• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkembangan dan Kebijakan Sektor Kehutanan

2.2.1. Pembangunan Ekonomi

Todaro (2000) menyatakan dewasa ini terdapat lima teori pendekatan pembangunan ekonomi. Empat teori atau pemikiran pertama telah saling bersaing dan mendominasi kepustakaan pembangunan ekonomi dunia pasca Perang Dunia II yakni (1) model pertumbuhan bertahap linier (linear stages of growth models),

26

27

28

(2) kelompok teori dan pola-pola perubahan struktural (the structural change theories and patterns), (3) revolusi ketergantungan international (international

dependence revolution), dan (4) kontrarevolusi pasar bebas neoklasik

(neoclassical free market counterrevolution). Disamping itu dalam beberapa tahun

terakhir ini muncul pemikiran baru yang kemudian berkembang menjadi pendekatan kelima. Pendekatan kelima tersebut populer dengan sebutan teori pertumbuhan ekonomi baru atau endogen (new or endogenous theory of economic growth).

Teori pertama yang menganggap pembangunan ekonomi adalah serangkaian tahapan pertumbuhan ekonomi yang berurutan dan akan dialami oleh setiap negara yang menjalankan pembangunan, sangat populer pada era tahun 1950-an dan 1960-an. Pada tahun 1970-an teori pertama terdesak oleh teori kedua dan ketiga yang lebih berbau ideologis daripada ekonomis. Teori ketiga ini menekankan pada pentingnya kebijakan baru yang menghapuskan kemiskinan secara total, kesempatan kerja yang lebih bervariasi dan mengurangi kesenjangan distribusi pendapatan.

Pada tahun 1980-an pembangunan banyak dipengaruhi pemikiran kontrarevolusi neoklasik (neoliberal) yang menekankan pentingnya peranan pasar bebas, perekonomian terbuka, swastanisasi perusahaan pemerintah atau negara. Dasar dari pemikiran ini adalah keterbelakangan negara-negara berkembang dan akibat banyaknya campur tangan dan regulasi pemerintah dalam perekonomian nasional. Pemikiran baru dalam pembangunan ekonomi muncul lagi di akhir 1980-an dan awal 1990-an.

29

Konsep ekonomi neoklasik berhasil ketika diterapkan untuk percepatan pembangunan di negara Jerman dan Israel, sebaliknya ternyata gagal untuk mendorong percepatan pembangunan di negara-negara sedang berkembang seperti: India, Philipina, Indonesia dan Srilanka. Marshal Plan sebagai wujud konsep ekonomi neoklasik yakni konsep pembangunan dengan mendorong pertumbuhan ekonomi dengan investasi kapital ternyata menghasilkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun diikuti dengan memburuknya tingkat distribusi pendapatan, sehingga hanya sebagian kecil masyarakat yang menikmati hasil pembangunan. Oleh karena itu, kemudian disadari bahwa persoalan pembangunan di negara yang sedang berkembang tidak hanya menyangkut perlunya investasi pembangunan untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki untuk mendorong pertumbuhan, tetapi juga harus memperhatikan aspek distribusi dan pemerataan hasil pembangunan (Hadi, 2001).

Djojohadikusumo (1994) menyatakan bahwa secara mendasar pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi adalah dua hal yang berbeda. Pertumbuhan ekonomi berhubungan dengan proses peningkatan produksi atas barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Sedangkan pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang lebih luas. Peningkatan produksi merupakan salah satu ciri pokok dalam proses pembangunan ekonomi disamping ciri-ciri lain seperti perubahan pada komposisi produksi, perubahan tentang alokasi dan pola penggunaan sumberdaya produksi dalam sektor-sektor ekonomi, perubahan pola distribusi kekayaan dan pendapatan diantara berbagai golongan pelaku ekonomi dan perubahan dalam kerangka kelembagaan dalam kehidupan masyarakat secara

30

menyeluruh. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dalam arti terbatas dapat berlangsung tanpa pembangunan ekonomi.

Teori pertumbuhan ekonomi terbagi dalam dua kubu yaitu kubu Neo Keynes yang dikenal dengan Teori Pertumbuhan Harrold-Domar dan kubu Neo Klasik, selanjutnya kedua kubu tersebut saling memperkaya teori pertumbuhan itu sendiri. Teori pertumbuhan Harrod-Domar mensyaratkan adanya intervensi pemerintah atau kebijakan untuk mencapai keseimbangan. Sedang Teori Neoklasik yang diwakili oleh Model Solow mensyaratkan tidak ada intervensi dan sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar (pasar persaingan sempurna).

Pertumbuhan ekonomi paling tidak dipengaruhi oleh empat hal berikut: (1) investasi, (2) belanja pemerintah, (3) konsumsi rumahtangga, dan (4) perkembangan ekspor-impor. Dalam konteks makroekonomi keempat komponen tersebut dalam model ekonomi makro Keynes tidak saja akan meningkatkan permintaan agregat, tetapi juga akan meningkatkan penawaran agregat melalui peningkatan kapasitas produksi. The General Theory of Keynes. Mankiw (2000) menyatakan bahwa dalam jangka pendek, output atau income dalam suatu ekonomi ditentukan oleh pengeluaran konsumsi rumahtangga, perusahaan, pemerintah dan luar negeri yang kemudian disebut sebagai planned expenditure (PE).

PE = Y = C + I + G + ( X – M ) ... (1) dimana:

Y = income, output

C = pengeluaran konsumsi rumahtangga I = investasi

G = pengeluaran konsumsi pemerintah X – M = ekspor – impor (net ekspor)

31

Gambar 3 memperlihatkan bahwa setiap kenaikan dalam konsumsi rumahtangga, investasi, belanja pemerintah dan ekspor bersih akan berdampak pada meningkatnya output dalam negeri. Dengan dasar pemikiran inilah kemudian dapat dipakai untuk menganalisis dampak investasi swasta terhadap output regional (PDRB) dan kesempatan kerja yang diciptakannya.

Sumber: Mankiw, 2000

Gambar 3. The Keynesian Cross

Sementara itu Harrod-Domar berpendapat bahwa peningkatan investasi tidak hanya akan meningkatkan permintaan agregat dalam jangka pendek, tetapi juga akan meningkatkan penawaran agregat melalui penambahan stok kapital dalam jangka panjang dan hal ini berarti akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menambah output (pertumbuhan ekonomi).

Menurut model pertumbuhan Harrod-Domar, dalam setiap perekonomian harus dialokasikan atau ditabung bagian tertentu dari pendapatan nasionalnya untuk menambah atau menggantikan barang modal (gedung, alat-alat dan bahan baku) yang telah susut atau rusak. Untuk memacu pertumbuhan ekonomi, setiap

Y0 = PE0 = C0 + I0 + G0 + ( X0 – M0 )

∆ C + ∆ I + ∆ G + ∆ X

Kenaikan dalam konsumsi, investasi, belanja pemerintah dan ekspor bersih Y1 = PE1 = C1 + I1 + G1 + ( X1 – M1 ) ∆Y Y1 Y0 Actual Exp, AE Income, Output, Y Exp, E

32

negara membutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan netto atas cadangan modal (capital stock) nasionalnya.

Apabila bagian dari pendapatan nasional (Y) yang ditabung adalah s dan dikenal sebagai rasio tabungan nasional (national saving rasio), maka besar tabungan nasional (S) adalah :

S = s Y ... (2) Hubungan ekonomi langsung antara besarnya stok modal nasional secara keseluruhan (K) dengan total GNP (Y), adalah setiap tambahan netto terhadap stok modal nasional dalam bentuk investasi baru (∆K) akan menghasilkan

kenaikan arus output nasional (∆Y). Hubungan tersebut disebut sebagai rasio modal-output atau capital output ratio (v) yang nilainya oleh Harrod-Domar diasumsikan tetap (pada kondisi full capacity) yang dinotasikan:

I = ∆K ... (3) v = ∆K / ∆Y

∆K = v ∆Y ... (4) Dari persamaan (2) sampai dengan (4), kita tahu bahwa:

I = ∆K = v ∆Y

Dengan demikian, identitas tabungan nasional persamaan (3) dapat dinyatakan sebagai berikut:

S = s Y = v ∆Y = ∆K = I atau s Y = v ∆Y, secara lebih ringkas ∆Y / Y = s / v ... (5) Persamaan (5) ini merupakan bentuk sederhana dari persamaan Harrod- Domar dalam teori pertumbuhan ekonomi. Persamaan tersebut menyatakan bahwa

33

tingkat pertumbuhan GNP (∆Y/Y) berbanding lurus dengan rasio tabungan dan berbanding terbalik terhadap rasio modal output dari suatu perekonomian.

Teori tersebut masih sulit diterapkan di negara berkembang sebab walaupun tabungan dan investasi sudah bisa ditingkatkan, negara-negara berkembang belum bisa meningkatkan pertumbuhannya karena menghadapi kendala struktural, institusional dan sikap mental masyarakatnya seperti belum adanya pasar komoditi dan pasar uang yang terintegrasi, infrastruktur untuk transportasi, komunikasi yang memadai, kualitas tenaga kerja yang masih rendah dan birokrasi yang korup atau tidak efisien. Sehingga walaupun sudah ditambah utang, dengan produktivitas investasi yang rendah, pertumbuhan yang dicapai juga tetap rendah.

Dilain pihak, tingkat pertumbuhan baru berarti jika sama atau lebih besar dari tingkat pertumbuhan angkatan kerja alamiah (natural growth rate of the labor force), maka full employment:

L = u Y ... (6)

∆L/L = n ... (7) s/v > n ... (8)

Namun demikian tetap tidak ada yang bisa menjamin pertumbuhan ekonomi sama dengan atau lebih besar dari tingkat pertumbuhan angkatan kerja tersebut (no adjustment mechanism) pada model Harrod-Domar diatas.

Sedangkan Nicholas Kaldor menyusun model dimana tingkat tabungan (saving rate) menjadi fungsi distribusi pendapatan yang mengikuti variasi dari tingkat tabungan sebagai mekanisme penyesuaian (adjustment mechanism), kedua variable bisa saling disubstitusikan dan tidak eksogenus. Bila pendapatan nasional (Y) yang terdiri upah pekerja (W) dan pandapatan modal atau profit (P)

34

Y = W + P ... (9) Marginal propensity to save dari profit (sp) lebih besar dari marginal propensity

to save dari upah (sw)

0 < sw < sp < 1 ... (10) Sehingga total tabungan (S) menjadi

S = sw W + sp P ... (11) Dengan membagi kedua sisi kiri dan kanan persamaan (11) dengan pendapatan nasional (Y) maka didapat tingkat tabungan nasional (s):

S/Y = s = sw (W/Y) + sp (P/Y) ... (12) Dengan model Kaldor yang ditunjukkan pada persamaan (12), maka apabila suatu negara mau meningkatkan tabungan nasional dapat didistribusi baik kepada peningkatan tabungan tenaga kerja (masyarakat) maupun pada pemilik modal. Dengan kata lain, makin efisien perusahaan beroperasi dan makin besar upah diberikan kepada tenaga kerja, maka tabungan nasional dan pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat makin besar.

Solow menyusun model pertumbuhan dengan mengganti koefisien tetap pada fungsi produksi Y = A F(K,L) dengan salah satu faktor substitusi dan menyesuaikan menjadi rasio modal dan tenaga kerja (capital labor ratio) k = K/L, sehingga fungsi produksi menjadi :

Y/L = A F(K/L, L/L) y = A f (k, 1), atau

y = A. f (k) ... (13) dimana:

y = ouput per unit tenaga kerja (Y/L) k = rasio modal tenaga kerja (K/L) A = indeks teknologi

35

dengan,

dk = (dK.L - K.dL)/L2

Ketika capital labor ratio (k2) terlalu besar (k2 > k*), yang terjadi adalah tabungan tidak mencukupi kebutuhan investasi sehingga akibatnya suku bunga

= dK/L - (K/L)(dL/L) dk/k = dK/K - dL/L

dk = dK/L - k (dL/L) dimana dK = I = S = sY dan dL/L = n dk = s Y/L - nk, maka model Solow secara fundamental:

dk = s y - n k ... (14) dimana:

dk = perubahan dalam rasio modal tenaga kerja (capital labor ratio) s y = representasi dari tabungan per unit tenaga kerja

n k = representasi dari investasi per unit tenaga kerja n = pertumbuhan angkatan kerja

Keseimbangan model Solow akan dicapai jika dk= 0 sehingga :

s y = n k ... (15) Pada kondisi keseimbangan, maka tabungan yang dihasilkan harus sama dengan investasi yang diperlukan untuk mempertahankan capital labor ratio. Model Solow ditunjukkan pada persamaan (14) dalam teori pertumbuhan dapat digambarkan dengan grafik-grafik berikut ini.

Pada Gambar 4, terlihat bahwa ketika capital labor ratio (k1) terlalu kecil (k1 < k*) maka pada kondisi tersebut terjadi ekses tabungan terhadap investasi sebesar (CD). Karena terjadi kelebihan tabungan maka bunga pinjaman akan turun dan kemudian akan menaikan k1 menuju k*, dan akhirnya akan tercapai keseimbangan pada E ketika sy = nk.

36

naik, yang kemudian akan menurunkan k2 menuju k* dan keseimbangan tercapai pada E ketika sy = nk. Sumber: Mankiw, 2000

Gambar 4. Proses Pencapaian Keseimbangan Model Solow pada Kondisi Surplus Tabungan terhadap Investasi

Sumber: Mankiw, 2000

Gambar 5. Proses Pencapaian Keseimbangan Model Solow pada Kondisi

Tabungan Masyarakat yang Meningkat

D C E sy G F nk sy, nk k1 k* k2 k

kapital/ unit tenaga kerja

nk sy, nk sy1 k* * k* sy0 k E' E

37

Dari Gambar 5 dapat dibaca apabila tabungan naik, sehingga tingkat tabungan per unit tenaga kerja naik dari sy0 ke sy1 maka kapital per unit tenaga kerja akan naik dari k* ke k** dan akhirnya tercapai keseimbangan baru di E'.

Gambar 6 menjelaskan apabila terjadi penurunan angkatan kerja dari nk ke nk1, maka dengan tingkat tabungan yang sama akan terjadi kenaikan capital per unit labor dari k* ke k** dan mendorong keseimbangan naik ke E".

Sumber: Mankiw, 2000

Gambar 6. Proses Pencapaian Keseimbangan pada Model Solow pada Kondisi Jumlah Angkatan Kerja Berkurang

Persamaan (15), dapat dibangun kembali menjadi: s y = n k

s (Y/L) = n (K/L) s (Y/L) (L/K) = n s (Y/K) = n

s v = n dimana (K/L = v adalah rasio modal tenaga kerja) Berbeda dengan model Harrod-Domar dimana v adalah tetap, maka pada model Solow v adalah variable atau fleksibel. Implikasi dari model Solow tersebut

nk nk1 sy k* k* * k sy, nk E'' E

38

adalah ekonomi akan tumbuh menuju keseimbangan yang mapan atau steady state dan pada keseimbangan steady state bisa terjadi pertumbuhan permanen jika terdapat kemajuan teknologi (A). Untuk mencapai standar hidup yang tinggi secara langsung, ceteris paribus, ekonomi akan berubah ke steady state yang lebih tinggi jika ada peningkatan tingkat tabungan (s) atau penurunan pertumbuhan populasi (n) dan ekonomi akan mengalami tumbuh permanen yang lebih tinggi jika terdapat kenaikan dalam kemajuan teknologi.

Dokumen terkait