• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya peningkatan produksi kedelai terus dilakukan melalui program intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi dalam persfektif sistem usaha tani menuju peningkatan pendapatan. Kondisi lahan marjinal di Indonesia sebagian dapat dikembangkan untuk lahan usahatani tetapi pada umumnya memiliki masalah dengan kandungan hara tanah. Salah satu upaya pemecahan masalah ketersediaan unsur hara untuk perbaikan produtivitas lahan adalah penggunaan bakteri/mikroba khususnya Methylobacterium spp. Penggunaan sarana produksi yang dapat diperbaharui dalam sistem pertanian berkelanjutan berperan penting dalam upaya optimalisasi keuntungan ekologi dan minimalisasi resiko lingkungan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah memelihara kesehatan dan kualitas tanah melalui proses biologi. Pemanfaatan bakteri/mikroba adalah sarana produksi yang dapat diperbaharui secara alamiah.

Pengaruh aplikasi isolat Methylobacterium spp terhadap peningkatan produksi tanaman kedelai

Peningkatan produksi kedelai dengan aplikasi isolat Methylobacterium spp sangat dipengaruhi oleh banyaknya jumlah bunga dan jumlah cabang. Hal tersebut akan mempengaruhi peningkatan jumlah polong bernas dan jumlah biji. Adanya

pengaruh peningkatan produksi kedelai dengan aplikasi isolat Methylobacterium spp diduga karena kemampuan bakteri Methylobacterium spp dalam memproduksi fitohormon dari jenis IAA, GA dan Trans zeatin. Kadar IAA berkisar antara 1.42 ppm – 15.14 ppm, kadar GA3 berkisar antara 20.28 ppm - 129.83 ppm, sedangkan kadar Trans zeatin berkisar antara 22.28 ppm – 89.21 ppm (Widajati et al. 2008). Peningkatan produksi tersebut juga diduga karena Methylobacterium spp mampu melindungi tanaman tidak hanya pada tahap pembibitan atau pesemaian, tetapi selama siklus hidup tanaman tersebut.

Percobaan 2 juga menunjukkan peningkatan produksi total kedelai dengan teknologi budidaya Methylobacterium spp. Hasil tersebut didukung oleh peningkatan jumlah cabang dan jumlah polong bernas. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi peningkatan jumlah biji dan bobot biji. Hasil ini juga ditunjukkan pada percobaan sebelumnya bahwa aplikasi isolat Methylobacterium spp dapat meningkatkan jumlah cabang (Tabel 5), jumlah polong dan biji (Tabel 7), bobot biji (Tabel 8) dan produksi total kedelai (Tabel 9).

Salma et al. (2006) melaporkan bahwa perendaman benih tomat menggunakan isolat TD-T1 menghasilkan perbedaan yang nyata pada tinggi tanaman 45 HST dan bobot kering akar dibanding kontrol. Pada kedelai yang diberi perlakuan isolat TD-K1 menunjukkan perbedaan yang nyata pada bobot kering tajuk, jumlah biji, bobot 100 biji dan panjang polong. Penelitian Radha et al. (2009) pada tanaman kedelai menunjukkan bahwa inokulasi isolat bakteri Methylobacterium spp yang dikombinasikan dengan Bradyrhizobium japonicum strain SB120 mempunyai dampak yang signifikan pada parameter pertumbuhan, penyerapan nutrisi dan daya hasil kedelai.

Aplikasi isolat Methylobacterium spp terhadap produksi kedelai varietas Kaba dan Anjasmoro memberikan pengaruh yang berbeda namun produksinya masing-masing menunjukkan hasil yang signifikan. Varietas Kaba termasuk dalam varietas berbiji sedang (Lampiran 3) dan varietas Anjasmoro merupakan varietas berbiji besar (Lampiran 5). Dalam masa perkecambahan, varietas Kaba dan Anjasmoro memberikan respon yang beragam pada peubah daya tumbuh, kecepatan tumbuh dan indeks vigor. Percobaan 1 menunjukkan daya tumbuh (97.21%) varietas Kaba lebih baik dibandingkan dengan varietas Anjasmoro (86.89%) pada percobaan 2 meskipun pada beberapa peubah lainnya tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan. Benih yang direndam dengan isolat Methylobacterium spp mengalami imbibisi sehingga menstimulir perkecambahan benih dan memungkinkan terjadinya keseragaman pertumbuhan kecambah.

Proses imbibisi selama tahap perkecambahan dapat dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran biji pada varietas tanaman kedelai. Imbibisi benih dipengaruhi oleh permeabilitas kulit benih yang berhubungan dengan ukuran benih dan bukan disebabkan oleh komposisi kimia benih. Hal ini dapat ditunjukkan oleh kandungan protein varietas Kaba (44%) hampir sama dengan varietas Anjasmoro (41.8-42.1%) (Suhartina 2005). Jumlah air yang diserap dan masuk ke dalam benih dipengaruhi oleh komposisi kimia benih. Kandungan karbohidrat yang tinggi pada benih akan mengikat air lebih sedangkan benih dengan protein yang tinggi akan lebih peka terhadap air disekitarnya.

Keberadaan bakteri PPFM pada perlakuan benih kedelai dapat memicu viabilitas benih. Kandungan giberelin yang cukup tinggi pada isolat bakteri Methylobacterium spp sangat berperan dalam perkecambahan dan perkembangan

benih kedelai. Perlakuan perendaman isolat bakteri menyebabkan terjadinya imbibisi sehingga dapat memicu perkecambahan benih. Menurut Mugnisjah (1978) menyatakan terdapat perbedaan vigor antara berbagai varietas kedelai yang berbeda ukuran dan warna benihnya. Varietas berbiji kecil memiliki vigor lebih tinggi daripada varietas berbiji besar.

Pengaruh aplikasi dosis pemupukan N, P dan K dalam meningkatkan produksi tanaman kedelai

Percobaan 1 menunjukkan aplikasi dosis pemupukan N, P dan K menunjukkan pengaruh yang nyata meningkatkan jumlah cabang dan bobot biji per tanaman. Dosis pemupukan 50% dapat meningkatkan tinggi tanaman (62.03 cm) dan sama dengan perlakuan dosis pemupukan lainnya. Dosis pemupukan 75% dapat meningkatkan jumlah cabang (5.8) lebih tinggi dan sama dibandingkan dengan dosis pemupukan 50% (5.6) dan dosis 100% (5.3). Dosis pemupukan 100% dapat meningkatkan bobot biji per tanaman (6.34 g) lebih tinggi dan sama dibandingkan dengan dosis pemupukan 50% (5.56 g) dan dosis 75% (6.17).

Dosis pemupukan 75% dari dosis rekomendasi meningkatkan produksi kedelai diduga adanya simbiosis yang terjadi antara tanaman dengan bakteri Methylobacterium spp. Hormon yang dihasilkan bakteri Methylobacterium spp dapat memfiksasi nitrogen yang dibutuhkan tanaman melalui bintil akar. Mikroba berfungsi selain meningkatkan efisiensi pemupukan, juga menjaga kesuburan dan kesehatan tanah. Pemanfaatan mikroba dapat menjadi alternatif sumber penyediaan hara tanaman yang aman bagi lingkungan. Pemanfaatan pupuk hayati yang bermutu diharapkan dapat meningkatkan produksi tanaman, menghemat biaya pupuk dan meningkatkan pendapatan petani (Saraswati dan Sumarno 2008).

Percobaan kedua dilakukan untuk mengetahui efektivitas isolat Methylobacterium spp yang diaplikasikan dalam teknologi budidaya kedelai. Dosis pemupukan 75% dari dosis rekomendasi yang digunakan dapat meningkatkan produksi kedelai. Hal ini diduga oleh penggunaan pupuk yang rendah dapat mengakibatkan pertumbuhan pada fase vegetatif menjadi agak lambat namun pada fase generatif lebih meningkat dengan adanya aktivitas bakteri. Penggunaan pupuk kimia perlu diimbangi dengan pemberian pupuk organik dengan memanfaatkan bakteri/mikroba. Aplikasi pupuk mikroba berperan penting dalam meningkatkan kualitas tanah, meningkatkan efisiensi pemupukan dan memperbaiki pertumbuhan dan perlindungan tanaman. Hasil penelitian Saraswati (2007) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kimia setengah rekomendasi yang dibarengi dengan aplikasi pupuk mikroba meningkatkan kesehatan tanaman dengan banyaknya jumlah polong sehat.

Aplikasi Isolat Methylobacterium spp dalam sistem pengadaan benih kedelai Produksi benih merupakan salah satu kegiatan pokok dalam pengadaan benih dan berperan sebagai kegiatan pokok yang paling awal dilakukan. Produk kegiatan produksi tersebut adalah calon benih yang merupakan bahan yang akan digunakan dalam rangkaian kegiatan pokok yang lain. Tingkat mutu dari calon benih yang dihasilkan dari kegiatan produksi sangat menentukan tingkat mutu yang dihasilkan dalam pengadaan benih. Pengadaan Benih Bina dilakukan melalui

GUBERNUR DIPERTA I DITJEN TPH DITBIN BENIH BADAN LITBANG/BATAN/PT PUSLITBANGTAN BBI BBU BBP PENANGKAR BPSB BUMN/D PEDAGANG-PENYALUR-PENGECER BENIH

PETANI - PETANI - PETANI

ES SS ES ES ES ES ES SS FS BS BS/F BS BS BS

produksi dalam negeri dan pemasukan (introduksi) dari luar negeri, yang dilakukan oleh pemerintah, produsen benih BUMN maupun swasta (nasional atau multinasional). Pengadaan benih terdiri dari empat kelas benih yaitu Benih Penjenis (BS), Benih Dasar (BD), Benih Pokok (BP) dan Benih Sebar (BR). Benih penjenis sampai dengan benih pokok merupakan benih sumber, dan BR merupakan benih yang langsung ditanam oleh petani.

Benih BS dari varietas unggul tanaman pangan yang dihasilkan Badan Litbang diproduksi oleh breeder di Balai-Balai Penelitian dan sebagian lainnya diproduksi oleh produsen benih BUMN dengan supervisi dari breeder. BS yang dihasilkan breeder di Balai Penelitian sebagian disalurkan ke produsen benih (BBI) melalui Direktorat Bina Perbenihan, sebagian lainnya disimpan di Balai Penelitian untuk kepentingan breeder dan peneliti lain. BS yang diproduksi oleh BUMN sebagian disimpan di BUMN yang bersangkutan untuk kepentingan mereka sendiri.

Pada Gambar 3 disajikan sistem pengadaan dan penyaluran benih secara formal. Varietas unggul yang baru dilepas (BS) dan dihasilkan oleh Puslitbang/ Balai Komoditas, diteruskan oleh Direktorat Benih untuk disebarkan ke Balai Benih Induk (BBI) yang selanjutnya diperbanyak untuk menghasilkan FS. Benih FS tersebut kemudian diperbanyak oleh BUMN, Penangkar Swasta dan Balai Benih Utama (BBU) yang masing-masing memproduksi SS atau ES.

Gambar 3 Pengadaan dan penyaluran benih secara formal (Sayaka et al. 2006)

Keterangan :

 BS = Breeder seed, FS = Foundation seed, SS = Stock seed, dan ES = Extension seed.

 Badan Litbang/Puslitbang sebagai institusi hulu penghasil varietas dan produsen Benih Penjenis (BS).

 Direktorat Jenderal TPH/Dit. Bina Perbenihan, sebagai institusi pengambil kebijakan dan pembinaan teknis agar benih tersedia dengan 6 tepat.

 Propinsi/Dinas Pertanian Propinsi sebagai institusi pembinaan tingkat propinsi untuk meningkatkan ketersediaan benih sesuai dengan konsep 6 tepat

Penyebaran benih berlabel untuk benih kedelai ditingkat petani banyak dilakukan melalui jalinan arus benih antar lapang dan musim (Jabalsim). Jabalsim merupakan suatu sistem pengadaan dan penyaluran benih kedelai yang berlangsung secara tradisional (Gambar 4). Benih kedelai tanpa label baik hasil produksi penangkar lokal maupun petani kedelai kualitasnya sebenarnya cukup baik (good seed) dan sama dengan benih berlabel. Penyaluran benih kedelai banyak menggunakan pendekatan Jabalsim, sehingga kualitas benih yang digunakan petani pun sulit untuk terdeteksi. Benih yang ditanam petani pada musim hujan umumnya benih berlabel, akan tetapi pada musim kemarau I atau musim kemarau II relatif kurang banyak petani menggunakan benih tidak berlabel. Benih jenis ini pada umumnya berasal dari hasil panen sebelummnya, pertukaran antar petani, ataupun membeli dari pasar lokal. Rendahnya penggunaan benih kedelai berlabel menunjukkan pasar benih kedelai tidak berjalan dengan baik. Pendekatan sistem Jalur benih antar lapang dan musin sebenarnya cukup efektif, tapi agar sistem sertifikasi benih bisa berjalan, maka diperlukan peran pemerintah sebagai pengawas dan fasilitator antara petani dan penangkar / produsen benih.

Gambar 4 Arus benih kedelai mengikuti Jabalsim (Harnowo et al. 2007) Benih berfungsi sebagai bahan perbanyakan tanaman sehingga mutu benih menjadi faktor penting yang harus diperhatikan. Lembaga pemerintah dibawah Dinas Pertanian dapat melakukan pengendalian mutu dengan melakukan sertifikasi dan pengawasan mutu benih. Lembaga pemerintah yang melakukan pengendalian mutu dan pembinaan terhadap produsen benih adalah Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) Tanaman Pangan dan Hortikultura. BPSB menghasilkan sertifikat berupa label sertifikasi yang mengandung informasi mutu dengan warna label sesuai kelas benihnya masing-masing yaitu warna putih untuk Breeder Seed dan Foundation Seed, warna ungu untuk Stock Seed dan warna biru untuk Extention Seed (Qadir A 2012).

Aplikasi benih (bibit) bermutu dalam usahatani merupakan titik awal untuk mencapai produktivitas tinggi. Penggunaan benih yang berkualitas tinggi merupakan prasyarat utama dalam budidaya kedelai karena akan menjamin diperolehnya populasi tanaman sesuai yang dikehendaki (optimal), berkecambah menjadi bibit sehat dan vigor sehingga akan diperoleh tanaman yang tumbuh seragam. Aplikasi teknologi untuk meningkatkan mutu benih tanaman adalah melalui pemanfaatan mikroba yang dapat berasosiasi dengan tanaman serta berperan dalam meningkatkan pertumbuhan dan mengefisienkan pemupukan bagi tanaman tersebut. Mikroba berperan dalam meningkatkan kualitas tanah, efisiensi fiksasi nitrogen dan memperbaiki pertumbuhan dan perlindungan tanaman. Salah satu jenis mikroba/bakteri yang dapat dimanfaatkan adalahMethylobacteriumspp.

Tegal (MH I) Nov-Feb Tegal (MH I) Nov-Feb Tegal (MH I) Nov-Feb Tegal (MH I) Nov-Feb

Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa teknologi budidaya dengan aplikasi isolat Methylobacterium spp dan dosis pemupukan 83.3 kg Urea ha-1, 208.3 kg SP-36 ha-1 dan 125 kg KCl ha-1 dapat meningkatkan produksi kedelai dengan total produksi 22.53 kg /600 m2dibandingkan total produksi dengan tanpa menggunakan aplikasi Methylobacteriumspp (11.87 kg /600 m2). Hasil pengujian viabilitas benih setelah panen juga menunjukkan hasil yang signifikan. Benih kedelai dengan aplikasi Methylobacterium spp menunjukkan persentase daya berkecambah lebih tinggi (86.89%) dibandingkan dengan benih tanpa aplikasi Methylobacterium spp (82.00%). Daya berkecambah tersebut masih memenuhi SNI benih bersertifikat karena kemampuan daya berkecambahnya diatas 80% (BSN 2003).

Benih hasil teknologi Methylobacterium spp dapat dijadikan sebagai benih bermutu dalam sistem produksi benih. Salah satu keuntungan aplikasi isolat Methylobacterium spp dalam produksi benih adalah dapat meningkatkan vigor benih. Hal ini terlihat dari hasil persentase indeks vigor yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan tanpa isolat Methylobacterium spp (Tabel 14). Peningkatan vigor benih mengindikasikan bahwa benih memiliki kemampuan untuk tumbuh normal dan berproduksi normal pada kondisi suboptimum. Benih dengan vigor yang tinggi akan meningkatkan kecepatan dan keserempakan tumbuh benih.

Aplikasi teknologi Methylobacterium spp dalam produksi benih dapat diwujudkan oleh petani secara individu ataupun berkelompok dan sukarela. kerjasama juga dapat dilakukan dengan perusahaan BUMN ataupun swasta secara formal dan membuat perjanjian yang berkaitan dengan cara bercocok tanam, pengadaan saprotan dan potensi produktivitas lahan. Permintaan pasar yang cukup banyak dan waktu yang mendesak akan mengakibatkan perusahaan dapat melakukan penguasaan benih dengan membeli hasil produksi petani lalu diproses menjadi benih. Benih yang dihasilkan dari pembelian tersebut akan memiliki kualitas yang rendah.

Pola kerjasama yang dijalankan dalam sistem produksi benih dengan perusahaan dapat mengurangi beban biaya produksi bagi petani. Pengadaan sarana produksi tanaman (saprotan) akan menjadi tanggung jawab pihak perusahaan sehingga aplikasi isolat dan pemupukannya dapat tersedia dan digunakan tepat waktu. Petani dapat menggunakan saprotan tersebut dalam berbagai kegiatan untuk mencapai sasarannya memproduksi benih. Kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan memaksimalkan potensi hasil (agronomis) dan kegiatan mempertahankan standar mutu terutama mutu genetik.

Aplikasi isolat Methylobacteriumspp dan dosis pemupukan termasuk dalam prinsip agronomis pada sistem produksi benih kedelai. Prinsip agronomis menunjukkan kegiatan mengelola lapang produksi untuk menghasilkan produksi tanaman yang maksimal sesuai potensinya. Langkah awal dalam kegiatan produksi benih adalah menetapkan jenis/varietas tanaman yang akan diproduksi. Berdasarkan kesesuaian agroklimat dan kondisi tanah, juga dapat ditentukan lapang produksi yang akan digunakan dan tingkat populasi tanamannya. Metode penanaman hingga pemanenan juga akan menentukan tingkat produksi terutama dalam kehilangan hasil saat panen.

Pengelolaan lapang produksi untuk menghasilkan produk benih yang memiliki standar mutu yang tinggi terutama kemurnian mutu genetik dapat dilakukan sesuai dengan prinsip genetik dalam memproduksi benih. Penentuan wilayah adaptasi, penggunaan benih sumber dan lahan merupakan langkah awal untuk menghasilkan genotipe yang tepat. Kegiatan penetapan isolasi dan roguing perlu menjadi perhatian utama dalam produksi benih sehingga benih yang dihasilkan memiliki mutu yang tinggi. Penentuan masak fisiologis benih dapat berdasarkan deskripsi tanaman ataupun karakter morfologis yang praktis dilapangan. Penetapan masak fisiologis benih yang lebih akurat dapat dilakukan dengan pengujian terhadap peubah fisiologis atau pada saat masak fisiologis benih memiliki tingkat vigor yang maksimum (Qadir A 2012).

6 KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait