• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan Pariwisata dan Kepariwisataan

Dalam dokumen Konsep Dasar Pembangunan Pariwisata (Halaman 28-42)

angunan (development) sering dirancukan penggunaannya, bahkan pengertiannya, dengan kata pertumbuhan (growth). Hasilnya adalah salah pengertian karena pembangunan pariwisata dianggap berhasil ketika jumlah kunjungan wisatawan tumbuh pesat. Apakah bedanya?

Konsep pertumbuhan ekonomi awalnya diukur dari peningkatan PDB (Produk Domestik Bruto), dan pendapatan per kapita guna melihat performa (ekonomi) suatu negara dan dilihat secara terus menerus dalam jangka panjang (Sukirno, 1982) 48. Pandangan ini mengasumsikan bahwa dengan pertumbuhan ekonomi maka segala persoalan akan selesai, padahal pertumbuhan ini tidak secara otomatis dapat menghasilkan pemerataan kesejahteraan.

Berbeda dengan pertumbuhan, pengertian pembangunan lebih luas yaitu membuat sebuah kondisi (secara keseluruhan) menjadi lebih baik. Bryant &

White (1982)49 juga menjelaskan pengertian pembangunan sebagai

“...increasing capacity of people to influence their future”. Dengan demikian pembangunan diharapkan dapat memberikan implikasi pada perhatian atas kapasitas, pemerataan, pemberdayaan, dan kesinambungan untuk menuju kondisi yang lebih baik tersebut. Di sini masyarakat tidak lagi dipandang sebagai obyek pembangunan namun sebagai bagian penting dalam proses pembangunan itu sendiri. Pikiran tersebut sejalan dengan pemikiran Riggs (1986)50 yang mengatakan bahwa pembangunan adalah cara atau upaya untuk peningkatan masyarakat guna memengaruhi lingkungan masa depannya agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik, baik dalam hal lingkungan fisik, manusia, maupun kebudayaannya.

Untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut, Todaro (n.d.)51 menyebutkan ada tiga nilai utama yang harus diperhatikan, yaitu:

48 Sukirno, S. (1982). Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan.

Jakarta: Bima Grafika, hal.3-4.

49 Bryant, C. & White,L.G. (1982). Managing Development in the Third World. Boulder:

Westview Press, hal. 14.

50 Riggs, F.W. (1986). Administrasi Pembangunan: Batas-Batas Strategi Pembangunan Kebijakan dan Pembangunan Administrasi (terjemahan). Jakarta: CV Rajawali, hal. 76.

51 Todaro, M. (n.d.). Dalam Bryant, C. & White,L.G. (1982). Managing Development in the Third World. Boulder: Westview Press, hal. 14.

B

1. Pembangunan harus dapat memberikan nafkah bagi kehidupan manusia (life sustance) sehingga harus dapat memberikan kebutuhan dasar manusia;

2. Pembangunan harus dapat mewujudkan harga diri manusia (self esteem);

dan

3. Pembangunan harus dapat menjamin keterbukaan ruang demokrasi di mana setiap orang mendapat ruang partisipasi untuk menentukan nasibnya sendiri.

Dengan memahami perbedaan antara pertumbuhan dengan pembangunan di atas maka sekarang dapat dipahami perbedaan antara konsep pertumbuhan dan pembangunan pariwisata. Konsep pembangunan bertujuan untuk membuat pariwisata sebagai alat untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik. Sedangkan konsep pertumbuhan lebih mengejar pertumbuhan jumlah wisatawan dan tersedianya lapangan kerja dengan (seringnya) mengabaikan dampak negatif yang terjadi52. Konsep pertumbuhan ini kemudian disadari akan merusak kehidupan destinasi pariwisata.

Perihal ini Butler (1980)53 menjelaskan adanya potensi besar kerusakan sebuah destinasi pariwisata akibat kesalahan pengelolaan. Disisi lain Doxey (1975)54 menjelaskan terjadinya iritasi sosial masyarakat yang menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat kepada pembangunan pariwisata. Kejadian anti wisatawan di Barcelona, Catalonia di negara Spanyol merupakan contoh nyata dari teori Doxey tersebut. Kunjungan sebanyak 18 juta wisatawan di tahun 2016 bukannya membuat masyarakat gembira namun kemarahan yang diungkapkan dalam bentuk spanduk protes "tourism is killing neighbourhoods" dan “This isn’t tourism, it’s an invasion” (Peter, 2017)55.

52 Dijelaskan lebih rinci pada Modul 6.

53 Butler, R. (1980). The Concept of a Tourist Area Lifecyle of Evolution: Implications for Management of Resources. Canadian Geographer. Dalam Gartner, W.C. (1996). Tourism Development: Principle, Processes, and Policies. New York: Van Nostrand Reinhold, hal.8-9.

54 Doxey, G.V. (1975). A causation theory of visitor-residents: methodology and research inferences. Proceeding of the Travel Research Association, 6th Annual Conference. San Diego, CA 195-8. Dalam Mathieson, A. & Wall, G. (1982). Tourism Economic, Physical and Social Impacts. New York: John Wiley & Sons, hal. 138.

55 Peter, L. (2017). ‘Tourist Go Home’: Leftist Resist Spain influx. Dikutip dari https://

www.bbc.com/news/world-europe-40826257, pada tanggal 13 Juni 2018.

Sebaliknya, pembangunan pariwisata adalah proses untuk mendorong sumber daya yang ada guna mencapai kesejahteraan masyarakat56. Dengan demikian pemahamannya adalah bahwa pariwisata adalah sebuah alat untuk mencapai tujuan kesejahteraan dan bukan tujuan pembangunan itu sendiri. Ini prinsip yang seringkali dilupakan. Yang sering terjadi adalah bahwa pembangunan pariwisata, yang diterjemahkan sebatas pencapaian jumlah kunjungan, dianggap sebagai tujuan pembangunan.

Bila hanya ukuran-ukuran pertumbuhan terbatas pada jumlah pengunjung, kontribusi terhadap PDB, dan kemampuannya menyediakan lapangan kerja saja yang diukur, maka hasil pembangunan pariwisata tidak akan dapat menjawab tujuan yang telah ditetapkan, yaitu kepuasan total (total satisfaction) yang dihasilkan dari kepuasan pengunjung, kepuasan masyarakat, kepuasan pelaku usaha, dan kepuasan lingkungan.

Mengapa pemikiran tentang pertumbuhan masih selalu terjadi ketika pariwisata telah mendorong konsep pembangunan berkelanjutan? Salah satunya adalah tersedianya banyak publikasi hanya terkait dengan kinerja ekonomi pariwisata seperti yang dijumpai dalam publikasi UNWTO (2017)57 dan WTTC (2017)58. Sangat sedikit, kalau tidak dikatakan tidak ada, statistik yang menunjukkan sumbangan pariwisata terhadap kesejahteraan masyarakat dalam arti luas, seperti meningkatnya kebahagiaan, toleransi, dsb. Padahal ukuran-ukuran di luar ekonomi tersebut merupakan indikasi keberhasilan total pembangunan pariwisata.

Melihat pariwisata dalam konteks pertumbuhan tidak hanya terjadi pada dampak kegiatan ekonomi dan sosial budaya pariwisata, ada pendapat lain yang menyatakan bahwa pembangunan pariwisata adalah sebuah proses perubahan fisik sebagaimana dikatakan oleh Gartner (1996)59. Ia menunjukkan pernyataan Noronha (1976)60 yang mengidentifikasi proses ini ke dalam tiga tahapan, yang sebetulnya juga masih mencerminkan konsep pertumbuhan, yaitu:

56 Penjelasan lebih lanjut dapat dibaca pada Modul 9.

57 UNWTO (2017). UNWTO Tourism Highlights 2017 edition. Madrid: United Nations World Tourism Organization, hal. 2-4.

58 WTTC (2017). Travel & Tourism Economic Impact 2017. London: World Travel and Tourism Council, hal. 1

59 Gartner, W.C. (1996). Tourism Development: Principles, Processes, and Policies. New York: Van Nostrand Reinhold, hal. 8.

60 Noronha, R. (1976). Review of the Sociological Literature on Tourism. New York: world Bank. Dalam Gartner, W.C. (1996). Tourism Development: Principles, Processes, and Policies. New York: Van Nostrand Reinhold, hal. 8.

1. Diketemukannya sebuah area oleh pengunjung;

2. Kunjungan semakin meningkat akibat cerita dari mulut ke mulut dan tuan rumah mulai merespons dengan menyediakan fasilitas yang diperlukan oleh pengunjung; dan

3. Area tersebut kemudian berkembang menjadi sebuah destinasi pariwisata didukung oleh tumbuhnya atraksi wisata, fasilitas pariwisata, dan organisasi pariwisata yang mendukung promosi area tersebut. Bentuk perubahan fisik ini banyak terjadi pada destinasi pariwisata di dunia.

Mill & Morrison (2009)61, juga Miossec (1976)62, menjelaskan hal yang sama dengan yang disampaikan oleh Gartner di atas. Sebuah destinasi baru dan eksotik pertama dikunjungi oleh kelompok allocentric, yaitu kelompok orang yang menyukai hal-hal baru dan siap menghadapi risiko. Ketika destinasi tersebut telah dikenal maka ia dikunjungi oleh kelompok midcentric yaitu kelompok yang mulai menyukai kerumunan namun dengan jumlah terbatas.

Pada akhirnya kepopuleran destinasi pariwisata tersebut akan mengundang jumlah besar wisatawan dalam kelompok psychocentris, yaitu kelompok yang suka akan kerumunan. Hasilnya adalah wisata massal yang berpotensi merusak lingkungan destinasi pariwisata tersebut.

Pendapat-pendapat di atas memperkuat teori Butler (1980)63. tentang siklus kehidupan destinasi pariwisata sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.4, yaitu:

1. Tahap eksplorasi (exploration) menjelaskan saat “ditemukannya” sebuah area oleh beberapa pengunjung;

2. Tahap keterlibatan masyarakat (involvement) menjelaskan sebuah kondisi di mana masyarakat mulai terlibat dalam penyediaan fasilitas bagi pengunjung;

61 Mill, R.C. & Morrrison, A.M. (2009). The Tourism System, edisi keenam. Dubuque, IA:

Kendall Hunt Publishing Company, hal.119.

62 Miossec, J. (1976). Eléments pour une theori de l’escape touristique. Les Cahiers du Tourisme. Aix-en-Provence: C.E.H.T quoted in Pearce, 1990. Dalam Gartner, W.C. (1996).

Tourism Development: Principles, Processes, and Policies. New York: Van Nostrand Reinhold, hal. 9-11.

63 Butler, R. (1980). The Concept of a Tourist Area Lifecyle of Evolution: Implications for Management of Resources. Canadian Geographer. Dalam Gartner, W.C. (1996). Tourism Development: Principles, Processes, and Policies. New York: Van Nostrand Reinhold, hal.8-9.

3. Tahap pembangunan (development) menjelaskan pembangunan fasilitas yang semakin eksesif untuk menyediakan atraksi dan fasilitas pelayanan bagi pengunjung. Tahap ini merupakan tahap yang kritis karena mulai terjadi dampak terhadap destinasi pariwisata terutama terjadi ketika usaha lokal terdesak oleh industri pariwisata skala besar;

4. Tahap konsolidasi (consolidation) menjelaskan beberapa kemungkinan yang dapat terjadi lebih lanjut. Pembangunan akan mengalami fase stagnasi (stagnation) bila kunjungan pengunjung tidak mengalami pertumbuhan yang dapat disebabkan oleh dua hal yaitu kapasitas fisik sudah penuh atau minat pengunjung menurun;

5. Tahap setelah tahap stagnasi di mana destinasi pariwisata memiliki dua pilihan yaitu mengalami penurunan (decline) ketika pengunjung meninggalkan destinasi pariwisata untuk mencari lokasi baru; atau peremajaan (rejuvenation) yang dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu membangun konstruksi fisik baru untuk menampung peningkatan permintaan yang ada, atau menginisiasi produk pariwisata baru.

Sumber: Butler, 1990.

Gambar 1.4

Model Hipotetis Siklus Perkembangan Destinasi Pariwisata.

Bila bahasan pembangunan pariwisata, sebagai sebuah kegiatan, lebih fokus pada pertumbuhan (jumlah wisatawan, dan kontribusi pada PDB), dan pengembangan (fisik) destinasi pariwisata maka bahasan tentang pembangunan kepariwisataan bersifat lebih luas.

Dengan penggunaan istilah pembangunan maka arti pembangunan kepariwisataan adalah sebuah proses untuk mencapai kondisi yang lebih baik bagi seluruh masyarakat, baik bagi mereka yang terlibat langsung ataupun tidak langsung dalam bisnis pariwisata. Proses tersebut dilakukan dengan melakukan kajian secara komprehensif multidisiplin, dan multidimensi. Salah satu publikasi mengenai keluaran kolektif ini diterjemahkan sebagai daya saing pariwisata oleh WEF (2017)64. Di sini WEF lebih melihat pentingnya memandang progres pembangunan jangka panjang pariwisata yang diukur dari

“...factors and policies that enable the sustainable development of the Travel

& Tourism (T&T) sector...”, which in turn, contributes to the development and competitiveness of a country”. Berbeda dengan badan dunia lain, WEF tidak memasukkan unsur jumlah wisatawan sebagai daya saing namun justru pada hal-hal dasar terkait dengan lingkungan pembentuk daya saing pariwisata yang dinilai dari 4 sub indeks, 14 pilar, yang selanjutnya dijabarkan dalam 90 indikator (Gambar 1.5)65.

64 WEF (2017). The Travel & Tourism Competitiveness Report 2017: Paving the Way for a More Sustainable and Inclusive Future. Geneva: World Economic Forum, hal. xiii.

65 Untuk rincian 90 indikator dapat dilihat pada publikasi WEF (2017). The Travel & Tourism Competitiveness Report 2017: Paving the Way for a More Sustainable and Inclusive Future.

Geneve: World Economic Forum.

Sumber: WEF, 2017.

Gambar 1.5

Indikator Daya Saing Pariwisata.

Pemahaman mengenai pembangunan kepariwisataan lainnya dapat dipelajari dalam UU nomor 10 tahun 2009. Dalam undang-undang ini, keluaran akhir (tujuan) yang diharapkan adalah berupa kesejahteraan total yang dijelaskan secara eksplisit sebagai

“...meningkatkan pertumbuhan ekonomi; meningkatkan kesejahteraan rakyat; menghapus kemiskinan; mengatasi pengangguran; melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya; memajukan kebudayaan;

mengangkat citra bangsa; memupuk rasa cinta tanah air; memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan mempererat persahabatan antar bangsa”66.

66 Pengertian lain tentang kesejahteraan akan dijelaskan di bab berikutnya.

Upaya untuk mencapai kesejahteraan tersebut dilakukan dengan cara mendorong pembangunan komponen-komponen utama pendukungnya, yaitu pembangunan industri pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran, dan kelembagaan kepariwisataan yang dapat dijelaskan dalam Gambar 1.6 berikut.

Sumber: Undang-undang nomor 10 tahun 2009.

Gambar 1.6

Komponen Pembangunan Kepariwisataan.

Penjelasannya sebagai berikut:

1. Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata67 yang saling terkait dalam menghasilkan produk pelayanan bagi wisatawan. Pembangunan industri pariwisata bertujuan untuk membentuk industri pariwisata yang

“...berdaya saing, kredibel, menggerakkan kemitraan usaha, dan bertanggung jawab terhadap lingkungan alam dan sosial budaya” (PP nomor 50 tahun 2011)68;

2. Destinasi pariwisata69 adalah kawasan geografis yang dilengkapi dengan daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, dan masyarakat. Pembangunan destinasi pariwisata bertujuan untuk

67 Usaha pariwisata berupa hotel, restoran, tempat hiburan dsb. dalam Undang-undang nomor 10 tahun 2009 (pasal 14) ditetapkan adanya 13 jenis usaha pariwisata.

68 Peraturan Pemerintah nomor 50 tahun 2011, pasal 2.

69 Pengertian destinasi pariwisata ini akan dijelaskan pada Modul 6.

Kepariwisataan

Industri pariwisata

Daya tarik wisata

Kelembagaan kepariwisataan Pemasaran

Destinasi pariwisata

Aksesibilitas Fasilitas pariwisata Fasilitas umum

Masyarakat

membentuk “...destinasi pariwisata yang aman, nyaman, menarik, mudah dicapai, berwawasan lingkungan, meningkatkan pendapatan nasional, daerah dan masyarakat 70. Pemahaman mengenai elemen-elemen destinasi pariwisata adalah sebagai berikut:

a. Daya tarik wisata, sering disebut pula sebagai atraksi, adalah unsur utama yang menarik kunjungan wisatawan, ia disebut pula sebagai faktor penarik atau pull factor. Pemahaman daya tarik wisata berbeda dengan sumber daya wisata. Bila daya tarik wisata adalah bentuk produk riil yang sudah dikelola dengan baik dan mampu mendatangkan wisatawan, namun sumber daya wisata masih merupakan potensi yang belum memiliki nilai ekonomi. Daya tarik wisata digolongkan menjadi tiga yaitu daya tarik wisata alam, daya tarik wisata budaya wisata budaya (terdiri dari benda/tangible dan tak benda/intangible), dan buatan. Elemen daya tarik wisata alam antara lain berupa pantai dan gunung, elemen daya tarik wisata budaya benda antara lain berupa museum dan galeri seni, Elemen daya tarik wisata budaya tak benda antara lain berupa seni musik dan tari, dan elemen daya tarik wisata buatan antara lain berupa taman bermain dan resor;

b. Fasilitas umum adalah fasilitas publik yang dibutuhkan oleh baik wisatawan, warga atau pengunjung lainnya. Bentuknya dapat berupa bank, apotek, dan pasar;

c. Fasilitas pariwisata adalah fasilitas utama yang dibutuhkan oleh wisatawan saat ia tinggal di destinasi. Bentuknya dapat berupa akomodasi, tempat makan minum, dan hiburan;

d. Aksesibilitas adalah fasilitas untuk mencapai destinasi pariwisata.

Fasilitas ini sering dianggap sebagai fasilitas yang sangat menentukan dalam membangun sebuah destinasi pariwisata. Tidak hanya dalam bentuk aksesibilitas antara destinasi pariwisata dengan destinasi asal wisatawan, namun juga jaringan aksesibilitas yang menghubungkan daya tarik di dalam destinasi pariwisata itu sendiri;

e. Masyarakat sebagai unsur sangat penting dalam mendorong pembangunan destinasi pariwisata, tidak hanya dalam konteks penyedia pelayanan barang dan jasa namun juga sebagai daya tarik wisata.

70 Undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, pasal 1.

3. Pemasaran adalah cara untuk memasukkan sebuah persepsi kepada wisatawan bahwa mereka memerlukan produk pariwisata yang ditawarkan71. Pemasaran ini berbeda posisi dengan promosi karena di dalam pemasaran diperlukan serangkaian analisis yang lebih mendalam tentang pasar wisatawan menyangkut minat, perilaku dan sebagainya dikaitkan dengan produk pariwisata yang dapat disiapkan. Tujuan pembangunan pemasaran adalah untuk menjadikan pemasaran yang unggul dan bertanggung jawab (responsible marketing), dalam arti bertanggung jawab terhadap kepuasan wisatawan, masyarakat, dan lingkungan di sekitarnya;

4. Kelembagaan kepariwisataan adalah bentuk kelembagaan publik dan privat, yaitu organisasi pemerintah, swasta, dan masyarakat yang mengelola komponen kepariwisataan. Posisi, tugas, dan tanggung jawab organisasi pemerintah diatur dalam UU nomor 23 tahun 201472.

Ke empat elemen tersebut menjadi fokus pembangunan kepariwisataan untuk mencapai tujuan akhir pembangunan kepariwisataan yaitu kesejahteraan dan kebahagiaan (sustainable tourism development)73 yang dapat diartikan sebagai upaya untuk menyerasikan kebutuhan kepuasan pada pengunjung, pelaku usaha, masyarakat, dan lingkungan secara berkelanjutan. Dalam tindak lanjutnya, arah pembangunan kepariwisataan ini ditindak lanjuti dalam rencana aksi yang tercantum dalam PP nomor 50 tahun 2011 (Ripparnas/Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional).

1) Prinsip apa yang membedakan antara konsep pertumbuhan dengan pembangunan pariwisata?

71 Penjelasan lebih lanjut pada Modul 5.

72 Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

73 Beberapa istilah lain yang sering digunakan, walaupun dengan maksud yang sama, adalah pariwisata yang berkualitas (quality tourism) dan pariwisata yang bertanggung jawab (responsible tourism).

LAT IH A N

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!

2) Apa yang terjadi ketika yang dilakukan adalah upaya pertumbuhan pariwisata?

3) Apa yang ingin dicapai dalam pembangunan pariwisata?

Petunjuk jawaban latihan

1) Konsep pertumbuhan menjelaskan upaya hanya untuk mengejar angka kuantitatif berupa jumlah wisatawan dan penerimaan pendapatan yang didapat dari kunjungan tersebut. Sedangkan konsep pembangunan lebih ditekankan pada upaya menjadikan pariwisata sebagai alat untuk peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

2) Berkonsentrasi hanya pada pertumbuhan akan berpotensi terjadinya kerusakan lingkungan.

3) Pembangunan pariwisata bertujuan untuk memberikan manfaat pada kesejahteraan secara keseluruhan, tidak hanya dalam konteks pertumbuhan ekonomi saja.

Dalam pelaksanaannya, konsep pembangunan pariwisata sering disalah aplikasikan dengan konsep pertumbuhan. Ini merupakan dua hal yang sangat berbeda karena dalam pertumbuhan hal yang dilakukan adalah mengejar nilai kuantitatif jumlah wisatawan dan pendapatan yang dihasilkan darinya. Ini berpotensi besar pada terjadinya dampak negatif besar di destinasi pariwisata. Berbeda dengan pertumbuhan, konsep pembangunan adalah cara untuk mewujudkan kehidupan menjadi lebih baik. Jumlah bukan menjadi tujuan utama tetapi manfaat.

1) Apa yang dimaksudkan dengan pembangunan pariwisata?

A. Usaha untuk meningkatkan sebesar-besarnya jumlah kunjungan wisatawan.

B. Merencanakan kehidupan masa depan supaya lebih baik.

C. Memberikan kepuasan sebesar-besarnya pada wisatawan.

D. Melakukan pembangunan fisik fasilitas pariwisata.

RANG KUM AN

TES F ORM AT IF 3

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

2) Apa kemungkinan yang terjadi bila konsep pertumbuhan yang dilakukan?

A. Membuat lingkungan hidup menjadi lebih baik . B. Tidak memberikan dampak apa-apa.

C. Kerusakan luas pada destinasi pariwisata.

D. Masyarakat akan lebih sejahtera.

3) Mengapa konsep pembangunan pariwisata lebih dianggap penting daripada konsep pertumbuhan pariwisata?

A. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

B. Menyenangkan pihak pemerintah.

C. Menguntungkan pihak swasta.

D. Memberikan harapan untuk mampu mendatangkan jumlah wisatawan lebih banyak.

4) Apa hasil akhir yang diharapkan dalam pembangunan pariwisata?

A. Meningkatnya pendapatan pelaku usaha.

B. Meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan.

C. Tumbuhnya destinasi pariwisata.

D. Kepuasan total wisatawan, masyarakat, pelaku usaha, dan lingkungan hidup.

5) Apa gambaran yang diberikan oleh Butler dalam melihat pertumbuhan destinasi pariwisata?

A. Risiko pada memburuknya kondisi destinasi bila tidak dilakukan pengelolaan secara tepat.

B. Pertumbuhan pariwisata akan selalu memberikan manfaat pada destinasi pariwisata.

C. Keberhasilan pertumbuhan pariwisata lebih didorong oleh keterlibatan pihak swasta.

D. Tingkat popularitas sebuah destinasi selalu berdampak positif pada pembangunan pariwisata.

6) Apa ukuran daya saing pariwisata yang digunakan oleh WEF?

A. Pembangunan pariwisata berkelanjutan.

B. Banyaknya jumlah kunjungan wisatawan.

C. Banyaknya lapangan kerja yang dihasilkan oleh pariwisata.

D. Kekuatan pelaku usaha pariwisata.

7) Apa tujuan akhir dari pembangunan kepariwisataan menurut UU no. 10 tahun 2009?

A. Pertumbuhan ekonomi.

B. Peningkatan kesejahteraan rakyat.

C. Pelestarian alam, lingkungan, dan sumber daya.

D. Semuanya betul.

8) Apa elemen destinasi pariwisata sesuai UU nomor 10 tahun 2009?

A. Industri pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran, dan kelembagaan kepariwisataan.

B. Daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, dan masyarakat.

C. Atraksi, amenitas, dan aksesibilitas.

D. Daya tarik wisata, amenitas, aksesibilitas, dan ansilari.

9) Apa yang membedakan pengertian daya tarik wisata dengan sumber daya?

A. Daya tarik wisata hanya bertujuan untuk mendatangkan wisatawan.

B. Sumber daya merupakan alat untuk mendatangkan wisatawan.

C. Daya tarik wisata adalah sumber daya yang telah dikelola dengan baik untuk tujuan menarik kunjungan.

D. Sama saja.

10) Apa prinsip dasar pemasaran pariwisata?

A. Kemampuan menjual produk pariwisata.

B. Kemampuan mendatangkan wisatawan.

C. Kemampuan untuk meningkatkan kualitas daya tarik wisata.

D. Kemampuan memengaruhi persepsi konsumen atas keunggulan produk pariwisata.

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 3 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 3.

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Tingkat penguasaan = Jumlah Jawaban yang Benar

100%

Jumlah Soal 

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 3, terutama bagian yang belum dikuasai.

Dalam dokumen Konsep Dasar Pembangunan Pariwisata (Halaman 28-42)

Dokumen terkait