• Tidak ada hasil yang ditemukan

MATERIALS AND METHODS Plant Material and Distillation of Essential Oils (EOs)

5 PEMBAHASAN UMUM

Proses distilasi rimpang segar jahe merah dan lengkuas merah telah menghasilkan minyak atsiri jahe merah yang berwarna kuning kecoklatan, dan minyak atsiri lengkuas merah yang berwarna kuning terang (Gambar 5.1).

a b c

Gambar 5.1. Rimpang jahe merah (a), lengkuas merah (b), minyak atsiri (c)

Analisis karakteristik fisika-kimia minyak atsiri diperlukan untuk mengetahui tingkat kemurnian dan mutu minyak tersebut yang merupakan indikator penting dalam perdagangan. Minyak atsiri jahe merah yang dihasilkan memiliki nilai indeks bias yang belum sesuai dengan standar SNI no. 06-1312- 1998 tentang minyak jahe, namun kadar ester yang dihasilkan relatif tinggi (42.45

mgKOH g-1)). Nilai berat jenis dan indeks bias minyak atsiri dipengaruhi oleh berat molekul senyawa-senyawa penyusunnya, semakin besar berat molekul akan menghasilkan berat jenis dan indeks bias yang semakin tinggi pula (Ma’mun 2006). Nilai putaran optik minyak atsiri dipengaruhi oleh sifat putaran optik komponen-komponen penyusunnya. Komponen zingiberene mempunyai sifat putaran optik negatif, sementara camphene dan curcumene bersifat putaran optik positif. Komponen zingiberene bersifat termolabil sehingga mudah terdegradasi oleh panas ketika proses distilasi berlangsung (Kurniasari et al. 2008). Minyak atsiri jahe merah yang dihasilkan memiliki putaran optik negatif.

Komposisi kimia minyak atsiri jahe telah dilaporkan oleh banyak peneliti (Singh et al. 2008; Natta et al. 2008; Wanissorn et al. 2009, Sasidharan & Mennon 2010; Sivasothy et al. 2011), demikian pula dengan minyak atsiri lengkuas (Wanissorn et al. 2009; Prakatthagomol et al. 2011). Jenis dan kadar dari komponen mayor dan minor dari setiap minyak atsiri berbeda-beda karena adanya perbedaan varietas tanaman, tanah dan iklim pertumbuhan, cara budidaya, umur rimpang, metode preparasi bahan baku (bahan segar atau kering/simplisia), dan metode ekstraksi atau distilasi yang dilakukan (hidrodistilasi/air dan uap, atau uap).

Minyak atsiri maupun oleoresin jahe mengandung komponen-komponen aromatik dan rasa pedas. Minyak atsiri jahe berperan dalam aroma, sedangkan oleoresin pada jahe berperan dalam menimbulkan rasa pedas. Aroma jahe berasal

dari kelompok seskuiterpenoid (α-zingiberene, bisabolene, farnesen dan

β-phellandrene), yang pada penelitian ini terdapat sebanyak 15.20%. Menurut Rehman et al. (2011), rasa pedas jahe berasal dari senyawa turunan non-volatil fenilpropanoid seperti gingerol dan shogaol. Shogaol terbentuk dari gingerol

ketika jahe dikeringkan atau dimasak; proses lebih lanjut menghasilkan zingerone

yang menghasilkan rasa kurang pedas dengan aroma yang tajam Pada hewan percobaan gingerols terbukti memiliki sifat-sifat sebagai antibakteri, analgesik, sedatif, dan antipiretik. Zingerone diketahui memiliki aktivitas antimikroba terhadap E. coli enterotoksigenik yaitu penyebab penyakit diare yang diinduksi enterotoksin (Jaw-Chyun et al. 2007).

Pada pengujian aktivitas antibakteri, minyak atsiri lengkuas merah pada konsentrasi 1% v/v menunjukkan daya hambat relatif sama (7.25-11.17 mm)

terhadap seluruh bakteri uji (B. cereus, E. coli, S. Typhimurium, dan P. aeruginosa) dengan minyak atsiri jahe merah (7.17-10.33 mm). Nilai MIC dan

MBC minyak lengkuas merah relatif lebih rendah (1.79-4.03 dan 1.79-4.92 mgmL-1) dibandingkan dengan minyak atsiri jahe merah (2.65-3.97 dan 3.10-5.29 mg mL-1). Kedua minyak atsiri menunjukkan aktivitas antibakteri lebih tinggi terhadap bakteri Gram positif dibandingkan terhadap bakteri Gram negatif.

Bakteri Gram positif mempunyai dinding sel yang mengandung 90% peptidoglikan serta lapisan tipis asam teikoat dan asam teikuronat yang bermuatan negatif, sedangkan dinding sel bakteri Gram negatif hanya mengandung 5-20% peptidoglikan, dan dilapisi protein, lipopolisakarida, fosfolipid, serta lipoprotein. Dinding sel bakteri Gram positif banyak mengandung asam amino alanin yang bersifat hidrofobik, sehingga lebih mampu mengikat senyawa non-polar seperti minyak atsiri dibandingkan dengan pada bakteri Gram negatif yang lebih banyak mengandung sisi hidrofilik seperti karboksil, amino dan hidroksil (Jay et al.

2005). Mekanisme kerusakan dinding dan membran sel pada Gram positif dan Gram negatif disebabkan akumulasi minyak atsiri pada dinding sel yang menginduksi terbentuknya pori, dan mengubah permeabilitas membran sehingga komponen antibakteri dapat masuk ke dalam sel dan menyebabkan kebocoran komponen intraseluler seperti asam nukleat dan protein (Carson et al. 2002). Menurut Oussalah et al. (2006), minyak atsiri dapat mencapai periplasma bakteri Gram-negatif melalui protein porin dari membran luar. Komponen aktif pada kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah kemungkinan dapat memecah ikatan β-1.4 antara asam N-asetilglukosamin (NAG) dan N- asetilmuramat (NAM) pada peptidoglikan, mempengaruhi enzim-enzim yang berperan pada sintesis peptidoglikan, juga dapat mempengaruhi kondisi kationik dan hidrofobisitas membran (Davidson et al. 2005). Seperti halnya senyawa antibakteri yang hanya aktif terhadap bakteri Gram positif (misalnya bakteriosin), efektivitas terhadap bakteri Gram negatif bisa ditingkatkan dengan merusak membran luar, misalnya kombinasi dengan Ethylene diamine tetraacetic acid

(EDTA) (Visscher et al. 2011).

Penggunaan indikator warna 2,3,5-triphenyltetrazolium chloride (TTC) terbukti dapat digunakan dalam penentuan nilai MIC-MBC dengan metode mikrodilusi. Senyawa TTC merupakan indikator redoks yang umum digunakan pada penelitian biokimia, secara khusus dapat mendeteksi respirasi seluler dari metabolisme yang aktif. Senyawa TTC yang berwarna putih (jika dilarutkan dalam air atau etanol akan menghasilkan larutan bening) akan tereduksi oleh enzim dehidrogenase dari bakteri membentuk TPF (1,3,5-triphenylformazan)

menghasilkan warna merah (Anonim 2014). Pada penelitian ini komponen antibakteri pada minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah dapat merusak enzim tersebut sehingga tidak terjadi perubahan warna pada medium, yang menunjukkan bakteri yang diuji tidak tumbuh.

Efek kombinasi dari minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah pada beberapa rasio konsentrasi menunjukkan efek yang berlainan terhadap masing- masing bakteri uji. Hal tersebut dimungkinkan karena interaksi yang terjadi antara komponen mayor dan minor dari kombinasi minyak atsiri terhadap masing- masing bakteri uji dipengaruhi oleh rasio dari masing-masing komponen aktif dan struktur bakteri yang dikenainya tersebut (Liu et al. 2011). Pada rasio 1:1 v/v kombinasi minyak atsiri dapat menghasilkan efek sinergis dalam menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif (B. cereus). Efek sinergis ini dibuktikan dari beberapa hasil pengujian selanjutnya dimana selalu terjadi penurunan jumlah B. cereus sekitar 2 log CFUmL-1 akibat aktivitas kombinasi minyak atsiri setelah masa inkubasi 24 jam. Hasil ini sejalan dengan penjelasan Romano et al. (2009) yaitu efek sinergis terjadi jika terjadi penurunan sebesar 2 log CFU pada kelompok kombinasi obat dibandingkan dengan komponen tunggalnya yang paling efektif, setelah masa inkubasi 24 jam. Sementara itu efek kombinasi yang menunjukkan efek additive dan indifferent menunjukkan interaksi yang terjadi di antara komponen aktif bersifat lemah terhadap sel bakteri, atau terjadi reduksi kelarutan terpen yang bersifat polar oleh monoterpen hidrokarbon non-polar (Goni

et al. 2009).

Kombinasi minyak atsiri yang menghasilkan efek sinergis terhadap beberapa jenis bakteri Gram negatif seperti yang digunakan pada penelitian ini, diantaranya adalah kombinasi cynamaldehyde/eugenol atau thymol/eugenol pada rasio 1:4 v/v dapat menurunkan 50% pertumbuhan E.coli (Pei et al. 2009); kombinasi cynamaldehyde/thymol atau thymol/carvacrol pada rasio 1:1 v/v dapat menurunkan 25 dan 50 % pertumbuhan S.Typhimurium (Zhou et al. 2007); kombinasi 1,8-cineole/limonene pada rasio 9:1, 8:2 atau 7:3 v/v terbukti efektif dapat menghambat pertumbuhan P.aeruginosa (van Vuuren dan Viljoen 2007).

Kombinasi antara minyak atsiri dengan minyak atsiri atau dengan bakteriosin dapat menghasilkan aktivitas antimikroba yang kuat dan efektif terhadap bakteri Gram positif dan negatif. Gutierrez et al. (2008) melaporkan kombinasi minyak atsiri oregano dan marjoram efektif menghambat pertumbuhan

B.cereus, E.coli, P.aeruginosa, dan L.monocytogenes. Selanjutnya Goni et al

(2009) melaporkan bahwa kombinasi minyak atsiri kayu manis dan cengkeh dapat menghasilkan efek sinergis dan efektif menghambat pertumbuhan E. coli, L. monocytogenes dan B. cereus; sedangkan kombinasi minyak atsiri oregano-

nisin maupun thyme-nisin menunjukkan efek sinergis dan efektif terhadap

L. monocytogenes (Turgis et al. 2012).

Kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah pada rasio 1:1v/v dapat menurunkan jumlah B. cereus,E. coli, S. Typhimurium, dan P.aeruginosa

masing-masing sebesar 2, 1, 0.7 dan 0.6 log CFU mL-1 setelah masa inkubasi 8 jam dibandingkan dengan kontrol. Fase pertumbuhan awal merupakan fase kritis terhadap pertumbuhan seluruh bakteri uji, karena pada fase ini merupakan fase adaptasi (fase lag) sel bakteri untuk dapat tumbuh pada media/substrat baru. Efektivitas antimikroba tertinggi dari kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah (1:1 v/v) terhadap B. cereus dicapai setelah waktu kontak 8 jam.

Hal ini diduga karena spora bakteri tersebut belum terbentuk karena kemungkinan adanya perpanjangan fase lag dan penghambatan pertumbuhan. Spora bakteri umumnya terbentuk setelah fase stasioner dari kurva pertumbuhan bakteri, dimana terjadi kondisi yang menekan pertumbuhan sel vegetatif. Komponen aktif pada minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah terbukti dapat menyebabkan pertumbuhan sel vegetatif B. cereus terganggu. Spora bersifat tahan terhadap lingkungan, dan pada masa germinasi maupun pertumbuhan, spora dapat kehilangan daya tahannya terhadap pengaruh panas, radiasi, tekanan, kekeringan dan senyawa kimia, sehingga ketahanannya sama dengan sel vegetatifnya (Jay et al. 2005).

Aktivitas antibakteri kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah pada rasio 1:1 v/v dapat menyebabkan kebocoran asam nukleat dan protein rata-rata 2 kali lipat dibandingkan dengan minyak atsiri tunggalnya, dan rata-rata 4 kali lipat dibandingkan dengan kontrol. Sementara itu kombinasi minyak atsiri pada 2xMIC dapat menyebabkan kebocoran ion-ion logam K+ dan Ca2+ rata-rata sebesar 700 dan 500 ppm (meningkat rata-rata hampir 7 dan 5 kali lipat dibandingkan dengan kontrol).

Mekanisme kebocoran sel akibat adanya efek sinergis pada kombinasi antara beberapa komponen aktif minyak atsiri dapat dijelaskan oleh Azeredo et al.

(2011). Pada kombinasi antara carvacrol dengan beberapa monoterpen hidrokarbon (seperti α-pinene, camphene, myrcene, α-terpinene dan p-cymene

yang umumnya menunjukkan sifat antimikroba yang lemah) terjadi mekanisme dimana komponen hidrokarbon memulai interaksinya terlebih dahulu dengan membran sel sehingga memudahkan penetrasi carvacrol untuk masuk ke dalam sel. Pei et al. (2009) menjelaskan pula bahwa carvacrol dan thymol dapat merusak membran luar dari E. coli terlebih dahulu, sehingga memudahkan komponen lain seperti eugenol untuk masuk ke dalam sitoplasma dan berikatan dengan materi genetik, protein atau enzim. Pada penelitian ini komponen hidrokarbon seperti pinene, camphene, myrcene, dan terpinene yang terdapat pada kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah diduga dapat mempengaruhi membran sel bakteri uji, yang memudahkan komponen mayor seperti trimethyl-heptadien-ol, 1.8-cineole dan chavicol untuk masuk ke dalam sel dan melakukan kerusakan lebih lanjut. Lebih jauhTurgis et al (2012) menyatakan bahwa minyak atsiri pada konsentrasi rendah dapat menghambat kerja enzim yang berhubungan dengan produksi energi, sementara pada konsentrasi tinggi dapat mempresipitasi protein.

Pada pengujian mekanisme kerja minyak atsiri ternyata aktivitas antibakteri minyak atsiri jahe merah menunjukkan kebocoran asam nukleat dan protein relatif lebih besar (rata-rata 1.5 x) dibandingkan dengan minyak atsiri lengkuas merah. Hal ini berbeda dengan hasil pengujian daya hambat pertumbuhan dimana minyak atsiri lengkuas merah menunjukkan aktivitas yang hampir sama (zona hambat 7.25-11.17 mm) dengan minyak atsiri jahe merah (zona hambat minyak jahe 7.17- 10.33 mm). Hal ini kemungkinan salah satunya dipengaruhi oleh metode pengujian yang digunakan. Pada pengujian daya aktivitas antimikroba dilakukan menggunakan metode difusi cakram kertas pada lempeng agar, dimana kemampuan difusi dari senyawa antimikroba sangat dipengaruhi oleh karakteristik fisika-kimia maupun komponen penyusunnya yang spesifik untuk setiap antimikroba (Tajkarimi et al. 2011). Keterbatasan penggunaan metode difusi

untuk menguji potensi antimikroba secara akurat disebabkan adanya sifat hidrofobisitas komponen minyak atsiri yang mengurangi kemampuannya untuk berdifusi secara merata ke dalam agar dan melepaskan senyawa volatil ke dalam agar (Davidson et al. 2005). Sementara itu pengujian kebocoran sel dilakukan dengan mengontakkan pelet sel yang telah diresuspensi pada PBS dengan minyak atsiri pada waktu tertentu, sehingga komponen aktif pada minyak atsiri yang bersifat polar maupun non-polar akan lebih mudah menempel pada membran sel bakteri dan menimbulkan kerusakan lebih lanjut.

Deteksi kerusakan sel akibat antimikroba dapat dilakukan dengan mengamati kebocoran ion K+, fosfat anorganik dan ATP secara intra- dan ekstraseluler (Zhou et al. 2008; Bendali et al. 2008), kerusakan proton motive force (PMF) pada membran sitoplasme akibat gangguan pada gradien potensial yang menghasilkan ATP (Zhou et al. 2006), dan kerusakan morfologis sel menggunakan scanning electron microscopy (SEM) (Moosavy et al. 2008; Bendali et al. 2008; Lv et al. 2011), dan transmission electron microscopy (TEM) (Oonmeeta-aree et al. 2006; Bendali et al. 2008).

Secara umum efektivitas antibakteri kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah dalam menghambat pertumbuhan bakteri B. cereus, E. coli, S.

Typhimurium dan P. aeruginosa dipengaruhi oleh komponen protein, lemak dan karbohidrat pada konsentrasi 3 dan 5%, sedangkan aktivitasnya tetap tinggi pada media dengan konsentrasi karbohidrat maupun protein 1%. Penelitian ini konsentrasi kombinasi minyak atsiri yang digunakan adalah satu kali nilai MIC, dengan demikian apabila kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah digunakan pada konsentrasi yang lebih tinggi maka kemungkinan dapat diaplikasikan untuk pengawetan bahan pangan berbasis protein atau karbohidrat.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas minyak atsiri rempah-rempah sebagai pengawet adalah stabilitasnya dalam sistem pangan akibat adanya faktor intrinsik (nutrisi, pH, aw, potensi redoks, komponen antimikroba), dan ekstrinsik (suhu, RH, kondisi oksigen atmosfer). Menurut Burt (2004), tingginya ketersediaan nutrisi dalam pangan alami dibandingkan dengan media laboratorium memungkinkan bakteri untuk dapat memperbaiki sel-selnya yang rusak secara cepat. Kepekaan bakteri terhadap minyak atsiri umumnya akan meningkat jika pH diturunkan atau suhu dinaikkan karena pada kondisi tersebut sifat hidrofobisitas minyak meningkat, sehingga lebih mudah larut dalam lipid membran sel dari bakteri target. Gutierrez et al. (2008) melaporkan aktivitas antimikroba kombinasi minyak atsiri oregano dan thyme lebih efektif terhadap

L. monocytogenes pada pH 5 di medium TSB dibandingkan dengan pH 6 dan 7. Friedman et al. (2004) melaporkan efektivitas beberapa minyak atsiri terhadap

E. coli O157:H7 dan Salmonella di jus apel lebih meningkat 3 kali lipat pada suhu 37 oC dibandingkan dengan suhu 4 dan 21 oC.

Pada penelitian ini deteksi bakteri kontaminan pada daging ayam segar dilakukan menggunakan teknik penanaman pada cawan agar yang mengandung media NA (untuk total bakteri), MYPA (media selektif untuk B. cereus), dan pada HEA (media selektif untuk S.Typhimurium), dengan tujuan untuk mendeteksi kemungkinan adanya B. cereus dan S. Typhimurium pada daging ayam segar. Selain itu dimungkinkan bahwa jenis bakteri lain dalam satu famili dengan bakteri tersebut untuk tumbuh berdasarkan hasil pengamatan secara visual dan morfologi koloni. Hasil pengamatan menunjukkan tidak ditemukan adanya

B.cereus dan S. Typhimurium pada daging ayam segar, sementara jenis bakteri lain seperti B. subtilis dan S. aureus terdeteksi masing-masing sebanyak 6.0 x 10o CFUg-1, sedangkan S. aureus terdeteksi sebanyak 2.3 x 10 CFU g-1. Persyaratan mutu mikrobiologi pada daging ayam segar mensyaratkan keberadaan S. aureus

maksimal sebanyak 1x102 CFU g-1 (SNI no. 3924 tahun 2009 tentang mutu karkas dan daging ayam), dengan demikian daging ayam yang digunakan pada penelitian ini masih memenuhi standar mutu mikrobiologis untuk daging ayam segar. Jumlah kedua bakteri tersebut tidak banyak berubah setelah penyimpanan selama 8 jam (hanya bertambah 0.07 dan 0.3 log CFU g-1). Penambahan kombinasi minyak atsiri pada daging ayam segar menghasilkan efek bakterisidal terhadap

B. subtilis dan S. aureus dimana setelah penyimpanan 8 jam kedua jenis bakteri tersebut tidak terdeteksi/tidak tumbuh lagi. B.subtilis dan S.aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat sensitif terhadap aktivitas kombinasi minyak atsiri seperti diperlihatkan B. cereus pada penelitian ini. Penambahan kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah dapat mempertahankan mutu mikrobiologis sampai 8 jam sebagaimana ditunjukkan dengan nilai TVC yang kurang dari 106 CFU mL-1 (standar SNI no. 3924 tahun 2009).

Kombinasi minyak atsiri jahe merah dan lengkuas merah pada rasio 1:1v/v terbukti efektif menghambat pertumbuhan bakteri patogen (B. cereus, E. coli,

S. Typhimurium) lebih baik dibandingkan dengan bakteri perusak (P. aeruginosa) pada daging ayam segar. Namun demikian aplikasinya untuk

pengawetan pangan lainnya memerlukan penelitian yang lebih mendalam karena aktivitas antimikroba dari kombinasi kedua minyak atsiri ini dapat dipengaruhi oleh komponen pangan dan stabilitasnya pada sistem pangan karena adanya faktor intrinsik (nutrisi, pH, aw, potensi redoks, komponen antimikroba) dan ekstrinsik (suhu, RH, kondisi oksigen atmosfer), bentuk sistem pangan (padatan atau cairan), maupun pengaruhnya terhadap penerimaan sensori. Atribut sensori yang penting pada bahan pangan diantaranya adalah aroma, citarasa, warna, dan penerimaan keseluruhan, seperti dilaporkan Moosavi et al. (2008) dan Djenane et al. (2011).

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim].2014.http://www.sigmaaldrich.com/catalog/product/sigma/t8877?lang= en&region=ID

Azeredo GA, Stamford TLM, Nunes PC, Neto NJG, de Oliveira MEG, de Souza, E.L. 2011.Combined application of essential oils from Origanum vulgare L. and Rosmarinus officinalis L. to inhibit bacteria and autochthonous microflora associated with minimally processed vegetables. Food Res Int.

44:1541-1548.

Bendali F, Martinie BG, Hebraud M, Sadoun D. 2008. Kinetic of production and mode of action of the Lactobacillus paracasei subsp. paracasei anti-listerial bacteriocin, an Algerian isolate. Food Sci Tech. 41:1784-1792.

Burt S. 2004. Essential oils : their antibacterial properties and potential applications in foods. Review. Int J Food Microbiol. 94:223-253.

Davidson PM, Sofos JN, dan Brannen AL. 2005. Antimicrobial in Food. 3rd edition. London (GB) : Taylor and Francis Group.

Djenane D, Yanguela J, Montanes L, Djerbal M, Roncales P. 2011. Antimicrobial activity of Pistacia lentiscus and Satureja montana essential oils against

Listeria monocytogenes CECT 935 using laboratory media: Efficacy and synergistic potential in minced beef. Food Cont 22:1046-053.

Friedman M, Henika PR, Levin CE, Mandrell RE. 2004. Antibacterial activities of plant essential oils and their components against Escherichia coli O157:H7 and Salmonella enterica in apple juice. J Agric Food Chem. 52:6042–6048. Goñi P, Lopez P, Sanchez C, Gomez-Lus R, Becerril R. 2009. Antimicrobial

activity in the vapour phase of a combination of cinnamon and clove essential oils . Food Chem. 116:982-989.

Gutierrez J, Ryan CB, Bourke P. 2008. The antimicrobial efficacy of plant essential oil combination and interactions with food ingredients. Int Food Microbiol. 124:91-97.

Jaw-Chyun C, Huang L, Wu S, Kuo S, Ho T, Hsiang C. 2007. Ginger and its bioactive component inhibit enterotoxigenic Escherichia coli heat-labile enterotoxin-induced diarrhea in mice. J Agric and Food Chem. 55:8390- 8397.

Jay JM, Loessner MJ, Golden DA. 2005. Modern Food Microbiology. Boston (USA) : Springer.

Kurniasari L, Hartati I, Ratnani RD. 2008. Kajian ekstraksi minyak jahe menggunakan microwave assisted extraction (MAE). Momentum 4 : 47-52. Liu T, Yang T. 2012. Antimicrobial impact of the components of essential oil of

Litsea cubeba from Taiwan and antimicrobial activity of the oil in food systems. Int J Food Microbiol. 156:68-75.

Ma’mun. 2006. Karakteristik beberapa minyak atsiri family Zingiberaceae dalam perdagangan. Bul Balittro. 17:91-98.

Moosavy M, Afshin AB, Ali M, Taghi ZS, Reza A et al. Effect of Zataria multiflora Boiss. essential oil and nisin on Salmonella Typhimurium and

Staphylococcus aureus in a food model system and on the bacterial cell membranes. Food Res Int. 41:1050–1057.

Natta L, *Orapin K, Krittika N, Pantip B. 2008. Essential oil from five Zingiberaceae for anti food-borne bacteria. Int Food Res J. 15(3): 337-346. Pei RS, Zhou F, Ji BP, Xu J. 2009. Evaluation of combined antibacterial effects of

eugenol, cinnamaldehyde, thymol, and carvacrol against E. coli with an improved Method. J Food Sci. 74:379-383.

Prakatthagomol W, Klayraung S, Okonogi S. 2011. Bactericidal action of Alpinia galanga essential oil on food-borne Bacteria. Drug Disc and Ther. 5:84-89. Rehman R, Akram M, Akhtar N, Jabeen Q, Saeed T, Ali Shah SM, Ahmed K,

Shaheen G, Asif HM. 2011. Zingiber officinale Roscoe (Pharmacological activity). J Med Plants Res. 5:344-348.

Sasidharan I, Menon AN. 2010. Comparative chemical composition and antimicrobial activity fresh and dry ginger oils (Zingiber officinale Roscoe).

Int J Curr Pharm Res. 2:40-43.

Romano CS, Abadi K, Repetto V, Vojnov AA, Moreno S. 2009. Synergistic antioxidant and Antibacterial activity of rosemary plus butylated derivatives. Food Chem. 115 : 456–461.

Singh G, Kapoor IPS, Singh P, de Heluani CD, de Lampasona MP. 2008. Chemistry, antioxidant and antimicrobial investigations on essential oil and oleoresins of Zingiber officinale. FoodChem Toxicol 46:3295-3302.

Sivasothy Y et al. 2011. Essential oils of zingiber officinale var. rubrum theilade and their antibacterial activities. Food Chem. 124:514-517.

[SNI] Indonesian National Standard. SNI 3924:2009 : Quality of carcase and chicken meat. Jakarta (ID) : Badan Standardisasi Nasional.

Tajkarimi MM, Ibrahim SA, Cliver DO. 2010. Review : Antimicrobial herb and spice compounds in food. Food Cont. 21:1199-1218.

Turgis M, Dang Vu K, Dupont C, Lacroix M. 2012. Combined antimicrobial effect of essential oils and bacteriocins against foodborne pathogens and food spoilage bacteria. Food Res Int. 48:696-702.

van Vuuren SF, Viljoen AM. 2007. Antimicrobial activity of limonene enantiomers and 1,8-cineole alone and in combination. Flavour Frag J.

22:540-544.

Visscher LAM, Yoganatha S, Sit CS, Lohans CT, Vederas JC. 2011. The activity of bacteriocins from Carnobacterium maltaromaticum UAL 307 against Gram negative bacteria in combination with EDTA treatment. FEMS Microbiol Lett 317 : 152-159.

Wannissorn B, Maneesin P, Tubtimtes S, Wangchanachai G. 2009. Antimicrobial activity of essential oils extracted from Thai herbs and spices. Asian J Food and Agro-Industry. 2:677-689.

Zhou F, Ji B, Zhang H, Jiang H, Yang Z, Li J, Li J, Yan W. 2007. The antibacterial effect of cinnamaldehyde, thymol, carvacrol and their combinations against the food-borne pathogen Salmonella typhimurium. J. Food Sci. 27:124-133.

6 SIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait