• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.7 Alur Pikir Penelitian

2.1.3 Pembangunan Pariwisata Berwawasan Lingkungan

Pembangunan berwawasan lingkungan oleh Poerbo (1999), diartikan bahwa pembangunan dilakukan tidak perlu merusak lingkungan. Pembangunan sebagai proses perubahan dan pembaharuan yang merupakan suatu upaya yang secara sadar ingin mencapai perbaikan kehidupan dan kualitas hidup seharusnyalah merupakan suatu proses yang selalu dapat ditopang oleh lingkungan yang ikut berkembang daya dukung/daya topangnya.

Pembangunan melibatkan berbagai pelaku yang mempunyai kepentingan yang berlainan, walaupun secara lahiriah mengejar tujuan yang sama. Pelaku (actor) dalam pembangunan ini dapat dibagi dalam beberapa kelompok, sesuai dengan nilai dan norma yang dominan yang mewarnai sikap, perilaku dan wawasan mereka (Poerbo, 1999). Selanjutnya Poerbo (1999), membagi pelaku pembangunan dalam empat kelompok, yaitu:

Pelaku pertama ialah pemerintah. Secara teoritis ia merupakan pihak yang menjadi "wasit" dalam pemanfaatan sumberdaya untuk pembangunan. Untuk melakukan peran itu ia dituntun oleh nilai-nilai dan norma-norma yang ada di dalam Pancasila dan GBHN, serta peraturan-perundangan yang berlaku. Ia juga mempunyai tugas untuk mengadakan mobilisasi sumberdaya untuk pembangunan dan melaksanakannya sesuai dengan tujuan-tujuan pembangunan, dalam bentuk pembangunan infrastruktur, fasilitas-fasilitas pelayanan umum, perumahan, kredit, pembangunan industri strategis dan yang memanfaatkan sumberdaya yang hanya boleh dikelola oleh perusahaan negara dan sebagainya.

Pemerintah merupakan sistem yang sangat kompleks. Ia bertingkat ganda dan terbagi dalam sektor-sektor untuk dapat mengelola seluruh tugasnya.

Demikianlah maka ia merupakan suatu organisasi raksasa yang merupakan birokrasi modern. Oleh karena itu, walaupun secara ideologis segala tindak pembangunan pemerintah didasarkan atas Pancasila dan GBHN, namun dalam kenyataan pengelolaan pembangunan nilai-nilai dan norma-norma birokratik bersifat dominan.

Pelaku kedua ialah kelompok swasta komersial. Eksistensinya didominasi oleh nilai dan norma mencari keuntungan dalam usaha pemanfaatan sumberdaya yang sangat kompetitif.

Pelaku ketiga ialah masyarakat perorangan yang bersifat majemuk, yaitu mempunyai tingkat pendapatan dan pendidikan yang berbeda-beda, berbeda dalam latar belakang kebudayaannya, sebagai individu mempunyai sifat dominan mementingkan kepentingan masing-masing.

Pelaku yang keempat adalah komunitas kepentingan bersama yang dapat bersifat teritorial seperti suatu kampung atau RW, tapi juga suatu kelompok fungsional seperti koperasi.

Dalam mewujudkan pembangunan pariwisata berawasan lingkungan di Desa Wisata Tingkir perlu melibatkan semua pelaku pembangunan, yaitu Pemerintah Kota Salatiga, swasta dan masyarakat setempat, sehingga dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan akan mengurangi berbagai perbedaan dalam interpretasi, sesuai dengan kepentingan masing-masing kelompok.

Sirtha (2005) mengemukakan, pembangunan pariwisata terutama pada daerah tujuan wisata memerlukan lahan atau tanah yang luas untuk mendirikan berbagai fasilitas pariwisata. Berdirinya hotel dan restoran di kawasan wisata

dapat menimbulkan pencemaran lingkungan hidup, sebagai akibat dari pembangunan pariwisata yang tidak terpadu. Sebagai salah satu penyebab terjadinya pencemaran lingkungan hidup ialah pesatnya kemajuan teknologi, yang penggunaannya sering berakibat buruk bagi manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan. Pada sisi lain, rendahnya kesadaran atau pengetahuan masyarakat, sendiri tentang pentingnya lingkungan hidup, yang menyebabkan mereka bertindak tanpa menghiraukan akibatnya.

Dengan munculnya masalah dalam bidang lingkungan hidup yang membahayakan umat manusia, maka kebijakan pembangunan pariwisata perlu diatur peruntukannya dan diarahkan pada pembangunan yang berawasan lingkungan hidup. Pelaksanaan pembangunan pariwisata yang berwawasan lingkungan hidup berarti mendayagunakan sumberdaya alam sebagai daya tarik wisatawan, dan upaya untuk melestarikan dan mengembangkan lingkungan hidup itu sendiri.

Penataan lingkungan hidup berkaitan dengan upaya mengantisipasi peningkatan jumlah penduduk yang sangat pesat. Bertambahnya jumlah penduduk berarti bertambahnya kebutuhan terhadap pangan, perumahan, dan penyediaan lapangan kerja. Dalam areal yang terbatas, jumlah penduduk yang padat memberdayakan daya tampung lingkungan hidup, bahkan dapat terjadi kahancuran lingkungan hidup. Pembangunan pariwisata yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan hidup, akan merusak citra pariwisata itu sendiri. Bahkan jumlah wisatawan yang sangat banyak dapat juga menghancurkan lingkungan hidup. Dengan demikian, pelestarian lingkungan hidup dalam

kebijakan pembangunan pariwisata berwawasan lingkungan dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak lingkungan hidup.

Pembangunan pariwisata berwawasan lingkungan sebagai suatu kebijakan baru perlu dimulai dengan merumuskan visi baru, strategi dan program-program baru dalam pembangunan di bidang pariwisata. Program ini harus tercermin dalam program nasional, regional dan lokal.

Perencanaan pembangunan pariwisata berwawasan lingkungan selain harus menjamin keberlanjutannya juga harus terkait dengan aspek pendidikan dan partisipasi masyarakat lokal. Jaminan keberlanjutan ini tidak hanya sustainable

dari aspek lingkungan saja namun juga sosial, budaya dan ekonomi.

Dalam melakukan pembangunan pariwisata perlu adanya pengembangan produk dalam suatu kawasan wisata untuk mewujudkan pariwisata berawasan lingkungan. Mengutip pendapat Fandeli dan Muhammad Nurdin, 2005, dapat dirinci terdiri atas:

1. Atraksi. Atraksi-atraksi yang dikembangkan dipilih yang memiliki nilai jual tinggi baik atraksi alam, heritage, budaya dan buatan.

2. Infrastruktur (fasilitas, utilitas). Pembangunan fasilitas dan utilitas dibangun sesuai dengan budaya dan tradisi lokal serta terpadu dengan lingkungannya.

3. Kelembagaan. Kelembagaan lokal diperkuat dan diberikan peranan yang

lebih besar.

4. SDM (Sumberdaya Manusia), pariwisata pada dasarnya menjual keindahan

maka kualitas SDM sangat menentukan keberhasilan sesuai dengan sasarannya.

5. Aspek ekonomi. Ekonomi yang dikembangkan adalah ekonomi kerakyatan. Penghasilan kawasan dimaksud untuk dapat mempertahankan atau mengkonservasi kawasan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.

6. Lingkungan. Kawasan dikaji kelayakannya utamanya dampak positif dan

dampak negatif yang akan muncul. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan merupakan instrumen untuk mengkaji dampak lingkungan dan bagaimana menanganinya. Sementara daya dukung dipergunakan untuk mempertahankan kualitas atraksinya.

Menurut Soehendra (2001), kerangka dasar dari prinsip-prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan, dapat dituangkan sebagai berikut: (a) sumberdaya alam, sejarah dan budaya serta sumberdaya-sumberdaya lainnya bagi kepariwisataan dilestarikan bagi generasi mendatang dengan tetap memberikan keuntungan bagi masyarakat pada saat ini; (b) pembangunan kepariwisataan direncanakan dan dikelola sehingga tidak menimbulkan masalah-masalah sosial budaya atau lingkungan di daerah wisata tersebut; (c) kualitas lingkungan secara keseluruhan di daerah tujuan wisata tetap terjaga dan bahkan diperbaiki; (d) tingkat kepuasan wisatawan tetap terjaga, sehingga daerah tujuan wisata tersebut dapat mempertahankan popularitasnya dan pasar wisatawan yang dimiliki; (e) keuntungan dari kepariwisataan dapat disebarkan secara luas dalam masyarakat. 2.2. Agrowisata

Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki kekayaan alam dan hayati yang sangat beragam yang, jika dikelola dengan tepat, kekayaan tersebut mampu menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di wilayah Indonesia sangat sesuai untuk pengembangan komoditas tropis dan sebagian sub tropis pada

ketinggian antara nol sampai ribuan meter di atas permukaan laut. Komoditas pertanian, mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan dengan keragaman dan keunikannya yang bernilai tinggi serta diperkuat oleh kekayaan kultural yang sangat beragam, mempunyai daya tarik kuat sebagai agrowisata. Keseluruhannya sangat berpeluang besar menjadi andalan dalam perekonomian Indonesia.

Pada dekade terakhir, pembangunan pariwisata di Indonesia maupun di manca negara menunjukkan kecenderungan terus meningkat. Konsumsi jasa dalam bentuk komoditas wisata bagi sebagian masyarakat negara maju dan masyarakat Indonesia telah menjadi salah satu kebutuhan sebagai akibat meningkatnya pendapatan, aspirasi dan kesejahteraannya. Preferensi dan motivasi wisatawan berkembang secara dinamis. Kecenderungan pemenuhan kebutuhan dalam bentuk menikmati obyek-obyek spesifik seperti udara yang segar, pemandangan yang indah, pengolahan produk secara tradisional, maupun produk-produk pertanian modern dan spesifik menunjukkan peningkatan yang pesat. Kecenderungan ini merupakan sinyal tingginya permintaan akan agrowisata dan sekaligus membuka peluang bagi pengembangan produk-produk agrobisnis baik dalam bentuk kawasan ataupun produk pertanian yang mempunyai daya tarik spesifik. Agrowisata merupakan salah satu usaha bisnis dibidang pertanian dengan menekankan kepada penjualan jasa kepada konsumen. Bentuk jasa tersebut dapat berupa keindahan, kenyamanan, ketentraman dan pendidikan. Pengembangan usaha agrowisata membutuhkan manajemen yang prima diantara sub sistem, yaitu antara ketersediaan sarana dan prasarana wisata, obyek yang dijual promosi dan pelayanannya (http://www.panduan-bisnis-internet.com/bisnis/agro_bisnis.html).

Oleh karena itu pada wilayah perkotaan diperlukan upaya mempertahankan atau mengelola kawasan hijau. Dalam suasana seperti itu, warga kota maupun pendatang dari luar kota akan semakin “betah” menikmati. Kalau sebelumnya mereka sekedar lewat, transit, sekarang mereka lewat dengan mendapat tambahan menikmati pemandangan. Pada akhirnya mereka tidak cepat-cepat melewatkan kesempatan untuk menikmati keindahan itu. Dengan kata lain mereka sudah mulai terpikat oleh suasana yang menjadi dambaan setiap orang (Sulistiyantara, 1990). Pada perkembangan berikutnya mereka diharapkan tidak sekedar lewat atau transit menikmati keindahan, namun akan meluangkan waktu untuk berkunjung membawa rombongan.

2.2.1 Batasan Agrowisata

Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Agrowisata merupakan kegiatan kepariwisataan yang pada akhir-akhir ini telah dimanfaatkan oleh kalangan usaha perjalanan untuk meningkatkan kunjungan wisata pada beberapa daerah tujuan wisata agro.

Tirtawinata, dkk (1996) mengemukakan, agrowisata atau wisata pertanian ini semula kurang diperhitungkan, namun sekarang banyak yang meliriknya. Berbagai negara di Eropa Barat, Amerika, dan Australia sedang bersaing dalam memasarkan agrowisatanya. Oleh karena itu Indonesia tidak mau ketinggalan, terlebih Indonesia sebagai negara agraris yang sangat potensial untuk pengembangan agrowisata.

Pengertian agrowisata dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Nomor: 204/KPTS/

HK/050/4/1989 dan Nomor KM. 47/PW.DOW/MPPT/89 Tentang Koordinasi Pengembangan Wisata Agro, didefinisikan “sebagai suatu bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan usaha agro sebagai obyek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, perjalanan, rekreasi dan hubungan usaha di bidang pertanian".

Agrowisata, dalam kamus bahasa Indonesia, Purwodarminto (1999), diartikan sebagai wisata yang sasarannya adalah pertanian (perkebunan, kehutanan, dsb).

Kegiatan agro sendiri mempunyai pengertian sebagai usaha pertanian dalam arti luas, yaitu komoditas pertanian, mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Sehingga pengertian agrowisata merupakan wisata yang memanfaatkan obyek-obyek pertanian.

Secara umum, ruang lingkup dan potensi agrowisata dapat dikembangkan sebagai berikut:

1. Perkebunan

Kegiatan usaha perkebunan meliputi perkebunan tanaman keras dan tanaman lainnya yang dilakukan oleh perkebunan besar swasta nasional ataupun asing, BUMN, dan perkebunan rakyat. Berbagai kegiatan obyek wisata perkebunan dapat berupa praproduksi (pembibitan), produksi, dan pascaproduksi (pengolahan dan pemasaran).

Daya tarik perkebunan sebagai sumberdaya wisata antara lain:

a. daya tarik historis dari perkebunan yang sudah diusahakan sejak lama, b. lokasi beberapa wilayah perkebunan yang terletak di pegunungan yang

memberikan pemandangan indah serta berhawa segar,

c. cara-cara tradisional dalam pola tanam, pemeliharaan, pengelolaan dan prosesnya, serta

d. perkembangan teknik pengelolaan yang ada.

2. Tanaman pangan dan hortikultura

Lingkup kegiatan wisata tanaman pangan yang meliputi usaha tanaman padi dan palawija serta hortikultura yakni bunga, buah, sayur, dan jamu-jamuan. Berbagai proses kegiatan mulai dari prapanen, pascapanen berupa pengolahan hasil, sampai kegiatan pemasarannya dapat dijadikan obyek agrowisata.

3. Perikanan

Ruang lingkup kegiatan wisata perikanan dapat berupa kegiatan budidaya perikanan sampai proses pascapanen. Daya tarik perikanan sebagai sumberdaya wisata di antaranya pola tradisional dalam perikanan serta kegiatan lain, misalnya memancing ikan.

4. Peternakan

Daya tarik peternakan sebagai sumberdaya wisata antara lain pola beternak, cara tradisional dalam peternakan, serta budidaya hewan ternak. (Tirtawinata, 1996).

5. Kehutanan

Dalam beberapa literatur tentang wisata alam ekowisata, obyek wisata kehutanan termasuk dalam golongan ekowisata, yang pada hakekatnya bentuk wisata alami. Oleh The Ecoturism Society (1990) dalam Fandeli dan Mukhlison (2000), ekowisata didefinisikan sebagai suatu bentuk perjalanan wisata ke

areal alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan lingkungan dan kesejahteraan penduduk setempat. Semua ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari.

Sedangkan kegiatan kehutanan dalam kaitannya dengan agrowisata, penulis mengelompokkan dalam golongan kelompok, antara lain:

- Taman kebun buru, memiliki daya tarik kekayaan flora dan fauna buru, baik yang berkembang secara alami maupun yang ditangkarkan untuk perburuan satwa.

- Tanaman penghijauan kehutanan, seperti hutan rakyat dan hutan kota.

- Kebun raya, memiliki kekayaan berupa tanaman yang berasal dari

berbagai spesies. Obyek dan daya tarik yang dapat ditawarkan kepada wisatawan mencakup kekayaan flora, keindahan pemandangan di dalamnya, dan kesegaran udara yang memberikan rasa nyaman.

Dokumen terkait