• Tidak ada hasil yang ditemukan

6 PENGARUH KEKASARAN PERMUKAAN KAYU TERHADAP SIFAT KAYU LAMINAS

8 PEMBAHASAN UMUM

Penggunaan perekat sintetis yang berasal dari sumber daya alam tidak dapat diperbaharui (non-renewable) yaitu dari minyak bumi yang keberadaannya semakin terbatas dan suatu saat dapat habis, serta tidak terurai di alam (non- biodegradable), telah mendorong untuk mengembangkan perekat dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Bahan perekat alami yang berpeluang untuk dikembangkan antara lain tanin, lignin dan bahan karet (elastomer). Karet trans- 1,4-isoprena (trans 1,4-isoprene rubber) atau dikenal dengan getah perca (gutta percha) merupakan salah satu elastomer yang ramah lingkungan, berasal dari sumber daya alam yang diperbaharui (renewable) dan mudah terurai (biodegradable) di alam. Getah perca tergolong hasil hutan bukan kayu yang diperoleh dari hasil ekstraksi daun atau penyadapan batang pohon nyatoh (Palaquium spp.) dari famili Sapotaceae terutama jenis Palaquium gutta Burck dan P. oblongifolium Burck (Dephut 1997).

Karakteristik getah perca (suhu pelelehan, suhu transisi glas, derajat kristalinitas) hasil ekstraksi daun dari pabrik pengolahan getah perca Cipetir PTPN VIII dengan karet trans 1,4 (poli) isoprena sintetis terdapat sedikit perbedaan. Hal ini salah satunya diduga berkaitan dengan kemurnian bahan. Getah perca alami masih mengandung bahan lain dinataranya damar, mono terpena, diterpena, sesquiterpena, dan komponen lainnya seperti yang tercantum pada Tabel 2.2 pada Bab 2. Elastomer atau karet memiliki derajat kristalinitas rendah. Polimer yang memiliki kekristalan rendah, jika tidak banyak mengandung sambung silang dapat dilunakkan pada suhu tinggi. Cerveny et al. (2008) menyebutkan bahwa derajat kritalinitas getah perca atau balata atau trans 1,4 (poli) isoprena + 30%. Getah perca merupakan polimer alami. Suatu polimer dapat berubah sifatnya salah satunya akibat pelelehan kristalit. Pelelehan ini pada dasarnya merupakan pemisahan rantai-rantai dalam daerah berkristal, sehingga memungkinkan polimer mampu mengalir (Cowd 1991). Komponen senyawa kimia yang terkandung pada getah perca didominasi oleh ekstraktif grup terpena, terdiri dari 1,3 butadiena, 2 metil-(CAS)-isoprena dan solanesol (politerpena), limonen dan elemen (monoterpena), dan farnesen dan nerolidol (sesquiterpena). Konsentrasi terbesarnya 1,3 butadiena, 2 metil-(CAS)-isoprena. Rumus umum terpena ialah (C10H16)n, dengan struktur dasar isoprena (C5H8)n.

Kelompok ini dibagi lagi menjadi monoterpena (n=1), sesquiterpena (n=1.5), diterpena (n=2), triterpena (n=3), tetraterpena (n=4), dan politerpena (n>4) (Achmadi 1990).

Getah perca ini bersifat hidrofobik/non-polar sedangkan kayu bersifat hidrofilik/polar, sehingga antara bahan hidrofobik dengan hidrofilik tidak bisa menyatu dan memiliki afinitas yang rendah. Untuk meningkatkan ikatan antara termoplastik dan komponen kayu perlu penambahan bahan aditif atau pengkompatibel (coupling agent). Coupling agent dapat memperbaiki penguraian, ikatan dan kecocokan pada sistem dan polimer tercangkoknya dapat meningkatkan sifat komposit (Kord 2011); (Matuana et al. 1998). Kombinasi anhidrida maleat (MAH) dengan penginisiasi merupakan coupling agent dalam komposit kayu- plastik. Penginisiasi umumnya peroksida organik biasanya diperlukan bersama

coupling agent selama perlakuan coupling, terutama pada kopolimerisasi cangkok.

Secara umum pada aplikasi kayu laminasi, modifikasi getah perca dengan MAH dan penginisiasi benzoil proksida (BPO) melalui teknik pelarutan mempengaruhi keteguhan geser dan rasio delaminasi kayu laminasi sengon. Akan tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air dan kerapatan kayu laminasi. Modifikasi getah perca dan peningkatan rasio getah perca dengan toluena mampu meningkatkan nilai keteguhan geser dan menurunkan rasio delaminasi kayu laminasi. Ada kecenderungan semakin tinggi rasio getah perca dengan toluena, semakin meningkat berat jenis, kadar padar, dan kekentalan (viskositas) perekatnya. Modifikasi getah perca dapat menurunkan sudut kontak perekat lebih besar pada pengamatan selama 60 detik waktu berjalan (penurunan sudut kontak perekat getah perca termodifikasi lebih besar dibanding getah perca tanpa modifikasi. Sudut kontak diukur untuk menentukan kompatibilitas antara serat dan polimer dan menduga keterbasahan kayu (Lu et al. 2002). Keterbasahan (wettability) adalah kondisi suatu permukaan yang menentukan sejauh mana cairan akan ditarik oleh permukaan, mempengaruhi absorpsi, penetrasi dan penyebaran perekat (Marra 1992). Mo et al. (2012); Hwang et al. (2007) melaporkan bahwa polimer non-polar memiliki sudut kontak yang lebih besar dibandingkan serat alami polar, dan coupling agent menurunkan sudut kontak dan memperbaiki ikatan perekat. Selanjutnya Lu (2003) menyebutkan bahwa sudut kontak menurun dengan meningkatnya retensi coupling agent dan waktu pembasahan.

Modifikasi perekat berbahan dasar getah perca meningkatkan keteguhan geser kayu laminasi sekitar 3-5 kali pada uji kering, 2-6 kali pada uji setelah perendaman air dingin, dan 2 -12 kali pada pengujian uji setelah perendaman air panas, dibandingkan dengan menggunakan perekat getah perca tanpa modifikasi. Hal ini diduga berkaitan dengan adhesi yang terjadi antara kayu dengan perekat getah perca. Pada kayu laminasi dengan perekat termodifikasi MAH ikatan yang terjadi diduga tidak hanya adhesi mekanik tetapi terjadi adhesi spesifik yaitu terjadinya ikatan kimia antara gugus hidroksil kayu dengan getah perca termodifikasi MAH. Hasil pengamatan Scanning Electron Microscopy pada sampel kayu laminasi setelah uji geser menunjukkan antara perekat getah perca tanpa modifikasi dengan kayu ada celah. Jadi perekat hanya mengisi ruang kosong ke dalam kayu sehingga memiliki afinitas yang rendah. Pada sampel kayu laminasi dengan perekat getah perca termodifikasi antara perekat dengan kayu menyatu. Ini menunjukkan selain adhesi mekanik juga terjadi ikatan kimia antara perekat dengan gugus hidroksil kayu.

Perbaikan kualitas perekatan pada kayu laminasi dengan perekat getah perca termodifikasi diduga berkaitan dengan meningkatnya formasi maleasi getah perca (trans-1,4 isoprene rubber) termodifikasi (MTIR). Terdapat perbedaan munculnya pita serapan antara getah perca dengan dan tanpa modifikasi pada pengujian spektroskopi infra merah. Setelah modifikasi muncul pita serapan baru pada bilangan gelombang 1720 cm-1 yang mengindikasikan adanya gugus fungsi C=O dari MAH. Terjadinya pencangkokan melalui esterifikasi antara getah perca termodifikasi dengan gugus OH kayu dapat memperbaiki sifat komposit. Terjadinya reaksi esterifikasi pada pencangkokan antara filler kayu dengan matriks polimer termodifikasi telah dilaporkan oleh peneliti terdahulu yaitu Han

1990; Kishi et al. 1989; Febrianto et al. 1999,2001; Kim et al. 2007; Rzayev 2011. Dugaan mekanisme reaksi esterifikasi antara getah perca termodifikasi MAH dengan gugus hidroksil (OH) kayu yang mengacu pada reaksi esterifikasi polipropilen termodifikasi MAH (MPP) dengan gugus hidroksil refiner ground pulp (RGP) (Kishi 1989), telah disajikan pada Gambar 3.8 yang terdapat pada Bab 3.

Nilai keteguhan geser kayu laminasi dengan berat labur perekat 250 g m-2 belum memenuhi JAS 234-2003, sedangkan kadar air kayu laminasi dan rasio delaminasi telah memenuhi standar. Upaya peningkatan sifat mekanis kayu laminasi (khususnya keteguhan geser) dilakukan antara lain melalui peningkatan berat labur perekat. Berat labur perekat yaitu banyaknya perekat yang dilaburkan pada permukaan bahan yang direkat, merupakan salah satu komponen yang dapat menentukan kualitas hasil perekatan. Kualitas perekatan produk kayu komposit ini dipengaruhi oleh perekat yang digunakan, bahan yang direkat, dan proses perekatan (Prayitno 2000).

Berat labur perekat getah perca termodifikasi berpengaruh nyata terhadap nilai keteguhan geser kayu laminasi. Peningkatan berat labur perekat sampai dengan batas tertentu meningkatkan keteguhan geser kayu laminasi. Peningkatan berat labur yang lebih besar dapat menurunkan keteguhan geser kayu laminasi. Hal ini diduga berkaitan dengan karakteristik perekat getah perca cair yang agak licin, perekat semakin banyak maka perekat keluar dari garis rekat pada saat pengempaan. Ketebalan perekat pada garis rekat mempengaruhi keteguhan rekat (Kurt 2006); Hajdarevic 2012, Tsoumis 1991). Ketebalan garis rekat untuk merekatkan kayu umumnya 0.13-0.18 mm (Marra 1992).

Penggunaan variasi kadar aditif ( MAH dan BPO) dalam modifikasi getah perca dengan teknik pelarutan mempengaruhi keteguhan geser kayu laminasi. Peningkatan penggunaan kadar MAH sampai taraf tertentu dan peningkatan penggunaan kadar BPO sampai taraf tertentu mampu meningkatkan nilai keteguhan geser kayu laminasi. Penambahan MAH berlebih menurunkan keteguhan geser kayu laminasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Maldas dan Kokta (1991b) bahwa coupling agent berlebih pada interface mengganggu aksi coupling dan dapat bertindak sebagai penghambat dibandingkan sebagai promotor adhesi. Selanjutnya Han (1990) melaporkan bahwa peningkatan kadar MAH meningkatkan keteguhan tarik komposit karena meningkatnya formasi MAPP, namun demikian MAH berlebih dapat menurunkan keteguhan tarik komposit. Peran negatif ketika kelebihan MAH adalah (1) terjadinya peningkatan bahan dengan berat molekul rendah dalam komposit (sisa MAH dan komponen reaktan dengan aditif lain); (2) penurunan inisiator dan antioksidan yang disebabkan oleh kemungkinan bereaksi dengan kelebihan MAH; (3) degradasi bahan pengisi berkayu dan PP yang dihasilkan dari pengadonan dan pembentukan pada suhu tinggi dengan adanya kelebihanMAH yang bersifat asam.

Secara umum peningkatan kadar BPO sampai kadar 1% meningkatkan nilai keteguhan geser kayu laminasi. Hal ini berkaitan dengan peran BPO, dimana peroksida memiliki peran penting sebagai penginisiasi dan mekanisme degradasi radikal bebas (Bremner & Rudin 1993; Gaylord an& Mishra 1983). Han (1990) melaporkan bahwa kekuatan tarik komposit (polipropilen) meningkat dengan meningkatnya kadar inisiator radikal, hasil yang maksimum pada kadar tertentu, dan menurun dengan penambahan lebih lanjut. Maldas dan Kokta (1991a)

menyebutkan bahwa pada reaksi pencangkokan, konsentrasi peroksida biasanya antara 0.5-1% berdasarkan berat. Peroksida berlebih dapat memberikan pengaruh yang merugikan pada sifat mekanis komposit karena pemotongan rantai molekul polimer dan selulosa. Dalam reaksi coupling dari selulosa, termoplastik dan MAH, peroksida memulai pencangkokan MAH ke matriks termoplastik atau sambung silang makromolekul. Peroksida organik dicirikan oleh adanya ikatan –O-O- yang dipisahkan oleh panas untuk membentuk radikal bebas. Radikal ini mampu memicu pencangkokan. Aktivitas termal peroksida biasanya dinyatakan dalam suhu paruh (t1/2). Semakin tinggi suhu paruh kinerja pencangkokan semakin baik.

Modifikasi perekat berbahan dasar getah perca dengan variasi kadar MAH dan BPO meningkatkan keteguhan geser kayu laminasi untuk semua kondisi pengujian. Peningkatan keteguhan geser kayu laminasi hingga 3.6 kali (uji kering), 2.3 kali (rendam air dingin), dan 3.3 kali (rendam air panas) dibandingkan dengan kayu laminasi dengan perekat getah perca tanpa modifikasi. Hal ini diduga berkaitan dengan adhesi yang terjadi antara kayu dengan perekat getah perca. Kayu laminasi dengan perekat berbahan getah perca termodifikasi diduga tidak hanya adhesi mekanik tetapi terjadi adhesi spesifik yaitu terjadinya ikatan kimia antara gugus hidroksil kayu dengan getah perca.

Upaya peningkatan nilai keteguhan geser kayu laminasi dari sisi bahan yang akan direkatnya dilakukan antara lain dengan penggunaan variasi kekasaran permukaan kayu melalui pengampelasan. Pengampelasan ini memperbaiki kekasaran permukaan kayu. Kekasaran permukaan kayu meningkatkan nilai ketebasahan dan kualitas perekatan (Sulaiman et al. 2009). Menurut Petrie (2007), faktor penting untuk keberhasilan perekatan adalah kebersihan permukaan, pembasahan ( kontak intim dan penyebaran perekat pada permukaan substrat), pengerasan perekat, formasi struktur ikatan yang tahan terhadap tekanan dan lingkungan, dan pengontrolan semua bahan dan proses pembuatan. Pada kenyataannya permukaan suatu bahan yang akan direkat dengan pengamatan mikroskopik tidaklah rata. Perekat cair dapat menembus permukaan kasar dan berkontribusi pada keteguhan rekat melalui aksi bersikunci mekanik.

Sudut kontak perekat berbahan getah perca pada permukaan lamina yang lebih kasar (pengampelasan dengan grit ampelas lebih kecil) lebih kecil daripada sudut kontak permukaan lamina yang lebih halus (pengampelasan dengan grit ampelas lebih besar). Kilic et al. ( 2006); Sulaiman et al. (2009); Meiron et al. (2004); Airylmis et al. (2010) menyebutkan bahwa proses pengampelasan memperbaiki kekasaran permukaan, penghampelasan dengan ampelas grit lebih rendah menghasilkan kekasaran permukaan lebih tinggi dan memiliki nilai sudut kontak lebih rendah. Kekasaran permukaan lamina berpengaruh terhadap nilai keteguhan geser kayu laminasi. Semakin kasar (sampai kekasaran tertentu) permukaan lamina yang direkat, area kontak semakin luas, sehingga mempengaruhi penyebaran dan penetrasi perekat.

Dari serangkaian tahap penelitian yang telah dilakukan pada aplikasi kayu laminasi sengon, penggunaan perekat cair getah perca termodifikasi 5% MAH dan 1% BPO dengan rasio getah perca dan toluena 22.5:77.5 (dalam berat) pada berat labur perekat 300g cm-2 menggunakan kekasaran permukaan lamina yang diampelas dengan kertas ampelas grit 80 merupakan perlakuan terbaik. Kadar air

dan rasio delaminasi kayu laminasi memenuhi standar JAS 234 2003, sedangkan keteguhan gesernya hampir mendekati standar.

Modifikasi getah perca dengan MAH dan inisitor BPO berpengaruh terhadap keteguhan rekat kayu lapis baik pada pengujian interior II maupun interior I. Modifikasi perekat berbahan dasar getah perca meningkatkan keteguhan rekat kayu lapis sekitar 1.5-2.2 kali pada pengujian interior II, 2.2-4.1 kali pengujian interior I, dibandingkan dengan menggunakan perekat getah perca tanpa modifikasi. Pada kayu lapis dengan perekat termodifikasi MAH dan dengan perekat termodifikasi MAH+BPO, ikatan yang terjadi diduga tidak hanya adhesi mekanik tetapi terjadi adhesi spesifik yaitu terjadinya ikatan kimia antara gugus hidroksil kayu dengan getah perca termodifikasi MAH.

Pada modifikasi getah perca, penambahan MAH sebagai coupling agent memainkan peran yang sangat penting dalam meningkatkan kompatibilitas dan kekuatan ikatan antara serat kayu yang bersifat polar dengan termoplastik yang bersifat non-polar. Metode maleasi menggunakan MAH dilakukan untuk memodifikasi matriks polimer dengan keberadaan penginisiasi radikal bebas (Lu 2003). Modifikasi getah perca dengan MAH meningkatkan nilai keteguhan rekat kayu lapis. Akan tetapi peningkatan kadar MAH tidak selalu meningkatkan keteguhan rekat kayu lapis. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Maldas dan Kokta (1991b) yang melaporkan bahwa coupling agent berlebih pada interface mengganggu aksi coupling dan dapat bertindak sebagai penghambat dibandingkan sebagai promotor adhesi, dan seperti pendapat Han (1990) yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa MAH berlebih dapat menimbulkanpengaruh negatif pada sifat komposit. Pada reaksi pencangkokan, konsentrasi peroksida biasanya antara 0.5-1% berdasarkan berat. Peroksida berlebih dapat memberikan pengaruh yang merugikan pada sifat mekanis komposit (Maldas & Kokta 1991a).

Pada aplikasi kayu lapis sengon, penggunaan perekat cair getah perca termodifikasi 5% MAH dan 0.75%-1% BPO dengan rasio getah perca dan toluena 25:75 (dalam berat) menggunakan berat labur perekat 300 g m-2, menghasilkan kayu lapis yang memenuhi standar SNI 01. 5008.2-2000 untuk pengujian interior II baik untuk nilai kadar air maupun keteguhan rekatnya. Ini sebagai rekomendasi untuk pengembangan perekat berbahan dasar getah perca bentuk cair dengan aplikasi pengempaan dingin untuk penggunaan interior II.

Dokumen terkait