• Tidak ada hasil yang ditemukan

VIRUS Newcastle Disease

5 PEMBAHASAN UMUM

Ayam lokal memiliki sejarah yang panjang dan melekat kuat secara kultural dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Secara ekonomi ayam lokal dijadikan sebagai salah satu komoditi penyangga untuk penopang kehidupan masyarakat di pedesaan. Hal ini dimungkinkan karena ayam lokal itu sendiri memiliki beberapa keunggulan dalam pemeliharaannya. Oleh karena itu secara sosial ekonomi keberadaan ayam lokal ini mendapat tempat tersendiri di masyarakat. Namun demikian pemanfaatan ayam lokal di Indonesia sampai saat ini masih dalam taraf budidaya, ayam hanya digunakan sebagai final stock penghasil daging dan telur, belum banyak upaya yang sistematis dan kontinyu untuk memperbaiki bahkan meningkatkan kinerja produksinya. Masalah krusial dalam pemeliharaan ayam lokal ini sampai saat ini adalah masalah penyakit virus seperti flu burung atau

Avian Influenza (AI) dan penyakit Tetelo atau Newcastle Disease (ND) yang sering menjadi momok menakutkan baik dalam dunia industri perunggasan maupun pemeliharaan secara tradisional di masyarakat. Kedua jenis penyakit viral ini memberikan dampak yang sangat besar terhadap masyarakat luas. Dampak yang ditimbulkan dapat meliputi aspek sosial-ekonomi dan politik.

Ayam lokal memiliki potensi tersendiri dalam upaya meminimalisir infeksi penyakit mematikan ini. Ayam lokal memiliki material genetik dengan keragaman yang sangat tinggi, termasuk tersedianya sejumlah gen yang bersifat antiviral. Upaya mengekplorasi keberadaan gen-gen ini melalui sejumlah riset tentu sangat dibutuhkan. Pendekatan genetik dalam pengendalian penyakit viral pada ayam merupakan salah satu langkah efektif. Penanganan kasus penyakit selama ini hanya berfokus pada pembasmian virusnya melalui upaya biosekuriti yang ketat dan vaksinasi, sementara virus sangat mudah dan cepat sekali bermutasi, dilain pihak ayam lokal umumnya dipelihara oleh masyarakat secara luas dengan cara diumbar dimana biosekuriti dan vaksinasi sulit dilakukan, tidak semudah seperti pada peternakan komersial ayam broiler sehingga penanggulangan penyakit endemik AI dan ND menjadi tidak efektif.

Penelitian melalui seleksi yang tepat dan terarah terhadap gen-gen yang mengontrol sifat-sifat ekonomis pada ternak seperti gen pengontrol resistensi penyakit dan pengontrol sifat produksi ternak menjadi begitu penting dan mendesak. Beberapa gen ini diduga kuat memiliki keterkaitan dan korelasi satu sama lain dalam menampilkan kinerja produksi pada ternak. Penggunaan teknik molekuler dengan memilih genotipe gen kandidat yang resisten terhadap beberapa penyakit dan memiliki korelasi dengan produktivitas untuk dijadikan sebagai

Marker Assisted Selection (MAS) diharapkan dapat mempercepat seleksi dalam pembentukan jenis ayam lokal unggul dan resisten terhadap penyakit viral. Meuwissen (2003) mengemukakan bahwa MAS sangat berguna untuk seleksi pada sifat-sifat yang memiliki nilai heretabilitas rendah seperti resistensi penyakit. Penggunaan MAS lebih efektif dalam pendekatan untuk tujuan pemuliaan.

Pemikiran diatas mendasari penelitian ini dilakukan. Penelitian ini mencoba menggunakan salah satu ayam lokal asli Indonesia yaitu ayam Tolaki. Ayam Tolaki merupakan salah satu ayam lokal yang memiliki penampilan khas selain ayam lokal lainnya. Penelitian ini bertujuan membuktikan adanya keterkaitan antara gen pengontrol resistensi penyakit viral terhadap sifat produksi dan sifat ketahanan terhadap penyakit viral.

Sebagaimana lazimnya suatu makhluk hidup hampir sebagian besar hewan secara alamiah sesungguhnya memiliki kemampuan merespon serangan virus penyakit untuk pertahanan diri. Kemampuan untuk mempertahankan diri dari serangan virus bervariasi antara individu yang satu dengan individu yang lain. Kemampuan ini dikendalikan oleh gen anti viral. Gen Mx telah diketahui merupakan gen spesifik yang mengendalikan kemampuan pada hewan menjadi resisten atau rentan terhadap serangan virus. Oleh karena itu itu gen Mx ini memiliki arti penting khususnya pada industri peternakan, karena kemampuan gen ini untuk mengontrol resistensi terhadap serangan virus influenza. Gen Mx mengandung protein Mx.

Berdasarkan hasil genotyping gen Mx|Hpy81 pada nukleotida ke 2032 exon

13 dalam penelitian ini Gen Mx ayam Tolaki berhasil diamplifikasi dengan ukuran sebesar 299 pb. Ayam Tolaki memiliki gen Mx yang polimorfik, terdiri dari 3 genotipe yakni AA, AG dan GG, dan 2 alel yakni alel A dan G. Frekuensi alel A (0.72) lebih tinggi dari frekuensi alel G (0.28). Keragaman genetik gen Mx pada lokus Hpy81 cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari rataan nilai heterozigositas dan nilai PIC, masing-masing 0.40 dan 0.32.

Selanjutnya ketiga genotipe diasosiasikan dengan sifat produksi dan sifat ketahanannnya terhadap infeksi penyakit viral dalam hal ini infeksi virus

Newcastle Disease. Pemberian infeksi virus ini dilakukan dengan 2 pendekatan, yakni infeksi secara alami dan infeksi dengan cara di uji tantang dengan pemberian dosis virus ND (104 CLD50) yang bersifat velogenik.

Pada pendekatan pertama, yakni infeksi secara alami memperlihatkan dampak terhadap sifat produksi yang cukup signifikan dan berbeda untuk setiap genotipe. Umumnya genotipe AA menunjukkan performans lebih baik dari AG dan GG, demikian pula genotipe AG sedikit lebih baik daripada GG. Hasil ini memperkuat dugaan sebelumnya terdapat keterkaitan yang kuat antara sifat ketahanan penyakit terhadap kemampuan ternak menampilkan produksinya Ternak yang memiliki tingkat kebugaran (fitness) yang baik dan mampu melewati prevalensi suatu penyakit cenderung menampilkan prestasi produksi yang lebih baik. Sifat ketahanan terhadap infeksi virus ND semua genotipe menunjukkan respon yang berbeda pula.

Hasil pengamatan prosentase daya hidup menunjukkan induk AA lebih tinggi daripada AG dan GG. Hasil yang berbeda pada anak, yang memperlihatkan daya hidup 100% pada semua genotipe. Tingginya titer antibodi pada induk AA dan AG daripada GG berkorelasi positif dengan prosentase daya hidupnya. Induk AA dan AG lebih tinggi dari GG. Rendahnya titer antibodi anak karena tidak adanya paparan virus ND yang berdampak terhadap tingginya daya hidup pada semua genotipe. Hasil ini memberi makna, nilai titer antibodi yang tinggi dalam penelitian ini menjadi indikator respon kekebalan tubuh dari ayam, dimana genotipe gen Mx yang berbeda memiliki kemampuan yang berbeda pula dalam merespon serangan virus ND. Virus ND menstimulasi cell-mediated-imunity

dalam hal ini protein Mx terdiri dari GTPase yang diinduksi interferon (IFN) untuk menghentikan replikasi virus, sehingga respon antibodi terhadap aktivitas virus dikontrol oleh komponen genetik yang berbeda pula.

Pada pendekatan kedua yakni infeksi virus ND memperlihatkan sifat ketahanan terhadap virus ND berupa kemampuan tanggap kebal ayam Tolaki pada berbagai genotipe. Genotipe AA dan AG memiliki ketahanan yang lebih baik

daripada GG. Indikator ini dapat dilihat dari prosentase daya hidup ayam tantang 50% pada AA dan GG, serta hanya 10% pada GG. Demikian pula pada ayam kontrol prosentase daya hidup AA dan AG adalah 100%, sedangkan GG hanya 33,33%. Sifat ketahanan yang lebih baik pada AA dan AG ini disinyalir kuat karena terdapatnya alel A yang resisten terhadap serangan virus ND dan AI, sementara pada GG terdapat alel G yang rentan terhadap serangan virus ND dan AI .Gen Mx menghasilkan protein Mx yang merupakan bagian dari innate immun system karena kemampuannya memproduksi interferon (IFN). Produksi IFN dipicu saat RNA virus terdeteksi dan dikenali oleh reseptor sel inang. IFN menginduksi ekspresi lebih dari 300 Interferon-Stimulated Genes (ISGs) yang memblok replikasi virus. ISGs ini sangat efektif melawan varian virus karena mempunyai aktivitas antiviral yang tinggi seperti memblok sintesis protein, mendegradasi RNA genom, dan menghilangkan komponen virus secara langsung dilokasi dimana virus berplikasi.

Hasil pengamatan pada kelompok uji tantang menunjukkan penurunan rata- rata PBB dan meningkatnya konsumsi pakan semua genotipe, sedangkan hasil Hasil pengamatan pada kelompok ayam kontrol menunjukkan rata-rata PBB dan konsumsi ransum genotipe AA dan AG lebih baik dari GG, yang berdampak pada efisiensi penggunaan pakan. Nilai efisisensi pakan dapat dilihat dari konversi ransum AA dan AG yang lebih baik dari GG. Gambaran di atas cukup menggambarkan virus ND yang diinfeksikan ke ayam mempengaruhi penampilan sifat produksi ayam, patogenitas virus ND menyebabkan kerusakan beberapa organ tubuh ayam yang berdampak pada terganggunya fungsi sistem organ tubuh sehingga menyebabkan metabolisme tubuh ayam tidak berjalan secara optimal.

Berdasarkan penampilan sifat produksi dan ketahanan terhadap penyakit viral ayam Tolaki dalam penelitian ini, maka sebaiknya pengembangan ayam Tolaki ke depan lebih diarahkan ke tipe petelur, dengan beberapa pertimbangan mendasar, yakni : 1) postur tubuh dan bobot badan ayam Tolaki yang relatif lebih ramping dan kecil dibanding dengan ayam kampung, 2) Populasi ayam Tolaki pada saat ini sangat kecil, pengembangan ayam Tolaki ke arah tipe pedaging menyebabkan populasinya menjadi terkuras, 3) Produksi telur ayam Tolaki cukup tinggi dengan produksi telur ± 287 butir dari 18 induk dalam tiga periode produksi atau rata-rata 16 butir/ekor dengan hen house (HH) 34.12%. Pada genotipe AA produksi telur rata-rata 19.33 butir (HH 46.03%) dan AG 12.63 (HH 30.06%).

Hasil produksi telur genotipe AA ini hampir sama dengan rata-rata produksi telur hen house pada ayam buras hasil seleksi (generasi ke-4) selama dua bulan (60 hari) yang dipemelihara secara intensif yakni sebesar 47.30%. (Gunawan dan Zainuddin 2003). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nafiu et al. (2011) produksi telur ayam Tolaki selama tiga periode produksi (42 hari) yakni sebanyak 382 butir dari 15 ekor induk atau rata-rata 25.47 butir/ekor, dengan produksi telur

hen house mencapai 60.63%. Hasil penelitian ini memberi petunjuk bahwa ayam Tolaki sangat berpotensi khususnya genotipe AA untuk dikembangkan sebagai ayam petelur, baik telur konsumsi maupun untuk produksi telur tetas. Namun demikian intensitas seleksinya harus dikontrol dalam sistem pemeliharaan yang intensif dan tebatas, hal ini menjadi penting untuk menjaga keseimbangan genotipe dalam populasi ayam Tolaki dan memastikan genotipe selain AA tidak mengalami genetik drift.

Seleksi dengan pemanfaatan marka genetik pada beberapa sifat penting pada ayam lokal dapat pula dilakukan dengan seleksi pada titer antibodinya untuk menghasilkan galur yang tahan terhadap infeksi virus ND. Seleksi untuk mendapatkan ayam dengan titer antibodi optimal dapat dilakukan dengan melakukan vaksinasi ayam umur 1-2 minggu selanjutnya penentuan titer antibodi dilakukan 1-2 minggu setelah vaksinasi. Ayam kemudian dikelompokkan menjadi ayam dengan titer antibodi rendah (21-23) dan tinggi (>24). Kedua kelompok ayam ini disilangkan untuk mendapatkan titer antibodi yang optimum dan mengukur tingkat pewarisan (heretabilitas) antibodinya. Pada tahap akhir F1 yang diperoleh disilangkan lagi dengan induk yang memiliki titer antibodi tinggi. Beberapa penelitian sebelumnya seleksi respon dinamik antibodi pada bangsa ayam menunjukkan adanya variasi genetik dalam menghasilkan respon antibodi. Hal ini berarti sejumlah gen berkontribusi dalam mengendalikan produksi antibodi, diantaranya yang telah diketahui memiliki kontribusi dalam regulasi respon antibodi pada ayam adalah gen Major Histocompability Complex (MHC).

Pendekatan seleksi secara molekuler dengan pemanfaatan genotipe ayam yang tahan terhadap infeksi penyakit viral dan secara tidak langsung berdampak terhadap penampilan produksi yang optimal dapat mempercepat proses perbaikan mutu genetik ayam lokal. Pendekatan ini dapat dikombinasikan dengan seleksi secara kuantitatif terhadap ayam yang memiliki titer antibodi serta daya pewarisan antibodi yang tinggi kepada anak (antibody dynamic)

Kedua pendekatan seleksi di atas dapat diterapkan dalam rangka perbaikan produksi ayam lokal baik untuk tujuan menghasilkan ternak bibit maupun untuk menghasilkan ternak pembiak/ternak produksi. Ternak bibit dapat dihasilkan melalui seleksi dalam galur ayam lokal yang unggul (misalnya seleksi berkesinambungan pada induk ayam Tolaki untuk menghasilkan produksi telur yang tinggi dan tahan terhadap ND). Ternak pembiak atau produksi dapat dilakukan persilangan antar galur untuk memperoleh ayam lokal hibrida/sintetis dengan heterosis yang tinggi (misalnya induk ayam Tolaki yang tahan ND disilangkan dengan ayam jantan Pelung/Sentul/Kampung untuk memperoleh produksi daging yang tinggi). Dalam persilangan ini pembentukan galur induk

(female line) seleksi diarahkan untuk produksi telur, sedangkan untuk galur jantan

(male line) seleksi diarahkan untuk produksi daging.

Pembentukan ayam lokal hibrida ini dapat dipelihara dalam kondisi pedesaan dan penyebarannya dapat dilakukan secara komersial melalui kerjasama masyarakat, Usaha Kecil Menengah (UKM), lembaga penelitian dan pihak swasta. Pemerintah hanya bertindak sebagai fasilitator. Adapun untuk pembentukan bibit melalui seleksi pada ternak unggul seyogyanya pemerintah mengambil peran lebih besar bersama-sama BUMN dan pihak industri nasional lainnya karena membutuhkan waktu yang tidak singkat, investasi teknologi, sarana dan anggaran yang besar. Program seleksi dan strategi pemuliaan seperti ini diharapkan dapat menjadi model dan pola pengembangan ayam lokal ke depan sehingga ketersediaan pangan asal ayam lokal tetap terjaga kualitas, kuantitas dan kontinuitasnya.

Dokumen terkait