17,25 16,60 17,96 16,99 M2 = 50 17,17 15,05 18,03 21,23 17,89 Rataan 17,67 16,69 16,85 18,35

Dari Tabel 12 dilihat bahwa bobot 100 biji berpengaruh tidak nyata terhadap pemberian isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium di mana rataan tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan isoflavon 50 µM, FMA 50 g/tanaman dan Bradyrhizobium R3 (21,23 g) dan terendah pada kombinasi perlakuan isoflavon 50 µ M, FMA 50 g/tanaman dan Bradyrhizobium R1 (15,05 g).

Pembahasan

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa perlakuan isoflavon 50 µM nyata meningkatkan bobot kering tajuk 6 MST. Ini diduga karena isoflavon dapat merangsang terbentuknya bintil akar pada akar tanaman, dengan demikian tanaman kedelai akan lebih cepat memfiksasi nitrogen di mana salah satu fungsi nitrogen adalah untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman khususnya daun. Hal ini sesuai pernyataan dari Sumunar (2003) yang menyatakan bahwa tanaman legum mengeluarkan signal yang sebagian besar berupa isoflavonoid yang menginduksi transkipsi dari gen nodulasi bakteri bintil akar (seperti nod, nol atau noe genes) yang produk proteinnya diperlukan dalam proses infeksi. Hasil ini juga sejalan dengan jumlah bintil akar efektif (Tabel

6), meskipun perlakuan isoflavon tidak nyata, namun perlakuan isoflavon dapat meningkatkan jumlah bintil akar efektif.

Selanjutnya interaksi antara Bradyrhizobium dengan mikoriza berpengaruh nyata meningkatkan bobot kering tajuk 6 MST. Dapat disebabkan meningkatnya kadar serapan hara sebagai akibat perlakuan FMA dan rhizobium. Terdapat peningkatan bobot kering tajuk pada beberapa kombinasi perlakuan FMA dan Bradyrhizobium tertentu. Sebagaimana diketahui mikoriza memperbaiki pertumbuhan tanaman dengan cara meningkatkan penyerapan unsur hara dalam tanah terutama unsur P, melalui peranannya dalam memperbesar areal serapan bulu-bulu akar melalui pembentukan miselium di sekeliling akar. Akibat pembesaran volume jelajah akar serap mikoriza, keuntungan yang diperoleh tanaman menurut adalah peningkatan daya serap air dan hara terutama yang relatif immobil seperti P, Cu dan Zn, serta yang relatif mobil seperti K, S, NH4+ dan Mo (Hanafiah, 2005).

Pengaruh nyata interaksi Bradyrhizobium dengan mikoriza terhadap bobot kering akar 6 MST dengan rataan tertinggi terdapat pada perlakuan kombinasi antara Bradyrhizobium R2 dengan Perlakuan FMA 50 g/tanaman (Tabel 3), menunjukkan bahwa Bradyrhizobium dengan FMA berinteraksi secara sinergis. Mikoriza berfungsi untuk memperluas areal penyerapan hara pada sekitar bulu-bulu akar sedangkan bakteri rhizobium merupakan jenis bakteri yang mempunyai kemampuan dalam penyediaan hara bagi tanaman khususnya nitrogen, dengan demikian asosiasi dari Bradyrhizobium dengan mikoriza dapat meningkatkan penyerapan hara oleh akar tanaman sehingga menyebabkan bobot kering akar meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hasibuan (2006) yang menyatakan bahwa asosiasi rhizobium dan fungi mikoriza arbuskular dapat meningkatkan pertumbuhan, serapan N tanaman serta hasil kedelai. Hal ini terlihat dalam penelitian ini, dimana pada perlakuan tanpa isoflavon, tanpa mikoriza dan dengan

Bradyrhizobium R1 diperoleh jumlah bintil akar terbanyak (Tabel 5), demikian pula dengan jumlah bintil akar efektif (Tabel 6). Hal ini terjadi karena jumlah bintil akar akan meningkat bila terdapat bakteri rhizobium dalam proses infeksi bulu akar sehingga bulu akar yang terinfeksi akan menyebabkan terbentuknya bintil akar pada bulu-bulu akar tersebut dalam hal ini terdapat inokulan yang ditambahkan di dalam tanah sehingga dapat meningkatkan jumlah bintil akar. Ini sesuai dengan penelitian dari Suharjo (2009) yang menyatakan bahwa Secara umum inokulasi dilakukan ke dalam tanah agar bakteri dapat berasosiasi dengan tanaman kedelai mengikat N2 bebas di udara. Rhizobium merupakan kelompok bakteri berkemampuan sebagai penyedia hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum, kelompok bakteri ini menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar (Rao, 1994).

Pemberian isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar efektif. Jumlah bintil akar merupakan indikator keberhasilan inokulasi Rhizobium yang sering digunakan untuk menilai pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Pada penelitian ini kombinasi perlakuan isoflavon 50 µM, FMA 50 g/tanaman dan Bradyrhizobium R1 memberikan jumlah bintil akar efektif tertinggi diduga karena adanya pengaruh sinergis antara ketiga faktor yaitu isoflavonoid yang berperan sebagai signal molekul dalam proses nodulasi bintil akar oleh Rhizobium sedangkan mikoriza berperan dalam meningkatkan serapan hara P sehingga dengan adanya peningkatan hara P maka proses pembentukan bintil akar berlangsung lebih baik. Hal ini sejalan dengan pernyataan Hasibuan (2006) yang menyatakan bahwa asosiasi rhizobium dan fungi mikoriza arbuskular dapat meningkatkan pertumbuhan, serapan N tanaman serta hasil kedelai. Perlakuan tanpa isoflavon, tanpa FMA dan Bradyrhizobium R1 juga memberikan jumlah bintil akar tertinggi karena Rhizobium yang digunakan adalah R1 yang dapat menginfeksi bulu akar dengan cepat sehingga

keadaan ini memungkinkan tanpa peranan isoflavon dan mikoriza proses pembentukan bintil akar tetap berlangsung.

Pengaruh nyata dari interaksi isoflavon dengan inokulan FMA terhadap derajat infeksi FMA dengan rataan tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan tanpa isoflavon dengan FMA 25 g/tanaman yaitu 70,83%, sedangkan derajat infeksi paling sedikit pada interaksi perlakuan isoflavon 50 µM dengan tanpa FMA yaitu 16,67% . Kolonisasi akar (persentase derajat infeksi FMA) merupakan peubah amatan yang paling mudah diamati dalam menilai pengaruh inokulasi FMA terhadap pertumbuhan tanaman. Dalam penelitian ini, interaksi perlakuan tanpa isoflavon dengan FMA 25 g/tanaman memberikan derajat infeksi terbanyak diduga karena dalam proses infeksi mikoriza pada akar kedelai, isoflavon tidak berperan sebagai signal molekul dalam proses infeksi, tetapi isoflavonoid lebih berperan sebagai signal molekul bagi pembentukan bintil akar oleh bakteri Rhizobium. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zhang and Smith (1997) bahwa genistein sebagai signal bakteri terhadap tanaman memberikan peranan penting dalam nodulasi bintil akar oleh Bradyrhizobium japonicum pada akar tanaman kedelai. Perlakuan inokulasi FMA 25 g/tanaman memberikan derajat infeksi yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan inokulasi FMA 50 g/tanaman. Hal ini diduga karena adanya efektivitas dalam proses infeksi sehingga pemberian inokulan FMA yang lebih tinggi justru menurunkan derajat infeksi FMA terhadap akar tanaman.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemberian mikoriza 25 g/tanaman nyata meningkatkan jumlah polong per sampel (Tabel 8). Ini diduga karena mikoriza yang diberikan akan menginfeksi sistem perakaran tanaman kedelai sehingga menyebabkan akar-akar tanaman yang mengandung mikoriza mampu meningkatkan efektivitas penyerapan hara tanaman khususnya hara P dimana salah satu fungsi hara P adalah membantu dalam pembentukan polong.

Hal ini sesuai pernyataan dari Iskandar (2002) yang menyatakan bahwa mikoriza merupakan asosiasi simbiotik antara akar tanaman dengan jamur. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak. Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemberian mikoriza 25 g/tanaman nyata meningkatkan jumlah polong berisi. Ini disebabkan oleh pemberian inokulan FMA akan memperluas penyerapan hara tanaman khususnya hara P sehingga akar tanaman kedelai yang telah diberikan inokulan FMA akan meningkatkan penyerapan hara tersebut. Peningkatan hara P pada tanaman akan berpengaruh pada proses pembentukan dan pengisian polong tanaman kedelai. Hal ini sesuai dengan penelitian Hapsoh (2003) yang menyatakan bahwa FMA meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai, yang ditunjukkan oleh meningkatnya luas daun, jumlah polong berisi, jumlah biji per tanaman, berat kering biji. Peningkatan luas daun, kadar kalium (K), indole acetic acid (IAA) dan kerapatan stomata daun akan meningkatkan fotosintesis dan transpirasi menyebabkan proses metabolisme berlangsung lebih baik akan

Dokumen terkait