• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wisata di Kawasan Gunung Bunder Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak merupakan tujuan wisata yang banyak diminati pengunjung terlihat dari makin meningkatnya jumlah kunjungan dari tahun ke tahun (Gambar 2). Kawasan TNGHS yang berada di Kabupaten Bogor memiliki wisata alam berupa bumi perkemahan, kawah, pemandian air panas, dan air terjun yang kesemuanya mengandalkan keindahan dan kelestarian sumberdaya alam sebagai obyek wisata. pada akhir minggu dan hari libur sekolah maupun libur nasional obyek wisata ramai didatangi pengunjung. Letak strategis dan kemudahan akses menjadikan wisata alam TNGHS di Kabupaten Bogor menjadi pilihan banyak wisatawan untuk mengisi waktu luangnya dengan menikmati kesegaran dan keindahan alam (Ekayani et al. 2014).

Gambar 2 Jumlah kunjungan wisata alam GSE-TNGHS tahun 2010-2012 (Disbudpar Kabupaten Bogor 2012)

Kawasan Gunung Bunder merupakan salah satu kawasan di bawah pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Obyek wisata yang terdapat di kawasan Gunung Bunder terdiri dari empat lokasi, yaitu: (1) Bumi Perkemahan, (2) Curug Cihurang, (3) Kawah Ratu, dan (4) Curug Ngumpet II.

1. Bumi Perkemahan

Bumi perkemahan berada pada ketinggian 830 mdpl seluas 7 ha dengan temperatur 18-23 oC. Kawasan ini mempunyai curah hujan 4.000 mm/tahun. Bumi perkemahan berada di bawah tegakan pinus dan rasamala teratur berjarak tanam 3 x 3 m yang telah berumur puluhan tahun serta mempunyai kemiringan 2-30%. Bumi perkemahan ini dekat dengan pintu gerbang masuk Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Bumi perkemahan ini diresmikan pada saat masih di bawah pengelolaan Perhutani tahun 1982 oleh Menteri Kehutanan yang menjabat saat itu. Potensi yang dimiliki bumi perkemahan ini ialah udara yang sejuk dengan pemandangan alam yang indah.

Jarak tempuh untuk menuju ke lokasi ini ± 32 km dari jantung Kota Bogor dengan kondisi jalan beraspal baik hingga pintu gerbang obyek wisata Bumi Perkemahan Gunung Bunder. Obyek wisata ini dapat dicapai dari Kecamatan Cibungbulang (15 km), Ciampea (14 km), Cibinong (33 km), dan 60 km dari Rangkas Bitung. Untuk mencapai kawasan ini dapat menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat, karena kondisi jalan umumnya baik. Lokasi ini telah dilengkapi dengan beberapa fasilitas bagi pengunjung seperti toilet, mushola, warung, areal parkir, dan pusat informasi.

Gambar 3 Bumi perkemahan Gunung Bunder 2. Curug Cihurang

Curug Cihurang merupakan obyek wisata setelah bumi perkemahan berjarak sekitar 2 km dari pintu gerbang. Curug Cihurang mempunyai ketinggian 10 m. Nama Cihurang diambil dari dari kata hurang yang artinya udang karena di curug ini dulunya banyak terdapat udang. Di depan curug terdapat pelataran rumput seluas 962 m2 yang bisa dimanfaatkan sebagai lokasi berkemah. Curug ini berjarak hanya 10 m dari jalan raya sehingga mencapai lokasi curug relatif tidak sulit. Jarak curug dengan pintu gerbang

12

kawasan Gunung Bunder sekitar ± 1.5 km. Sarana yang tersedia di curug ini adalah areal berkemah, shelter, toilet, mushola, areal parkir, warung, dan permainan anak-anak.

Gambar 4 Curug Cihurang 3. Kawah Ratu

Kawah ini terletak di kaki Gunung Salak pada ketinggian 1.338 mdpl dengan suhu sekitar 10-20 oC. Kawah Ratu mempunyai luas sekitar 30 ha. Kawah Ratu sangat cocok untuk wisata petualangan alam terbuka. Daya tarik utama dari kawah ini adalah aktivitas geologisnya dimana sepanjang hari air di kawah ini selalu mendidih dan megeluarkan gas asam sulfat (H2S), baunya menyengat dan terkadang kawahnya mengeluarkan suara gemuruh sebagai akibat dari semburan uap air panas yang membentuk kabut. Sekitar kawah ini juga mengalir sungai sepanjang 1 km yang sering dipergunakan oleh pengunjung untuk berendam serta diyakini dapat mengobati berbagai penyakit.

Kawah ini didominasi kelerengan dari landai sampai agak terjal dengan ketinggian 1025 – 1365 mdpl. Kelerengan 100 m dari pintu gerbang didominasi oleh kelerengan agak landai (5-10)%, 100 – 1000 m dari pintu gerbang didominasi oleh kelerengan agak terjal (15-30)%, 1000 – 3000 m dari pintu gerbang didominasi oleh kelerengan agak landai (5-10)%, 3000 –

Direktorat Vulkanologi mengklasifikasikan Gunung Salak sebagai gunung api tipe A. Kawahnya merupakan bukit yang di sebelah utara dan sebelah selatannya dibatasi anak sungai yang bermuara di Sungai Ci Kuluwung. Tembusan- tembusan solfatar dan fumarol terdapat mulai dari tepi anak sungai sampai ke puncak bukitnya. Di dekat puncak bukit terdapat dua tembusan fumarol yang menyemprotkan air sangat kuat.

Sarana dan prasarana yang disediakan bagi wisatawan adalah areal berkemah, jogging track, toilet, dan areal parkir. Obyek wisata kawah ratu ini dapat dicapai dengan berjalan kaki selama lebih kurang 2 jam dengan jarak sekitar 4 km dari pintu gerbang. Kawah Ratu dapat ditempuh melalui:

a. Bogor – Cibatok – Gunung Sari – Lokapurna – Curug Seribu – Kawah Ratu

b. Bogor – Cemplang – Sukamaju – Pasarean – Pamijahan – Gunung Salak Endah – Gunung Bunder- Kawah Ratu

c. Bogor – Taman Sari – Gunung Bunder – Kawah Ratu d. Sukabumi – Cidahu – Kawah Ratu

Gambar 5 Kawah Ratu 4. Curug Ngumpet II

Curug ini terletak di lokasi gerbang menuju trek Kawah Ratu. Curug Ngumpet II mempunyai tinggi 20 meter, jatuhan dari curug ini membentuk kolam dengan ukuran 10 x 7,5 m. Curug ini dekat dengan jalan raya sekitar 30 meter. Pemberian nama ngumpet karena terletak tidak jauh dari tepi jalan akan tetapi tidak terlihat dan tidak terdengar suara gemuruh dari air terjun

14

tersebut. Dekat curug ini terdapat pelataran rumput seluas 600 m2 yang dapat dijadikan lokasi berkemah. Sarana yang tersedia di curug ini adalah areal berkemah, shelter, toilet, areal parkir, warung.

Gambar 6 Curug Ngumpet II

Pengelolaan Wisata di Kawasan Gunung Bunder Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Kawasan Gunung Salak awalnya merupakan kawasan hutan yang berstatus hutan lindung dikenal dengan Hutan Lindung Gunung Salak (HL-GS) yang merupakan gabungan dari lima kelompok hutan yaitu hutan Gunung Salak Utara, Gunung Salak Selatan, Gunung Salak Nanggung, Gunung Kendang Kulon, dan Ciampea. Masing-masing kawasan tersebut telah memperoleh pengesahan tata batas pada tanggal 3 Mei 1941, 5 November 1906, 7 November 1934, 8 Juni 1916 dan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 92/Kpts/Um/8/1954 Tanggal 31 Agustus 1954. Kawasan ini dikelola oleh Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten (Ulfah 2007).

Perum Perhutani sebagai pemilik hak pengelolaan hutan di RPH Gunung Bunder, BKPH Lewiliang KPH Bogor, melakukan pengembangan dan pengelolaan di sekitar Gunung Bunder di bidang pariwisata dan hasil hutan bukan kayu. Pada tahun 1988 mulai dibuka lokasi perkemahan, dikenal dengan nama Wana Wisata Gunung Bunder, obyek wisata yang dikembangkan diantaranya Bumi Perkemahan Gunung Bunder, Curug Cihurang, Curug Ciampea, Curug Ngumpet II, dan Curug Cipatat dan mengembangkan pula Wana Wisata Kawah Ratu dengan obyek Kawah Mati I dan II serta Situ Hyang. Karcis tanda masuk obyek wisata mulai diberlakukan pada tahun 2000, karcis tersebut telah disahkan dan dikenal pajak pemerintah daerah Kabupaten Bogor. Pengelolaan WWGB masih terintegrasi dengan kegiatan pengelolaan hutan yang ditangani oleh RPH Gunung Bunder serta selanjutnya mengembangkan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di bidang wisata dan direalisasikan dengan

membentuk Kelompok Penggerak Pariwisata (KOMPEPAR) Gunung Bunder 2 serta bekerjasama dengan pemerintah Desa Gunung Bunder 2 (Ulfah 2007).

Pada tahun 2003 kawasan Gunung Salak masuk ke dalam wilayah perluasan Taman Nasional Gunung Halimun dari 40.000 ha menjadi 113.357 ha berdasarkan SK Menteri Kehutanan N0. 175/Kpts-II/2003 Tanggal 10 Juni 2003. Saat ini dikenal dengan nama Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan pengelolaan kawasan dilakukan oleh unit pengelola yakni Balai TNGHS. Menindaklanjuti SK Menteri Kehutanan tersebut, pihak Balai TNGHS mempunyai kepentingan dalam penetapan dan penataan batas kawasan taman nasional. Penataan batas merupakan tahapan awal sebelum akhirnya melakukan pengukuhan kawasan menjadi taman nasional. Pada tahap ini, TNGHS senantiasa melibatkan berbagai pihak baik pemerintah daerah, organisasi non pemerintah maupun masyarakat (Ulfah 2007).

Obyek-obyek wisata yang terdapat di kawasan Gunung Bunder termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Pengelolaan obyek-obyek wisata dilakukan oleh Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan Perum Perhutani KPH Bogor. Untuk membantu pelaksanaan obyek wisata di lapangan, Perum Perhutani membentuk organisasi yang anggotanya berasal dari masyarakat setempat. Perum Perhutani merekrut masyarakat Desa Gunung Bunder 2 yang dulunya sering mengganggu kawasan dan juga atas permintaan masyarakat setempat yang mau turut serta mengelola kawasan. Dasar hukum PHBM adalah SK Direksi Perum Perhutani No. 136/KPTS/Dir/2001 Tanggal 29 Maret 2001 tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dan SK Direksi Perum Perhutani No. 849/KPTS/Dir/1999 tentang Pengkajian Desa secara Partisipatif di Perum Perhutani. Kelompok masyarakat ini dinamakan Kelompok Penggerak Pariwisata (KOMPEPAR) Gunung Bunder 2. Tujuan perekrutan ini adalah untuk mengurangi gangguan terhadap kawasan dan membantu pengelolaan obyek wisata di lapangan sekaligus meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat setempat. Tugas anggota KOMPEPAR tersebut antara lain menjadi penjaga pintu gerbang (ticket collector), menjaga kebersihan dan keamanan kawasan, menjadi pemandu wisata, dan lain sebagainya. Perum Perhutani juga memberikan sebagian dari pendapatan tiketnya untuk kas desa.

Hubungan antar lembaga dalam pengelolaan kawasan (Gambar 7) merupakan gambaran umum peran dan kepentingan para pihak terkait pengelolaan kawasan sebelum dan sesudah perluasan kawasan TNGHS. Sebelum perluasan Perum Perhutani, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Bogor, Balai TNGHS dan masyarakat bermitra secara tidak langsung dalam pengelolaan kawasan. Perum Perhutani dan Disbudpar Kabupaten Bogor memiliki peranan dan mendapat manfaat dari kegiatan wisata, sedangkan masyarakat tidak memiliki peranan namun mendapat manfaat dari adanya kegiatan wisata. KOMPEPAR merupakan kelompok masyarakat yang dibentuk sebagai wadah masyarakat yang terlibat dalam kegiatan wisata alam, untuk kemudahan koordinasi dengan pihak pemilik kewenangan pengelolaan wisata alam tersebut. Balai TNGHS tidak memiliki peranan dan manfaat dari wisata alam, hanya mitra tidak langsung karena kawasannya berbatasan dengan kawasan Perum Perhutani (Ekayani et al. 2014).

16

: Sebelum TNGHS : Sesudah TNGHS : Mempunyai peran dam manfaat dalam pengelolaan : Mendapatkan manfaat dengan adanya keberadaan wisata : Di bawah koordinasi stakeholder terkait

: Mitra kerja secara tidak langsung

Gambar 7 Hubungan antar lembaga dalam pengelolaan kawasan Gunung Bunder sebelum dan sesudah perluasan kawasan TNGHS

Pada tahun 2007 sudah ada deklarasi kelompok desa sebanyak 35 orang yang bertujuan untuk konservasi hutan. Kelompok tersebut dinamakan Kelompok Kader Konservasi Alam. Pada saat kontrak Perum Perhutani untuk mengelola kawasan habis, Balai TNGHS merekrut masyarakat desa tersebut menjadi volunteer untuk membantu pengelolaan obyek wisata (25 orang tetap menjadi volunteer dan 10 orang menjadi Masyarakat Kawasan Konservasi (MKK) karena sudah terlanjur bertempat tinggal di kawasan TNGHS). Dalam pelaksanaan pengelolaan wisatanya, Balai TNGHS tidak melakukan koordinasi secara langsung dengan pihak pemerintah desa. Bentuk kooordinasi yang dilakukan masih sebatas pembuatan MOU (Memorandum of Understanding) mengenai keberadaaan kawasan taman nasional di wilayah desa tersebut. Para volunteer bertugas menjadi penjaga pintu gerbang tiket, serta menjaga kebersihan dan keamanan kawasan. Pihak taman nasional tidak memberikan gaji khusus untuk para volunteer tersebut. Volunteer mendapatkan penghasilan dari pengunjung yang dilayaninya.

Setelah perluasan, tanggung jawab dan kewenangan kawasan tersebut beralih kepada Balai TNGHS. Balai TNGHS dan masyarakat merupakan pihak yang memiliki peranan dan manfaat dari kawasan, dimana hubungan keduanya adalah mitra tidak langsung. Kawasan Gunung Bunder dikelola oleh TNGHS dengan melibatkan masyarakat sebagai volunteer. Adapun KOMPEPAR yang sudah dibentuk pada waktu sebelum perluasan kawasan tidak jelas posisi dan peranannya. Beberapa masyarakat yang dulunya KOMPEPAR akhirnya bergabung menjadi volunteer. Akan tetapi pada saat awal mula pelaksanaan sempat terjadi konflik sehingga dibagi menjadi dua bagian pengelolaan yaitu volunteer yang dulunya KOMPEPAR mengelola Bumi Perkemahan sedangkan volunteer yang dibentuk oleh TNGHS mengelola pintu gerbang Kawah Ratu.

Pada tahun 2016 volunteer sudah bertambah menjadi 48 volunteer yang aktif mengelola pintu gerbang utama masuk kawasan, Curug Cihurang, Kawah Ratu, dan Curug Ngumpet II serta diketuai oleh Pak Joni yang merupakan mantan Kepala Desa Gunung Bunder 2. Terdapat 20 volunteer di gerbang pintu masuk kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, 9 volunteer di Curug Cihurang, 11 volunteer di pendakian Kawah Ratu, dan 8 volunteer di Curug Ngumpet II. Volunteer melaksanakan tugasnya dalam tiga kelompok waktu di hari kerja dan semua kelompok bekerja sama pada akhir pekan.

Gambar 8 Sebaran volunteer menurut jenis kelamin

Perbandingan volunteer menurut jenis kelamin didominasi oleh laki-laki dengan persentase 94% sebanyak 45 orang. Jumlah perempuan yang menjadi volunteer hanya 3 orang (6%) yang bertugas di Curug Cihurang 2 orang dan Curug Ngumpet 1 orang. Volunteer perempuan hanya bertugas pada akhir pekan saja dan berjaga di dalam loket pintu masuk curug. Mereka hanya bertugas pada akhir pekan karena di hari kerja satu orang bekerja sebagai bendahara desa dan dua orang lainnya menjaga warung di rumahnya.

Gambar 9 Sebaran volunteer menurut kelompok umur

Persentase volunteer berdasarkan kelompok umurnya dapat dilihat pada Gambar 9. Masyarakat yang tergabung sebagai volunteer 98% tergolong dalam

18

kelompok umur produktif dengan kelompok umur paling banyak yaitu kelompok umur 26-35 tahun (31%). Hanya 2% dari volunteer yang berada pada kelompok umur tidak produktif yaitu kelompok umur 60+. Volunteer tersebut sudah bergabung pada tahun 2004 sebagai KOMPEPAR yang bekerja sama dengan Perum Perhutani.

Gambar 10 Sebaran volunteer menurut tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan volunteer didominasi oleh SD sebesar 38% (18 orang) disusul oleh SMP 33% (16 orang). Hal ini dikarenakan di Desa Gunung Bunder 2 hanya terdapat sarana pendidikan hanya sampai tingkat SD. Apabila yang mau sekolah ke jenjang yang lebih tinggi harus ke desa sebelah sehingga tidak semua mau melanjutkan pendidikan selain juga karena kesulitan dana untuk sekolah.

Gambar 11 Sebaran volunteer menurut pekerjaan sampingan

Volunteer selain menjalankan tugasnya sebagai penjaga pintu gerbang tiket, 52% bekerja di bidang lain yang tidak terkait dengan wisata di kawasan Gunung Bunder. Pekerjaan tersebut yaitu buruh tani, berkebun, beternak, membuka warung di rumah tempat tinggal, berdagang, ojek, dan bendahara desa. Sedangkan 30% volunteer bekerja di bidang yang terkait wisata yaitu menjadi guide dan penyewaan tenda dan perlengkapan lainnya bagi yang mau berkemah di kawasan

baik itu bumi perkemahan, Curug Cigurang, arah pendakian Kawah Ratu, maupun Curug Ngumpet. Sisanya sekitar 18% mengaku tidak memiliki pekerjaan lain selain menjadi penjaga gerbang tiket masuk.

Gambar 12 Sebaran volunteer menurut keikutsertaan pelatihan

Volunteer yang tergabung sebanyak 56% telah mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Pelatihan yang diberikan terkait dengan lingkungan baik itu flora maupun fauna, pemanduan wisata, dan SAR. Sebanyak 44% volunteer tidak pernah mengikuti pelatihan karena tidak berminat mengikuti pelatihan dan sebagian lainnya karena baru bergabung sehingga belum ada lagi pelatihan yang bisa diikuti.

Masyarakat di Kawasan Gunung Bunder Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Kawasan Gunung Bunder dikelola oleh masyarakat Desa Gunung Bunder 2. Jumlah penduduk Desa Gunung Bunder 2 pada tahun 2014 adalah 9.112 jiwa dengan 4.537 laki-laki (49.8%) dan 4.575 perempuan (50.2%) serta kepadatan penduduk 2.278 jiwa/ km2. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 4. Identifikasi sumberdaya manusia berdasarkan klasifikasi umur berkaitan erat dengan identifikasi angkatan kerja dalam pengembangan wisata alam di kawasan. Komposisi usia produktif (13-60 tahun) lebih besar daripada usia tidak produktif (0-12 tahun dan 60 tahun ke atas) dimana kelompok usia produktif sebesar 72.99% dan usia tidak produktif 27.01%.

Salah satu faktor yang mempengaruhi keterlibatan masyarakat dalam pengembagan wisata adalah tingkat pendidikan. Pada dasarnya, semakin tinggi pendidikan formal yang dicapai seseorang maka keinginan untuk terlibat akan semakin tinggi karena orang tersebut memiliki pemikiran dan kreativitas yang tinggi pula (Brahmantyo & Kusmayadi 1999). Pencatatan data dan informasi mengenai tingkat pendidikan di Desa Gunung Bunder 2 masih belum dilakukan dengan baik. Hal ini terlihat dengan tidak tersedianya data di Pamijahan dalam Angka maupun di kantor desa. Berdasarkan hasil wawancara dengan perangkat

20

desa sebagian besar penduduk desa tidak tamat sekolah dasar. Pencapaian tingkat pendidikan masyarakat salah satunya dipengaruhi oleh ketersediaan sarana pendidikan yang ada. Desa Gunung Bunder 2 hanya memiliki 3 sekolah dasar dan tidak memiliki sarana pendidikan yang lebih tinggi.

Tabel 4 Jumlah penduduk menurut kelompok umur di Desa Gunung Bunder 2 tahun 2014

No Umur Jumlah Penduduk (Jiwa)

Jumlah Penduduk (%)

Keterangan 1. 0-4 729 8.00 Usia Tidak Produktif

2. 5-6 548 6.01 3. 7-12 886 9.72 4. 13-15 741 8.13 Usia Produktif 5. 16-18 584 6.41 6. 19-25 1.119 12.30 7. 26-35 973 10.70 8. 36-45 1.184 13.00 9. 46-50 798 8.76 10. 51-60 1.252 13.70

11. 60+ 298 3.27 Usia Tidak Produktif

Jumlah 9.112 100

Sumber: Pamijahan dalam Angka 2015

Penduduk Desa Gunung Bunder 2 berdasarkan Pamijahan dalam Angka 2015 semua beragama islam (100%) sehingga perilaku sehari-hari semuanya berpedoman pada agama tersebut. Jumlah sarana peribadatan yang terdapat di desa yaitu 10 masjid dan 42 langgar.

Mata pencaharian pokok penduduk bergerak di bidang pertanian, pertambangan, industri, jasa, dan lain-lain secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5. Terlihat pada tabel tersebut bahwa mayoritas mata pencaharian penduduk adalah bertani.

Tabel 5 Jumlah rumah tangga menurut sektor pekerjaan di Desa Gunung Bunder 2 tahun 2014

No Jenis Pekerjaan Jumlah Rumah Tangga

1. Pertanian 628

2. Pertambangan dan Penggalian 25

3. Industri 95

4. Listrik Gas Air 31

5. Kontruksi 176

6. Perdagangan Hotel dan Restoran 625

7. Angkutan 32

8. Lembaga Keuangan Lainnya 25

9. Jasa-Jasa 68

10 Lainnya 315

Jumlah 2.020

Banyak terjadi pengambil-alihan lahan di Desa Gunung Bunder 2. Hal ini dikarenakan sifat masyarakat yang cenderung mengutamakan kebanggaan dibandingkan kebutuhan hidup. Jadi apabila mereka membutuhkan sesuatu atau melaksanakan pesta mereka akan menjual tanahnya untuk modal. Lahan yang telah dibeli oleh orang luar akan tetap digarap oleh masyarakat Desa Gunung Bunder 2. Para penggarap tersebut ada yang mendapatkan upah menggarap dari pemilik lahan dan ada juga yang menggunakan sistem bagi hasil.

Faktor Pengembangan Wisata Berbasis Masyarakat di Kawasan Gunung Bunder

Pengelolaan wisata berbasis masyarakat merupakan salah satu metode untuk pengembangan masyarakat. Untuk mengukur keberhasilannya perlu dilihat secara komprehensif dari beberapa faktor. Faktor pengembangan masyarakat tersebut, yaitu: (1) Faktor sosial; (2) Faktor budaya; (3) Faktor ekonomi; (4) Faktor lingkungan; dan (5) Faktor politik (REST 1997).

1. Faktor Sosial

Balai TNGHS merekrut masyarakat Desa Gunung Bunder 2 menjadi volunteer untuk membantu pengelolaan obyek wisata. Dalam pelaksanaan pengelolaan wisatanya, Balai TNGHS tidak melakukan koordinasi secara langsung dengan pihak pemerintah desa. Bentuk kooordinasi yang dilakukan masih sebatas pembuatan MOU (Memorandum of Understanding) mengenai keberadaaan kawasan taman nasional di wilayah desa tersebut. Pada saat pembentukan terdapat 25 volunteer dengan satu ketua yang merupakan Kepala Desa Gunung Bunder 2 yang menjabat saat itu. Volunteer kawasan Gunung Bunder diketuai oleh satu orang yang merupakan mantan Kepala Desa Gunung Bunder 2. Saat ini terdapat 48 volunteer yang terlibat dalam pengembangan wisata di kawasan Gunung Bunder 2.

Pembagian peran dan kerjasama dalam volunteer termasuk lemah. Perbandingan volunteer menurut jenis kelamin didominasi oleh laki-laki dengan persentase 94% sebanyak 45 orang. Jumlah perempuan yang menjadi volunteer hanya 3 orang (6%) yang bertugas di Curug Cihurang 2 orang dan Curug Ngumpet 1 orang. Tidak ada kecenderungan untuk menerima laki-laki lebih banyak dari perempuan. Tetapi sejak awal pembentukan jumlah perempuan yang mendaftar terbatas.

Volunteer terbagi menjadi empat bagian berdasarkan pintu gerbang obyek wisata. Masing-masing gerbang masuk tidak bersinergi antara satu dengan lainnya. Volunteer bekerja sendiri-sendiri mengelola obyek wisata yang menjadi tanggung jawab mereka. Sampai tahun 2014 dilaksanakan penyegaran tiap tiga bulan sekali untuk saling mengenal dan bersinergi antara satu volunteer dengan volunteer lainnya, akan tetapi beberapa tahun terakhir sudah tidak diadakan lagi oleh pihak taman nasional dan volunteer tidak berinisiatif untuk mengadakan penyegaran itu sendiri.

22

Sebagian besar volunteer yang terlibat dalam pengelolaan wisata mengalami peningkatan kualitas hidup dikarenakan pendapatan yang dihasilkan cukup untuk memenuhi sebagian kebutuhan rumah tangganya. Sebagian kebutuhan lain dengan bekerja menjadi buruh tani, berkebun, beternak, membuka warung di rumah tempat tinggal, berdagang, ojek, dan bendahara desa pada saat tidak bertugas. Selain itu juga beberapa volunteer menjadi guide, menyewakan tenda dan perlengkapan lainnya bagi yang mau berkemah di kawasan baik itu bumi perkemahan, Curug Cigurang, arah pendakian Kawah Ratu, maupun Curug Ngumpet.

Secara umum volunteer memiliki kebanggaan terhadap kawasan Gunung Bunder. Namun adanya perkembangan wisata di kawasan tidak membuat terjadinya peningkatan kebanggaan terhadap kawasan. Sebagian besar volunteer menyatakan kalau mereka sudah terbiasa dengan kawasan sehingga tidak ada hal khusus yang membuat mereka semakin bangga dengan kawasan Gunung Bunder.

2. Faktor Budaya

Masyarakat yang hidup di sekitar kawasan Gunung Bunder 2 terdiri dari masyarakat asli dan masyarakat pendatang, baik yang berasal dari desa sekitar maupun yang berasal dari kabupaten lain di Jawa Barat. Karakteristik masyarakat dipengaruhi oleh kondisi alam berupa alam pegunungan. Tradisi masyarakat dipengaruhi oleh kebudayaan sunda dan agama islam. Perubahan budaya terjadi relatif cepat disebabkan adanya perkembangan wisata di kawasan dan tidak adanya generasi muda yang meneruskan budaya yang ada seperti kecapi suling, angklung, wayang golek, dan pencak silat. Begitu juga dengan desa lain yang berada di sekitar kawasan sehingga tidak ada kegiatan apalagi organisasi terkait pertukaran budaya. Budaya juga tidak lagi menjadi dasar dalam konsep pembangunan desa.

3. Faktor Ekonomi

Setelah terbentuknya volunteer, tidak ada lagi lapangan kerja baru yang terbentuk di kawasan. Warung yang berada di kawasan merupakan

Dokumen terkait