• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBANGKIT LISTRIK BIOETANOL

Dalam dokumen Makalah Biofuel (Halaman 28-36)

Keuntungan Pemakaian Biodiesel

PEMBANGKIT LISTRIK BIOETANOL

Pada dasarnya pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar bioethanol sama dengan pembangkit listrik yang mengguanakan biodiesel, disini kita akan mengambil contoh pada genset yang menggunakan bahan bakar biofuel yaitu bioethanol

Agar bioethanol (dengan kadar ethanol 85%) dapat digunakan untuk menggerakkan mesin (awalnya bahan bakar bensin) diperlukan alat yang disebut Konverter Kit Bioethanol. Alat konversi ini dipasang pada mesin berbahan bakar bensin sehingga bisa menggunakan bahan bakar bioethanol.

Konverter Kit Bioethanol terdiri dari tangki bioethanol dan sebuat reaktor bioethanol. Konverter Kit Bioethanol ini dapat dipasang pada banyak mesin dengan bahan bakar bensin atau pertamax. Misalnya pada Genset (generator listrik), Pompa air, mesin tempel (perahu), mobil, sepeda motor, mesin parut kelapa, padi, jagung dan banyak lagi.

29 Di bawah ini adalah salah satu contoh pengaplikasian Konverter Kit Bioethanol pada sebuat genset Honda GX 390 (generator listrik) dengan daya 5000 Watt.

30

PERHITUNGAN

Komponen A

Merupakan fixed cost, yakni biaya yang harus tetap dikeluarkan terlepas dari pembangkit listrik tersebut dioperasikan atau tidak. Komponen ini umumnya terdiri dari biaya konstruksi PLT (Pembangkit Listrik Tenaga …) seperti pekerjaan sipil, biaya pembelian turbin, generator, dan lain-lain.

Komponen B dan D

Kedua komponen ini dikenal dengan nama variable cost dan biasanya nilainya kecil. Selain itu, keduanya juga sering disebut sebagai OM Cost yang berarti biaya yang dikeluarkan untuk operasi dan maintenance si pembangkit.

- komponen B

merupakan fixed OM Cost, seperti gaji pegawai/karyawan, biaya manajemen, dan lain-lain

- komponen D

merupakan variable OM Cost, seperti biaya untuk pelumas. Semakin sering dan berat kerja si pembangkit, semakin dibutuhkan pulalah pelumas. Maka, biaya komponen D ini akan meningkat. Dan demikian pulalah sebaliknya.

Komponen C

Komponen ini merupakan fuel cost atau biaya bahan bakar. Beberapa faktor yang mempengaruhi harga komponen ini misalnya banyaknya konsumsi bahan bakar yang diperlukan, jenis bahan bakarnya, lama waktu penyalaan pembangkit, dan beberapa hal lainnya.

31 Komponen E (optional)

Biaya ini tidak merupakan biaya wajib yang harus ada dalam komponen biaya pembangkitan. Namun, saat kita berada dalam posisi IPP (Independent Power Producer) atau penyedia listrik non-PLN (Pemerintah), terkadang komponen biaya ini turut kita perhitungkan.

Komponen E ini adalah komponen biaya saluran dari trafo step-up yang ada di pembangkit kita ke gardu induk PLN terdekat. Misalnya kita membangun PLTU sendiri di pinggir pantai. Sementara itu, gardu induk PLN terdekat berada pada jarak 5 km dari PLTU Anda. Nah, untuk menghubungkan output trafo step-up di pembangkit Anda ke gardu induk tersebut tentu dibutuhkan saluran listrik kan. Biaya instalasi saluran inilah yang dikenal dengan nama komponen E dan biasanya dibebankan ke PLN selaku pembeli.

Kemudian, setelah komponen-komponen tadi diketahui nilainya, kita tinggal menjumlahkannya untuk mendapatkan nilai yang dikenal dengan nama BPP (Biaya Pokok Pembangkitan). Inilah biaya pembangkitan sebenarnya yang dikeluarkan oleh si pembangkit.

Berikut ini adalah contoh perhitungan beberapa komponen biaya : Komponen A

Capital Cost (CC) adalah biaya konstruksi PLT. Biaya ini meliputi biaya turbin, generator, switchgear, BOP (Balance of Plant), dll.

- CRF (Capital Recovery Factor) atau faktor pengembalian investasi biasanya direpresentasikan oleh persamaan berikut:

32 dengan i = interest dan n = masa manfaat

- kapasitas merupakan kapasitas total pembangkit.

- 8760 dinyatakan dalam jam, yang merupakan lamanya jam dalam satu tahun. Hal ini mewakili waktu nyala si pembangkit dalam selama satu tahun.

- CF (Capacity Factor) merupakan faktor kesediaan PLT dalam memproduksi listrik. Nilai CF ini umumnya bervariasi antara 0,8-0,9.

2. Komponen C

Besarnya komponen C dipengaruhi oleh harga bahan bakar per satuan (misalnya Rp/liter untuk diesel) dan harga SFC (Specific Fuel Consumption) yang dinyatakan dalam satuan per kwh (misalnya liter/kwh untuk diesel)

Contoh kasus 1:

Sebuah pembangkit memiliki kapasitas 3×1000 kW dengan masa manfaat 5 tahun. Harga capital cost adalah $ 300/kWh. Bahan bakar solar (diesel) yang digunakan memiliki efisiensi 0,275 liter/kWh. Besarnya komponen B dan D adalah sebagai berikut berturut-turut (dalam cent dollar) 0,3 dan 0,6. Hitunglah BPP bila:

(a) Take or Pay

(b) PLT bekerja sebagai peaker yang hanya menyala 2 jam/hari

Jawab

Total kapasitas pembangkit adalah 3X1000 kW.

33 Masa manfaatnya (n) adalah 5 tahun

Dengan mengasumsikan nilai i = 30%, maka

Dengan menggunakan harga diesel untuk industri (Rp 8.800/kWh), komponen C akan bernilai : Rp 8.800/liter x 0,275 liter/kWh = Rp 2420/kWh

CF sendiri kita asumsikan sebesar 0,8. Jadi:

(a) Saat pembangkit digunakan take or pay, itu berarti pembangkit akan menjadi IPP yang menjual listriknya sepanjang tahun. Maka

Dan dengan mengambil kurs 1$ = Rp 9.000, maka BPP menjadi :

BPP = (0,018 x 9000) + ((0,3+0,6)/100 x 9000) + 2420

= Rp 2663/kWh

(b) Saat pembangkit digunakan sebagai peaker dengan waktu menyala 2 jam/hari = 2 x 365 hari = 730 jam/tahun, maka

Dan dengan mengambil kurs 1$ = Rp 9.000, maka BPP menjadi :

BPP = (0,211 x 9000) + ((0,3*+0,6)/100 x 9000) + 2420

34 Contoh kasus 2:

Kebutuhan listrik Pulau Bali, dengan beban puncak 406 MW ( 2006 ), dipasok dari PLTD Pesanggaran, PLTG Pesanggaran, PLTG Gilimanuk, PLTG Pemaron dan dari paiton melalui saluran 150 kV Paiton Banyuwangi-Gilimanuk-Ke Gardu Induk Kapal. Studi ini dimaksud untuk menjajaki kembali kelayakan ekonomi pembangunan saluran 500 kV Jawa-Bali yang pernah direncanakan pada tahun 1990-an, tapi dibatalkan pembangunannya. Pembangunan saluran transmisi 500kV ini akan mengurangi, mensubsitusi pemakaian minyak (HSD) pembangkit di Bali dengan menambah pasokan dari PLTU Batubara Paiton, yang lebih murah biaya bahan bakarnya.

SIMULASI PASOKAN LISTRIK BALI

Dengan memakai asumsi efisiensi termis (kolom 4), nilai panas (kolom 5), harga bahan bakar (kolom 7) pada tabel 1, dapat dihitung perbandingan pemakaian bahan bakar spesifik (kolom 6) dan biaya pemakaian bahan bakar dari 4(empat) pembangkit di Bali yang memakai HSD dan biaya bahan bakar dari PLTU Paiton (kolom 8) Tabel 1.

Catatan :

Pemakaian Bahan Bakar Spesifik dihitung menurut rumus :

(860 [kcal/kWh] / (Efesiensi Termis [%] / 100) / Nilai Panas [kcal/ltr, kcal/kg]. Contoh PLTD Pesanggaran : ( 860/0,32 ) / 9500 = 0,283 [ltr/kWh].

Biaya Bahan Bakar dihitung menurut rumus :

Pemakaian bahan baker spesifik [ltr/kWh,kg/kWh] x Harga Bahan Bakar [ Rp/ltr, Rp/kg ].

Contoh PLTD Pesanggaran : 0,083 x 6000 = 1697,4 [Rp./kWh].

Tabel 2 menghitung besarnya pemakaian bahan bakar (kolom 5) dan biaya bahan bakar (kolom 7) dari tiap pembangkit di Bali dan dari PLTU Paiton. Berdasarkan jumlah energ2 yang dibangkitkan dari pusat pembangkitan di Bali dan pasokan dari Jawa tahun 2005 (kolom 1), Tabel 2 (dikutip dari lampiran 1, Data Pengusahaan Sistem Ketenagalistrikan Bali 2005), serta dengan memakai perkiraan pemakaian bahan bakar spesifik (kolom 4) dan biaya bahan bakar spesifik (kolom 6) dari Tabel 1.

35 Catatan :

Pemakaian Bahan Bakar dihitung menurut rumus :

Energi Dibangkitkan [kWh] x Pemakaian Bahan Bakar Spesifik [ltr,kg /kWh]. Contoh PLTD Pesanggaran : 127 487 000 x 0.283 = 0.036 [juta kliter]. Biaya Bahan Bakar dihitung menurut rumus :

Energi Dibangkitkan [kWh] x Harga Bahan Bakar [Rp/kWh].

Contoh PLTD Pesanggaran : 127 487 000 x 1697.4 = 216.39 [ Milyar Rp ]. ASIL PERHITUNGAN

JumlahPemakaian di Bali Tahun 2005 : 0.495 [Juta kiloliter]. (kolom 5 Tabel 2). Jumlah Biaya Pembangkitan di Bali Tahun 2005 (dari pembangkit di Bali dan pasokan dari Paiton) adalah : 3080.70 [milyar Rp] atau 334.86 [Juta US$] mengacu nilai tukar Rp. 9200 = 1 US$.

Bila Seluruh Pembangkitan di Bali sebesar : 2352558.7 [MWh] diganti dengan pembangkitan dari PLTU Paiton, maka besarnya biaya pemakaian bahan baker adalah : 2322558700 x 110.55 = 257.93 [Milyar Rp.] Atau 28.04 [Juta US$].

Penghematan Biaya Bahan Bakar dengan mengganti pemakaian BBM dengan batubara dari PLTU Paiton : (334,86-28,04) = 306.82 [Juta US$/tahun ].

Perkiraan biaya pembangunan Saluran Transmisi 500 kV Paiton – Kapal 278 [Juta US$]. Sedangkan penghematan biaya subsitusi pemakaian bahan bakar minyak (HSD) dengan batubara dari PLTU Paiton adalah 306.82 [Juta US$]. Ini berarti Pay back period pembangunan saluran 500 kV dari Paiton – Kapal adalah : (278/306,82) = 0.91 [tahun] atau 10.87 [bulan].

KESIMPULAN

Penggantian pemakaian BBM di Bali dengan batubara dari Jawa, menjustifikasi pembangunan saluran transmisi 500 kV Jawa-Bali,

Kelayakan pembangunan saluran trasmisi 500 kV Paiton-Banyuwangi-Gilimanuk-Kapal dengan biaya 278 Juta US$ akan terbayar kembali dalam waktu kurang dari 1 (satu) tahun, dari penghematan / subsitusi pemakaian BBM (HSD) dengan batubara. Kemampuan daya salur satu sirkuit 500 kV sebesar 1000-1100 MW. Dengan tingkat pertumbuhan kebutuhan listrik 7% pertahun, adanya saluran 500 kV ini, dalam kurun waktu 13-14 tahun mendatang tidak perlu ada penambahan pembangkit di Bali.

36 Masih diperlukan berbagai penelitian terkait dengan :

Berapa besarnya daya dan energi yang dapat diserap dari Jawa ke Bali melalui saluran transmisi 500 kV tersebut dan apakah daya/energi yang murah cukup tersedia di PLTU Paiton untuk dapat disalurkan ke Bali.

Demi ketelitian pemakaian BBM dari ke-empat pembangkit di Bali diperlikan efesiensi atau pemakaian BBM actual, dan bukan berdasarkan asumsi efesiensi termis seperti yang dipakai pada Tabel 1 diatas.

Aliran daya (load flow) saluran 500 kV dari Jawa ke Bali dan di jaringan 150 kV, di Bali, untuk menetapkan dimana injeksi 500 kV ke 150 kV akan dilakukan. Susut saluran 500 kV diperkirakan sebesar 1-2 % diabaikan pada studi ini.

Studi merupakan analisis short-run marginal. Untuk cakupan long-run marginal dapat dilanjutkan dengan menggunakan program computer WASP misalnya.

Dalam dokumen Makalah Biofuel (Halaman 28-36)

Dokumen terkait